6.4 Perilaku Pemberian Makan
Menurut CORE 2003 perilaku pemberian makan balita adalah cara pemberian makan sehari-hari terhadap balita yang berusia diatas enam bulan yang
meliputi kebiasaan baik yang berhubungan dengan makan, makanan tambahan ASI, pemberian makan secara aktif dan selama sakit, frekuensi makan dan komposisi
makanan. Sedangkan perilaku pemberian makan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku informan utama yang terdiri atas pengetahuan, sikap dan praktik
informan dalam pemberian makan, yang meliputi komposisi dan porsi makanan, cara pengolahan dan penyajian makanan, frekuensi pemberian makan, pemberian ASI
dan MP-ASI, dan pemberian makanan tambahan. Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku informan
utama dalam hal pemberian makan secara umum termasuk buruk, karena sebagian besar informan utama memiliki pengetahuan, sikap dan praktik pemberian makan
yang buruk. Pengetahuan informan utama dapat dikategorikan buruk karena sebagian besar informan utama tidak memiliki pengetahuan yang baik mengenai
komposisi dan porsi makanan, pemberian MP-ASI dan pemberian makanan tambahan, yang merupakan pengetahuan yang penting dalam usaha menaikkan
status gizi balita. Namun meskipun demikian, sebagian besar informan utama memiliki pengetahuan yang secara umum baik mengenai penyiapan atau pengolahan
makanan, frekuensi pemberian makan, dan pemberian ASI kepada balita.
Sedangkan sikap informan utama terhadap pemberian makan dapat dikategorikan buruk, karena sebagian besar informan utama menunjukkan sikap
yang buruk terhadap pemberian MP-ASI dan kebiasaan jajan balita atau pemberian makanan tambahan, dimana hal tersebut ternyata berdampak buruk pada praktik
pemberian makan yang dilakukan informan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap penurunan berat badan balita. Namun meskipun demikian, sebagian besar
informan utama memiliki sikap yang baik terhadap komposisi dan porsi makanan, penyiapan atau pengolahan makanan, frekuensi pemberian makan, dan pemberian
ASI. Selain pengetahuan dan sikap yang secara umum termasuk buruk, praktik
sebagian besar informan utama mengenai pemberian makan juga dapat dikategorikan buruk, terutama dalam hal komposisi dan porsi makanan yang
diberikan, penyajian makanan, frekuensi pemberian makan, pemberian MP-ASI dan pemberian makanan tambahan. Praktik informan utama yang buruk tersebut
mungkin menjadi penyebab beberapa balita tidak mengalami peningkatan berat badan atau bahkan mengalami penurunan berat badan meskipun sudah diberikan
PMT-P. Hal tersebut jika berlangsung terus menerus dikhawatirkan dapat memperparah KEP yang dialami balita dan menjadikan program PMT-P yang
dijalankan menjadi tidak bermanfaat. Namun meskipun demikian, terdapat beberapa informan utama yang
memiliki pengetahuan, sikap dan praktik pemberian makan yang lebih baik dari yang lain, yang ternyata balitanya mengalami peningkatan status gizi. Informan utama
tersebut memiliki pengetahuan yang baik mengenai porsi dan penyajian makanan,
sikap yang baik terhadap kebiasaan jajan balita, dan praktik yang baik dalam hal porsi makanan, frekuensi pemberian makan dan pemberian makanan tambahan.
Namun praktik informan utama yang baik tersebut dikhawatirkan tidak dapat berlangsung langgeng long lasting, jika tidak didasari oleh pengetahuan dan sikap
yang baik serta kesadaran yang tinggi dalam usaha memberikan makanan kepada balitanya. Sebagaimana menurut pendapat Rogers dalam Notoatmodjo 2003b: 122,
yang mengatakan bahwa apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif,
maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng long lasting. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan
berlangsung lama. Dari hasil pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan
dan sikap yang baik dalam hal pemberian makan tidak dapat menjamin terjadinya praktik pemberian makan yang baik. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa meskipun terdapat beberapa informan utama yang memiliki pengetahuan dan sikap yang baik dalam hal penyajian makanan dan frekuensi
pemberian makan, ternyata tidak memiliki praktik yang baik mengenai hal tersebut, terutama praktik yang dilakukan oleh informan utama yang balitanya tidak
mengalami peningkatan status gizi. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan kesadaran informan untuk mematuhi arahan petugas kesehatan,
serta kurangnnya fasilitas sarana dan prasarana yang dapat menunjang praktik pemberian makan yang baik bagi balita.
Namun meskipun demikian, terdapat beberapa informan utama yang memiliki pengetahuan dan sikap yang baik, serta kesadaran tinggi, yang terbukti
memiliki praktik pemberian makan yang baik, khususnya dalam hal komposisi dan porsi makanan, dan praktik pemberian ASI, yang ternyata dilakukan oleh informan
utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi.
6.5 Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan Balita