“Tidak tahu ya, umur dua bulan gitu tiga bulan sudah diberi makan” Informan S.
5. Pemberian Makanan Tambahan
Sikap terhadap pemberian makanan tambahan yang dimaksud dalam penelitian ini, adalah pendapat informan utama dalam hal pemberian
makanan tambahan untuk balita, pemberian PMT-P dari puskesmas, kesukaan balita terhadap PMT-P, kesukaan jajan balita dan kepercayaan
terhadap pantangan makanan. Seluruh informan berpendapat bahwa pemberian makanan tambahan
merupakan hal yang penting dan baik untuk dilakukan. Ketika ditanya alasannya, menurut mereka hal tersebut dapat menyebabkan balita tidak
lapar, tidak jajan terus, dan dapat menambah pertumbuhan dan mempercepat perkembangan balita. Selain itu seluruh informan juga setuju dengan
pemberian PMT-P dari puskesmas, karena menurut mereka hal tersebut dapat meringankan mereka dalam pemberian makanan untuk balita, dapat
menyebabkan balita sehat, dan karena balita menyukai PMT yang diberikan. Berikut kutipannya:
“Bagus neng hayi aya mah, barang dahar naon bae geh bagus, setuju jasa neng dibere ti puskesmas, malah mah atoh jasa, ja nyana
mah lamun ges peting teh kudu aya biskuit bae, lamun eweh teh ceu
rik, jejeritan kitu” “Bagus neng kalo ada tuh, makanan apa juga bagus, setuju banget
neng dikasi dari puskesmas, malah seneng banget, dia mah kalo udah malem itu harus ada biskuit aja, kalo gak ada tuh nangis,
teriak gitu” Informan E.
“Penting, soalna untuk mempertambah pertumbuhan eta supaya cepet perkembangan bayi, setuju, soalna bisa memperingan
makanan ti imah, soalna kabeh geh serba dibeli nyah”
“Penting, karena untuk mempertambah pertumbuhan, supaya mampercepat perkembangan bayi, setuju, karena bisa memperingan
makanan di rumah, karena s emuanya kan serba dibeli ya”
Informan S. “Makanan tambahan teh penting, abeh ulah jajan bae, setuju,
karena kan loba budak nu iye, nu karurang gizi ”
“Makanan tambahan itu penting, supaya jangan terus, setuju, karena kan banyak anak yang kurang gizi
” Informan N. “Penting, kan cemilan gitu kaya kita aja mau ngemil, anak kecil
juga harus, ya setuju karena anak saya senengnya biskuit, emang si kalo biskuit gak kenyang ya, harus di tambahin” Informan SM.
Sedangkan untuk kesukaan jajan anak, sebagian besar informan
mengaku bahwa balitanya sangat suka jajan. Namun meskipun demikian, mayoritas informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi,
mengaku bahwa balita mereka tidak suka jajan, karena informan tidak pernah membiarkan balitanya jajan atau tidak memiliki uang untuk membeli
jajanan. Berikut kutipannya: “Heunteu can dibere jajan, selain dibere bubur, lamun ningali mah
sok hayang bae, batur ker dahar sok hayang, tapina heunteu dibere”
“Tidak belum dikasi jajan, selain dikasi bubur, kalo ngeliat suka mau juga, orang lagi makan suka mau, tapi gak dikasi” Informan
S. “Gak pernah jajan, uang dari mana, takutnya ada tukang dagang
apa aja dipanggilin, takut kebiasaan” Informan B. “Ensok, dibere tapina te sering doang, atuh ngawarung kie”
“Suka, dikasi tapinya gak sering doang, kan punya warung gini” Informan N.
“Suka, itu bapaknya kalo nangis dikasi aja, dari pada nangis
mending diturutin gitu, kaya permen dimakanin” Informan SM.
Selain itu sebagian besar informan yang balitanya suka jajan, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pernyataan jika jajan sembarangan
bisa menyebabkan balita sakit, karena menurut mereka seharusnya balita sehat terus dan tidak sakit meskipun balita suka jajan. Sedangkan mayoritas
informan yang balitanya tidak suka jajan dan mengalami peningkatan status gizi,
menyatakan persetujuannya terhadap pernyataan jika
jajan sembarangan dapat menyebabkan balita sakit, karena menurut mereka
mungkin dalam jajanan tersebut mengandung penyakit yang bisa menyebabkan balita keracunan atau sakit seperti batuk. Berikut kutipannya:
“Ulah, heunteu setuju ih, atuh ke anak urang sakit kumaha” “Jangan, tidak setuju ih, nanti kalo anak kita sakit gimana”
Informan SK. “Atuh heunteu, heunteu atuh urang keneh anu haliwu lamun gering
mah
” “Ya enggak, enggak dong, kita juga yang repot kalo sakit”
Informan N. “Setuju, takutnya ada penyakitnya, takutnya ntar mabok, kita kan
gak tahu bikinnya, suka sakit kalo ada apanya” Informan B. “Ya, setuju, kan kita gak tahu bikinnya, kan suka pake pengawet,
pewarna makanan, pemanis buatan ya gitu aja” Informan SM. Sedangkan untuk kepercayaan terhadap pantangan makanan, seluruh
informan mengaku tidak mempercayai pantangan makanan untuk balita, baik menurut kepercayaan suku maupun nenek moyang. Namun meskipun
begitu, mereka mempercayai pantangan makanan yang dianjurkan oleh petugas kesehatan, yaitu pantangan makanan yang dapat menyebabkan
penyakit pada balita, seperti coklat, jajanan bakso dan minuman dingin. Berikut kutipannya:
“Percaya, pantanganna ulah jajan ulah emam es, tapi lamun cek kolot bahela mah percaya te percaya, ja ayenamah geus percaya ka
bidan- bidan lah, ayenamah dibere bae”
“Percaya, pantangan jangan jajan, makan es, tapi kalo kata orang dulu percaya gak percaya, karena sekarang udah percaya ke bidan-
bidan lah, sekarang dikasi aja” Informan E.
“Percaya manehna te menang ngadahar coklat, ciki kitu” “Percaya dia tidak boleh makan coklat, ciki gitu” Informan A.
“Gak, cuma suka dibilangin si ikan, pisang, pepaya, kata orang dulu gak boleh, ya
padahal itu bagus, kan vitamin” Informan SM.
5.3.3 Gambaran Praktik Pemberian Makan