Sikap Pemberian Makan PEMBAHASAN

tambahan, yang merupakan pengetahuan yang penting dalam usaha menaikkan status gizi balita. Hal tersebut dapat pula dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa informan utama yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai porsi, komposisi, dan penyajian makanan ternyata memiliki balita yang mengalami peningkatan status gizi. Namun meskipun demikian, sebagian besar informan utama memiliki pengetahuan yang baik mengenai penyiapan atau pengolahan makanan, frekuensi pemberian makan, dan pemberian ASI kepada balita.

6.2 Sikap Pemberian Makan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, dapat diketahui bahwa sebagian besar informan utama secara umum menunjukkan sikap yang buruk terhadap pemberian MP-ASI dan kebiasaan jajan balita. Namun meskipun demikian sebagian besar informan utama menunjukkan sikap yang baik terhadap aspek-aspek yang lain dalam pemberian makan kepada balita. Selain itu sebagian besar informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi ternyata menunjukkan sikap yang baik terhadap kebiasaan jajan balita. Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan konsep mengenai objek tertentu Khomsan dkk, 2007b:6. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa informan utama yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai cara penyiapan atau pengolahan dan penyajian makanan balita, frekuensi pemberian makan, waktu pemberian makan, waktu yang tepat dimulainya pemberian ASI, pemberian makanan tambahan, dan porsi makanan ideal bagi balita, ternyata secara umum menunjukkan sikap yang baik mengenai hal tersebut. Sikap positif informan tersebut bisa dilihat dari pendapat mereka yang mengatakan bahwa, pengolahan makanan yang sehat dan memperhatikan aspek kebersihan dan penyajian makanan yang menarik merupakan hal yang penting dan dapat menghilangkan penyakit yang ada dalam makanan dan meningkatkan nafsu makan balita. Selain itu mereka menganggap penting pemberian makan minimal tiga kali dalam sehari dan pemberian makan pada waktu yang tepat, karena dapat mengurangi kebiasaan jajan balita, menghindarkan balita dari penyakit, serta menyebabkan balita menikmati makanannya. Dan mereka juga menganggap penting waktu dimulainya pemberian ASI ketika balita dilahirkan, dan pemberian ASI sampai balita berumur dua tahun termasuk ASI eksklusif 1 , dengan alasan dapat menyebabkan balitanya sehat dan terhindar dari penyakit. Selain itu seluruh informan utama juga menganggap penting pemberian makanan tambahan dan setuju dengan pemberian PMT-P dari puskesmas, dengan alasan balita mereka menyukai PMT-P yang diberikan, serta dapat meringankan beban informan dalam pemberian makanan kepada balita. 1 ASI eksklusif adalah pemberian Air Susu Ibu saja kepada bayi umur 0 – 6 bulan tanpa diberikan makanan atau minuman tambahan selain obat untuk terapi pengobatan penyakit. Selain itu informan utama yang memiliki pengetahuan yang buruk mengenai waktu yang tepat dalam pemberian MP-ASI, ternyata juga menunjukkan sikap yang buruk mengenai hal tersebut, yang bisa dilihat dari ketidaksetujuan mereka jika balita hanya diberikan ASI saja sampai usia empat atau enam bulan. Namun meskipun tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang, hasil penelitian menunjukkan bahwa informan utama yang memiliki pengetahuan yang buruk mengenai komposisi makanan ideal, sumber- sumber makanan yang bergizi, porsi makanan, dan waktu yang tepat dalam pemberian makanan tambahan, ternyata cenderung menunjukkan sikap yang baik mengenai hal tersebut. Hal ini bisa dilihat dari pernyataan mereka yang menganggap penting pemberian makanan dengan komposisi makanan yang bergizi dan porsi yang cukup serta pemberian makanan tambahan kepada balita. Begitu pula sebaliknya, informan yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai makanan jajanan yang baik untuk balita, ternyata memiliki sikap yang secara umum buruk mengenai hal tersebut, dengan membiarkan balitanya jajan makanan yang mengandung zat gizi rendah, seperti ciki, coklat, permen, minuman dingin dan lain-lain, yang dijual bebas dipasaran. Selain itu informan utama juga mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap pernyataan jajan sembarangan dapat menyebabkan balita mereka sakit. Sikap yang buruk tersebut dimungkinkan terjadi karena kurangnya pengetahuan informan mengenai akibat dari kebiasaan jajan balita, serta kurangnya pengetahuan mereka tentang bahaya dari jajan sembarangan terhadap kesehatan balita. Meskipun demikian, terdapat dua informan yang menunjukan sikap positif dengan tidak membiarkan balita mereka jajan sembarangan, yang ternyata balitanya mengalami peningkatan status gizi. Selain itu mereka juga menyatakan persetujuannya terhadap pernyataan jajan sembarangan dapat menyebabkan balita mereka sakit. Sedangkan dalam hal kepercayaan terhadap pantangan makanan, seluruh informan utama secara umum menunjukkan sikap yang baik terhadap pantangan makanan. Mereka mengaku tidak mempercayai pantangan makanan untuk balita baik menurut kepercayaan suku maupun nenek moyang, dan hanya mempercayai pantangan makanan yang dianjurkan oleh petugas kesehatan. Hal ini dibuktikan oleh sebagian besar informan utama yang tidak memberikan pantangan makanan apapun, kecuali pantangan makanan yang bisa menyebabkan balita sakit seperti minuman dingin, permen, coklat dan ciki. Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa sikap informan utama terhadap pemberian makan secara umum termasuk buruk. Karena sebagian besar informan utama menunjukkan sikap yang buruk terhadap pemberian MP-ASI dan kebiasaan jajan balita atau pemberian makanan tambahan. Sikap informan terhadap hal tersebut ternyata berdampak negatif terhadap praktiknya yang pada akhirnya berpengaruh terhadap penurunan berat badan balita. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa informan utama yang memiliki sikap yang baik terhadap pemberian makanan tambahan ternyata memiliki balita yang mengalami peningkatan status gizi. Namun meskipun demikian, sebagian besar informan memiliki sikap yang baik terhadap komposisi dan porsi makanan, penyiapan atau pengolahan makanan, frekuensi pemberian makan, dan pemberian ASI.

6.3 Praktik Pemberian Makan

Dokumen yang terkait

Pengaruh Konseling Gizi Pada Ibu Balita terhadap Pola Asuh dan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Amplas

3 67 84

Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan Status Gizi Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura kabupaten Langkat Tahun 2008

5 71 83

Hubungan Pola Asuh Anak Dengan Status Gizi Balita Umur 24-59 Bulan Di Wilayah Terkena Tsunami Kabupaten Pidie Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008

1 38 105

Hubungan Status Gizi Balita Dan Pola Asuh Di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2006

0 41 93

Kecukupan Energi Dan Protein Serta Status Gizi Siswa Smp Yang Mendapat Makan Siang Dan Tidak Mendapat Makan Siang Dari Sekolah Dengan Sisitem Fullday School

4 79 130

Hubungan Antara Pola Konsumsi, Penyakit Infeksi Dan Pantang Makanan Terhadap Risiko Kurang Energi Kronis (Kek) Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011

2 14 169

Pengaruh Penyuluhan Media Lembar Balik Gizi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu Balita Gizi Kurang Di Puskesmas Pamulang, Tangerang Selatan Tahun 2015

0 19 97

Pengetahuan Gizi dan Persepsi Ibu Rumahtangga Kader dan Bukan Kader Posyandu tentang Kurang Energi Protein (KEP) Balita Serta Pertisipasi Penanggulangannya

0 10 67

Pola Asuh Orang Tua yang Melatarbelakangi Terjadinya Kurang Energi Protein pada Balita di Desa Kedung Rejo Kabupaten Grobogan 2010 - UDiNus Repository

0 0 2

NASKAH PUBLIKASI ANALISIS POLA ASUH GIZI IBU BALITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) YANG MENDAPAT PMT-P DI PUSKESMAS PLAYEN I KABUPATEN GUNUNGKIDUL

0 0 23