sebanyak tiga buah selama beberapa kali observasi. Sedangkan informan pertama dari kelompok yang tidak mengalami peningkatan status gizi,
terlihat memberikan biskuit “X” satu keping yang lebih banyak dibuang balita, dan memberikan dodol tape yang disuapkan informan sebanyak dua
bungkus atau sekitar 40 gram, informan kedua terlihat memberikan astor sebanyak satu buah dan seperempat kerupuk besar, informan ketiga terlihat
memberikan biskuit “X” dan bakso kecil sekitar lima butir. Dan informan terakhir yang balitanya mengalami penurunan status gizi, terlihat
memberikan snack pilus “X” sebanyak setengah bungkus atau sekitar 10 gram.
5.3.4 Gambaran Perilaku Pemberian Makan
Perilaku pemberian makan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, dan praktiktindakan ibu atau informan utama
dalam upaya pemberian makan pada balita. yang meliputi komposisi dan porsi makanan yang diberikan, cara penyiapan dan penyajian makanan, frekuensi
makan, praktik pemberian ASI, dan pemberian makanan tambahan kepada balita.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran pengetahuan pemberian makan yang telah dipaparkan diatas, dapat diketahui bahwa
sebagian besar informan tidak mengetahui komposisi makanan atau susunan hidangan yang sebaiknya diberikan kepada balita, dan tidak mengetahui zat
gizi dalam makanan. Sedangkan porsi makanan yang ideal menurut informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi ternyata lebih besar dari
pada porsi makanan menurut informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi.
Cara penyiapan dan pengolahan makanan yang baik menurut sebagian besar informan adalah bahan makanan dimasak sampai matang, dengan cara
dikukus dan direbus untuk bahan makanan seperti beras, digoreng untuk bahan makanan sejenis lauk, dan direbus atau ditumis untuk bahan makanan sejenis
sayuran. Sedangkan pengetahuan mengenai penyajian makanan yang baik, menurut mayoritas informan yang balitanya mengalami peningkatan status
gizi, adalah sebaiknya makanan dihias atau memiliki tampilan yang menarik, dan dibedakan rasanya. Sedangkan dua informan yang balitanya tidak
mengalami peningkatan status gizi, menjawab sebaiknya tampilan makanan berupa nasi dan lauk pauknya saja.
Frekuensi pemberian makan yang ideal menurut seluruh informan adalah tiga kali dalam sehari. Waktu pemberian makan menurut sebagian besar
informan adalah saat balita lapar atau meminta makanan, saat balita bangun atau mau tidur dan saat balita bermain. Sedangkan waktu yang tepat
dimulainya pemberian ASI, menurut sebagian besar informan adalah segera setelah balita dilahirkan. Lamanya pemberian ASI, menurut sebagian besar
informan adalah sampai balita berumur dua tahun, meskipun demikian terdapat dua informan yang menjawab sampai balita berumur satu setengah tahun. dan
waktu yang tepat dimulainya pemberian MP-ASI menurut tiga informan adalah sejak balita berusia enam bulan, sedangkan empat informan yang lain
menjawab setelah balita dilahirkan, sejak balita berumur satu minggu, dan lain- lain.
Sedangkan waktu yang tepat dalam pemberian makanan tambahan, menurut dua informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi,
yaitu sebaiknya diberikan di sela-sela waktu makan. Sedangkan informan yang lain menjawab sebelum atau sesudah makan, ketika balita meminta makan,
bangun tidur dan lain-lain. Sedangkan jajanan yang baik menurut sebagian besar informan, adalah makanan seperti biskuit, roti, susu, dan buah-buahan.
Dan berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran sikap pemberian makan yang telah dipaparkan diatas, dapat diketahui seluruh informan
menganggap penting pemberian makanan dengan komposisi makanan yang bergizi, porsi yang ideal dan sesuai dengan usia balita, pengolahan makanan
yang sehat, penyajian makanan yang menarik baik dari tampilan maupun rasanya, penyimpanan makanan di tempat yang tertutup dan bersih,
penggunaan peralatan masak dan makan yang bersih, frekuensi pemberian makan minimal tiga kali dalam sehari, pemberian makan pada waktu yang
tepat, pemberian ASI, dan pemberian makanan tambahan. Selain itu sebagian besar informan setuju jika balita hanya diberikan
ASI saja sampai usia enam bulan, atau pemberian ASI eksklusif, dan pemberian PMT-P dari puskesmas. Namun dua informan yang balitanya
mengalami peningkatan status gizi menyatakan tidak setuju jika balita hanya diberikan ASI saja sampai balita berusia enam bulan.
Sedangkan dalam hal kesukaan jajan anak, sebagian besar informan mengaku bahwa balitanya sangat suka jajan. Namun meskipun demikian,
terdapat dua balita yang tidak suka jajan yang ternyata mengalami peningkatan status gizi. Selain itu sebagian besar informan yang balitanya suka jajan,
menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pernyataan jika jajan sembarangan bisa menyebabkan balita sakit, sedangkan sebagian besar informan yang
balitanya tidak suka jajan dan mengalami peningkatan status gizi, menyatakan persetujuannya
terhadap pernyataan
jika jajan
sembarangan dapat
menyebabkan balita sakit. Sedangkan dalam hal pantangan makanan, seluruh informan mengaku tidak mempercayai pantangan makanan untuk balita, baik
menurut kepercayaan suku maupun nenek moyang. Dan berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran praktik
pemberian makan yang telah dipaparkan diatas, dapat diketahui bahwa praktik pemberian makan yang dilakukan sebagian besar informan yang balitanya
mengalami peningkatan status gizi berbeda dengan praktik pemberian makan yang dilakukan informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status
gizi, terutama dalam hal porsi, frekuensi dan pemberian makanan tambahan. Informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi rata-
rata memberikan makanan pokok berupa nasi, tim atau bubur dengan porsi 50 - 100 gram nasi, dan terkadang memberikan telur sebanyak ½ - 1 butir atau
sekitar 30 - 60 gram, dan selalu memberikan susu formula sebanyak 100 – 250
ml dalam sekali minum. Selain itu porsi MP-ASI yang dahulu diberikan informan adalah 20
– 120 gram bubur bayi instan “X”. Sedangkan porsi
makanan tambahan yang diberikan informan yaitu rata-rata 10 - 24 keping biskuit dalam sehari atau sekitar 100
– 240 gram, yang diberikan sebanyak dua sampai empat kali dalam sehari. Seluruh informan rutin memberikan makanan
utama tiga kali dalam sehari, dan salah satu informan menambahkan bahwa frekuensi pemberian makan tiga kali sehari yang dilakukannya, baru
berlangsung sekitar dua minggu, sebelumnya dia selalu memberikan makanan utama sebanyak lima kali dalam sehari atau setiap dua jam sekali. Selain itu
sebagian besar informan tidak membiarkan balitanya jajan, dan PMT yang diberikan dari puskesmas lebih banyak dikonsumsi balita dibandingkan dengan
anggota keluarga lain. Sedangkan informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan
status gizi rata-rata memberikan makanan pokok sebanyak dua sendok makan atau sekitar 10 gram, dan terkadang memberikan lauk seperti telur dan ikan
sedikit sekali atau hanya sebagai pelengkap, dan jarang dimakan oleh balita, serta jarang memberikan susu formula. Selain itu porsi MP-ASI yang dahulu
diberikan informan adalah dua atau tiga sendok makan atau sekitar 10 gram bubur bayi instan “X” dalam sekali makan. Sedangkan porsi makanan
tambahan yang diberikan, rata-rata hanya satu sampai tiga keping biskuit dalam sehari, atau sekitar 10 sampai 30 gram. Sebagian besar informan
memberikan makanan utama sebanyak dua kali sehari, dan terkadang hanya memberikan makanan utama satu kali dalam sehari, jika balita sedang tidak
mau makan atau sedang bepergian. Selain itu seluruh informan selalu membiarkan balitanya jajan makanan seperti ciki, astor, kerupuk, permen,
biskuit, coklat, makaroni, minuman dingin, dan snack-snack ringan lainnya, dengan frekuensi dua sampai empat kali dalam sehari. Dan PMT yang
diberikan dari puskesmas lebih banyak dikonsumsi anggota keluarga lain dibandingkan oleh balita.
Sedangkan dalam hal pengolahan dan penyajian makanan, seluruh informan baik yang balitanya mengalami peningkatan status gizi maupun yang
balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, selalu mengolah makanan dengan cara dikukus dan direbus untuk bahan makanan seperti beras, digoreng
untuk bahan makanan sejenis lauk, dan direbus atau ditumis untuk bahan makanan sejenis sayuran. Sedangkan penyajian makanan yang dilakukan
sebagian besar informan utama terlihat tidak menarik, karena tidak adanya variasi baik dari tampilan warna maupun jenis lauknya, dan makanan hanya
ditaruh dalam mangkuk dan sendok biasa, atau tidak menggunakan peralatan makan yang dapat merangsang balita untuk makan. Namun meskipun
demikian, sebagian besar informan selalu menggunakan peralatan yang dicuci bersih dan menyimpan makanan ditempat yang tertutup dan bersih.
Sebagian besar informan utama selalu memulai pemberian ASI sejak balitanya dilahirkan, dan memberikan ASI sampai balita berusia dua tahun.
Sebagian besar informan utama telah memberikan MP-ASI berupa bubur bayi instan, pisang ataupun susu formula sebelum balita berusia empat bulan,
bahkan beberapa diantaranya sudah memberikan MP-ASI sejak balita dilahirkan atau sejak balita berusia satu minggu. Dan sebagian besar informan
utama tidak memberikan pantangan makanan apapun, kecuali pantangan
makanan seperti minuman dingin, permen, coklat dan ciki ketika balita mereka sakit.
Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan, dapat diketahui bahwa sebagian besar informan yang balitanya mengalami peningkatan status
gizi, selalu memberikan makanan utama maupun makanan tambahan dengan mengikuti arahan dan petunjuk dari petugas gizi atau kesehatan, baik dari segi
jenis, porsi maupun frekuensinya. Seperti saran untuk memberikan formula 75 yang terdiri dari campuran tepung beras, minyak dan susu, dan pemberian susu
kepada balita, dan saran untuk memberikan makanan dengan frekuensi tiga kali sehari atau dua jam sekali. Sedangkan sebagian besar informan dari kelompok
yang tidak mengalami peningkatan status gizi, mengaku jarang mengikuti arahan dan petunjuk yang diberikan petugas gizi atau kesehatan, dengan alasan
balita tidak menyukainya. Seperti terlihat dalam kutipan berikut ini: “Kan disuruh sama dokter itu bikin tepung beras pake susu, ya selain
dikasi susu sama biscuit dikasi tepung juga saya ikutin aja” Informan B.
“Ti dokter gizi kan titah dibere susu khusus “Y” ker gizi buruk laju dibeliken, laju cek dokter geh kan titah dibere dahar tiap dua jam
sakali atuh dibere dua jam sakali ker umur genep bulan” “Dari dokter gizi kan disuruh dikasi susu khusus “Y” waktu gizi buruk
terus dibelikan, terus kata dokter juga kan disuruh dikasi makan tiap dua jam sekali ya dikasi dua jam sekali waktu umur enam bulan”
Informan S. “Nyorang titah nyien bubur tea sorangan tapina iye mah te daeken,
susu jeung
vitamin geh diinum bae ku emakna, dipicen ja hook” “Pernah disuruh buat bubur itu sendiri tapina ini mah gak mau, susu
dan vitamin juga diminum aja sama ibunya, dibuang kan sayang” Informan N.
Selain itu berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan staf Puskesmas Pagedangan yang terlibat langsung dalam program PMT-P, dan
hasil observasi yang dilakukan di puskesmas setiap minggunya, dapat diketahui bahwa staf puskesmas selalu memberikan konseling atau pengarahan kepada
ibu balita atau informan utama mengenai cara pemberian makan untuk balita baik dari jumlah, variasi dan jenisnya, serta konseling tentang cara pemberian
makanan tambahan, cara menjaga kebersihan dan perawatan kesehatan balita. Berikut kutipannya:
“Dikasi konseling tentang cara pemberian makanan, kebersihan, pola makan anak, cara kasi PMTnya diantara waktu makan, biskuit kan
cemilan, pagi siang malem, jangan terlalu deket ke waktu makan, susu paling diaksi tau takarannya ya, trus kalo pake botol harus direbus,
kebersihannya, kalo susu gak boleh deket waktu makan soalnya takutnya anaknya kenyang” Informan staf puskesmas Y.
“Tentang pertama cari tahu pola makan dia, setelah kita tahu, kita coba koreksi kalo ada yang masih belum bener, dari jumlah, variasi,
dari jenis yah, sama tumbuh kembang dia yah, kebersihan oral, cuci tangan,, paling itu yah, kalo bayi ya perawatan bayi dirumah kalo bayi
sakit yah” Informan staf puskesmas SM.
5.3.5 Gambaran Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan Balita