pemanfaatan lahan pekarangan disusun sesuai menu dengan formula yang mengandung kalori dan protein tinggi. Tujuan program PMT pemulihan
yaitu mendororong anak untuk makan sebanyak mungkin, memulai dan atau mendorong pemberian ASI secukupnya, untuk merangsang
perkembangan fisik dan emosional serta menyiapkan ibu danatau pengawas dalam perawatan balita selama mengalami masalah gizi buruk
Arisman, 2002.
2.7.4 Ketentuan Pemberian PMT
Menurut Depkes RI 1991 dalam Hasanudin 2001:34, ketentuan pemberian PMT-Pemulihan selama 90 hari pada kelompok umur dan sasaran,
adalah sebagai berikut: 1.
Usia 6 – 11 bulan, dengan komposisi zat gizi energi 360 – 430 kalori dan protein 10
– 15 gram. Bentuk makanan campuran dalam bentuk tepung dengan komposisi bahan makanan terdiri dari sumber karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan mineral. 2.
Usia 12 – 32 bulan, dengan komposisi zat gizi energi 360 – 430 kalori, protein 9
– 11 gram. Bentuk makanan padat biskuit dengan komposisi makanan terdiri dari sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral.
2.7.5 Indikator Keberhasilan Pelaksanaan PMT
Ada tiga indikator keberhasilan pelaksanaan PMT yaitu, semua bayi dan balita dari keluarga miskin memperoleh PMT, ibu hamil dan ibu nifas dari
keluarga miskin memperoleh PMT dan 80 sasaran penerima PMT naik berat badannya Hasanudin, 2001.
2.7.6 Penyelenggaraan PMT
Tenaga gizi puskesmas dan bidan di desa menjelaskan berbagai model penyelenggaraan PMT kepada tim desa. Yang selanjutnya tim desa
menentukan model yang digunakan berdasarkan kesepakatan bersama Setiarso, 2002 dalam Yunarto, 2004:25.
Ada dua model penyelenggaraan PMT yaitu Pos Pemulihan Gizi atau feedings centers, dan Ibu AsuhPenjaja Makanan atau disebut juga home
delivery. Pada model feedings centers, dilakukan bila sasarannya cukup banyak dan terkumpul dalam satu wilayah posyandu. Kader memberikan
informasi kepada ibu sasaran tentang jadwal pemberian PMT dan merencanakan kebutuhan blended food makanan dari bahan makanan
setempat bersama bidan desa. Sedangkan model home delivery dilaksanakan bila jumlah sasarannya diketahui dengan jelas dan hanya sedikit. Kegiatan
posyandu buka satu kali sebulan sehingga ibu asuh atau penjaja makanan menerima uang sebulan sekali dari bidan desa. Namun ibu sasaran mengambil
PMT setiap hari untuk dibawa pulang ke rumah Depkes RI, 1999; Walker, 1991 dalam Yunarto, 2004:26.
Hal yang tidak menguntungkan dari model home delivery adalah ketika PMT didistribusikan ke rumah sasaran, kemungkinan penyimpangan
dapat terjadi seperti PMT dibagi atau dikonsumsi oleh anggota keluarga lainnya, PMT dijual atau ditukar Mora, 1983 dalam Yunarto, 2004:26.
Walker 1991, berpendapat bahwa model feeding centers lebih baik dibandingkan model home delivery, karena menjamin bahan PMT dikonsumsi
oleh anak yang memerlukannya.
2.7.7 Dampak PMT pada Status Gizi