Pengukuran dan Indikator Perilaku Makan

akan mengancam kesehatan anak. Nafsu makan anak berkurang dan jika berlangsung lama akan berpengaruh pada status gizi. Menurut Moehji 2003, kebiasaan jajan memiliki kelemahan- kelemahan antara lain sebagai berikut: 1. Jajanan tersebut biasanya banyak mengandung hidrat arang. Walaupun ada zat-zat makanan lain, tentu jumlahnya sedikit. 2. Dengan terlalu sering jajan, maka anak akan kenyang. Akibatnya anak tidak mau makan nasi, atau jika mau, jumlah yang dihabiskan hanya sedikit sekali. 3. Kebersihan dari jajanan itu sangat diragukan. 4. Jika sering kali keinginan anak untuk jajan tidak dipenuhi, maka anak akan menangis dan menolak untuk makan. 5. Dari segi pendidikan, kebiasaan jajan ini tidak dapat dianggap baik, lebih- lebih jika anak hanya diberikan uang dan membeli sendiri makanan itu.

2.3.6 Pengukuran dan Indikator Perilaku Makan

Menurut Notoatmodjo 1993 perilaku terhadap makanan adalah respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku makanan ini meliputi pengetahuan, sikap dan praktek terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung didalamnya zat gizi. 1. Pengetahuan Untuk dapat menyusun menu yang adekuat, seseorang perlu memiliki pengetahuan mengenai bahan makanan dan zat gizi, kebutuhan gizi seseorang serta pengetahuan hidangan dan pengolahannya. Umumnya menu disusun oleh ibu Santoso, 1999. Menurut Khomsan dkk 2007b:9 pengelolaan atau penyediaan makanan dalam keluarga pada umumnya dikoordinir oleh ibu. Ibu yang mempunyai pengetahuan gizi dan berkesadaran gizi yang tinggi akan melatih kebiasaan makan yang sehat sedini mungkin kepada anaknya. Soewondo dan Sadli 1989 mengatakan bahwa tingkat pengetahuan gizi ibu berhubungan dengan tingkat pendidikan formal ibu. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal ibu akan semakin luas wawasan berfikir sehingga akan lebih banyak informasi zat gizi yang dapat diserapnya. Dengan demikian akan semakin baik ibu tersebut memilih bahan makanan yang bergizi untuk keluarganya Khomsan, 2007b:9. Menurut Mariani 2002 dalam Khomsan dkk 2007b:6, ketidaktahuan tentang gizi dapat mengakibatkan seseorang salah memilih bahan dan cara menyajikannya. Akan tetapi sebaliknya ibu dengan pengetahuan gizi baik biasanya akan mempraktekkan pola makan sehat bagi anak-anaknya agar terpenuhi kebutuhan gizinya. Tingkat ekonomi seseorang yang tinggi belum dapat menjamin tercapainya keadaan gizi yang lebih baik bila tidak disertai dengan pengetahuan gizi yang baik. 2. Sikap Menurut Suhardjo 1989 dalam Khomsan dkk 2007b:7, sikap manusia terhadap makanan dipengaruhi oleh pengalaman dan respon yang diperlihatkan oleh orang lain terhadap makanan sejak masa kanak-kanak. Pengalaman yang diperoleh ada yang dirasakan menyenangkan atau sebaliknya, sehingga individu dapat mempunyai sikap suka atau tidak suka terhadap makanan. Selain itu menurut hasil penelitian Tan 1970 dalam Khomsan dkk 2007b:9 menunjukkan bahwa dalam hal kepercayaan dan pantangan yang berhubungan dengan makanan, responden yakin sekali pada kepercayaan dan pantangan yang berlaku pada bayi, anak, perempuan, wanita hamil dan menyusui. Dengan adanya makanan pantangan, maka jumlah makanan yang dikonsumsi menjadi terbatas, walaupun tidak berakibat fatal tetapi hanya bersifat merugikan saja. Makanan yang dilarang itu, jika dilihat dari konteks gizi terkadang merupakan bahan makanan yang mengandung nilai gizi tinggi Khomsan dkk, 2007b:9. 3. Praktek Suhardjo 1989 dalam Khomsan dkk 2007b:8 menyatakan bahwa praktek atau tindakan konsumsi makanan seseorang tercermin dari pola konsumsi pangannya. Pola konsumsi pangan adalah susunan beragam pangan yang biasa dikonsumsi oleh keluarga atau masyarakat dalam hidangannya sehari-hari. Pola konsumsi pangan ini disusun berdasarkan jenis makanan, frekuensi makan dan jumlah yang dimakan. Pengukuran praktek konsumsi ini dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan cara wawancara terhadap responden tentang makanan yang dikonsumsi. Sedangkan menurut Nasoetion 1989, konsumsi pangan didefinisikan sebagai informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang keluarga atau rumah tangga pada waktu tertentu Khomsan dkk, 2007b:8. Sanjur 1982 dalam Khomsan dkk 2007b:9 menyatakan bahwa konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan. Menurut suhardjo 1989 konsumsi pangan keluarga dan individu maupun golongan tertentu balita dapat diketahui dengan melakukan survey konsumsi pangan.

2.4 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan pada Balita

Dokumen yang terkait

Pengaruh Konseling Gizi Pada Ibu Balita terhadap Pola Asuh dan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Amplas

3 67 84

Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan Status Gizi Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura kabupaten Langkat Tahun 2008

5 71 83

Hubungan Pola Asuh Anak Dengan Status Gizi Balita Umur 24-59 Bulan Di Wilayah Terkena Tsunami Kabupaten Pidie Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008

1 38 105

Hubungan Status Gizi Balita Dan Pola Asuh Di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2006

0 41 93

Kecukupan Energi Dan Protein Serta Status Gizi Siswa Smp Yang Mendapat Makan Siang Dan Tidak Mendapat Makan Siang Dari Sekolah Dengan Sisitem Fullday School

4 79 130

Hubungan Antara Pola Konsumsi, Penyakit Infeksi Dan Pantang Makanan Terhadap Risiko Kurang Energi Kronis (Kek) Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011

2 14 169

Pengaruh Penyuluhan Media Lembar Balik Gizi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu Balita Gizi Kurang Di Puskesmas Pamulang, Tangerang Selatan Tahun 2015

0 19 97

Pengetahuan Gizi dan Persepsi Ibu Rumahtangga Kader dan Bukan Kader Posyandu tentang Kurang Energi Protein (KEP) Balita Serta Pertisipasi Penanggulangannya

0 10 67

Pola Asuh Orang Tua yang Melatarbelakangi Terjadinya Kurang Energi Protein pada Balita di Desa Kedung Rejo Kabupaten Grobogan 2010 - UDiNus Repository

0 0 2

NASKAH PUBLIKASI ANALISIS POLA ASUH GIZI IBU BALITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) YANG MENDAPAT PMT-P DI PUSKESMAS PLAYEN I KABUPATEN GUNUNGKIDUL

0 0 23