Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita

6.7 Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa sebagian besar informan utama memiliki praktik yang buruk di hampir semua aspek pemeliharaan kesehatan balita, seperti pencegahan penyakit infeksi, cara pemeliharaan kesehatan balita dan kebersihan lingkungan. Menurut Soekirman 2000, penyakit infeksi disebabkan oleh kurangnya sanitasi dan bersih, dan juga karena pelayanan kesehatan dasar dan pola asuh yang tidak memadai. Selanjutnya menurut Nency 2005, cakupan pelayanan kesehatan dasar terutama imunisasi, penanganan diare, tindakan cepat pada balita yang tidak naik berat badan, pendidikan, penyuluhan kesehatan dan gizi, dukungan pelayanan di posyandu, penyediaan air bersih, kebersihan lingkungan akan menentukan tingginya kejadian penyakit infeksi. Praktik yang buruk dalam hal pencegahan penyakit infeksi, bisa dilihat dari banyaknya balita yang bermain ditempat kotor atau bermain dengan temannya yang sedang sakit, serta kebiasaan informan maupun balitanya yang tidak mencuci tangan sebelum makan, yang bisa meningkatkan resiko balita untuk tertular penyakit. Praktik pencegahan penyakit yang buruk tersebut, mungkin juga menjadi penyebab balita mudah terserang penyakit. Hal ini dapat dilihat dari seringnya balita penerima PMT-P yang menderita penyakit infeksi seperti demam, batuk, dan pilek, dan beberapa balita sering mengalami gatal-gatal, bisul dan mencret atau diare. Selain itu terdapat balita yang sering muntah beberapa malam terakhir, yang ternyata tidak mengalami peningkatan status gizi. Dan juga terdapat balita yang hampir selalu demam setiap minggu dan batuk sebulan sekali, yang ternyata mengalami penurunan status gizi. Hal tersebut diatas dapat dijelaskan dengan pendapat Soekirman 2000, yang mengatakan bahwa timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya imunitas dapat melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah terkena gizi kurang. Sehingga disini terlihat interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Selain praktik pencegahan penyakit yang buruk, mayoritas informan juga terlihat jarang memberikan makan dan jarang memberikan suplemen vitamin kepada balitanya, yang ternyata balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi. Hal tersebut mungkin menjadi penyebab beberapa balita mengalami kesulitan makan, karena beberapa informan utama yang balitanya tidak mengalami kesulitan makan, terlihat selalu memberikan suplemen vitamin yang didapat dari puskesmas sampai habis, yang ternyata juga mengalami peningkatan status gizi. Selain itu menurut petugas kesehatan di puskesmas, suplemen vitamin yang diberikan selain mengandung vitamin B komplek dan vitamin C, juga mengandung lysine untuk menambah nafsu makan balita. Selain itu sebagian besar informan utama juga mengaku tidak pernah melakukan imunisasi kepada balitanya, karena balita sedang sakit ketika ada pemberian imunisasi di posyandu ataupun di puskesmas. Sedangkan menurut Notoatmodjo 2003a, imunisasi pada anak membantu kekebalan tubuh anak dalam melawan atau bertahan terhadap penyakit infeksi. Sebagian besar informan utama juga melakukan praktik yang buruk dalam upaya menjaga kebersihan balita, karena berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, terlihat beberapa informan utama tidak mencuci tangan ketika memberikan makan pada balitanya, dan terlihat tidak membasuh atau membersihkan balita setelah buang air kecil. Selain itu berdasarkan hasil wawancara mendalam, terdapat beberapa informan utama yang selalu membiarkan balitanya buang air besar di halaman rumah atau memiliki saluran pembuangan limbah yang terbuka. Kebiasaan tersebut selain dapat menyebabkan lingkungan menjadi kotor, juga dapat mempercepat penyebaran penyakit, terutama penyakit infeksi. Namun meskipun demikian, seluruh informan mengatakan selalu memandikan balita minimal dua kali dalam sehari dengan menggunakan sabun dan air bersih. Sedangkan menurut pendapat Sulistijani 2001 dalam Husin 2008:21, lingkungan yang sehat perlu diupayakan dan dibiasakan, tetapi tidak dilakukan sekaligus, harus perlahan-lahan dan terus menerus. Lingkungan yang sehat terkait dengan keadaan yang bersih, rapih dan teratur. Oleh karena itu anak perlu dilatih untuk mengembangkan sifat-sifat sehat sebagai berikut: a mandi dua kali sehari, b cuci tangan sebelum dan sesudah makan, c menyikat gigi sebelum tidur, d membuang sampah pada tempatnya, e buang air kecil dan besar pada tempatnya. Selain praktik pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan yang buruk, sebagian besar informan utama juga memiliki praktik kebersihan lingkungan yang secara umum termasuk buruk. Hal ini bisa dilihat dari tempat atau ruang bermain balita yang terlihat tidak baik, karena sebagian besar balita terbiasa bermain didalam atau dihalaman rumah yang terlihat kurang bersih, ataupun bermain dekat dengan lokasi pembuangan sampah atau lapangan yang terlihat kotor. Selain itu informan utama juga selalu membiarkan balitanya bermain dengan temannya, meskipun salah satu dari teman bermainnya sedang menderita penyakit infeksi. Hal ini terjadi mungkin dikarenakan sebagian besar teman main balita adalah kakaknya yang tinggal serumah atau saudara-saudaranya yang tinggal didekat rumah balita, sehingga susah untuk dipisahkan. Sedangkan menurut Widarninggar, 2003 dalam Husin, 2008:19, kebersihan lingkungan erat hubungannya dengan penyakit saluran pernapasan, saluran pencernaan, serta penyakit akibat nyamuk. Oleh karena itu penting membuat lingkungan layak untuk tumbuh kembang anak, sehingga meningkatkan rasa aman bagi ibupengasuh anak dalam menyediakan kesempatan bagi anaknya untuk eksplorasi lingkungan. Menanamkan kebersihan di rumah sangat penting karena sumber infeksi amat banyak di sekeliling balita. Oleh karena itu untuk menghindari segala kemungkinan infeksi dan penyakit, maka rumah dan anak-anak harus diamankan dari serangan penyakit. Selain itu sebagian besar informan utama juga memiliki kebiasaan membuang sampah di halaman depan atau belakang rumah dengan cara dikumpulkan dilokasi yang terbuka dan kemudian dibakar, dan sebagian besar informan juga memiliki saluran pembuangan limbah rumah tangga yang mengalir kedalam saluran air yang terbuka atau berbentuk empang. Kebiasaan tersebut memungkinkan terjadinya polusi udara akibat pembakaran sampah dan meningkatkan pertumbuhan vektor penyebab penyakit seperti nyamuk dan lalat yang dapat berkembang biak di tempat pembuangan limbah ataupun ditempat pembuangan sampah yang terbuka. Menurut Triton 2006 dalam Husin 2008:20, upaya untuk meminimalkan resiko terserang penyakit dimulai dengan menerapkan standar kebersihan yang lebih terjamin bagi kesehatan balita, yaitu dengan menanamkan pengetahuan pada anak balita tentang kebersihan dapur dan rumah yang bersih, sehingga dirinya terbebas dari gangguan penyakit seperti mual dan diare. Adapun sumber air bersih yang dimiliki seluruh informan utama juga dapat dikategorikan buruk, karena air bersih yang digunakan berasal dari sumur yang jaraknya cukup dekat dengan tempat pembuangan limbah atau kurang dari 10 meter dari lokasi pembuangan limbah. Selain itu sebagian besar informan utama tidak memiliki WC didalam rumah mereka dan terbiasa buang air besar di jamban yang terletak di atas empang dibelakang rumah mereka. Selain itu sebagian besar rumah informan utama juga memiliki sistem pencahayaan dan pergantian udara yang tidak baik di beberapa ruangan didalam rumah, seperti di ruang tengah, kamar tidur dan dapur, sedangkan jendela hanya terletak didepan rumah dan di beberapa kamar tidur, yang menyebabkan udara terasa pengap dan lembab yang dikhawatirkan dapat menunjang perkembangan kuman penyebab penyakit infeksi. Dan sebagian besar informan utama juga memasak menggunakan kayu bakar yang bisa menimbulkan polusi udara didalam rumah yang dikhawatirkan meningkatkan resiko balita terserang infeksi penyakit saluran pernapasan. Namun meskipun demikian, terdapat beberapa informan yang selalu membuka gorden dan jendela rumah setiap pagi, sehingga udara segar dan cahaya matahari pagi bisa masuk kedalam rumah. Menurut Soetjiningsih 1998:8, kesehatan lingkungan memiliki peran yang penting dalam tumbuh kembang anak, dimana sanitasi yang kurang baik akan memberikan dampak terhadap kesehatan yang berakibat akan timbulnya penyakit infeksi yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak yang akan menimbulkan kasus kurang gizi. Namun meskipun sebagian besar informan memiliki praktik pencegahan penyakit infeksi, cara pemeliharaan kesehatan balita dan kebersihan lingkungan yang buruk, sebagian besar informan memiliki praktik pengobatan yang dapat dikategorikan baik. Hal ini bisa dilihat dari upaya informan utama yang selalu membawa balitanya ke pusat pelayanan kesehatan khususnya puskesmas ketika balita mereka sakit, dan selalu memberikan obat sesuai dengan anjuran petugas kesehatan. Namun meskipun demikian, masih terdapat informan utama yang terkadang menggunakan cara tradisional dengan cara membuat campuran minyak sayur, buah asam, dan bawang merah yang dioleskan ke kepala balita yang berguna untuk menurunkan demam, atau membawanya ke dukun beranak untuk dipijat, atau meminta air putih yang telah didoakan ke orang pintar dekat rumah jika penyakit anak belum sembuh, hal tersebut ternyata dilakukan oleh sebagian besar informan utama yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi. Selain itu terdapat satu informan yang jarang memberikan obat ketika balita sakit, karena balita tidak menyukai obat dalam bentuk puyer, yang ternyata balitanya mengalami penurunan status gizi. Selain praktik pengobatan yang baik, sebagian besar informan utama juga memiliki usaha pemantauan status gizi yang baik. Hal tersebut bisa dilihat dari upaya mereka yang selalu menimbang balitanya di puskesmas setiap minggu ataupun di posyandu setiap bulan. Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa praktik sebagian besar informan utama mengenai pemeliharaan kesehatan balita secara umum termasuk buruk, baik dalam hal pencegahan penyakit infeksi, cara pemeliharaan kesehatan balita maupun kebersihan lingkungan. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh pengetahuan sebagian besar informan yang secara umum termasuk buruk dalam hal pemeliharaan kesehatan balita. Namun meskipun demikian, terdapat beberapa informan yang memiliki praktik yang baik dalam hal pengobatan dan pemantauan status gizi balita. Hal ini mungkin disebabkan seluruh informan utama memiliki balita yang mengikuti progam pemberian makanan tambahan pemulihan PMT-P, yang membuat mereka selalu pergi berobat ke puskesmas dan melakukan penimbangan balita secara rutin. Selain itu terdapat beberapa informan utama yang memiliki praktik yang baik dalam hal pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi, yang ternyata balitanya mengalami peningkatan status gizi.

6.8 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Balita

Dokumen yang terkait

Pengaruh Konseling Gizi Pada Ibu Balita terhadap Pola Asuh dan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Amplas

3 67 84

Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan Status Gizi Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura kabupaten Langkat Tahun 2008

5 71 83

Hubungan Pola Asuh Anak Dengan Status Gizi Balita Umur 24-59 Bulan Di Wilayah Terkena Tsunami Kabupaten Pidie Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008

1 38 105

Hubungan Status Gizi Balita Dan Pola Asuh Di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2006

0 41 93

Kecukupan Energi Dan Protein Serta Status Gizi Siswa Smp Yang Mendapat Makan Siang Dan Tidak Mendapat Makan Siang Dari Sekolah Dengan Sisitem Fullday School

4 79 130

Hubungan Antara Pola Konsumsi, Penyakit Infeksi Dan Pantang Makanan Terhadap Risiko Kurang Energi Kronis (Kek) Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011

2 14 169

Pengaruh Penyuluhan Media Lembar Balik Gizi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu Balita Gizi Kurang Di Puskesmas Pamulang, Tangerang Selatan Tahun 2015

0 19 97

Pengetahuan Gizi dan Persepsi Ibu Rumahtangga Kader dan Bukan Kader Posyandu tentang Kurang Energi Protein (KEP) Balita Serta Pertisipasi Penanggulangannya

0 10 67

Pola Asuh Orang Tua yang Melatarbelakangi Terjadinya Kurang Energi Protein pada Balita di Desa Kedung Rejo Kabupaten Grobogan 2010 - UDiNus Repository

0 0 2

NASKAH PUBLIKASI ANALISIS POLA ASUH GIZI IBU BALITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) YANG MENDAPAT PMT-P DI PUSKESMAS PLAYEN I KABUPATEN GUNUNGKIDUL

0 0 23