Sedangkan observasi yang dilakukan terhadap informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, didapatkan hasil yang
sedikit berbeda dengan yang diceritakan informan. Yaitu pada observasi yang pertama, mayoritas informan tidak memberikan makanan utama
sepanjang waktu makan siang balita. Namun pada observasi yang kedua, terlihat lebih banyak informan yang memberikan makanan utama pada
waktu makan balita. Waktu pemberian makan pada umumnya pada pagi, siang atau sore hari, dan diberikan ketika anak meminta makanan atau
terlihat lapar dan ketika anak bangun tidur.
4. Pemberian ASI
Pemberian ASI yang dimaksud dalam penelitian ini adalah praktik pemberian ASI yang dilakukan informan utama untuk balitanya, meliputi
waktu dimulainya pemberian ASI, lamanya pemberian ASI, waktu dimulainya pemberian makanan pendamping ASI MP-ASI, jenis dan porsi
MP-ASI untuk balita. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan
utama, didapatkan hasil bahwa sebagian besar informan langsung memberikan ASI setelah balita dilahirkan. Namun meskipun demikian,
sebagian besar informan mengatakan bahwa ASI mereka baru keluar setelah tiga hari melahirkan, dan salah satu diantaranya mengganti ASI dengan susu
formula.
Selain itu untuk lamanya pemberian ASI, lima informan selalu memberikan ASI sampai balita berusia dua tahun, satu informan yang lain
mengaku sudah tidak memberikan ASI sejak balita berusia tiga bulan karena balita tidak mau menyusu, dan satu informan yang balitanya tidak
mengalami peningkatan status gizi, mengaku tidak pernah memberikan ASI dan menggantinya dengan susu formula karena ASInya tidak keluar. Selain
itu satu informan yang balitanya mengalami penurunan status gizi, mengaku masih memberikan ASI meskipun balita sudah menginjak usia dua tahun.
Sedangkan frekuensi pemberian ASI menurut sebagian besar informan, adalah 8-15 kali dalam sehari, bahkan bisa lebih dari itu jika
balita sering minta menyusu. Dan waktu pemberian ASI menurut seluruh informan adalah ketika anak menangis, minta menyusu atau pada jam
biasanya balita diberikan ASI. Selain itu seorang informan dari kelompok yang balitanya
mengalami peningkatan status gizi, mengaku memberikan susu formula selama satu bulan sebagai tambahan ASI, yang diberikan sebanyak lima
botol kecil ukuran 50 ml atau setara dengan 250 ml sehari, dan seorang informan lain dari kelompok yang sama, mengaku sudah memberikan susu
formula ketika anak berusia tiga bulan sebagai pengganti ASI sebanyak 12 botol kecil sehari atau setara dengan 600 ml sehari dan mengatakan pernah
memberikan susu formula khusus dari rumah sakit selama dua bulan saat anak mengalami gizi buruk. Sedangkan dua dari tiga informan yang
memberikan ASI mengaku terkadang memberikan susu formula atau susu
UHT dua sampai tiga kali seminggu sekitar kurang lebih 20 sampai 30 ml sehari, sedangkan satu informan yang lain mengaku anaknya kurang
menyukai susu formula. Berikut kutipannya: “Waktu umur sabulan sampe dua bulan dibere ASI, laju manehna
embung, ASIna laju saat, laju diganti susu botol, susu “X”, anu ukuran 150 gram sabungkus sapoe, ker genep bulan dibere susu
khusus “Y” sampe umur dalapan bulan kitu, dicampur jeung susu
“X” bae, lamun ayena mah susuna genep kali sapoe, kadang mah susu “Z”, kadang mah campur jeung “X”, isuk-isuk jam genep, jam
sembilan, jam dua belas, ke jam setengah tilu, sore tah setengah tujuh kitu, kadang-kadang peting jam setengah sepuluh ato sebelas,
atos, sakali eta dua botol, soalna botolna pan letik nyah, dua botol sakali minum, nyeduhna atuh opat sendok susu, opat sendok
sabotol”
“Waktu umur sebulan sampe dua bulan dikasi ASI, terus dia gak mau, ASInya kemudian kering, kemudian diganti susu botol, susu
“X”, yang ukuran 150 gram sebungkus sehari, waktu umur enam bulan dikasi susu khusus “Y” sampe umur delapan bulan gitu,
dikasinya dicampur sama susu “X” aja, kalo sekarang tuh susunya enam kali sehari, kadang tuh susu “Z”, kadang tuh campur sama
susu “X”, pagi-pagi jam enam, jam sembilan, jam dua belas, terus jam setengah tiga, sore tuh jam setengah tujuh gitu, kadang-kadang
malam jam setengah sepuluh atau setengah sebelas, sudah, sekali itu dua botol, soalnya botol kecil kan, dua botol sekali minum, buatnya
ya empat sendok susu, empat sendok sebotol” Informan S. “Kan mimiti lahir langsung dibere, eweh caian tah, ke ges tilu poe
mah aya kan caina, tapina disusukeun bae, teu dibere nanaon, ASI bae, nepi ayena ASI bae, susu kardusan mah embungen, merena
dalapan kali meureun sapoe, ja nyusu bae, atuh nek sare, unggal jem geh hayi kadang dibere bae”
“Kan sejak lahir langsung dikasi, gak ada airnya tuh, terus setelah tiga hari tuh ada kan airnya, tapi di kasi menyusu terus, gak dikasi
apa-apa, ASI aja, sampe sekarang ASI aja, susu kardus tuh pada gak mau, dikasinya delapan kali mungkin sehari, soalnya menyusu terus,
mau tidur dikasi aja, tiap jam juga kadang dikasi
” Informan SK. “Kalo semua anak saya nol sampai dua tahun, setelah lahir suka
dikasi, tapi ini udah dua tahun juga belum berhenti, saya lahiran
juga suka langsung dikasi, selain nenen dikasi susu juga, gak tentu, lebih sering nenen daripada susu, kalo susu kadang suka minta,
sering nenen dia tuh, suka minta aja, dikasinya setiap mau tidur, mau nangis, kadang-kadang minta sendiri, minta nenen gitu, paling
tiap dua jam kali
” Informan SM. Dan untuk waktu dimulainya pemberian MP-ASI, didapatkan hasil
sebagian besar informan mengaku sudah memberikan MP-ASI sebelum balita berusia enam bulan, bahkan beberapa diantaranya sudah memberikan
MP-ASI sejak balita dilahirkan atau sejak balita berusia satu minggu. Jenis MP-ASI yang diberikan adalah pisang, bubur b
ayi instan “X” atau bubur nasi.
Sedangkan porsi MP-ASI yang diberikan informan dari kelompok yang mengalami peningkatan status gizi, ternyata lebih banyak dari pada
porsi MP-ASI yang diberikan informan dari kelompok yang tidak mengalami peningkatan status gizi. Yaitu rata-rata informan yang balitanya
mengalami peningkatan status gizi memberikan bubur bayi instan “X” minimal 20 gram dalam sekali makan, dan terdapat satu informan yang
selalu memberikan bubur bayi instan “X” enam bungkus sehari ukuran 120 gram sejak balita berusia enam bulan dan bertambah menjadi 12 bungkus
sehari sejak balita berusia 6-12 bulan. Sedangkan informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, mengaku hanya memberikan bubur
bayi instan “X” maksimal dua atau tiga sendok makan atau sekitar 10 gram dalam sekali makan. Berikut kutipannya:
“Keur umur dua bulan geh dibere bubur bayi “X” tapina saeutik can loba, opat bulan seep genep bungkus sapoe, dipasihana tilu kali,
anu ketengan 2500 di warung sakali masihan, trus sampe umur genep bulan kadie 12 bungkus sapoe, kadang dipasihan telor saeutik
dihijiken, tiap dua jam sekali dipasihan dahar” “Waktu umur dua bulan juga dikasi bubur bayi instan “X” tapinya
sedikit belum banyak, empat bulan habis enam bungkus sehari, yang ketengan 2500 di warung sekali kasi makan, terus sampai umur
enam bulan kesini 12 bungkus sehari, kadang dikasi telur sedikit disatukan, tiap dua jam sekali dikasi makan” Informan S.
“Engges umurna tereh lima bulan dibere bubur bayi instan “X” bae saeutik ja te gembul, ngalemotan doang, sapoe dua kali, sabungkus
tea dibere dua kali tapina te seep, anu sarebu tea, ukuran 20 gram, bubur teh umur dalapan bulan, bubur heulan laju karak sangu,
sembilan bulan meureun geus dibere sangu sarua bae lah keur jeung orok lobana, lamun gu
es gede mah naon bae ja” “Sudah hampir umur lima bulan dikasi bubur bayi instan “X” aja
sedikit soalnya tidak gembul, diemutin doang, sehari dua kalo, sebungkus itu dikasi dua kali tapi gak habis, yang seribu itu, ukuran
20 gram, bubur tuh emur delapan bulan, bubur dulu baru nasi, sembilan bulan mungkin yang sudah dikasi nasi sama aja dengan
waktu bayi banyaknya, kalo udah gede tuh apa aja juga dikasi” Informan SK.
“Karak lahir dibere kan cau ambon, cau apu, tilu bulan geh geus
dibere kitu, dibere bubur bayi instan “X”, cau ambon, lobaan ayena sih, soalna iye nyanamah lobana nyusu, jadi kurang dahar”
“Baru lahir juga kan pisang ambon, pisang apu, tiga bulan juga sudah dikasi gitu, dikasi bubur bayi instan “X”, pisang ambon, lebih
banyak sekarang sih, soalnya ini dia tuh lebih banyak menyusu, jadi kurang makan” Informan N.
Selain itu berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan
dengan informan keluarga, didapatkan informasi yang sama dengan yang diceritakan informan utama. Berikut kutipannya:
“Heunteu dibere ASI nyana mah, nyorang meureun keur iye, paling geh bubur bayi instan “X” tea, te nyaho berahana mah, ibu bae nu
mere, setengah mangkok meureun ”
“Gak dikasi ASI dia tuh, pernah mungkin waktu dulu, paling juga bubur bayi instan “X” itu, gak tahu berapa nya, ibu aja yang ngasi,
setengah mangkuk kali” Informan keluarga S. “Nyusu, atuh kumaha budak bae, ja te tentu, atuh sering, te nyaho
tanya bae ka ibuna, ker orok mah bubur bayi instan “X”, atuh ayenamah bubur, lobaan ayena atuh”
“Menyusu, ya gimana anak aja, gak tentu, ya sering, gak tahu tanya aja sama ibunya, waktu bayi tuh bubur bayi instan “X”, ya sekarang
tuh bubur, lebih banyak s ekarang dong” Informan keluarga SK.
“Iya suka nenen, nenenya pagi, kadang-kadang suka, kadang- kadang enggak” Informan keluarga SM.
“Ti mimiti lahir geh dibere kan cau ambon, cau apu, laju dibere bubur bayi instan “X” nyah, tilok loba nyana mah”
“Dari mulai lahir juga dikasi kan pisang ambon, pisang apu, terus dikasi bubur bayi instan “X” yah, gak pernah banyak dia tuh”
Informan keluarga N. Dari hasil observasi yang dilakukan sebanyak dua kali, didapatkan
hasil yang hampir sama dengan yang diceritakan informan. Yaitu sebagian besar informan selalu memberikan ASI atau susu formula saat balita
menangis atau meminta susu dan diberikan hampir sepanjang wawancara dilakukan, sedangkan dua informan yang lain tidak dapat di observasi
karena balita sudah berumur diatas dua tahun dan sudah tidak diberikan ASI. Sedangkan untuk pemberian MP ASI, salah satu informan dari
kelompok yang mengalami peningkatan status gizi, terlihat masih memberikan bubur bayi instan
“X” yang diberikan dari puskesmas sebanyak tiga sendok makan atau sekitar 20 gram pada salah satu observasi,
sedangkan salah satu informan dari kelompok yang tidak mengalami peningkatan status gizi, ketika diwawancara dipuskesmas mengatakan baru
memberikan bu bur bayi “X” sebanyak dua sendok makan atau setengah
bungkus atau sekitar 10 gram.
5. Pemberian Makanan Tambahan