jenis, bentuk dan waktunya dapat mengakibatkan timbulnya masalah gizi pada anak balita yang dapat berlanjut menjadi lebih berat. Keadaan demikian
kemungkinan besar disebabkan kurang atau tidak terpenuhinya kebutuhan energi pada usia penyapihan. Keadaan gizi buruk pada anak balita akan
menimbulkan konsekuensi fungsional, antara lain pertumbuhan fisik dan perkembangan mental terlambat Jahari, 1988 dalam Zulkarnaen 2008:21.
2.3.5 Pemberian Makanan Tambahan
Menurut Moehji 1988:81 langkah yang dapat ditempuh untuk menaikkan masukan kalori pada anak-anak usia balita adalah menambah
frekuensi makan dari dua kali manjadi tiga kali atau memberikan makanan selingan yang cukup antara dua waktu makan. Makanan selingan atau
makanan yang diberikan antara waktu makan, sering kurang mendapat perhatian. Para orang tua menganggap setelah anaknya makan pada jam
makan yang sudah ditentukan, anak sudah cukup mendapat makanan. Dalam hal ini volume makanan yang dapat dihabiskan oleh anak kurang diperhatikan.
Pola makanan keluarga di daerah pedesaan atau pada keluarga dari kelompok yang berpenghasilan kurang, biasanya sangat sederhana. Keluarga umumnya
makan dua kali sehari, yaitu pada waktu pagi sebelum berangkat bekerja dan pada sore hari setelah pulang dari tempat bekerja. Antara kedua waktu makan
itu jarang sekali diberikan makanan selingan. Makanan tambahan dapat didapat dari kebiasaan jajan anak. Menurut
Susanto 2003 kebiasaan jajan makanan cenderung menjadi bagian budaya keluarga. Makanan jajanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan dan gizi
akan mengancam kesehatan anak. Nafsu makan anak berkurang dan jika berlangsung lama akan berpengaruh pada status gizi.
Menurut Moehji 2003, kebiasaan jajan memiliki kelemahan- kelemahan antara lain sebagai berikut:
1. Jajanan tersebut biasanya banyak mengandung hidrat arang. Walaupun ada
zat-zat makanan lain, tentu jumlahnya sedikit. 2.
Dengan terlalu sering jajan, maka anak akan kenyang. Akibatnya anak tidak mau makan nasi, atau jika mau, jumlah yang dihabiskan hanya
sedikit sekali. 3.
Kebersihan dari jajanan itu sangat diragukan. 4.
Jika sering kali keinginan anak untuk jajan tidak dipenuhi, maka anak akan menangis dan menolak untuk makan.
5. Dari segi pendidikan, kebiasaan jajan ini tidak dapat dianggap baik, lebih-
lebih jika anak hanya diberikan uang dan membeli sendiri makanan itu.
2.3.6 Pengukuran dan Indikator Perilaku Makan