juga mengalami pertumbuhan tertinggi pada tahun tersebut. Sementara mengikuti luas areal yang mencapai luas tertinggi pada tahun 2003, volume produksi juga
mencapai nilai yang tertinggi pada tahun tersebut dengan berat 90.740 ton. Penurunan luas areal yang terjadi pada tahun 2004 menyebabkan volume produksi lada pada
tahun tersebut mengalami penurunan pertumbuhan yang darstis bahkan negatif yaitu sebesar 15,1 persen. Fluktuasi volume produksi lada pada Gambar 16 menjadikan
pertumbuhan volume produksi lambat seperti pertumbuhan luas areal komoditi lada. Memiliki rata-rata pertumbuhan 2,3 persen, Lampung menduduki posisi
pertama sebagai daerah produksi sentra lada dengan rata-rata produksi 21.996,5 ton. Dibawahnya ada Bangka Belitung, walaupun provinsi baru tersebut memiliki
pertumbuhan produksi rata-rata yang negatif, yaitu 5,7 persen, namun memiliki produksi rata-rata yang masih tinggi. Kalimantan Timur berada diposisi tiga,
walaupun memiliki rata-rata pertumbuhan produksi yang lebih baik yaitu 6,5 persen. Provinsi Sumatera Selatan merupakan provinsi yang memiliki rata-rata pertumbuhan
produksi yang tinggi, yaitu sebesar 37,3 persen dan duduk diposisi kelima sebagai daerah sentra lada Indonesia Ditjenbun.
4.2.10 Perkembangan Luas Areal, Volume Produksi dan Sentra Produksi Pala
Indonesia
Areal perkebunan pala memiliki pertumbuhan luas yang tinggi dibandingkan dengan luas areal perkebunan lain, yaitu sebesar lima persen dari rentang waktu 2001
hingga 2009. Penurunan luas areal pala dan bahkan negatif hanya terjadi pada tahun 2005 dan 2006, dimana pada tahun 2005 merupakan penurunan yang tertinggi yaitu
7,1 persen dan pada tahun 2006 mengalami pertumbuhan yang negatif sebesar 0,8 persen, sementara untuk tahun sebelum dan sesudahnya mengalami pertumbuhan dan
peningkatan luas areal. Tahun 2008 merupakan pertumbuhan yang tertinggi luas areal pala Indonesia yaitu sebesar 15,6 persen, namun untuk tahun yang memiliki
perkebunan pala yang terluas terjadi pada tahun 2009 dengan luas 86.854 Ha. Gambar 17 akan terlihat penurunan luas areal pada tahun 2005 dan 2006.
Berbeda dengan luas areal yang juga terlihat pada Gambar 17, pertumbuhan volume produksi mengalami pertumbuhan yang negatif yaitu 4,1 persen.
Pertumbuhan yang negatif tersebut diakibatkan penurunan volume produksi yang drastis pada tahun 2004 yaitu dari volume produksi seberat 22.235 ton pada tahun
2003 menjadi 10.360 ton pada tahun 2004 atau menurun lebih dari 50 persen, sedangkan pada tahun tersebut luas areal pala mengalami pertumbuhan, kemudian
diikuti tahun berikutnya dengan penurunan pertumbuhan yang negatif sebesar 20 persen lebih. Pertumbuhan volume produksi pala tertinggi pada tahun 2008 sebesar
23,3 persen tidak bisa membuat pertumbuhan rata-rata volume produksi pala menjadi positif.
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Gambar 17. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Pala Indonesia Tahun 2001-2009
Daerah sentra pala Indonesia yang dilihat dari produksi tahun 2003 hingga 2007 adalah Provinsi Maluku Utara, dan provinsi ini pun mengalami rata-rata
pertumbuhan produksi yang negatif yaitu 21,9 persen. Nanggroe Aceh Darussalam yang menempati posisi kedua sebagai daerah sentra pala juga memiliki rata-rata
pertumbuhan produksi yang negatif yaitu sebesar 10,2 persen, hanya Sulawesi Utara sebagai daerah sentra cengkeh yang duduk diposisi tiga besar memiliki rata-rata
pertumbuhan produksi yang positif yaitu sebesar 5,6 persen Ditjenbun.
20000 40000
60000 80000
100000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007 2008
2009
L u
a s
A re
a l
H a
d a
n V
ol u
m e
P rod
u k
si T
on
Tahun
Produksi Ton Luas Areal Ha