Teori Perdagangan Internasional Perdagangan Internasional

negara terjadi karena setiap negara dapat menghasilkan satu macam barang dengan biaya yang secara absolut lebih rendah dibandingkan negara lain. Kelebihan teori Adam Smith adalah terjadi perdagangan bebas antara dua negara yang memilki keunggulan absolut yang berbeda yang mana akan terjadi ekspor impor yang akan meningkatkan kemakmuran negara. Sementara kelemahan dari teori ini apabila hanya ada satu negara yang memilki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan. Kelemahan teori Adam Smith disempurnakan oleh David Ricardo sebagai pemikir yang paling menonjol pada mazhab klasik dengan teori keunggulan komparatif yang menyatakan bahwa sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingkan dengan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih bisa berlangsung, selama rasio harga antar negara masih berbeda jika dibandingkan tidak terjadi perdagangan. Ternyata teori yang dikemukakan oleh David Ricardo masih harus disempurnakan oleh teori yang lebih dikenal dengan H-O atau Hecksher dan Ohlin. Teori yang memiliki kesimpulan yaitu bahwa perdagangan internasional cenderung untuk menyamakan tidak hanya harga barang-barang yang diperdagangkan saja, tetapi juga harga faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang- barang tersebut. Suatu negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan ia akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu Salvatore, 1997. H-O mengemukakan bahwa perdagangan internasional merupakan kelanjutan dari perdagangan antar daerah yang perbedaannya terletak pada jarak, sehingga biaya produksi tidak dapat diabaikan. Selain itu, perdagangan antar negara tidak didasarkan pada keuntungan tetapi atas dasar proporsi serta intensitas faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang tersebut. Teori yang juga disebut teori ketersediaan faktor ini didasari bahwa perdagangan internasional antara dua negara terjadi akibat opportunity cost yang berbeda antara kedua negara tersebut. Perbedaan ongkos alternatif tersebut dikarenakan adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi, misalnya tenaga kerja, modal, tanah dan bahan baku yang dimiliki. Jadi, akibat factor endowment-nya berbeda sehingga sesuai hukum pasar harga dari faktor- faktor produksi tersebut juga berbeda antara kedua negara tersebut. Selain itu menurut teori ini suatu negara akan mengkhususkan dalam produksi dan ekspor barang-barang yang input atau faktor produksinya relatif sangat banyak di negara tersebut, dan impor barang yang faktor produksinya tidak dimiliki atau terbatas di negara tersebut. Negara berkembang biasanya mengekspor barang-barang yang padat karya yang ada di dalam negeri seperti minyak, batu bara dan komoditas pertanian Tambunan, 2001 Teori H-O dilandaskan pada asumsi-asumsi pokok sebagai berikut: 1. Didunia hanya terdapat dua negara saja, dua komoditi komoditi X dan Y serta dua faktor produksi tenaga kerja dan modal 2. Kedua negara memiliki tingkat teknologi produksi yang sama 3. Komoditi X secara umum bersifat padat karya sedangkan komoditi Y bersifat padat modal. Hal ini berlaku untuk kedua negara 4. Kedua komoditi sama-sama diproduksi berdasarkan skala hasil yang konstan 5. Masing-masing negara tetap memproduksi kedua jenis komoditi tersebut secara bersamaan namun dengan komposisi yang berbeda 6. Selera permintaan konsumen sama di kedua negara 7. Harga terbentuk oleh kekuatan pasar, sehingga terdapat kompetisi yang sempurna 8. Terdapat mobilitas faktor yang sempurna dalam masing-masing negara, namun tidak ada mobilitas faktor antar negara 9. Tidak ada biaya transportasi, tarif atau berbagai bentuk hambatan lainnya yang mengurangi kebebasan arus perdagangan barang di kedua negara 10. Semua sumber daya produktif atau faktor produksi yang ada masing-masing negara dapat dikerahkan secara penuh dalam kegiatan produksi 11. Perdagangan internasional antara negara 1 dan negara 2 sepenuhnya seimbang Teori H-O menonjolkan perbedaan dalam kelimpahan faktor secara relatif sebagai landasan dasar keunggulan komparatif bagi masing-masing negara. Gambar 5 akan memperlihatkan bagaimana model Hecksher-Ohlin. Gambar 5. Model Hicksher-Ohlin Sumber : Salvatore, 1997 Kurva Indeferen I berlaku untuk negara 1 maupun negara 2, karena diasumsikan selera konsumen di kedua negara sama. Kurva indiferen I menjadi tangen terhadap kurva batas kemungkinan produksi negara 1 dititik A, dan juga menjadi tangent terhadap kurva kemungkinan produksi negara 2 di titik A’. Titik-titik itu melambangkan harga relatif komoditi dalam kondisi ekuilibrium, yakni P A bagi negara 1 dan P A’ bagi negara 2 lihat Gambar 5 sebelah kiri. Karena P A lebih kecil dari P A’ maka dapat disimpulkan bahwa negara 1 memiliki keunggulan komparatif pada komoditi X dan negara 2 dalam komoditi Y. Setelah perdagangan berlangsung lihat Gambar 5 sebelah kanan negara 1 akan berproduksi dititik B, dan menukarkan sejumlah X untuk mendapatkan Y, sehingga mencapai tingkat konsumsi di titik E lihat segitiga perdagangan titik BCE. Negara 2 akan berproduksi di titik B’ dan menukarkan sejumlah Y untuk mendapatkan X dan mencapai kepuasan konsumsi dititik E’ berhimpitan dengan titik E. Kedua negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan karena dapat meningkatkan konsumsinya pada kurva indiferen II yang memiliki kepuasan yang lebih tinggi. 20 40 60 80 100 120 140 160 10 20 30 20 40 60 80 100 120 140 160 10 20 30 I Negara 2 A 20 80 100 Negara 1 P A II A’ P A’ Negara 2 A 20 80 100 Negara 1 P B II A’ B’ B E=E’

2.2.2 Konsep Daya Saing

Daya saing merupakan kemampuan komoditi memasuki pasar Internasional dan kemampuan untuk bertahan pada pasar Internasional tersebut, dua pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur tingkat daya saing suatu komoditi yaitu dari keunggulan komparatif yang telah dipaparkan pada subbab teori Perdagangan Internasional dan keunggulan kompetitif yang dikemukakan oleh Porter, namun sebuah komoditi yang memiliki keunggulan komparatif belum tentu memiliki keunggulan kompetitif, karena bisa terjadi kegagalan pasar akibat regulasi yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Menurut Porter 1990, daya saing didefinisikan sebagai produktivitas suatu negara yang menggunakan sumber daya manusia, modal, dan sumber daya alamnya, sementara menurut kamus lengkap perdagangan Internasional keunggulan kompetitif adalah suatu produk dapat dijual dipasar tertentu, karena mutu dan harganya dapat diterima dan didukung dengn pelayanan yang baik, syarat penyerahan, pelayanan purna jual sehingga produk tersebut lebih menarik dan disukai daripada produk saingannya yang berasal dari sumber lain. Daya saing suatu industri dari suatu negara tergantung dari empat atribut yang dimilikinya yang dikenal dengan sebutan Porter’s Diamond, terdiri dari 1 kondisi faktor factor conditions; 2 kondisi permintaan demand conditions; 3 industri terkait dan penunjang related and supporting industries; 4 strategi, struktur dan persaingan perusahaan firms strategy, structure, and rivalry. Keempat atribut tersebut akan berjalan dengan baik apabila ditambah dengan kesempatan, serta peran pemerintah yang akan mempengaruhi peran industri suatu negara dinegara lainnya.

2.3 WTO, AoA dan Perkebunan

Perdagangan internasional yang terjadi didunia ini sebagian besar dipengaruhi oleh liberalisasi perdagangan dan institusi-institusi yang mempengaruhinya. World Trade Organization WTO atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu- satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995, dan Indonesia merupakan salah satu negara pendiri WTO. Aturan yang ada antara lain adalah semua negara harus menghilangkan semua hambatan perdagangan baik tarif maupun nontarif, dengan jadwal dan pelaksanaan yang sangat ketat dan ada sanksi bila ada negara yang tidak mentaatinya, dengan begitu semua negara nantinya tanpa kecuali harus siap bersaing secara bebas dalam perdagangan internasional. Harga dan kualitas barang dan jasa yang mereka hasilkan, mereka harus bersaing tanpa perlindungan proteksi tarif maupun non-tarif dan subsidi apapun untuk hal-hal yang terbatas. Namun disamping itu upaya negara anggota WTO untuk mengatasi peluang dan tantangan yang muncul dari liberalisasi perdagangan juga tergantung kepada pemahaman masyarakat mengenai aturan dan persetujuan dalam WTO, sehingga dengan begitu akan meningkatkan peraturan Indonesia dalam berbagai forum perundingan. Agreement on Agriculture atau Persetujuan Bidang Pertanian dimana perkebunan merupakan bagian dari pertanian, bertujuan untuk melakukan reformasi perdagangan dalam sektor pertanian dan melakukan kebijakan-kebijakan yang berorientasi pasar adil dan lebih dapat diprediksi. Peraturan dan komitmen yang diatur dalam persetujuan pertanian meliputi: akses pasar yang berorientasi pasar, mengurangi subsidi domestik dan persaingan eskspor. Pada dasarnya seluruh persetujuan WTO dan penjelasannya berlaku dalam produk pertanian. Tetapi jika ada pertentangan antara persetujuan-persetujuan tersebut dengan persetujuan bidang pertanian, maka persetujuan bidang pertanianlah yang dijadikan acuan. Didalam Persetujuan Bidang Pertanian disepakati terbentuknya Komisi Pertanian yang bertugas untuk mengawasi pelaksanaan persetujuan tersebut dan menyediakan bagi para anggota untuk berkonsultasi mengenai masalah-masalah pelaksanaan komitmen mereka. Putaran Uruguay menghasilkan perubahan sistemik dengan tujuan untuk mengahpuskan hambatan non-tarif dan untuk itu perlu disepakati suatu pengganti kebijakan tingkat proteksi yang sama, yaitu menetapkan tarif maksimum. Sehingga dalam persetujuan bidang pertanian terdapat larangan terhadap kebijakan non-tarif