Hasil Estimasi RCA dan EPD Perkebunan Indonesia di Jerman
306,4 persen dengan daya saing yang kuat setiap tahunnya, sedangkan untuk pertumbuhan terendah dari delapan komoditi yang tersisa dimiliki komoditi kelapa
sawit yaitu sebesar 0,4 persen namun sama-sama memiliki daya saing yang kuat dalam tiga tahun tersebut. Karet dan tembakau Indonesia tidak kompetitif di pasar
Amerika Serikat, sehingga kedua komoditi ini berada pada posisi Lost Opportunity, selain itu kedua komoditi ini juga memiliki pertumbuhan nilai RCA yang negatif
yaitu sebesar 93,3 persen untuk karet dan 51,2 persen untuk pertumbuhan tembakau. 5.1.12 Dunia
Kelapa sawit, kakao dan kopi merupakan tiga komoditi yang menjadi andalan ekspor Indonesia ke dunia. rata-rata nilai ekspor komoditi tersebut adalah senilai US
2.567.277.000 untuk kelapa sawit, senilai US 609.226.800 untuk kakao dan senilai US 500.780.700 untuk kopi. Gambar 54 memperlihatkan nilai ekspor komoditi
Indonesia ke dunia dalam tahun 2001, 2005 dan 2009.
Sumber : UNComtrade. Gambar 54. Nilai Ekspor Dua Belas Komoditi Indonesia ke Dunia Tahun 2001, 2005
dan 2009
Selain menjadi andalan ekspor Indonesia kelapa sawit juga menjadi tujuan impor utama dunia dalam waktu tiga tahun yang ada, selain itu komoditi pala
Indonesia juga menjadi tujuan impor utama dunia dalam waktu yang sama.
1000000 2000000
3000000 4000000
5000000 6000000
2001 2005
2009
N il
ai E
k sp
or d
al am
1000 U
S
Tahun
Cengkeh Kacang Mete
Kakao Karet
Kayu Manis Kelapa Sawit
Kelapa Kopi
Lada Pala
Teh Tembakau
20000 40000
60000 80000
100000 120000
140000 160000
2001 2005
2009
Sementara komoditi kelapa dan lada masih menjadi tujuan nomor dua impor negara di dunia di bawah pesaingnya. Pesaing Indonesia dalam ekspor komoditi perkebunan
kedunia adalah Madagaskar dan Singapura cengkeh, Tanzania dan Pantai Gading kacang mete, Pantai Gading kakao, Malaysia dan Thailand karet, Sri Lanka dan
China kayu manis, Malaysia kelapa sawit, Filipina, Sri Lanka dan Singapura kelapa, Brazil dan Kolombia kopi, Vietnam dan Brazil lada, Belanda dan
Grenada pala, China dan Inggris teh serta Turki dan Yunani tembakau. Setiap negara pesaing memiliki strategi dalam mengembangkan sektor
perkebunan masing-masing guna memperkuat sektor perkebunannya. Namun secara keseluruhan negara-negara pesaing memilih strategi hubungan bilateral dan
multilateral, selain untuk membina hubungan agar mendapatkan partner perdagangan yang konsisten juga bisa belajar mengenai keunggulan setiap komoditi perkebunan
sebuah negara sehingga dapat diaplikasikan di negara sendiri. Uni Eropa memiliki Common Market Organization
yang memiliki tujuan untuk memajukan petani sehingga dapat mengahsilkan produk yang memiliki kualitas yang baik. Cara
organisasi bersama ini adalah dengan menyediakan subsidi kepada petani yang masuk kedalam anggaran Uni Eropa, selain itu tujuannya juga untuk menyediakan
penghasilan tetap untuk petani. Berbeda dengan China yang melakukan kebijakan dalam memberikan kesempatan ekspor bagi perusahaan yang hanya memiliki lisensi
dan bertujuan untuk perbaikan kualitas dan memperbaiki kondisi produuksi untuk petani.
Singapura memiliki strategi Eksportir Development Prgramme, strategi ini bertujuan untuk melengkapi perusahaan dengan keterampilan dan pengetahuan,
sehingga perusahaan akan mendapat pegetahuan tentang bagaimana mengembangkan bisnis. Ada tiga komponen dalam strategi ini, yaitu perencanaan strategi ekspor,
pelatihan ekspor dan workshop serta kunjungi pasar luar negeri. Selain itu komponen tersebut juga ditunjang dengan adanya jaminan kualitas yang dibutuhkan, tidak sulit
dalam melakukan layanan dan fleksibel. Bebeda lagi dengan Malaysia yang melakukan merger terhadap tiga
perusahaan hulu hingga hilir kelapa sawit, yang bertujuan untuk mempermudah
pemasokan bahan baku dan mengurangi biaya impor, meningkatkan permintaan dan berakhir dengan kemampuan untuk mempengaruhi harga dengan cara mengontrol
supply, apalagi kebutuhan bahan bakar berupa biodiesel semakin meningkat.
Indonesia sendiri telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan daya saing komoditi perkebunannya di pasar dunia, seperti melakukan hubungan bilateral,
mendirikan Indonesian Trade Promotion Centre di Soa Paolo Brazil untuk mempromosikan hasil perkebunan Indonesia. Melakukan hubungan multilateral
dengan Malaysia dan Thailand terhadap komoditi karet sehingga bisa mempengaruhi harga hingga strategi dalam negeri dengan adanya Gerakan Nasional penanaman
kakao dan kopi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan mutu dengan jalan menyediakan dana dan tenaga pendamping yang dapat memberikan pengetahuan
tentang bagaimana cara peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi yang juga bertujuan untuk meningkatkan mutu ditangan petani rakyat. Selain itu ada pula strategi yang
disebut produk perkebunan berdasarkan identitas geografis, hal ini terjadi terhadap komoditi kopi, seperti kopi Bali, kopi Mandailing dan kopi Toraja, dan sekarang
diharapkan terjadi terhadap komoditi lainnya agar dapat memberikan nilai tambah pada produk-produk tersebut karena adanya pencitraan kualitas dan keunikan
tersendiri Ditjenbun.