Tabel 160. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Dunia Komoditi
Nilai RCA Nilai EPD
Posisi Daya Saing
2001 2005
2009 Pertumbuhan
Pangsa Pasar Ekspor
Pertumbuhan Pangsa Pasar
Produk
Cengkeh 5,87
15,09 3,51
28,9 2,7
Rising Star Kacang
Mete 13,56
23,58 17,21
20,3 2,7
Rising Star Kakao
16,12 15,13
17,68 9,7
2,7 Rising Star
Karet 1,79
0,54 0,7
-11,7 2,7
Lost Opportunity
Kayu Manis
15,63 18,18
13,29 -5,4
2,7 Lost
Opportunity Kelapa
Sawit 45,7
75,26 72,76
29,9 2,7
Rising Star Kelapa
18,83 14,3
10,67 -22,7
2,7 Lost
Opportunity Kopi
3,88 6,72
7,32 40,7
2,7 Rising Star
Lada 21,3
16,08 29,02
38,1 2,7
Rising Star Pala
24,99 31,44
32,64 16,5
2,7 Rising Star
Teh 1,09
7,16 3,79
225,5 2,7
Rising Star Tembakau
5,36 3,64
3,45 -14,6
2,7 Lost
Opportunity
5.2 Ringkasan Akhir Pembahasan
Teori yang sejalan dengan perdagangan yang dilakukan Indonesia dengan keadaan alam dan sumber daya yang dimiliki adalah teori H-O atau Hecksher dan
Ohlin dimana suatu negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan
dalam waktu bersamaan ia akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu. Karena Indonesia memiliki
keunggulan komparatif dalam keadaan alam seperti cahaya matahari, curah hujan yang baik, iklim yang tropis serta sumber daya manusia yang melimpah Indonesia
mampu melakukan ekspor komoditi perkebunan sehingga memiliki rata-rata nilai RCA yang memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata untuk semua komoditi
yang diestimasi. Sedangkan dari segi keunggulan kompetitif yang dilihat dari intervensi pemerintah masih belum terlihat di negara Belanda, Inggris, Australia dan
Belgia. Bahkan Intervensi pemerintah Indonesia dapat dikatakan meningkatan hambatan ekspor ke Negara Eropa yaitu berupa pembukaan investasi yang berakibat
pembukaan lahan sehingga merusak lingkungan yang menjadi sebuah hambatan non tarif seperti yang dijalankan dalam Agreement on Agriculture.
Berikut akan dipaparkan bagaimana kinerja ekspor dan daya saing Indonesia di negara importir utama dan dunia secara ringkas:
1. Ada enam komoditi yang konsisten diekspor ke Australia dalam tahun 2001, 2005 dan 2009 yaitu, kayu manis, kelapa, kopi, lada, teh serta tembakau dan diantara
enam komoditi tersebut, yang selalu meningkat nilai ekspornya adalah kelapa, kopi dan lada namun hanya lada yang pernah memiliki nilai ekspor tertinggi
dalam ekspor ke Australia pada tahun 2005. Komoditi yang memiliki nilai ekspor tertinggi selain lada adalah cengkeh, pala dan teh tahun 2005 dan 2009, kacang
mete, kakao dan kelapa sawit 2009 dan kayu manis 2005. Sementara komoditi karet masih berfluktuasi dan jauh di bawah pesaing lainnya.
Hasil estimasi Revealed Comparative Advantage RCA komoditi kayu manis,
kopi, lada dan tembakau memiliki daya saing yang kuat dalam tiga tahun tersebut, sementara komoditi lainnya memiliki daya saing yang kuat hanya pada tahun
tertentu seperti cengkeh, kelapa, pala dan teh 2005 dan 2009, kacang mete, kakao dan kelapa sawit 2009 serta karet 2005. Sementara komoditi yang
memiliki pertumbuhan nilai RCA tertinggi adalah teh 3037,6 persen dan pertumbuhan terendah adalah komoditi cengkeh yaitu -54,8 persen.
Berdasarkan hasil estimasi Export Product Dynamic EPD, posisi daya saing Falling Star
dimiliki komoditi karet, kayu manis, kelapa, kopi, lada, teh dan tembakau.
2. Komoditi yang konsisten diekspor ke China dalam tahun tiga tahun yang ada adalah cengkeh, kakao, karet, kelapa sawit, kelapa, kopi serta pala dan dari tujuh
komoditi tersebut, nilai ekspor yang terus meningkat adalah karet, kelapa sawit dan kelapa, namun hanya kelapa sawit dalam tiga tahun tersebut yang memiliki
nilai ekspor tertinggi di China, sementara kakao Indonesia memiliki nilai ekspor yang tertinggi di China, namun dengan nilai yang fluktuatif. Komoditi yang