negara.  WTO  secara  resmi  berdiri  pada  tanggal  1  Januari  1995,  dan  Indonesia merupakan salah satu negara pendiri WTO.
Aturan  yang  ada  antara  lain  adalah  semua  negara  harus  menghilangkan semua  hambatan  perdagangan  baik  tarif  maupun  nontarif,  dengan  jadwal  dan
pelaksanaan yang sangat ketat dan ada sanksi bila ada negara yang tidak mentaatinya, dengan begitu semua negara nantinya tanpa kecuali harus siap bersaing secara bebas
dalam  perdagangan  internasional.  Harga  dan  kualitas  barang  dan  jasa  yang  mereka hasilkan,  mereka  harus  bersaing  tanpa  perlindungan  proteksi  tarif  maupun  non-tarif
dan subsidi apapun untuk hal-hal  yang terbatas. Namun disamping  itu upaya  negara anggota WTO untuk mengatasi peluang dan tantangan  yang muncul dari liberalisasi
perdagangan  juga  tergantung  kepada  pemahaman  masyarakat  mengenai  aturan  dan persetujuan  dalam  WTO,  sehingga  dengan  begitu  akan  meningkatkan  peraturan
Indonesia dalam berbagai forum perundingan. Agreement  on  Agriculture
atau  Persetujuan  Bidang  Pertanian  dimana perkebunan  merupakan  bagian  dari  pertanian,  bertujuan  untuk  melakukan  reformasi
perdagangan  dalam  sektor  pertanian  dan  melakukan  kebijakan-kebijakan  yang berorientasi  pasar  adil  dan  lebih  dapat  diprediksi.  Peraturan  dan  komitmen  yang
diatur  dalam  persetujuan  pertanian  meliputi:  akses  pasar  yang  berorientasi  pasar, mengurangi  subsidi  domestik  dan  persaingan  eskspor.  Pada  dasarnya  seluruh
persetujuan WTO dan penjelasannya berlaku dalam produk pertanian. Tetapi jika ada pertentangan  antara  persetujuan-persetujuan  tersebut  dengan  persetujuan  bidang
pertanian,  maka  persetujuan  bidang  pertanianlah  yang  dijadikan  acuan.  Didalam Persetujuan  Bidang  Pertanian  disepakati  terbentuknya  Komisi  Pertanian  yang
bertugas  untuk  mengawasi  pelaksanaan  persetujuan  tersebut  dan  menyediakan  bagi para anggota untuk berkonsultasi mengenai masalah-masalah pelaksanaan komitmen
mereka. Putaran  Uruguay  menghasilkan  perubahan  sistemik  dengan  tujuan  untuk
mengahpuskan  hambatan  non-tarif  dan  untuk  itu  perlu  disepakati  suatu  pengganti kebijakan  tingkat  proteksi  yang  sama,  yaitu  menetapkan  tarif  maksimum.  Sehingga
dalam  persetujuan  bidang  pertanian  terdapat  larangan  terhadap  kebijakan  non-tarif
untuk produk pertanian, namun masih diikat dalam WTO. Walaupun dibatasi, namun pasal  4.2  tidak  melarang  digunakannya  pembatasan  non-tarif  yang  sejalan  dengan
ketentuan GATT dan WTO lainnya yang berlaku terhadap perdagangan barang secara umum Pasal VII dan VIII GATT.
2.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian  terdahulu  mengenai  tingkat  daya  saing  dan  perkebunan  baik menggunakan metode yang sama ataupun berbeda serta komoditas dan negara tujuan
yang  sama  atau  berbeda  pula  namun  dapat  dijadikan  acuan  dapat  terlihat  dalam subbab berikut.
2.4.1 Penelitian Mengenai Daya Saing
Siregar  2010  memiliki  tujuan  penelitian  untuk  mengestimasi  daya  saing buah-buahan  Indonesia  dari  tahun  2001-  2008  di  pasar  dunia  melalui  Revealed
Comparative  Advantage RCA,  Export  Product  Dynamic  EPD,  dan  Constant
Market Share Analysis CMS. Dimana kesimpulan yang didapat adalah berdasarkan
analisis Revealed Comparative Advantage RCA, beberapa komoditi buah Indonesia masih  belum  memiliki  daya  saing  yang  kuat.  Berdasarkan  hasil  estimasi  Export
Product Dynamic EPD selama periode 2001 – 2008, empat posisi daya saing  yang
ada  yaitu  Falling  Star,  Lost  Opportunity,  Rising  Star  dan  Retreat  disisi  oleh  setiap komoditas. Berdasarkan Constant Market Share Analysis  CMS, pertumbuhan  nilai
ekspor  pisang,  alpukat,  dan  jambu  biji,  mangga,  serta  manggis  paling  banyak disebabkan  oleh  efek  pertumbuhan  impor  import  growth  effect  sedangkan
pertumbuhan  nilai  ekspor  jeruk  dan  pepaya  paling  banyak  disebabkan  oleh  efek komposisi  komoditas  commodity  composition  effect.  Adapun  pertumbuhan  nilai
ekspor alpukat lebih banyak disebabkan oleh efek daya saing competitiveness effect. Gumilar 2010 juga meneliti tentang  daya saing, dengan topik melihat  daya
saing sayuran utama Indonesia dipasar Internasional dengan metode dan tahun  yang sama  dengan  Siregar  2010.  Kesimpulan  yang  didapat  Berdasarkan  hasil  estimasi
Revealed Comparative Advantage RCA pada komoditi sayuran Indonesia yang diuji
selama  tahun  2001-2008,  diperoleh  rata-rata  nilai  RCA  yang  berada  dibawah  satu untuk  semua  komoditi  yang  diuji  kecuali  jamur.  Menurut  hasil  dari  perhitungan
Export  Product  Dynamic EPD  selama  periode  2001  -  2008,  diketahui  bahwa
beberapa  komoditi  sayuran  Indonesia  yang  diuji  seperti  kol,  jamur,  dan  kentang berada di posisi  Retreat. Komoditi bawang merah  Indonesia berada di posisi  Rising
Star . Untuk komoditi cabai berada di posisi Falling Star dan terakhir komoditi tomat
berada  di  posisi  Lost  Opportunity,  berdasarkan  hasil  analisis  menggunakan  pangsa pasar  konstan  CMS  selama  periode  2002-2008,  diperoleh  hasil  bahwa  untuk
komoditi  kol  dan  cabai  faktor  yang  paling  mempengaruhi  pertumbuhan  ekspornya adalah  faktor  pertumbuhan  impor,  sedangkan  untuk  komoditi  jamur  dan  tomat
dominan dipengaruhi oleh faktor daya saing, dan untuk komoditi bawang merah dan kentang  dipengaruhi  paling  besar  oleh  faktor  permintaan  produk  di  pasar  dunia
komposisi komoditi.
2.4.2 Penelitian Mengenai Perkebunan
Soelaksono  2010  meilihat  bagimana  faktor  yang  mempengaruhi  aliran perdagangan  ekspor komoditas perkebunan  Indonesia. Komoditi  yang diteliti adalah
karet,  kopi,  kakao,  kelapa  sawit  dan  teh  dengan  menggunakan  model  gravitasi  dan data  panel.  Hasil  penelitiannya  terlihat  bahwa  volume  ekspor  kelima  komoditi
tersebut  berfluktuasi,  hal  tersebut  diakibatkan  karena  ada  dua  variabel  yang berpengaruh dalam setiap model yaitu: jarak dan krisis global, namun setiap komoditi
tersebut  memiliki  perbedaan  karena  walaupun  masalah  jarak  dan  krisis  global  ada negara  tujuan  yang  tetap  mengimpor  dari  Indonesia  akibat  kebutuhan,  sehingga
pemerintah  harus  menciptakan  iklim  investai  yang  sehat  agar  daya  saing  terus meningkat.
Mayangsari  2010  menganalisis  tentang  perdagangan  biji  kakao  Indonesia dengan  simulasi.  Tujuan  dari  penelitiannya  adalah  menganalisis  faktor-faktor  yang
memengaruhi  perkembangan  biji  kakao  di  Indonesia  dengan  menggunakan  model persamaan  simultan  dan  persamaan  Nerlovian.  Hasil  penelitian  menunjukan  bahwa
luas  areal  kakao  dipengaruhi  secra  nyata  oleh  harga  riil  biji  kakao  domestik  tahun