Perkembangan Luas Areal, Volume Produksi dan Daerah Sentra Produksi Cengkeh Indonesia

kretek yang merupakan satu-satunya konsumen komoditas tersebut. Harga cengkeh yang telah lama terpuruk yaitu dengan harga Rp2.500kg – Rp8.500kg kini menjadi sekitar Rp70.000kg. Kondisi ini menggambarkan dua fakta kontradiktif. Dari sisi produsen rokok kretek mengalami kesusahan akibat harga yang tinggi, sedangkan dari petani juga tidak bergembira dengan melambungnya harga cengkeh tersebut, karena bukan hasil dari panen petani, melainkan stok timbunan para pedagang besar 1 . Luas areal cengkeh Indonesia dari tahun 2001 hingga 2006 mengalami fluktuasi, sementara pada tahun 2007 sampai 2009 mengalami peningkatan, seperti yang tertera pada Gambar 8. Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Gambar 8. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Cengkeh Indonesia Tahun 2001- 2009 Pertumbuhan rata-rata luas areal cengkeh Indonesia adalah sebesar 1,1 persen, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2003 dengan pertumbuhan sebesar 2,8 persen luas areal yang mana pada tahun 2002 luas areal cengkeh adalah 430.212 Ha dan meningkat menjadi seluas 442.333 Ha. Setelah mengalami pertumbuhan luas areal tertinggi pada tahun 2003, pertumbuhan yang paling rendah dan bahkan lagi-lagi negatif terjadi pada tahun 2004 dengan penurunan luas areal cengkeh sebesar 0,9 persen, yaitu menjadi seluas 438.253 Ha. 1 Fahmi Ismail, 2002 diacu dalam Out Look Pertanian Perkebunan, 2008 100000 200000 300000 400000 500000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 L u a s A re a l H a d a n V ol u m e P rod u k si T on Tahun Produksi Ton Luas Areal Ha Gambar 8 juga memperlihatkan volume produksi cengkeh Indonesia yang berfluktuasi dari tahun 2001 sampai 2009. Akibatnya pertumbuhan rata-rata volume cengkeh hanya sebesar 2,7 persen, dengan pertumbuhan produksi paling tinggi terjadi pada tahun 2009 dengan persentase sebesar 16,3 persen yaitu dari produksi cengkeh tahun 2008 seberat 70.538 ton menjadi 82.032 ton cengkeh. Pertumbuhan yang paling rendah bahkan negatif terjadi pada tahun 2006 dengan penurunan pertumbuhan sebesar 21,6 persen yaitu dari produksi cengkeh pada tahun 2005 seberat 78.350 ton menjadi 61.408 ton pada tahun 2006. Daerah yang menjadi sentra cengkeh Indonesia adalah provinsi Sulawesi Selatan dengan rata-rata pertumbuhan produksi dari tahun 2003 hingga 2009 sebesar 15,4 persen dan diikuti Maluku dengan rata-rata pertumbuhan produksi sebesar 1,3 persen, sedangkan diposisi ketiga ditempati Jawa Timur dengan pertumbuhan produksi rata-rata sebesar 3,3 persen Ditjenbun. 4.2.2 Perkembangan Luas Areal, Volume Produksi dan Daerah Sentra Produksi Kacang Mete Indonesia Luas areal kacang mete Indonesia memiliki pertumbuhan rata-rata sebesar 0,0007 persen. Persentase yang kecil tersebut terjadi akibat peningkatan yang kecil setiap tahunnya, luas areal pada tahun 2001 adalah seluas 568.912 Ha dan pada tahun 2009 menjadi seluas 572.114 Ha, dimana hanya terjadi peningkatan luas yang kecil selama delapan tahun tersebut seperti yang terlihat pada Gambar 9. Peningkatan pertumbuhan yang tertinggi terjadi pada tahun 2002, itu pun dengan persentase 0,01 persen, yaitu dari luas areal 568.912 Ha pada tahun 2001 menjadi 578.924 Ha pada tahun 2002, bahkan luas areal pada tahun 2002 tersebut lebih luas dibandingkan dengan luas areal kacang mete pada tahun 2009, namun untuk areal yang terluas adalah pada tahun 2005, yaitu seluas 579.650 Ha. Sementara setelah pada tahun 2003 mengalami pertumbuhan yang paling tinggi, pada tahun 2004 luas areal mengalami pertumbuhan yang terendah bahkan negatif dimana luas areal kacang mete menjadi seluas 573.281 Ha. Perkembangan produksi kacang mete hampir sama dengan perkembangan produksi hasil perkebunan yang lain, yaitu berfluktuasi seperti yang tertera pada Gambar 9. Pada tahun 2001 produksi kacang mete adalah 91.586 ton dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 147.403 ton dengan pertumbuhan rata-rata 0,06 persen. Pertumbuhan tertinggi volume produksi kacang mete terjadi pada tahun 2004 dengan pertumbuhan sebesar 0,2 persen, yaitu dari volume produksi 106.932 ton pada tahun 2003 meningkat menjadi 131.020 ton pada tahun 2004. Sementara penurunan pertumbuhan terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 0,09 persen dengan penurunan dari tahun 2008 yang memiliki volume seberat 156.652 ton menjadi 147.403 ton pada tahun 2009. Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Gambar 9. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kacang Mete Indonesia Tahun 2001-2009 Daerah sentra kacang mete Indonesia adalah Sulawesi Tenggara, namun pertumbuhan rata-rata produksinya tidak mencerminkan sebagai daerah utama sentra kacang mete Indonesia, sebab memiliki pertumbuhan rata-rata yang negatif yaitu sebesar 0,8 persen. Nusa Tenggara Timur menjadi provinsi kedua dengan memiliki selisih produksi rata-rata sebesar 30 ton dibandingkan dengan Sulawesi Tenggara, bahkan provinsi ini memiliki pertumbuhan produksi rata-rata yang cukup baik yaitu sebesar 7,5 persen Ditjenbun. 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 L u a s A re a l H a d a n V ol u m e P rod u k si T on Tahun Produksi Ton Luas Areal Ha

4.2.3 Perkembangan Luas Areal, Volume Produksi dan Daerah Sentra Produksi Kakao Indonesia

Luas areal kakao Indonesia memiliki trend yang terjadi dari tahun 2001 hingga 2009 Gambar 10. Walaupun hanya memiliki pertumbuhan rata-rata sebesar 0,08 persen, kestabilan peningkatan luas areal kakao sangat baik untuk ditiru perkebunan lain, walaupun sama-sama dikelola oleh perkebunan rakyat. Pertumbuhan tertinggi untuk luas areal kakao terjadi pada tahun 2006 dengan memiliki persentase pertumbuhan yang hampir sama dengan pertumbuhan pada tahun 2004 yaitu sebesar 1,3 persen. Pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2002 dengan pertumbuhan 0,05 persen. Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Gambar 10. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kakao Indonesia Tahun 2001- 2009 Volume produksi kakao Indonesia memiliki pertumbuhan yang positif dari tahun 2001 hingga 2009. Penurunan produksi kakao terjadi pada tahun 2004 dan 2007, sedangkan selain tahun tersebut mengalami peningkatan Gambar 10. Pertumbuhan rata-rata produksi kakao sebesar 0,05 persen, produksi kakao dengan persentase pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2003 dengan tingkat pertumbuhan sebesar 0,2 persen, dimana kenaikan yang terjadi dari seberat 571.155 ton pada tahun 2002 menjadi 698.816 ton pada tahun 2003. Untuk pertumbuhan terendah dan terjadi penurunan volume produksi terjadi pada tahun 2007, dari volume 500000 1000000 1500000 2000000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 L u a s A re a l H a d a n V ol u m e P rod u k si T on Tahun Produksi Ton Luas Areal Ha produksi kakao seberat 769.386 ton pada tahun 2006 menjadi hanya 740.006 ton pada tahun 2007 dengan penurunan pertumbuhan sebesar 0,03 persen. Daerah sentra produksi kakao di Indonesia didominasi oleh produksi dari Pulau Sulawesi. Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang menjadi sentra utama kakao Indonesia, namun posisi ini terancam karena pertumbuhan rata-rata produksi kakao provinsi ini negatif yaitu sebesar 4,7 persen. Sulawesi Tengah yang menjadi ancaman bagi provinsi Sulawesi Selatan, sebab dengan rata-rata pertumbuhan produksi yang positif yaitu sebesar 3,6 persen dapat mengambil alih posisi puncak, bahkan posisi ketiga yang ditempati Sulawesi Tenggara juga bisa naik sebagai yang nomor satu dengan rata-rata pertumbuhan produksi yang positif sebesar 5,7 persen. Lampung merupakan provinsi dengan pertumbuhan rata-rata produksi tertinggi, yaitu lebih dari 9 persen Ditjenbun.

4.2.4 Perkembangan Luas Areal, Volume Produksi dan Daerah Sentra Produksi Karet Indonesia

Indonesia menargetkan menjadi negara penghasil karet terbesar di dunia tahun 2020. Upaya itu dilakukan dengan cara merevitalisasi perkebunan karet seluas 300 ribu hektar hingga tahun 2010 sekaligus mengganti tanaman karet yang rusak dan tua yang mencapai 400 ribu hektar Deptan, 2008. Luas areal karet Indonesia sendiri dari tahun 2001 hingga 2003 mengalami penurunan dan pada tahun 2004 hingga 2009 terus meningkat, namun pertumbuhan luas areal karet masih positif namun dengan nilai pertumbuhan yang kecil yaitu sebesar 0,003 persen dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2006 dan 2007 yang memiliki persentase pertumbuhan sebesar 0,02 persen. Penurunan luas pada tahun 2001 hingga 2003 merupakan penurunan pertumbuhan dengan persentase penurunan yang sama yaitu sebesar 0,008 persen. Pertumbuhan luas areal karet yang positif dari tahun 2001 seluas 3.344.767 menjadi 3.435.270 Ha pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 11. Lahan karet yang mengalami revitalisasi dan memiliki pertumbuhan yang terus meningkat dari tahun 2004 hingga tahun 2009, tidak bisa menjadi acuan bahwa produksi juga akan meningkat, itu terbukti dengan menurunnya produksi karet pada