produksi kakao seberat 769.386 ton pada tahun 2006 menjadi hanya 740.006 ton pada tahun 2007 dengan penurunan pertumbuhan sebesar 0,03 persen.
Daerah sentra produksi kakao di Indonesia didominasi oleh produksi dari Pulau Sulawesi. Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang menjadi sentra utama
kakao Indonesia, namun posisi ini terancam karena pertumbuhan rata-rata produksi kakao provinsi ini negatif yaitu sebesar 4,7 persen. Sulawesi Tengah yang menjadi
ancaman bagi provinsi Sulawesi Selatan, sebab dengan rata-rata pertumbuhan produksi yang positif yaitu sebesar 3,6 persen dapat mengambil alih posisi puncak,
bahkan posisi ketiga yang ditempati Sulawesi Tenggara juga bisa naik sebagai yang nomor satu dengan rata-rata pertumbuhan produksi yang positif sebesar 5,7 persen.
Lampung merupakan provinsi dengan pertumbuhan rata-rata produksi tertinggi, yaitu lebih dari 9 persen Ditjenbun.
4.2.4 Perkembangan Luas Areal, Volume Produksi dan Daerah Sentra Produksi Karet Indonesia
Indonesia menargetkan menjadi negara penghasil karet terbesar di dunia tahun 2020. Upaya itu dilakukan dengan cara merevitalisasi perkebunan karet seluas 300
ribu hektar hingga tahun 2010 sekaligus mengganti tanaman karet yang rusak dan tua yang mencapai 400 ribu hektar Deptan, 2008. Luas areal karet Indonesia sendiri
dari tahun 2001 hingga 2003 mengalami penurunan dan pada tahun 2004 hingga 2009 terus meningkat, namun pertumbuhan luas areal karet masih positif namun dengan
nilai pertumbuhan yang kecil yaitu sebesar 0,003 persen dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2006 dan 2007 yang memiliki persentase pertumbuhan
sebesar 0,02 persen. Penurunan luas pada tahun 2001 hingga 2003 merupakan penurunan pertumbuhan dengan persentase penurunan yang sama yaitu sebesar 0,008
persen. Pertumbuhan luas areal karet yang positif dari tahun 2001 seluas 3.344.767 menjadi 3.435.270 Ha pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 11.
Lahan karet yang mengalami revitalisasi dan memiliki pertumbuhan yang terus meningkat dari tahun 2004 hingga tahun 2009, tidak bisa menjadi acuan bahwa
produksi juga akan meningkat, itu terbukti dengan menurunnya produksi karet pada
tahun 2008 dan 2009 yang sebelumnya dari tahun 2001 hingga 2007 mengalami peningkatan Gambar 11. Pertumbuhan rata-rata volume produksi karet Indonesia
positif dengan persentase sebesar 0,05 persen. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2006 dengan persentase pertumbuhan 0,1 persen, itu terjadi akibat volume
produksi yang meningkat dari seberat 2.270.891 ton pada tahun 2005 menjadi seberat 2.637.231 ton pada tahun 2006. Penurunan pertumbuhan yang terbesar terjadi pada
tahun 2009, dari volume produksi seberat 2.751.286 ton pada tahun 2008 menjadi 2.440.347 ton pada tahun 2009.
Daerah sentra produksi karet Indonesia berada di kawasan Sumatera Selatan, Sumatera Utara dan Riau yang dilihat dari hasil produksi pada tahun 2004 hingga
2009. Rata-rata pertumbuhan 3,9 persen hasil produksi karet Sumatera Selatan atau rata-rata produksi 490.704 ton, membuat provinsi tersebut berada di atas Sumatera
Utara yang memiliki pertumbuhan rata-rata 1,6 persen dengan produksi rata-rata 408.441 ton dan Riau dengan pertumbuhan rata-rata 5,2 persen dengan rata-rata
produksi karet seberat 325.452 ton Ditjenbun.
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Gambar 11. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Karet Indonesia Tahun 2001-
2009
4.2.5 Perkembangan Luas Areal, Volume Produksi dan Sentra Produksi Kayu Manis Indonesia
Hingga kini prospek kayu manis masih terbuka luas. Hal ini dibuktikan dari jumlah permintaan kayu manis baik kulit, minyak asiri dan oleoresin yang setiap
1000000 2000000
3000000 4000000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007 2008
2009
L u
a s
A re
a l
H a
d a
n
V ol
u m
e P
rod u
k si
T on
Tahun
Produksi Ton Luas Areal Ha