perdagangannya. Indeks ini menunjukan perbandingan antara pangsa ekspor komoditas atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor
komoditas tersebut dari seluruh dunia atau dengan kata lain indeks RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam
suatu komoditas terhadap dunia. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa pada tahun 1965, yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara
direfleksikan atau dapat dilihat dalam ekspornya. Secara sistematis, Index RCA adalah sebagai berikut :
Dimana : Xij = Nilai ekspor komoditi i dari Indonesia ke negara j Xt = Nilai ekspor total negara Indonesia ke negara importir utama
Wij = Nilai ekspor komoditi i dunia ke negara j Wt = Nilai ekspor total dunia ke negara importir utama
Jika nilai indeks RCA dari suatu negara untuk komoditas tertentu lebih besar dari satu, indeks RCA 1 berarti negara bersangkutan mempunyai keunggulan
komparatif diatas rata-rata dunia pada komoditas tersebut. Sebaliknya bila nilai indeks RCA suatu negara untuk komoditas tertentu lebih kecil dari satu indeks RCA
1 berarti keunggulan komparatifnya untuk komoditas tersebut rendah atau dibawah rata-rata dunia Tambunan, 2001.
Dalam Siregar 2010, keunggulan metode RCA adalah mengurangi dampak pengaruh campur tangan pemerintah, sehingga keunggulan komparatif suatu produk
dari waktu ke waktu dapat terlihat secara jelas, selain terdapat keunggulan dalam metode RCA, metode ini juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu :
1. Asumsi persaingan bebas dan suatu negara dianggap mengekspor keseluruhan komoditi walaupun kenyataannya tidak.
2. Pengukuran berdasarkan nilai RCA ini mengesampingkan pentingnya permintaan domestik, ukuran pasar domestik, dan perkembangannya.
XijXt WijWt
Indeks RCA =
3. Indeks RCA tidak dapat menjelaskan apakah pola perdagangan yang sedang berlangsung tersebut sudah optimal.
4. Tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk-produk yang berpotensi dimasa yang akan datang.
3.2.2 Export Product Dynamics EPD
Salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran yang baik tentang tingkat daya saing adalah Export Product Dynamics EPD. Pendekatan EPD dapat
digunakan untuk mengidentifikasi daya saing suatu produk dan juga untuk mengetahui apakah suatu produk tersebut merupakan produk dengan performa yang
memiliki pertumbuhan yang cepat atau tidak. Karena walaupun bukan sebagai komoditi ekspor utama suatu negara, jika pertumbuhan produk dan performanya
diatas rata-rata secara terus menerus maka bisa jadi komoditi ini diperhitungkan untuk menjadi sumber pendapatan yang penting bagi suatu negara tersebut.
Matriks EPD memiliki dua komponen yang berkaitan yaitu daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis. Mengacu pada Siregar 2010, daya tarik pasar
dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan pasar tertentu, sedangkan informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan pertumbuhan dari
perolehan pasar market share sebuah negara pada tujuan pasar tertentu. Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini menghasilkan karakter posisi dari produk
yang ingin dianalisis ke dalam empat kategori. Keempat kategori itu adalah Rising Star
, Falling Star, Lost Opportunity dan Retreat yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Matriks Posisi Daya Saing
Share of Country’s Export in World Trade
Share of Product in World Trade Rising Dynamic
Falling Stagnant Rising Competitive
Rising Star Falling Star
Falling Non-Competitive Lost Opportunity
Retreat Sumber: Estherhuizen, 2006 diacu dari Siregar, 2010
Untuk lebih mudah melihat posisi komoditi tersebut, Tabel 4 akan dikonversi kedalam Gambar 7 yang berbentuk kuadran dengan sumbu X menggambarkan
peningkatan pangsa pasar ekspor negara tersebut di perdagangan dunia atau daya
tarik pasar. Sedangkan sumbu Y menggambarkan peningkatan pangsa pasar produk tersebut diperdagangan dunia atau informasi kekuatan bisnis.
Empat kuadran yang ada, salah satu kuadran akan ditempati sebuah komoditas yang akan diestimasi tingkat daya saingnya sesuai dengan daya tarik pasar dan
informasi kekuatan bisnisnya. Posisi pasar yang ideal adalah yang mempunyai pangsa pasar tertinggi pada ekspornya sebagai Rising Star atau bintang terang, yang
menunjukkan bahwa negara tersebut memperoleh tambahan pangsa pasar pada produk mereka yang bertumbuh cepat fast-growing products. Lost Opportunity atau
kesempatan yang hilang, terkait dengan penurunan pangsa pasar pada produk-produk yang kompetitif, adalah posisi yang paling tidak diinginkan. Falling Star atau bintang
jatuh juga tidak disukai, meskipun masih lebih baik jika dibandingkan dengan Lost Opportunity
, karena pangsa pasarnya tetap meningkat. Sementara itu, Retreat atau kemunduran biasanya yang paling tidak diinginkan, tetapi pada kasus tertentu
mungkin diinginkan jika pergerakannya menjauhi produk-produk yang stagnan dan menuju produk-produk yang dinamik Bappenas, 2009 diacu dari Siregar, 2010.
Gambar 7. Daya Tarik Pasar dan Kekuatan Bisnis dalam EPD Lost
Opportunity
Retreat Falling S tar
Rising S tar
Rising
Rising Falling
Falling