53
mempengaruhi hasil belajar tersebut. Hasil belajar peserta didik dapat diketahui melalui penilaian kelas. Penilaian kelas merupakan proses pengumpulan dan
penggunaan informasi untuk pemberian keputusan terhadap hasil belajar siswa, berdasarkan tahapan kemajuan belajarnya sehingga didapatkan potret atau profil
kemampuan siswa sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum. Bentuk penilaian kelas yang digunakan dalam yaitu penilaian kinerja
perfomance, penilaian tes tertulis paper and pen, dan penilaian sikap.
2.1.7 Karakteristik siswa SD
Setiap individu berkembang menuju kedewasaaan dan mengalami adaptasi dengan lingkungannya. Perkembangan yang terjadi pada masing-masing individu
berlangsung terus-menerus dengan diimbangi perubahan daya pikir dan kekuatan mental, individu yang berbeda usia akan berbeda pula cara pikir dan juga
kekuatan mentalnya. Begitu pula hubungannya dengan motivasi dan aktivitas belajarnya. Tentunya setiap siswa juga memiliki motivasi dan aktivitas belajar
yang berbeda. Karena masing-masing siswa memiliki ciri khas, yang menunjukan keunikan-kenunikan dari masing-masing individu.
Siswa merupakan subjek yang menjadi fokus utama dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Sinolungan dalam Kurnia et al.
2007: 1.4 menyatakan bahwa peserta didik dalam arti luas adalah setiap orang yang terkait dengan proses pendidikan sepanjang hayat, sedangkan dalam arti
sempit adalah setiap siswa yang belajar di sekolah. Dalam arti pendidikan sepenjang hayat, semua manusia atau individu yang mengalami proses belajar
dikatakan sebagai peserta didik. Sedangkan Depdiknas menegaskan bahwa
54
peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya
melalui jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Peserta didik usia sekolah dasar
adalah semua anak yang berada pada rentang usia 6 - 1213 tahun yang sedang berada dalam jenjang pendidikan sekolah dasar Kurnia et al. 2007: 1.4.
Peserta didik merupakan bagian dari masyarakat, yang merupakan sebuah totalitas. Dikatakan sebagai totalitas karena peserta didik bukanlah boneka atau
alat, namun merupakan sebuah individu yang utuh. Menurut Semiawan dalam Kurnia et al. 2007: 1.4, konsep peserta didik sebagai suatu totalitas sekurangnya
mengandung tiga pengertian. Ketiga pengertian itu mencakup: 1 peserta didik adalah mahluk hidup organisme yang merupakan suatu kesatuan dari
keseluruhan aspek yang terdapat dalam dirinya. Aspek fisik dan psikis tersebut terdapat dalam diri peserta didik sebagai individu yang berarti tidak dapat
dipisahkan antara suatu bagian dengan bagian lainnya; 2 keseluruhan aspek fisik dan psikis tersebut memiliki hubungan yang saling terjalin satu sama lain. Jika
salah satu aspek mengalami gangguan, maka emosinya juga terganggu; 3 peserta didik usia sekolah dasar berbeda dari orang dewasa bukan sekedar secara fisik,
tetapi juga secara keseluruhan. Anak bukanlah miniatur orang dewasa, tetapi anak adalah anak yang dalam keseluruhan aspek dirinya berbeda dengan orang dewasa
Peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar tergantung pada tahap perkembangannya. Peserta didik yang berbeda usia akan berbeda pula cara pikir
dan juga kekuatan mentalnya. Piaget dalam Isjoni 2010: 36 membagi perkembangan kognitif manusia menjadi empat tahap yaitu: 1 Tahap
sensorimotor umur 0-2 tahun; 2 Tahap pra-operasional umur 2-7 tahun; 3
55
Tahap operasional konkret umur 7-12 tahun; 4 Tahap operasional formal umur 12-18 tahun.
Dilihat dari tahap perkembangan kognitif yang diutarakan Piaget, siswa sekolah dasar termasuk dalam tahap operasional konkret. Dalam tahap operasional
konkret anak-anak mampu berpikir operasional. Mereka dapat mempergunakan berbagai simbol, melakukan berbagai bentuk operasional, yaitu kemampuan
aktivitas mental sebagai kebalikan dari aktivitas jasmani yang merupakan dasar untuk mulai berpikir dalam aktivitasnya.
Rifa’i dan Anni 2009: 68 menyebutkan ciri-ciri usia sekolah dasar yaitu, orang tua menyebut masa ini sebagai usia yang menyulitkan karena anak pada
masa ini anak lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebaya daripada oleh orang tuanya sehingga sulit bahkan tidak mau lagi menuruti perintah orang
tuanya. Kebanyakan anak pada masa ini juga kurang memperhatikan terhadap pakaian dan benda-benda miliknya, sehingga orang tua menyebutnya usia tidak
rapi. Anak tidak terlalu memperdulikan penampilannya. Mereka cenderung ceroboh, semaunya, dan tidak rapi dalam memelihara kamar dan barang-
barangnya. Pada masa ini, anak juga sering kelihatan saling mengejek dan bertengkar dengan saudara-saudaranya sehingga orang tua menyebutnya sebagai
usia bertengkar.
Para pendidik memberi sebutan anak usia sekolah dasar, karena pada
rentang usia ini 6-12 tahun anak bersekolah di sekolah dasar. Di sekolah dasar, anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang
dianggap penting untuk keberhasilan melanjutkan studi dan penyesuaian diri
56
dalam kehidupannya kelak. Para pendidik juga memandang periode ini sebagai usia kritis dalam dorongan berprestasi. Dorongan berprestasi membentuk
kebiasaan pada anak untuk mencapai sukses ini cenderung menetap hingga dewasa.
Psikolog perkembangan anak memberi sebutan anak pada masa ini sebagai usia berkelompok. Pada usia ini perhatian utama anak tertuju pada keinginan
diterima oleh teman-teman sebaya sebagai anggota kelompoknya. Oleh karena itu, anak ingin dan berusaha menyesuaikan diri dengan standar yang disepakati dan
berlaku dalam kelompok sehingga masa anak ini disebut juga usia penyesuaian
diri. Anak berusaha menyesuaikan diri dengan standar yang berlaku dalam
kelompok, misalnya dalam berbicara, penampilan dan berpakaian, dan berperilaku. Periode ini juga disebut usia kreatif sebagai kelanjutan dan
penyempurnaan perilaku kreatif yang mulai terbentuk pada masa anak awal. Kecenderungan kreatif ini perlu mendapat bimbingan dan dukungan dari guru
maupun orang tua sehingga bekembang menjadi tindakan kreatif yang positif dan orisinal, tidak negatif dan sekedar meniru tindakan kreatif orang atau anak yang
lain. Menurut Sumantri dan Syaodih 2007: 6.3-6.4 karakteristik anak usia
sekolah dasar yaitu; 1 senang bermain; 2 senang bergerak; 3 senang bekerja dalam kelompok; 4 senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung.
Karakteristik yang pertama yaitu senang bermain, hal ini menuntut guru sekolah dasar untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan,
terutama pasa siswa kelas rendah. Guru hendaknya merancang model
57
pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Karakteristik yang kedua adalah senang bergerak, maka guru hendaknya
merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Karakteristik yang ketiga ialah anak senang bekerja dalam kelompok.
Dalam begaul dengan teman sebayanya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti belajar menemui aturan kelompok, belajar setia
kawan, belajar untuk tidak bergantung pada orang dewasa, belajar bekerjasama, belajar menerima tanggung jawab, dll. Dengan karakteristik tersebut, seharusnya
seorang guru merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. Karakteristik yang keempat adalah senang
merasakan sesuatu atau memperagakan sesuatu secara langsung. bagi anak usia sekolah dasar, penjelasan guru tentang materi pelajaran kan lebih dipahami jika
anak melaksanakan atau meraskan sendiri. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung
dalam proses pembelajaran. Dengan memahami karakteristik siswa, guru dapat menggunakan model
pembelajaran yang tepat. Dalam penelitian ini memfokuskan pada karakteristik anak usia sekolah dasar yang suka bekerja dalam kelompok, senang melakukan
secara langsung , sehingga guru menggunakan model pembelajaran kooperatif.dalam pembelajaran kooperatif mengedepankan interaksi antar siswa
dalam kelompok, sehingga siswa turut aktif dalam pembelajaran dengan mengkonstruksi pengetahuan bersama teman-temannya dan diharapkan proses
pembelajaran dapat berlangsung dengan efektif dan efisien, serta optimal.
58
2.1.8 Performansi Guru