50
dinaikkan atau diturunkan tergantung respons atau pertanyaan sebelumnya. Pertanyaan dihentikan sampai nilai yang tetap diperoleh.
•
Menghitung rataan WTP WTP terhadap pengembangan wisata alam berkelanjutan dapat diduga
dengan menggunakan nilai rata-rata dari penjumlahan keseluruhan nilai WTP dibagi dengan jumlah responden. Dugaan rata-rata WTP dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
��� = ����
� �=
Di mana : MWTP = rata-rata mean WTP
n = Jumlah sampel WTPi = Nilai WTP maksimum responden ke-i
i = Responden ke-i yang bersedia membayar • Memperkirakan Kurva Lelang
Kurva lelang atau bids curve diperoleh dengan, misalnya meregresikan WTP sebagai variabel tidak bebas dengan beberapa variabel bebas.
Berikut adalah regresi kesediaan membayar wisatawan:
WTP= f J, M, A, P, E, P1
ij
, P2
ij
, P3
ij
Di mana : WTP = Kesediaan membayar wisatawan
J = Jarak M = Pendapatan
A = Umur individu i P = Pekerjaan
E = Tingkat pendidikan P1 = Persepsi individu i terhadap kondisi fisik tempat j
P2 = Persepsi inividu i terhadap pemandangan alam di tempat j P3 = Persepsi responden i terhadap keamanan di tempat j
Sedangkan regresi kesediaan membayar masyarakat adalah sebagai berikut:
WTP= f Pdn, S, U, Pdk, JK, LM, P1, P2, P3
51
Dimana : WTP = Kesediaan Membayar
Pdn = Pendapatan
S = Suku
U = Umur
Pdk = Pendidikan
JK = Jumlah Keluarga
LM = Lama Menetap
P1 = Persepsi terhadap keindahan dan keanekaragaman hayati
P2 = Persepsi terhadap situs bersejarah
P3 = Persepsi terhadap manfaat ekonomi
• Mengagretkan data Data rataan sampel dikonversi ke rataan populasi secara keseluruhan
yaitu mengalihkan rataan sampel dengan jumlah rumah tangga dalam populasi, dengan rumus sebagai berikut :
��� = � ��
� �=
� ��
� �
Di mana : T WTP = Total WTP
WTPi = WTP individu sampel ke-i ni = Jumlah sampel ke-I yang bersedia membayar WTP
N = Jumlah sampel P = Jumlah populasi
i = Responden ke-i yang bersedia membayar 4. Mengidentifikasi persepsi masyarakat terhadap pengembangan wisata alam
berkelanjutan berdasarkan analisis deskriptif. 5. Menghitung daya dukung lingkungan
Berdasarkan Libosada 1998, daya dukung lingkungan dalam kawasan wisata dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
�������� ���� ��� = area yang digunakan wisatawan
rata − rata kebutuhan area per individu
Daya tampung wisatawan per hari = CC X koefisien rotasi
52
Di mana koefisien rotasinya dapat dirumuskan sebagai berikut :
� � = Jumlah jam area terbuka untuk wisatawan
rata − rata waktu satu kunjungan
4.5. Pengujian Parameter
Pengujian secara statistik perlu dilakukan untuk memeriksa kebaikan suatu model yang dibuat. Uji statistik dalam penelitian ini adalah :
1. Koefisien Determinasi R
2
Koefisien determinasi merupakan suatu nilai statistik yang dapat digunakan untuk mengukur ketepatankecocokan suatu garis regresi serta dapat pula
digunakan untuk mengetahi besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variasi variabel tidak bebas dari suatu persamaan regresi. Direkomendasikan
15 atau 0,15 sebagai batas minimum dari R
2
yang realibel. Jika nilai R
2
yang diperoleh lebih kecil dari 15 maka penggunaan CVM tidak realibel, sedangkan nilai R
2
yang lebih tinggi dari 15 menunjukkan tingkat realibilitas yang baik dalam penggunaan metode CVM.
2. Uji statistik F Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara
bersama-sama terhadap variabel tidak bebasnya. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut :
H = β
1
= β
2
= β
3
= … = β H
1
= β
1
= β
2
= β
3
= … ≠ β
F
Hit
=
k−1
G k
n−1
Di mana : JKK = Jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom
JKG = Jumlah kuadrat Galat n = Jumlah sampel
k = Jumlah peubah jka F
hit
F
tabel
, maka H
o
diterima, artinya variabel bebas serentak tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Tapi jika F
hit
F
tabel
maka
53
H
o
ditolak, artinya variabel bebas secara serentak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.
3. Uji Autokorelasi Salah satu asumsi dari model regresi linear adalah bahwa tidak ada
autokorelasi atau korelasi serial antara sisaan, atau dengan kata lain sisaan menyebar bebas. Jika antar sisaan tidak bebas maka dikatakan ada masalah
autokorelasi. Cara alternatif yang populer untuk menguji apakah ada atau tidak adanya autokorelasi adalah dengan menggunakan statistik uji Durbin
Watson DW. Untuk lebih detail mengenai daerah keputusan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6. Selang Nilai Statistik Durbin Watson serta Keputusannya
Nilai DW Keputusan
4-d
l
DW 4 Tolah H
; ada autokorelasi negatif
4-d
u
DW 4-d
l
Tidak tentu, coba uji yang lain d
u
DW 4-d
u
Terima H d
l
DW d
u
Tidak tentu, coba uji yang lain 0 DW d
l
Tolah H ; ada autokorelasi positif
Sumber : Juanda 2009
4. Uji Multikolinear Dalam model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi masalah
multikolinearitas, yaitu terjadi korelasi yang kuat antar variabel-variabel bebasnya. Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dalam sebuah model
dapat dilakukan dengan membandingkan besarnya koefisien determenasi R
2
dengan koefisien determinasi parsial antar dua variabel bebas r
2
. Untuk hal ini dapat dibuat suatu matriks koefisien determenasi parsial antara
variabel bebasnya. Multikolinearitas dapat dianggap bukan merupakan suatu masalah jika koefisien determenas parsial antara dua variabel bebas tidak
melebihi nilai koefisien determenasi. Masalah multikolinearitas dapat dilihat langsung melalui output komputer di mana jika nilai VIF 10 maka tidak
ada masalah multikolinearitas.
54
Tujuan penelitian, alat analisis serta jenis dan sumber data untuk menjawab masalah penelitian untuk pengembangan wisata alam berkelanjutan di TWA
Gunung Meja, secara ringkat disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 7. Matriks Tujuan, Alat Analisis serta Jenis dan Sumber Data
No. Tujuan
Alat Analisis Data
Jenis Sumber
1. Mengidentifikasi Pasar
Wisata Alam Deskripsi
Elastisitas Permintaan
Data sekunder untuk identifikasi penawaran
Data Primer untuk analisis permintaan dan
menghitung elastisitas permintaan
Wawancara Kuisioner
2. Mengestimasi Nilai
Ekonomi Wisata Alam TCM
Manfaat Ekonomi
Data primer dari hasil wawancara terhadap
wisatawan dan masyarakat yang
bermukim di sekitar TWA Gunung Meja
Wawancara Kuisioner
3. Menghitung Nilai
Pengembangan Wisata
Alam CVM
Data pimer dari hasil wawancara terhadap
wisatan dan masyarakat
Wawancara
4. Menganalisis
persepsi masyarakat
terhadap pengembangan
Wisata alam di TWA Gunung
Meja Metode
deskriptif Data primer berupa
kesediaan keterlibatan dalam pengembangan
wisata alam Wawancara
5. Menghitung Daya dukung
Lingkungan terhadap kegiatan wisata di TWA
Gunung Meja • Carrying
Capacity • Daya tampung
wisatawan per hari
• Koefisien per rotasi
Data primer mengenai jumlah pengunjung per
hari serta dan kegiatan wisata data sekunder
berupa luasan area dan jam buka kunjungan
wisata Wawancara
Data Sekunder
V. GAMBARAN UMUM
5.1. Profil Kawasan Taman Wisata Alam TWA Gunung Meja
Gambaran umum TWA Gunung Meja diperoleh dari Potret TWA Gunung Meja 2004 dan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang RPJP TWA Gunung
Meja 2009-2028 dan data monografi dari masing-masing kelurahan.
5.1.1. Sejarah
Kawasan TWA Gunung Meja ditetapkan sebagai kawasan konservasi sejak jaman Pemerintahan Hindia Belanda. Gagasan itu berawal pada bulan Agustus
1953, yaitu saat kunjungan Tim Kehutanan Pemerintahan Hindia Belanda, yang terdiri dari : Ir. J.F.V. Zieck Kepala Seksi Inventarisasi Hutan; Ir. J. Fokkinga
Ketua Komisi Pertanian dan H. Schrijn Kepala Pemangkuhan Hutan ke Gunung Meja. Pada saat itu, disepakati bahwa areal hutan primer seluas 100 ha
dan huta sekunder seluas 360 ha termasuk jurang dan tebing-tebing karang yang ada diusulkan sebagai hutan lindung dengan fungsi utama sebagai pengatur tata
air hidrologi. Untuk mendukung kesepakatan tersebut pada tahun 1954 dilakukan
inventarisasi hutan primer seluas 100 ha, pada tahun 1956 dan 1957 mencapai 360 ha. Selain itu juga dilakukan survey tanah dan analisa vegetasi untuk jenis-jenis
pohon yang mencapai diameter 35 cm dengan intensitas sampling 10 oleh Jance Ainusi pengenal jenis lokal dan Ir. Faber ahli botani Belanda.
5.1.2. Proses Pengukuhan
Perlindungan Kawasan Hutan Gunung Meja berawal sejak tahun 1950, saat Kepala Pemangkuan Hutan Manokwari mengeluarkan instruksi larangan
melakukan penebangan di kawasan tersebut. Kemudian pada tahun 1953, Tim Kehutanan Pemerintah Hindia Belanda waktu berkunjung ke kawasan Hutan
Gunung Meja, bersepakat untuk mengusulkan 100 ha hutan primer dan 360 ha hutan sekunder pada kawasan tersebut sebagai hutan lindung dengan fungsi
hidroologi. Selanjutnya pada tahun 1954, pemerintah Hindia Belanda mendaftarkan
kawasan Hutan Gunung Meja pada Ordonasi Perlindungan Tanah Lembar Negara 73 tahun 1954.Pada tahun 1956 Kantor Agraria Manokwari,