25
• Memberikan kesempatan berusaha, kesempatan kerja, peningkatan penerimaan pajak bagi pemerintah dan peningakatan pendapatan
nasional. • Membantu daerah-daerah terpencil yang selama ini terpencil.
• Dampak penggandaan yang ditimbulkan pengeluaran wisatawan,
sehingga memberikan dampak positif bagi pertumbuhan daerah tujuan wisata.
3. Pariwisata sebagai Quick Yielding Industry Quick Yielding Industry dalam pariwisata adalah “cepat menghasilkan”.
Dengan mengembangkan pariwisata sebagai suatu industri, perolehan devisa yang dibutuhkan untuk pembangunan ekonomi lebih cepat diperoleh
dibandingkan engan melakukan pengiriman komoditi ke luar negeri ekspor yang memakan waktu relatif lama.
4. Kedudukan Pariwisata sebagai Penghasil Devisa Pada dasarnya, masuknya devisa sektor pariwisata bukan saja dari
pengeluaran wisata, tetapi berasal dari beberapa transaksi sebagai berikut : • Penerima visa fee sewaktu calon wisatawan membuat visa
• Hasil penjualan tiket maskapai penerbangan. • Biaya taksi dari bandara ke hotel.
• Biaya penginapan di hotel atau penginapan lainnya. • Biaya makan dan minum selama tinggal di Indonesia, dan biaya-
biaya lainnya.
2.5. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang menggunakan Contingent Valuation Method CVM untuk valuasi sumberdaya ekowisata pernah dilakukan oleh Lee dan Mjelde di Korea
DMZ. Dari penelitian tersebut di estimasi total nilai ekowisatanya adalah sebesar 152,8 Million.
Penelitian berjudul Analisis Nilai Ekonomi TWA Pulau Weh di Kota Sabang, dilakukan oleh Iqbal pada tahun 2008. Penelitian ini menggunakan
pendekatan Travel Cost Method TCM. Dari analisis tersebut diperoleh total biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh wisatawan adalah Rp. 12.009.000,-
26
dengan rincian sebagai berikut: biaya transportasi: Rp 4.520.000,-; biaya konsumsi: Rp. 2.655.000,-; biaya Tiket Masuk: Rp. 29.000,-; biaya lain-lain Rp.
1.505.000,-, dan besarnya surplus konsumen sebesar Rp. 126.053,21 serta nilai ekonomi wisata sebesar Rp. 3.775.293.639,50,-.
Purnamasari 2004 melakukan penelitian dengan judul “Kajian Pengembangan Produk Wisata Alam berbasis Ekologi di Wilayah Wana Wisata
Curug Cilember WWCC Kabupaten Bogor”. Kriteria yang digunakan untuk menentukan produk wisata alam berbasis ekologi yang dipilih ditentukan
berdasarkan aspek sumberdaya alam, karakteristik pengunjung, dukungan stakeholder dan masyarakat serta sarana dan prasarana, dilihat dari kegiatan
menikmati produk wisata air terjun, pengobatan dengan air terjun, tracking, menikmati pemandangan alam, kamping, outbond serta pengamantan flora, fauna
dan kupu-kupu. Dari kegiatan-kegiatan menikmati produk wisata yang diidentifikasi selanjutnya dianalisis berdasarkan AHP Analytical Hierarci
Process, maka produk wisata alam berbasis ekologi dari yang tertinggi hingga terendah adalah sebagai berikut :
1. Menikmati air terjun 0,2766 2. Menikmati pemandangan alam 0,1623
3. Camping 0,1405 4. Tracking 0,1073
5. Pengobatan dengan air terjun 0,0885 6. Pengamatan flora 0,0665
7. Pengamatan kupu-kupu 0,0563 8. Pengamatan fauna lainnya 0,0525
9. Outbond 0,0380 Penelitian pengembangan ekowisata dianalisis dari daya dukung lingkungan
dilakukan oleh Bahar tahun 2004 dengan judul “Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Ekosistem Mangrove untuk Pengembangan Ekowisata di Gugus Pulau
Tanateke Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan”. Hasil penelitian menunjukkan daya dukung kawasan dari aktivitas mengamati burung 10m
2
orang, memandang alam 10m
2
orang, jalan-jalan 10m
2
orang, pemotretan 10m
2
orang dan interpretasi alama 20m
2
orang.