Ruang Lingkup Penelitian PENDAHULUAN

36

3.1.3. Nilai Pengembangan Wisata Alam

Untuk mengetahui nilai pengembangan wisata alam berkelanjutan pendekatan yang digunakan adalah Contingent Valuation Method CVM. Menurut Fauzi 2006, pendekatan Contingent Valuation Method CVM pertama kali diperkenalkan oleh Davis 1963 dalam penelitian mengenai perilaku perburuan di Miami. Pendekatan ini baru populer sekitar pertengahan 1970-an ketika Pemerintah Amerika Serikat mengadopsi pendekatan ini untuk studi-studi sumberdaya alam. Pendekatan ini disebut contingent tergantung karena pada praktiknya informasi yang diperoleh sangat tergantung pada hipotesis yang dibangun, misalnya seberapa besar biaya yang harus ditanggung, bagaimana pembayarannya, dan sebagainya. Pendekatan ini secara teknis dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan teknik eksperimental melalui simulasi dan permainan. Kedua, dengan teknik survei. Pendekatan CVM sering digunakan untuk mengukur nilai pasif nilai non pemanfaatan sumberdaya alam atau sering juga dikenal dengan nilai keberadaan. CVM pada hakikatnya bertujuan untuk mengetahui keinginan membayar willingness to pay masyarakat, misalnya terhadap perbaikan kualitas lingkungan dan keingingan untuk menerima willingness to accept kerusakan suatu lingkungan. Karena teknik ini didasarkan pada asumsi mendasar mengenai hak kepemilikan, jika individu yang ditanya tidak memiliki hak atas barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam, pengukuran yang relevan adalah keinginan membayar yang maksimum untuk memperoleh barang tersebut. Sebaliknya, jika individu yang kita tanya memiliki hak atas sumberdaya, pengukuran yang relevan adalah keinginan untuk menerima kompensasi yang paling minimum atas hilang atau rusaknya sumberdaya yang dia miliki. Di dalam tahap operasional penerapan pendekatan CVM terdapat 5 tahap kegiatan, yaitu : 1. Membuat hipotesis pasar Pada awal proses kegiatan CVM, seorang peneliti biasanya harus terlebih dahulu membuat hipotesis pasar terhadap sumberdaya yang akan dievaluasi. Misalnya, pemerintah ingin memperbaiki kondisi pantai yang sudah tercemar. Dalam hal ini kita bisa membuat kuisioner yang berisi informasi lengkap 37 mengenai bagaimana kondisi pantai yang bagus misalnya dengan menunjukkan foto pantai yang tercemar dan yang tidak tercemar, bagaimana pemerintah akan memperoleh dana apakah dengan pajak, pembayaran langsung dan sebagainya. Kuisioner ini bisa terlebih dahulu diuji pada kelompok kecil untuk mengetahui reaksi atas proyek yang akan dilakukan sebelum proyek tersebut betul-betul dilaksanakan. 2. Mendapatkan nilai lelang bids Tahap berikutnya adalah memperoleh nilai lelang. Ini dilakukan dengan melakukan survei, baik melalui survei langsung dengan kuisioner, wawancara melalui telepon, maupun melalui surat. Dari ketiga cara tersebut survei langsung akan memperoleh hasil yang lebih baik. Tujuan dari survei ini adalah untuk memperoleh nilai maksimum keinginan untuk membayar WTP dari responden terhadap suatu proyek. Nilai lelang ini bisa dilakukan dengan teknik : • Permainan lelang bidding games Responden diberikan pertanyaan secara berulang-ulang tentang apakah mereka ingin membayar sejumlah tertentu. Nilai ini kemudian bisa dinaikkan atau diturunkan tergantung respons atau pertanyaan sebelumnya. Pertanyaan dihentikan sampai nilai yang tetap diperoleh. • Pertanyaan terbuka Responden diberikan kebebasan untuk menyatakan nilai rupiah yang ingin dibayar untuk suatu proyek perbaikan lingkungan. • Payment cards Nilai lelang dengan teknik ini diperoleh dengan cara menanyakan apakah responden mau membayar pada kisaran nilai tertentu dari nilai yang sudah ditentukan sebelumnya. Nilai ini ditunjukkan kepada responden melalui kartu. • Model referendum atau discrate choice Responden diberi suatu nilai rupiah, kemudian diberi pertanyaan setuju atau tidak.

Dokumen yang terkait

Penilaian Dan Pengembangan Potensi Objek Dan Daya Tarik Wisata Alam Di Taman Wisata Alam (Twa) Sibolangit

44 191 105

Karo Cultural Tourism Park (Taman Wisata Budaya Karo) Arsitektur Neo-Vernakular

6 61 105

Persepsi Masyarakat Terhadap Taman Wisata Alam (TWA) Sicikeh-cikeh (Studi Kasus Di Dusun Pancur Nauli, Desa Lae Hole II, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara)

15 176 63

Faktor-Faktor Pendukung Pengembangan Wisata Alam Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh

1 35 7

Pengaruh Pemanfaatan Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk Sebagai Sumber Belajar IPS Pada Siswa MTs N 3 Pondok Pinang Jakarta Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

0 11 186

Kelembagaan Land Temre Taman Wisata Alam Gunung Meje Dalam Kaitannya Dengan Pembangunan Wilayah Kota Manokwari Provinsi Papua Barat

3 72 157

Komunitas Kupu-Kupu Superfamili Papilionoidea (Lepidoptera) di Kawasan Hutan Wisata Alam Gunung Meja, Manokwari, Papua Barat

0 10 109

Pengembangan Taman Wisata Alam Telogo Warno Telogo Pengilon Berdasarkan Prinsip Sustainable Tourism

1 11 34

STRUKTUR, KERAGAMAN DAN ASOSIASI KOMUNITAS TUMBUHAN PEMANJAT DENGAN POPULASI ALAM MERBAU DI TAMAN WISATA ALAM GUNUNG MEJA MANOKWARI-PAPUA BARAT (Structure, Diversity and Association of Climbing Plants Communities with Merbau Population in Gunung Meja) | S

0 3 10

MODEL PENGELOLAAN LINGKUNGAN TAMAN WISATA ALAM GUNUNG MEJA MANOKWARI PAPUA BARAT (Model Environmental Management of Meja Mountain Natural Manokwari West Papua) (Model Environmental Management of Meja Mountain Natural Manokwari West Papua) | Basna | Jurnal

0 1 12