WTP Masyarakat terhadap Pengembangan Wisata Alam

110 c. Kurva Lelang WTP Kurva lelang WTP diperkirakan dengan menggunakan nilai WTP sebagai variabel dependen, di mana untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar digunakan persamaan matematis OLS, di mana variabel yang didiuga akan menjelaskan variabel respon terdiri dari 7 tujuh variabel yaitu Asal, Umur, Lama Menetap, Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Jumlah Tanggungan dan Persepsi. Berikut adalah hasil regresi dengan menggunakan software SPSS. Tabel 26. Hasil Regresi dari Kesediaan Membayar Masyarakat Terhadap Pengembangan Wisata Alam di TWA Gunung Meja Variabel Koefisien Sig VIF Tingkat Pengaruh Constant 7,378 0,0004 Pendapatan 1,001 0,000 1,686 Nyata Suku 0,134 0,220 1,435 Tidak nyata Umur 0,008 0,970 1,230 Tidak nyata Pendidikan 0,112 0,458 1,410 Tidak nyata Jumlah Keluarga 0,029 0,807 1,324 Tidak nyata Pekerjaan 0,010 0,917 1,630 Tidak nyata Lama Menetap 0,129 0,016 1,662 Nyata Persepsi Keindahan dan keanekaragaman Hayati 0,004 0,969 1,652 Tidak nyata Persepsi Situs Bersejarah 0,135 0,251 1,105 Tidak nyata Persepsi Manfaat Ekonomi 0,098 0,318 1,148 Tidak nyata R 2 dan Adj R 2 48,3 dan 43,5 F hitung 10,166 sig 0,000 Durbin Watson 1,804 : du n=120, k=3 : 1,7536 Sumber : Data Olahan 2011 Keterangan : Tingkat Kepercayaan 99 ; Tingkat Kepercayaan 95 Berdasarkan hasil analisis regresi linear lampiran 3 dengan melakukan pengujian melalui metode enter diketahui bahwa nilai R Square R 2 sebesar 0,483 dan adjusted R 2 sebesar 0,435 yang berarti bahwa 48,3 persen keragaman dapat dijelaskan oleh model, sedangkan sisanya yaitu sebesar 51,7 persen dijelaskan oleh variabel di luar model. Nilai F hitung sebesar 10,166 dengan nilai sig sebesar 0,000 yang menunjukkan bahwa variabel-variabel penjelas dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap kesediaan membayar WTP untuk pengembangan wisata alam. Dengan pengujian autokorelasi menggunakan uji Durbin Watson diperoleh sebesar 1,804 atau selang nilai statistik DW adalah d u DW 4-d u di mana nilai d u n=120, k =3 adalah 1,7536, yang berarti tidak ada 111 autokorelasi atau korelasi serial antara sisaan. Dengan pengujian multikolinear terlihat bahwa tidak ada korelasi antara variabel-variabel bebas, hal ini dapat dilihat dari besaran VIF masing-masing variabel yang lebih kecil dari 10. Dari hasil analisis regresi linear, maka model yang dihasilkan adalah sebagai berikut: WTP = 7,378 + 1,001Pdn + 0,134S + 0,008U + 0,112Pdk + 0,029JK + 0,010Pkr + 0,129LM + 0,004P1 + 0,135P2 + 0,098P3 Berdasarkan model yang dihasilkan dengan analisis regresi diketahui variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap kesediaan membayar adalah pendapatan pada tingkat kepercayaan 99 persen serta lama menetap pada tingkat kepercayaan 95 persen. Variabel pendapatan memiliki nilai sig sebesar 0,000 yang berarti bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap kesediaan membayar masyarakat terhadap pengembangan wisata alam pada taraf α 1 persen. Sedangkan nilai koefisien variabel ini adalah 1,001 yang berarti bahwa jika terjadi perubahan pendapatan sebesar 1 persen maka WTP akan berubah sebesar 1,001 persen. Tanda positif dari nilai elasitisitas tersebut menunjukkan hubungan positif antara tingkat pendapatan dengan WTP, di mana jika terjadi kenaikan pendapatan maka akan menyebabkan meningkatnya WTP begitu pula sebaliknya. Variabel lama menetap memiliki nilai sig sebesar 0,016 yang berarti bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap kesediaan membayar masyarakat terhadap pengembangan wisata alam pada taraf α 5 persen. Sedangkan nilai koefisien variabel ini yang bertanda positif + sebesar 0,129 yang berarti bahwa semakin lama waktu menetap seseorang akan meningkatkan WTP sebesar 0,171 persen. Variabel penjelas lainnya yang memiliki pengaruh terhadap kesediaan membayar masyarakat untuk pengembangan wisata alam adalah variabel suku, umur, pendidikan, jumlah keluarga dan pekerjaan yang memiliki nilai sig lebih besar dari taraf kepercayaan α 10 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap kesediaan membayar untuk pengembangan wisata alam di TWA Gunung Meja. Berdasarkan nilai WTP responden masyarakat terhadap pengembangan wisata alam TWA Gunung Meja, didapatkan kurva seperti berikut. 112 Responden orang Gambar 16. Kurva WTP Responden Masyarakat terhadap Pengembangan Wisata Alam TWA Gunung Meja Dari kurva di atas terlihat bahwa jumlah responden masyarakat yang bersedia membayar untuk pengembangan wisata alam cenderung semakin sedikit seiring dengan peningkatan nilai WTP.

6.3.3. Total Nilai Pengembangan Wisata Alam

Total nilai pengembangan wisata alam merupakan penjumlahan dari kesediaan membayar wisatawan dan masyarakat terhadap pengembangan wisata alam dimana total kesediaan membayar wisatawan adalah sebesar Rp. 3.733.800,- dan kesediaan membayar masyarakat adalah sebesar Rp. 268.206.575,-, sehingga total nilai pengembangan wisata alam TWA Gunung Meja adalah sebesar Rp. 271.940.375,-. Analisis ekonomi yang dilakukan berupa identifikasi pasar yaitu permintaan, penawaran dan elastisitas pemintaan terhadap kegiatan wisata alam, perhitungan nilai ekonomi wisata alam untuk waktu sekarang dan nilai pengembangan wisata alam untuk waktu yang akan datang atau nilai potensial dari TWA Gunung Meja. Dari hasil analisis tersebut disimpulkan bahwa TWA Gunung Meja menawarkan estetika, keanekaragaman hayati dan non hayati serta didukung dengan kemudahan aksesibilitas dan ketersediaan akomodasi. Dari sisi permintaan, masing-masing tujuan utama kunjungan ke TWA Gunung Meja elastis terhadap perubahan biaya perjalanan, dengan tingkat elastis tertinggi adalah kegiatan menikmati panoramaphoto hunting dan tingkat elastis terendah 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 1 2 4 13 18 29 WTP rupiahorang 113 adalah Hiking. Nilai ekonomi wisata alam saat ini sebesar yaitu sebesar Rp. 592.154.197,- per tahun, dan nilai pengembangan wisata alam yaitu nilai atau sejumlah uang yang siap disumbangkan atau dibayarkan oleh wisatawan dan masyarakat untuk pengembangan wisata alam sebesar Rp. 271.940.375,-. Selain itu, dari hasil perhitungan surplus konsumen diperoleh rata-rata surplus konsumen atau wisatawan adalah sebesar Rp. 5.546,27,-, lebih besar dari besarnya WTP wisatawan untuk pembayaran tiket yaitu sebesar Rp. 2.468,09,-.

VII. ANALISIS WISATA ALAM BERKELANJUTAN TWA GUNUNG MEJA

7.1. Kendala dalam Pengelolaan TWA Gunung Meja sebagai Objek Wisata Alam

Ada beberapa permasalah yang terjadi terkait dengan pengelolaan terhadap TWA Gunung Meja sehingga kawasan tersebut belum berkembang sebagai objek wisata di Kota Manokwari yang menarik untuk dikunjungi, antara lain adanya interaksi masyarakat di dalam kawasan yang mengancam keberadaan TWA Gunung Meja, adanya kegiatan pembuangan sampah dalam kawasan oleh masyarakat kota bahkan oleh aparat dari Dinas Kebersihan, tidak tesedianya fasilitas umum dan penunjang dalam kawasan serta kurang adanya pemeliharaan terhadap situs bersejarah, jalan dalam kawasan serta Pusat Informasi.

7.1.1. Interaksi Masyarakat dalam kawasan

Bentuk-bentuk interaksi yang terjadi di dalam dan di sekitar TWA Gunung Meja yang mengancam keberadaan kawasan ini, antara lain perladangankebun masyarakat, pengambilan kayu bakar, pengambilan hasil hutan kayu dan non kayu, pengambilan tanah top soil dan pengambilan batu-batu karang.

1. Perladangan atau Kebun Masyarakat

Perladangan atau kebun masyarakat yang terdapat di sekitar dan di dalam kawasan terdiri dari ladangkebun yang letaknya jauh dari pemukiman dan kebun pekarangan. Ladangkebun yang letaknya jauh dari pemukiman pada umumnya diusahakan oleh peladang urban yang tinggal di luar kawasan dan daerah penyangga, yaitu masyarakat Anggori, dan Susweni. Lahan yang digunakan adalah tanah yang dipakai dengan sistem sewa kepada pemilik hak ulayat dan merupakan hak guna yang diberikan karena hubungan kekeluargaan. Pola perladangan ini adalah dengan sistem ladang berpindah. Sedangkan perladangan lainnya adalah kebun pekarangan, yaitu lahan pekarangan rumah masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan yang ditanami dengan jenis tanaman semusim dan jenis tanaman buah-buahan, terutama masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan berbatasan langsung dengan batas kawasan. 116 Pola pembukaan lahan atau kebun masyarakat secara umum mempunyai beberapa tahapan, sebagai berikut : • Pembersihan lantai hutan, yaitu menebas semak belukar, menebang pohon-pohon tingkat pancang dan tiang. • Menebang pohon-pohon besar yang ada di dalam hutan, kemudian lahan tersebut dibiarkan beberapa waktu tertentu agar bekas ranting pohon dan semak belukar menjadi kering. Ranting pohon dan semak belukar yang ada dikumpulkan pada suatu tempat. • Pembakaran dilakukan setelah ranting-ranting pohon dan semak belukar yang ada sudah kering dan kemudian hasil pembakaran abu dibiarkan agar terdekomposisi dengan tanah yang ada. • Setelah itu dilakukan penanaman sesuai jenis tanaman yang akan diusahakan. • Setelah tanaman dipanen, maka mereka akan berpindah ke lokasi lahan yang baru sekitar pinggiran pal batas kawasan atau masuk ke dalam kawasan TWA Gunung Meja. Kebun pekarangan pada umumnya dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di pinggiran dan dalam kawasan, terutama pada wilayah pemukiman masyarakat sekitar Kampung Ayambori, Brawijaya, Kampung Ambon Atas, Manggoapi dan Fanindi. Lahan pekarangan setelah ditanami, maka penanaman berikutnya akan terus meluas masuk ke dalam kawasan. Berdasarkan hasil laporan Potret Gunung Meja 2004, ada 33 KK yang teridentifikasi membuka kebunpekarangan di dalam kawasan TWA Gunung meja dengan jenis tanaman pertanian yaitu sayur-sayuran dan ubi- ubian, 10 KK yang menanam jenis tanaman holtikultura seperti kakao, kopi, kelapa dan cengkeh sedangkan untuk buah-buahan adalah langsat, durian, rambutan, mangga, alpokat, nangka dan pisang teridentifikasi sebanyak 30 KK. Adapun jumlah produksi untuk hasil pertanian adalah sebanyak 0,813 tonKKtahun dengan harga pasar diasumsikan seragam untuk hasil pertanian yaitu Rp. 5.000,- kg atau Rp. 5.000.000,-ton. Untuk hasil kebun masyarakat adalah sebanyak 0,46 tonKKtahun dengan harga pasar diasumsikan seragam untuk seluruh hasil kebun yaitu Rp. 8.000,-kg

Dokumen yang terkait

Penilaian Dan Pengembangan Potensi Objek Dan Daya Tarik Wisata Alam Di Taman Wisata Alam (Twa) Sibolangit

44 191 105

Karo Cultural Tourism Park (Taman Wisata Budaya Karo) Arsitektur Neo-Vernakular

6 61 105

Persepsi Masyarakat Terhadap Taman Wisata Alam (TWA) Sicikeh-cikeh (Studi Kasus Di Dusun Pancur Nauli, Desa Lae Hole II, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara)

15 176 63

Faktor-Faktor Pendukung Pengembangan Wisata Alam Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh

1 35 7

Pengaruh Pemanfaatan Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk Sebagai Sumber Belajar IPS Pada Siswa MTs N 3 Pondok Pinang Jakarta Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

0 11 186

Kelembagaan Land Temre Taman Wisata Alam Gunung Meje Dalam Kaitannya Dengan Pembangunan Wilayah Kota Manokwari Provinsi Papua Barat

3 72 157

Komunitas Kupu-Kupu Superfamili Papilionoidea (Lepidoptera) di Kawasan Hutan Wisata Alam Gunung Meja, Manokwari, Papua Barat

0 10 109

Pengembangan Taman Wisata Alam Telogo Warno Telogo Pengilon Berdasarkan Prinsip Sustainable Tourism

1 11 34

STRUKTUR, KERAGAMAN DAN ASOSIASI KOMUNITAS TUMBUHAN PEMANJAT DENGAN POPULASI ALAM MERBAU DI TAMAN WISATA ALAM GUNUNG MEJA MANOKWARI-PAPUA BARAT (Structure, Diversity and Association of Climbing Plants Communities with Merbau Population in Gunung Meja) | S

0 3 10

MODEL PENGELOLAAN LINGKUNGAN TAMAN WISATA ALAM GUNUNG MEJA MANOKWARI PAPUA BARAT (Model Environmental Management of Meja Mountain Natural Manokwari West Papua) (Model Environmental Management of Meja Mountain Natural Manokwari West Papua) | Basna | Jurnal

0 1 12