35
b. Manfaat Ekonomi
Menurut Tisdell 1996, Salah satu tujuan untuk pengembangan potensi ekowisata adalah karena memberikan manfaat ekonomi terhadap pendapatan dan
tenaga kerja yang melindungi alam. Beberapa manfaat sosial-ekonomi dari pengembangan ekowisata, antara lain :
• Menciptakan lapangan kerja langsung dalam pariwisata dan pengelolaan aset wisata;
• Meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal dari aktivitas ekowisata seperti hotel, restoran, penjualan souvenir, agen perjalanan dan sebagainya;
• Membantu memperoleh valuta asing dari para wisatawan asing; • Mengembangkan sistem transportasi dan komunikasi, seperti bandara dan
infrastruktur transportasi lainnya; • Meningkatkan permintaan terhadap produk lokal;
• Sebagai sarana pendukung untuk melindungi budaya lokal; • Sebagai fasilitasi untuk belajar antar budaya dan komunikasi global.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya kekuatan dampak ekonomi, antara lain:
1. Kondisi fasilitas utama dan atraksinya; 2. Volume intensitas pengeluaran;
3. Tingkat pembangunan ekonomi pada suatu daerah tujuan wisata; 4. Ukuran economic base suatu daerah tujuan wisata;
5. Tingkat perputaran kembali dari pengeluaran wisatawan pada daerah tujuan wisata;
6. Tingkat penyesuaian daerah tujuan wisata terhadap permintaan wisatawan yang musiman.
Ada 3 tiga dampak ekonomi dari kegiatan wisata yaitu dampak langsung, dampak tidak langsung dan dampak induced. Dampak ekonomi langsung
diperoleh dari aliran pengeluaran wisatawan untuk perekonomian lokal penyediaan produk jasa pada “front-line” bisnis, sedangkan dampak tidak
langsung merupakan manfaat lanjutan dari penerima dampak langsung.
36
3.1.3. Nilai Pengembangan Wisata Alam
Untuk mengetahui nilai pengembangan wisata alam berkelanjutan pendekatan yang digunakan adalah Contingent Valuation Method CVM.
Menurut Fauzi 2006, pendekatan Contingent Valuation Method CVM pertama kali diperkenalkan oleh Davis 1963 dalam penelitian mengenai perilaku
perburuan di Miami. Pendekatan ini baru populer sekitar pertengahan 1970-an ketika Pemerintah Amerika Serikat mengadopsi pendekatan ini untuk studi-studi
sumberdaya alam. Pendekatan ini disebut contingent tergantung karena pada praktiknya informasi yang diperoleh sangat tergantung pada hipotesis yang
dibangun, misalnya seberapa besar biaya yang harus ditanggung, bagaimana pembayarannya, dan sebagainya. Pendekatan ini secara teknis dapat dilakukan
dengan dua cara. Pertama, dengan teknik eksperimental melalui simulasi dan permainan. Kedua, dengan teknik survei.
Pendekatan CVM sering digunakan untuk mengukur nilai pasif nilai non pemanfaatan sumberdaya alam atau sering juga dikenal dengan nilai keberadaan.
CVM pada hakikatnya bertujuan untuk mengetahui keinginan membayar willingness to pay masyarakat, misalnya terhadap perbaikan kualitas lingkungan
dan keingingan untuk menerima willingness to accept kerusakan suatu lingkungan. Karena teknik ini didasarkan pada asumsi mendasar mengenai hak
kepemilikan, jika individu yang ditanya tidak memiliki hak atas barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam, pengukuran yang relevan adalah keinginan
membayar yang maksimum untuk memperoleh barang tersebut. Sebaliknya, jika individu yang kita tanya memiliki hak atas sumberdaya, pengukuran yang relevan
adalah keinginan untuk menerima kompensasi yang paling minimum atas hilang atau rusaknya sumberdaya yang dia miliki.
Di dalam tahap operasional penerapan pendekatan CVM terdapat 5 tahap kegiatan, yaitu :
1. Membuat hipotesis pasar Pada awal proses kegiatan CVM, seorang peneliti biasanya harus terlebih
dahulu membuat hipotesis pasar terhadap sumberdaya yang akan dievaluasi. Misalnya, pemerintah ingin memperbaiki kondisi pantai yang sudah tercemar.
Dalam hal ini kita bisa membuat kuisioner yang berisi informasi lengkap