116
Pola pembukaan lahan atau kebun masyarakat secara umum mempunyai beberapa tahapan, sebagai berikut :
• Pembersihan lantai hutan, yaitu menebas semak belukar, menebang pohon-pohon tingkat pancang dan tiang.
• Menebang pohon-pohon besar yang ada di dalam hutan, kemudian lahan tersebut dibiarkan beberapa waktu tertentu agar bekas ranting
pohon dan semak belukar menjadi kering. Ranting pohon dan semak belukar yang ada dikumpulkan pada suatu tempat.
• Pembakaran dilakukan setelah ranting-ranting pohon dan semak belukar yang ada sudah kering dan kemudian hasil pembakaran abu dibiarkan
agar terdekomposisi dengan tanah yang ada. • Setelah itu dilakukan penanaman sesuai jenis tanaman yang akan
diusahakan. • Setelah tanaman dipanen, maka mereka akan berpindah ke lokasi lahan
yang baru sekitar pinggiran pal batas kawasan atau masuk ke dalam kawasan TWA Gunung Meja.
Kebun pekarangan pada umumnya dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di pinggiran dan dalam kawasan, terutama pada wilayah pemukiman
masyarakat sekitar Kampung Ayambori, Brawijaya, Kampung Ambon Atas, Manggoapi dan Fanindi. Lahan pekarangan setelah ditanami, maka
penanaman berikutnya akan terus meluas masuk ke dalam kawasan. Berdasarkan hasil laporan Potret Gunung Meja 2004, ada 33 KK
yang teridentifikasi membuka kebunpekarangan di dalam kawasan TWA Gunung meja dengan jenis tanaman pertanian yaitu sayur-sayuran dan ubi-
ubian, 10 KK yang menanam jenis tanaman holtikultura seperti kakao, kopi, kelapa dan cengkeh sedangkan untuk buah-buahan adalah langsat,
durian, rambutan, mangga, alpokat, nangka dan pisang teridentifikasi sebanyak 30 KK. Adapun jumlah produksi untuk hasil pertanian adalah
sebanyak 0,813 tonKKtahun dengan harga pasar diasumsikan seragam untuk hasil pertanian yaitu Rp. 5.000,- kg atau Rp. 5.000.000,-ton. Untuk
hasil kebun masyarakat adalah sebanyak 0,46 tonKKtahun dengan harga pasar diasumsikan seragam untuk seluruh hasil kebun yaitu Rp. 8.000,-kg
117
atau Rp. 8.000.000,-ton. Untuk hasil buahan dalam kebun masyarakat, jumlah produksinya adalah sebanyak 0,55 tonKKtahun dengan harga pasar
diasumsikan seragam yaitu Rp. 5.000,-kg atau Rp. 5.000.000,-ton.
2. Pengambilan Kayu untuk Kayu bakar, Kayu Bangunan dan non bangunan
Kawasan TWA Gunung Meja selain dimanfaatkan sebagai lahan perladangan atau kebun, kawasan ini juga merupakan sumber bahan baku
kau terutama untuk kayu bakar rumah tangga dan dijual serta untuk keperluan pagar kebun. Kayu yang biasanya diambil oleh masyarakat adalah
kayu-kayu besar yang sudah kering, terutama jenis pohon jati, Eucalyptus dan matoa. Cara pengambilan kayu adalah sebagai berikut :
• Pembakaran pangkal pohon-pohon besar yang ada dalam kawasan hutan, petak tanaman atau di sepanjang ruas jalan yang ada di dalam
dan sekitar kawasan. • Pohon tersebut dibiarkan sampai kering untuk jangka waktu tertentu,
jika penyinaran baik panas matahari terus-menerus pohon ini akan kering antara 2-3 minggu.
• Penebangan dilakukan menggunakan kapak atau chain-saw, kemudian kayu dibelah menjadi beberapa bagian kecil dan atau juga dipotong-
potong pendek dalam bentuk log yang ditumpuk di pinggir jalan. • Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan kendaraan roda empat
pada malam hari atau saat menjelang malam di bawa ke rumah masyarakat atau langsung kepada pembeli. Selain itu, pengambilan
pohon yang berdiameter 10 cm untuk pembuatan pagar kebun, penyokong tanaman sayur-sayuran di kebun, kayu bakar dan pembuatan
kerangka bangunan pondok atau gubuk. Berdasarkan hasil laporan dari Potret TWA Gunung Meja 2004, pada
umumnya pengambilan kayu digunakan untuk kayu bakar, kayu bangunan dan non bangunan. Untuk kayu bakar, jumlah yang diambil dari TWA
Gunung Meja adalah kurang lebih 223 m
3
per tahun dengan harga pasar adalah Rp. 30.000,- per m
3
dan teridentifikasi sebanyak 27 KK yang memanfaatkan hasil hutan sebagai kayu bakar. Untuk kayu bangunan,
118
jumlah yang diambil dari TWA Gunung Meja adalah kurang lebih 13 m
3
per tahun dengan harga pasar adalah Rp. 500.000,- per m
3
dan teridentifikasi sebanyak 23 KK yang memanfaatkan hasil hutan sebagai kayu bangunan.
Sedangkan untuk kayu non bangunan, jumlah yang diambil dari TWA Gunung Meja adalah kurang lebih 33 m
3
per tahun dengan harga pasar adalah Rp. 200.000,- per m
3
dan teridentifikasi sebanyak 11 KK yang memanfaatkan hasil hutan sebagai kayu non bangunan.
3. Pengambilan Top Soil dan Batu Karang
Pengambilan top soil dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk digunakan sebagai media tanaman hias dan tanaman
pekarangan.Pengambilan tanah top soil dilakukan pada wilayah barat kawasan Pal Batas TWA Nomor 13-25 dekat Perumahan Dosen dan
Asrama Mahasiswa UNIPA dan juga sepanjang jalan Anggori-Aipiri. Tanah yang diambil menggunakan karung-karung plastik dengan berat tanah sekali
pengambilan adalah 5-6 karung atau lebih kurang 150-200 Kg. Sedangkan pengambilan batu karang dalam kawasan dilakukan di sepanjang jalan yang
membelah kawasan dari arah barat asrama Mahasiswa UNIPA sampai kea rah timur dekat Tugu Jepang dengan jumlah satu tumpukan kurang lebih 3
M³. Batu-batu tersebut ditumpuk sepanjang sisi kiri-kanan jalan dan kemudian akan diangkut oleh pengumpul batu liar menggunakan kendaraan
roda empat ke rumah atau dijual. Pengambilan top soil di TWA Gunung Meja diperkirakan mencapai
kurang lebih 120 karungtahun dengan harga pasar Rp. 50.000,-karung yang dimanfaatkan oleh 15 KK, sementara pengambilan batu karang kurang
lebih sebanyak
100 tumpukan
dengan harga
pasar adalah
Rp. 100.000,-tumpukan yang dimanfaatkan oleh 5 KK . Berdasarkan perhitungan manfaat ekonomi dari interaksi atau pemanfaatan
hasil alam di TWA Gunung Meja berupa hasil kebun, hasil hutan seperti kayu bakar, kayu bangunan dan non bangunan serta pemanfaatan top soil dan batu
karang, maka total manfaatnya secara lengkap disajikan pada tabel berikut.
119
Tabel 27. Manfaat Ekonomi dari Pemanfaatan Hasil Alam di TWA Gunung Meja
Hasil Interaksi Produksi
KKTahun Harga
satuan Jumlah KK
Pemanfaat Total
Penerimaan 1. PerladanganKebun
Masyarakat
• Pertanian : Tanaman Sayuran
dan Ubi-ubian. • Tanaman
Holtikultura : Kakao, Kopi,
Kelapa dan Cengkeh.
• Buah-buahan : Langsat, Durian,
Rambutan, mangga, Alpokat,
Nangka dan Pisang
0,813 ton 0,46 ton
0,55 ton Rp. 5.000.000,-
Rp. 8.000.000,-
Rp. 5.000.000,- 33
10
30 Rp. 30.195.000,-
Rp. 36.800.000,-
Rp. 82.500.000,-
2. Pengambilan Kayu
• Kayu Bakar • Kayu Bangunan
• Kayu Non Bangunan
223 m
3
13 m
3
33 m
3
Rp. 30.000,- Rp. 500.000,-
Rp. 200.000,- 27
23 11
Rp. 180.630.000,- Rp. 149.500.000,-
Rp. 72.600.000,-
3. Top Soil dan Batu Karang
• Top Soil • Batu Karang
120 karung 100
Tumpukan Rp. 50.000,-
Rp. 100.000,- 15
5 Rp. 90.000.000,-
Rp. 50.000.000,-
Total Rp. 692.225.000,-
Sumber : Potret TWA Gunung Meja 2004
Berdasarkan tabel 26 terlihat bahwa total pemanfaatan hasil alam TWA Gunung Meja dari hasil kebunladang oleh masyarakat berupa pertanian, tanaman
holtikultura dan buah-buahan, pengambilan kayu berupa kayu bakar, kayu bangunan dan non bangunan, serta pengambilan top soil dan batu karang sebesar
Rp. 692.225.000,- per tahun. Pemanfaatan hasil alam di TWA Gunung Meja tersebut merupakan suatu
pelanggaran mengingat Gunung Meja merupakan kawasan lindung, sehingga kegiatan pemanfaatan dalam kawasan dianggap suatu kegiatan ilegal.
Pemanfaatan hasil alam oleh masyarakat masih terus berlangsung di dalam kawasan karena tekanan ekonomi, karena tidak ada alternatif kegiatan ekonomi
lainnya dimana kegiatan wisata di TWA Gunung Meja saat ini belum mampu