Pengambilan Top Soil dan Batu Karang

122 tidak dimanfaatkan. Hal ini menunjukkan tidak adanya perhatian dari pemerintah untuk melakukan fungsinya sebagai pihak yang harus menjaga kawasan dan memberikan pelayanan terhadap para pengunjung.

7.2. Wisata Alam Berkelanjutan di TWA Gunung Meja

Wisata alam berkelanjutan yang dikembangkan di kawasan konservasi adalah kegiatan wisata yang dikembangkan bertujuan untuk menyediakan alternatif ekonomi secara berkelanjutan bagi masyarakat di kawasan yang dilindungi, sesuai dengan kearifan lokal masyarakat serta berkontribusi pada konservasi dengan meningkatkan kepedulian dan dukungan terhadap perlindungan bentang lahan yang memiliki nilai biologis, ekologis dan nilai sejarah yang tinggi.

7.2.1. Analisis Ekonomi

Berdasarkan identifikasi pasar ekowisata, TWA Gunung Meja menawarkan keindahan, potensi hayati dan non hayati serta didukung oleh aksesibilitas dan akomodasi yang mudah. Selain itu kegiatan wisata alam yang menarik dilakukan dan dapat dikembangkan di kawasan ini adalah hiking, camping, caving, photo hunting, penelitianpendidikan, pengamatan flora dan fauna serta kunjungan ke situs bersejarah. Analisis ekonomi yang dilakukan berupa analisis pasar, perhitungan nilai ekonomi wisata alam dan nilai pengembangan wisata alam, maka diperoleh nilai ekonomi wisata alam TWA Gunung Meja saat ini adalah sebesar Rp. 592.154.197,- per tahun dan nilai pengembangan wisata alam TWA Gunung Meja adalah Rp. 271.940.375,- yaitu besarnya nilai atau sejumlah uang yang bersedia dibayarkan oleh wisatawan dan masyarakat untuk membiayai pengembangan wisata alam ke depan. Sedangkan nilai bukan wisata yaitu dari pemanfaatan hasil alam dalam kawasan TWA Gunung Meja adalah sebesar Rp. 692.225.000,- per tahun. Terlihat bahwa nilai ekonomi non wisata masih lebih besar dari nilai ekonomi wisata di TWA Gunung Meja, meskipun pemanfaatan hasil alam tersebut bersifat ilegal karena TWA Gunung Meja merupakan kawasan konservasi yang dilindungi, namun karena desakan ekonomi dari masyarakat sekitar kawasan menyebabkan kegiatan tersebut masih terus berlangsung. Hal ini menunjukkan 123 bahwa manfaat dari kegiatan wisata belum mampu menjadi alternatif ekonomi bagi masyarakat sekitar kawasan, sehingga masyarakat masih memilih untuk memanfaatkan hasil alam. Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya upaya yang serius dari stakeholder untuk mengembangkan TWA Gunung Meja sebagai kawasan wisata alam berkelanjutan yang nantinya akan memberikan manfaat yang jauh lebih besar dibanding dengan pemanfaatan hasil alam dalam kawasan lindung, sehingga dapat menekan interaksi atau pelanggaran dalam kawasan. Pengembangan wisata alam ke depan untuk kawasan ini pada akhirnya akan menjadi alternatif utama dalam membantu perekonomian masyarakat di sekitar kawasan, karena dengan adanya kegiatan wisata alam yang berkembang di kawasan ini akan meningkatkan penerimaan masyarakat melalui pengeluaran wisatawan yang pada akhirnya juga akan memberikan multiplier effect bagi pelaku usaha lainnya, termasuk memberikan kontribusi bagi penerimaan daerah. Selain itu juga terlihat bahwa masyarakat sangat mendukung program tersebut dan bersedia menyumbangkan sejumlah uang bagi pengembangan wisata alam.

7.2.2. Analisis Sosial a. Kearifan Lokal Masyarakat

Kawasan Gunung Meja berdasarkan filosofi budaya masyarakat Arfak, yaitu kelompok Suku Hatam dan Suku Sough yang bermukim di sekitar kawasan, memandang Hutan Gunung Meja sebagai AYAMFOS yang artinya Dapur Hidup. Ayamfos yang berarti Hutan Gunung Meja baik berupa tanah, air dan hutan yang terkandung dalam kawasan adalah sumber penghidupan masyarakat yang perlu dijaga, dilindungi dan dimanfaatkan secara baik oleh masyarakat dalam kehidupannya. Hutan Gunung Meja “AYAMFOS” berfungsi sebagai tempat berkebun, sumber protein nabati dan hewani dalam pemenuhan kehidupan masyarakat sehari-hari, sumber air bersih bagi kehidupan masyarakat, tempat melakukan usaha-usaha ekonomi pertanian dan juga situs budaya “tanah larangantempat pamali” bagi masyarakat. Masyarakat yang bermukim di wilayah pemukiman Ayambori dan Fanindi sudah sangat paham dan sadar akan pentingnya Hutan Gunung Meja sebagai sumber mata air bagi kehidupannya. Berdasarkan filosofi budaya pada sumber

Dokumen yang terkait

Penilaian Dan Pengembangan Potensi Objek Dan Daya Tarik Wisata Alam Di Taman Wisata Alam (Twa) Sibolangit

44 191 105

Karo Cultural Tourism Park (Taman Wisata Budaya Karo) Arsitektur Neo-Vernakular

6 61 105

Persepsi Masyarakat Terhadap Taman Wisata Alam (TWA) Sicikeh-cikeh (Studi Kasus Di Dusun Pancur Nauli, Desa Lae Hole II, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara)

15 176 63

Faktor-Faktor Pendukung Pengembangan Wisata Alam Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh

1 35 7

Pengaruh Pemanfaatan Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk Sebagai Sumber Belajar IPS Pada Siswa MTs N 3 Pondok Pinang Jakarta Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

0 11 186

Kelembagaan Land Temre Taman Wisata Alam Gunung Meje Dalam Kaitannya Dengan Pembangunan Wilayah Kota Manokwari Provinsi Papua Barat

3 72 157

Komunitas Kupu-Kupu Superfamili Papilionoidea (Lepidoptera) di Kawasan Hutan Wisata Alam Gunung Meja, Manokwari, Papua Barat

0 10 109

Pengembangan Taman Wisata Alam Telogo Warno Telogo Pengilon Berdasarkan Prinsip Sustainable Tourism

1 11 34

STRUKTUR, KERAGAMAN DAN ASOSIASI KOMUNITAS TUMBUHAN PEMANJAT DENGAN POPULASI ALAM MERBAU DI TAMAN WISATA ALAM GUNUNG MEJA MANOKWARI-PAPUA BARAT (Structure, Diversity and Association of Climbing Plants Communities with Merbau Population in Gunung Meja) | S

0 3 10

MODEL PENGELOLAAN LINGKUNGAN TAMAN WISATA ALAM GUNUNG MEJA MANOKWARI PAPUA BARAT (Model Environmental Management of Meja Mountain Natural Manokwari West Papua) (Model Environmental Management of Meja Mountain Natural Manokwari West Papua) | Basna | Jurnal

0 1 12