143
Lampiran 1 Hasil Regresi Linear dengan Metode Enter terhadap Jumlah Kunjungan
Variables EnteredRemoved
b
Model Variables
Entered Variables
Removed Method
1 Persepsi3,
Status, Pendidikan,
Jarak, Pekerjaan,
BiayaPerjalanan, Persepsi2,
Persepsi1, Pendapatan,
Umur
a
. Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: kunjungan
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .802
a
.643 .544
.26340 1.716
a. Predictors: Constant, Persepsi3, Status, Pendidikan, Jarak, Pekerjaan, BiayaPerjalanan, Persepsi2, Persepsi1, Pendapatan, Umur
b. Dependent Variable: kunjungan
144
ANOVA
b
Model Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
1 Regression
4.508 10
.451 6.497
.000
a
Residual 2.498
36 .069
Total 7.006
46 a. Predictors: Constant, Persepsi3, Status, Pendidikan, Jarak, Pekerjaan, BiayaPerjalanan,
Persepsi2, Persepsi1, Pendapatan, Umur b. Dependent Variable: kunjungan
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. Collinearity
Statistics B
Std. Error Beta
Tolerance VIF
1 Constant
2.773 2.641
1.050 .301
BiayaPerjalanan -.231
.082 -.344
-2.808 .008
.659 1.516
Jarak -.314
.110 -.334
-2.859 .007
.725 1.380
Pendapatan .423
.162 .334
2.618 .013
.610 1.639
Umur .007
.087 .011
.085 .933
.550 1.817
Pekerjaan .142
.125 .123
1.140 .262
.854 1.171
Pendidikan .118
.144 .105
.821 .417
.609 1.641
Status .082
.130 .069
.627 .535
.808 1.238
Persepsi1 .160
.127 .156
1.266 .214
.653 1.532
Persepsi2 .196
.127 .181
1.547 .131
.727 1.376
Persepsi3 .036
.075 .061
.472 .640
.595 1.681
a. Dependent Variable: kunjungan
145
Lampiran 2. Hasil Regresi Linear dengan Metode Enter Untuk Kesediaan Membayar
WTP Wisatawan
Variables EnteredRemoved
b
Model Variables
Entered Variables
Removed Method
1 Persepsi3,
Pendapatan, Jarak,
Pekerjaan, Persepsi2,
Umur, Pendidikan,
Status, Persepsi1
a
. Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: WTP
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .727
a
.529 .414
.51020 2.037
a. Predictors: Constant, Persepsi3, Pendapatan, Jarak, Pekerjaan, Persepsi2, Umur, Pendidikan, Status, Persepsi1
b. Dependent Variable: WTP
146
ANOVA
b
Model Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
1 Regression
10.801 9
1.200 4.610
.000
a
Residual 9.631
37 .260
Total 20.432
46 a. Predictors: Constant, Persepsi3, Pendapatan, Jarak, Pekerjaan, Persepsi2, Umur,
Pendidikan, Status, Persepsi1 b. Dependent Variable: WTP
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error
Beta Tolerance
VIF 1
Constant 8.887
3.746 2.373
.023 Jarak
-.091 .203
-.057 -.449
.656 .793
1.261 Pendapatan
1.029 .256
.648 4.013
.000 .488
2.048 Umur
.320 .161
.288 1.993
.054 .608
1.644 Pekerjaan
.173 .244
.087 .707
.484 .838
1.193 Pendidikan
.121 .267
.063 .454
.652 .664
1.506 Status
.402 .281
.200 1.432
.160 .652
1.534 Persepsi1
.055 .262
.031 .209
.835 .571
1.751 Persepsi2
.213 .240
.115 .887
.381 .758
1.319 Persepsi3
.142 .135
.142 1.050
.300 .695
1.439 a. Dependent Variable: WTP
147
Lampiran 3. Hasil Regresi Linear dengan Metode Enter Untuk Kesediaan Membayar
WTP Masyarakat
Variables EnteredRemoved
b
Model Variables
Entered Variables
Removed Method
1 PersEk, Suku,
PersAlam, Umur, PersSitus,
Pendidikan, Pendapatan,
JumlahKeluarga, LamaMenetap,
Pekerjaan
a
. Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: WTP
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .695
a
.483 .435
.49400 1.804
a. Predictors: Constant, PersEk, Suku, PersAlam, Umur, PersSitus, Pendidikan, Pendapatan, JumlahKeluarga, LamaMenetap, Pekerjaan
b. Dependent Variable: WTP
ANOVA
b
Model Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
1 Regression
24.810 10
2.481 10.166
.000
a
Residual 26.600
109 .244
Total 51.410
119 a. Predictors: Constant, PersEk, Suku, PersAlam, Umur, PersSitus, Pendidikan, Pendapatan,
JumlahKeluarga, LamaMenetap, Pekerjaan b. Dependent Variable: WTP
148
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error
Beta Tolerance
VIF 1
Constant -4508.417
1701.022 -2.650
.012 Jarak
-301.116 222.009
-.169 -1.356
.183 .754
1.325 Pendapatan
.001 .000
.572 3.761
.001 .507
1.972 Umur
90.413 31.193
.418 2.898
.006 .563
1.777 Pekerjaan
241.664 377.529
.073 .640
.526 .892
1.121 Pendidikan
424.853 406.541
.133 1.045
.303 .727
1.376 Status
1018.760 458.261
.305 2.223
.032 .623
1.606 Persepsi1
-280.510 590.791
-.067 -.475
.638 .596
1.679 Persepsi2
787.703 555.531
.177 1.418
.165 .751
1.332 Persepsi3
106.763 319.294
.045 .334
.740 .659
1.519 a. Dependent Variable: WTP
iii
Abstract Maria Magdalena Semet
, 2012. The Economic Analysis of Sustainable Natural Tourism Taman Wisata Alam TWA Gunung Meja Manokwari West Papua.
Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI as the leader and SAHAT MH SIMANJUNTAK as member of supervisory commission.
Taman Wisata Alam TWA Gunung Meja is one of the developing tourist and conservations which is in Manokwari and it has the potency to develope to
become the natural tourism area. Now the existance of TWA Gunung Meja is in the crisis condition caused by the society interaction in the area, such as the
farming, cutting down the wood, top Soil and rocks, the garbage throw and there is no public fasility and supporting facilities. In the developing of economy
analysis can be concluded that TWA Gunung Meja offers the aestetic, various flora and Fauna, Natural Cave, and historical sites.The destiny of tourist to TWA
Gunung Meja is to entertain of natural panorama, hiking, caving, researching on flora and Fauna and the visit to the historical sites. The economic value of natural
tourism TWA Gunung Meja is IDR 592.154.197 annualy and the value of natural tourism development TWA Gunung Meja is IDR 217.940.375. From social
analysis, the society from TWA Gunung Meja is very conducive in supporting and ready to participate by paying to the development program on natural tourism in
TWA Gunung Meja. While in the Environment analisys, the maximum amount of tourists who can visit to TWA Gunung Meja without changing the physical
condition or to decrease the quality of the environment is 58.092 tourist per visit and maximum capacity for the tourist perday 174.211 persons.
Key words: Natural Tourism; Economic Value of Tourism; Environmental carrying capacity; TWA Gunung Meja
iv
RINGKASAN
Maria Magdalena Semet, 2012. Analisis Ekonomi Wisata Alam Berkelanjutan Taman Wisata Alam TWA Gunung Meja Manokwari Papua Barat. Dibimbing
oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI sebagai ketua dan SAHAT SIMANJUNTAK sebagai anggota komisi pembimbing.
Taman Wisata Alam TWA Gunung Meja merupakan salah satu kawasan konservasi yang memiliki potensi besar bagi pengembangan ekowisata karena
memiliki keindahan, potensi hayati berupa keanekaragaman flora dan fauna, potensi non hayati berupa goa alam dan tugu Jepang sebagai situs bersejarah
peninggalan Perang Dunia II. Selain itu, TWA Gunung Meja juga merupakan kawasan pengembangan wisata baik tingkat kabupaten maupun provinsi serta
dalam pengelolaan jangka panjang akan dikembangkan menjadi kawasan wisata alam, pendidikan dan penelitian. Namun, sampai saat ini belum ada pengelolaan
wisata yang serius di kawasan ini. Hal ini terlihat dari tidak adanya sarana umum dan penunjang kegiatan wisata dalam kawasan, tugu Jepang dan pos informasi
yang tidak dirawat serta beberapa titik jalan dalam kawasan yang dalam keadaan rusak berat. Selain itu adanya interaksi masyarakat dalam kawasan seperti
pembuatan kebunladang, pengambilan kayu, top soil dan batu karang serta pembuangan sampah dalam kawasan. Jika hal ini tidak segera diatasi maka
kawasan ini akan mengalami degradasi sehingga nilai estetika dan potensi wisata lainnya akan rusak dan hilang sama sekali. Karena itu, untuk mempertahankan
fungsi kawasan ini sebagai objek wisata alam, maka upaya yang diusulkan dalam penelitian ini adalah pengembangan wisata alam berkelanjutan sebagai bagian dari
ekowisata melalui analisis ekonomi, sosial dan lingkungan.
Berdasarkan hal di atas maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan 1 Identifikasi pasar wisata alam TWA Gunung Meja, 2 Estimasi nilai ekonomi
wisata alam TWA Gunung Meja, 3 Estimasi nilai pengembangan wisata alam TWA Gunung Meja, 4 Identifikasi persepsi masyarakat terhadap pengembangan
wisata alam di TWA Gunung Meja, 5 Menghitung daya dukung lingkungan TWA Gunung Meja bagi pengembangan wisata alam berkelanjutan. Tujuan
pertama dilakukan dengan identifikasi penawaran wisata, permintaan wisata dan menghitung elastisitas permintaan wisata di TWA Gunung Meja. Tujuan kedua
dijawab dengan menghitung nilai ekonomi wisata alam dari sisi permintaan atau wisatawan dengan menggunakan pendekatan Travel Cost Method TCM dan dari
sisi penawaran atau masyarakat dengan menghitung manfaat ekonomi berupa manfaat langsung dan manfaat tidak langsung dari kegiatan wisata alam di TWA
Gunung Meja. Untuk menjawab tujuan ketiga digunakan pendekatan Contingent Valuation Method CVM melalui kesediaan membayar atau willingness to pay
WTP wisatawan maupun masyarakat bagi pengembangan wisata alam TWA Gunung Meja. Tujuan keempat menggunakan analisis deskriptif untuk
v
mengetahui persepsi masyarakat terhadap pengembangan wisata alam TWA Gunung Meja. Tujuan kelima dijawab dengan menghitung daya dukung
lingkungan TWA Gunung Meja bagi kegiatan wisata alam untuk melihat sejauh mana lingkungan dapat mengakomodir jumlah wisatawan tanpa menurunkan
kualitas lingkungan.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah dari analisis ekonomi yaitu analisis penawaran dan permintaan, TWA Gunung Meja menawarkan estetika,
keanekaragaman flora dan fauna, goa alam dan situs bersejarah yaitu tugu jepang, sementara permintaaan terhadap kegiatan wisata alam TWA Gunung Meja yakni
tujuan utama wisatawan ke TWA Gunung Meja antara lain menikmati panorama alam, hiking, caving, pengamatan flora dan fauna serta kunjungan ke situs
bersejarah. Surplus konsumen TWA Gunung Meja adalah sebesar Rp. 397.268.197,- per tahun dimana faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi
jumlah kunjungan ke TWA Gunung Meja adalah biaya perjalanan dan jarak yang berpengaruh negative serta pendapatan dan persepsi keindahan yang berpengaruh
positif. Total manfaat ekonomi kegiatan wisata terhadap pelaku usaha di TWA Gunung Meja adalah sebesar Rp. 194.886.000,-. Dengan demikian total nilai
wisata alam TWA Gunung Meja yang merupakan penjumlahan dari surplus konsumen dengan manfaat ekonomi adalah sebesar Rp. 592.154.197,- per tahun.
Nilai pengembangan wisata alam TWA Gunung Meja dari kesediaan membayar wisatawan adalah sebesar Rp. 3.733.800,- dan kesediaan membayar masyarakat
sebesar Rp. 268.206.575,-, sehingga total nilai pengembangan wisata adalah sebesar Rp. 271.940.375,-. Adapun faktor-faktor yang secara nyata
mempengaruhi kesediaan membayar wisatawan terhadap pengembangan wisata alam adalah pendapatan dan umur, sedangkan faktor-faktor yang secara nyata
mempengaruhi kesediaan membayar masyarakat terhadap pengembangan wisata alam adalah pendapatan dan lama menetap. Dari analisis sosial, masyarakat
sekitar TWA Gunung Meja sangat mendukung dan bersedia berpartisipasi dengan bersedia membayar untuk program pengembangan wisata alam di TWA Gunung
Meja. Sedangkan dari analisis lingkungan, jumlah maksimum wisatawan yang dapat menggunakan TWA Gunung Meja tanpa mengubah keadaan fisik atau
menurunkan mutu lingkungan sekitar adalah 58.092 dan daya tampung wisatawan per hari adalah 174.211, dimana jumlah pengunjung TWA Gunung Meja saat ini
masih under capacity.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejalan dengan penerapan pembangunan berkelanjutan, dalam beberapa tahun terakhir paradigma kegiatan pariwisata mulai bergeser, dari mass tourism ke
konsep pariwisata berkelanjutan yaitu pembangunan pariwisata atraksi, aksesibilitas dan amenitas pariwisata yang bertujuan untuk memberikan
keuntungan optimal bagi masyarakat dan stakeholders, nilai kepuasan optimal bagi wisatawan dalam jangka panjang, serta kepedulian terhadap keseimbangan,
kelangsungan dan keberlanjutan sumberdaya alam yang menjadi faktor terdepan sebagai tujuan wisata. Dengan kata lain, wisata berkelanjutan merupakan salah
satu mekanisme pembangunan berkelanjutan, yang tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi secara regional maupun lokal untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, namun juga memelihara kelestarian sumberdaya alam, dalam hal ini keanekaragaman hayati sebagai daya tarik wisata Damanik dan
Weber, 2006. Menurut Supriatna 2008, secara konseptual ekowisata dapat didefinisikan
sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya pelestarian lingkunan alam dan budaya dan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat. Saat ini tren ekowisata semakin
meningkat seiring tren “back to nature”, karena ekowisata merupakan salah satu pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari. Berdasarkan publikasi yang
dikeluarkan The International Ecotourism Society TIES tahun 2007, pertumbuhan ekowisata secara global pada tahun 2004 mencapai 3 kali lebih cepat
dibandingkan industri pariwisata lainnya. Ini menggambarkan bahwa minat masyarakat terhadap ekowisata saat ini jauh lebih besar dibanding dengan
pariwisata konvensional. Lebih lanjut menurut Supriatna 2008, di negara-negara berkembang ekowisata menjadi industri yang populer dan bernilai US 12 miliar
setiap tahunnya. Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversitas yang didukung
dengan keindahan alam yang sangat mempesona serta memiliki beranekaragam
2
budaya sehingga berpeluang besar untuk mengembangkan sektor pariwisata sebagai sumber devisa. Sektor pariwisata nasional terus mengalami peningkatan
dan memberikan kontribusi bagi negara, sehingga sektor ini dapat diandalkan untuk menumbuhkan perekonomian nasional melalui kedatangan pengunjung
mancanegara, pertumbuhan destinasi, dan membuka lapangan kerja baru. Pertumbuhan tingkat pengunjung mancanegara serta penerimaan devisa negara
dari kunjungan tersebut terlihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Perkembangan Pengunjung Mancanegara 2004-2009
Tahun Jumlah Pengunjung
Mancanegara Rata-rata
Pengeluaran usd Rata-
rata Lama
Tinggal hari
Penerimaan Devisa Kunjungan
Pertumbuhan Per
Kunjungan Per
Hari Juta USD
Pertumbuhan
2004 2005
2006 2007
2008 2009
5.321.165 5.002.101
4.871.351 5.505.759
6.429.027 6.452.259
19,12 -6,00
-2,61 13,02
16,77 0,36
901,66 904,00
913,09 970,98
1.178,54 995,93
95,17 95,86
100,48 107,70
137,38 129,57
9,47 9,05
9,09 9,02
8,58 7,69
4.797,90 4.521,90
4.447,98 5.345,98
7.373,39 6.302,50
18,85 -5,75
-1,63 20,19
38,00 -14,57
Sumber : Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia 2010
Sejak tahun 2002 pemerintah Indonesia telah merancangkan konsep ekowisata untuk membangun pariwisata rakyat yang ramah lingkungan dan
berkelanjutan. Adapun visi ekowisata Indonesia adalah untuk menciptakan pengembangan pariwisata melalui penyelenggaraan yang mendukung upaya
pelestarian lingkungan alam dan budaya, melibatkan dan menguntungkan masyarakat setempat, serta menguntungkan secara komersial. Dengan visi ini
ekowisata memberikan peluang yang sangat besar, untuk mempromosikan pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia di tingkat internasional, nasional,
regional maupun lokal. Hal ini sejalan dengan tujuan ekowisata di Indonesia yaitu untuk 1 Mewujudkan penyelenggaraan wisata yang bertanggung jawab, yang
mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan alam, peninggalan sejarah dan budaya; 2 Meningkatkan partisipasi masyarakat dan memberikan manfaat
ekonomi kepada masyarakat setempat; dan 3 Menjadi model bagi pengembangan pariwisata lainnya, melalui penerapan kaidah-kaidah ekowisata
www.ekowisata.com .
Berdasarkan visi dan tujuan ekowisata Indonesia tersebut, maka konsep ekowisata harus mulai dikembangkan di daerah-daerah yang memiliki kekayaan
3
keanekaragaman hayati, peninggalan sejarah dan seni budaya yang merupakan daya tarik bagi pangsa pasar ekowisata. Daerah-daerah yang memiliki
keanekargaman hayati yang tinggi dan berpotensi untuk pengembangan ekowisata pada umumnya adalah kawasan konservasi, seperti Taman Nasional, Cagar Alam,
Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. Provinsi Papua Barat sejak tahun 2008 telah ditetapkan sebagai salah satu
destinasi pariwisata di Indonesia oleh Departemen Pariwisata dan Kebudayaan Republik Indonesia, karena keindahan alam serta kenaekaragaman hayati yang
dimiliki oleh provinsi ini. Adapun kawasan konservasi di Provinsi Papua Barat yang memiliki keindahan serta keanekaragaman hayati sebagai potensi wisata
alam yang dapat dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Kawasan Konservasi sebagai Potensi Wisata Alam di Provinsi Papua Barat
Nama kawasan Kabupaten
Fungsi Luas Ha
Betanta Barat Sorong
Cagar Alam 16.749,08
Misool Selatan Sorong
Cagar Alam 84.000
Pulau Waigeo Barat Sorong
Cagar Alam 153.000
Pulai Waigeo Timur Sorong
Cagar Alam 119.500
Salawati Utara Sorong
Cagar Alam 57.000
Tamrau Utara Sorong
Cagar Alam 368.365
Teluk Bintuni Teluk Bintuni
Cagar Alam 124.850
Pegunungan Arfak Manokwari
Cagar Alam 68.325
Pegunungan Wondiwoy Manokwari
Cagar alam 73.022
Kepulauan Raja Ampat Raja Ampat
Suaka Margasatwa Laut 60.000
Sabuda Tataruga Fakfak
Suaka Margasatwa Laut 5.000
Teluk Cendrawasih Teluk Wondama
Taman Nasional Laut 1.453.000
Gunung Meja Manokwari
Taman Wisata Alam 500
Beriat Sorong
Taman Wisata Alam 9.193,75
Klamono Sorong
Taman Wisata Alam 1.909,37
Sumber : Departemen Kehutanan 2004
Manokwari merupakan ibukota Provinsi Papua Barat yang terletak di bagian Kepala Burung Pulau Papua dan berada di sepanjang Teluk Doreri, memiliki
keunggulan alami karena secara geografis memiliki panorama alami dengan keindahan alam yang sangat unik, terdiri dari perbukitan, pegunungan dan laut
yang kaya akan potensi sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati sehingga potensial bagi pengembangan ekowisata. Kawasan konservasi yang ada di
Manokwari terdiri dari Cagar Alam Pegunungan Arfak dan Pegunungan Wondiwoy serta Taman Wisata Alam Gunung Meja. Selain itu Manokwari juga
memiliki keindahan laut, pesisir dan danau yang dijadikan sebagai objek wisata,
4
seperti Pantai Pasir Putih, Pantai Bakaro, Pantai Amban, Pantai Maruni, Pulau Mansinam, Pulau Lemon, Danau Kabori dan Danau Anggi.
Taman Wisata Alam TWA Gunung Meja yang berbatasan langsung dengan wilayah Kota Manokwari memiliki potensi ekowisata yang potensial
untuk dikembangkan. Berdasarkan Potret TWA Gunung Meja 2004, di TWA Gunung Meja terdapat keragaman flora, seperti jenis-jenis tumbuhan kayu dan
non kayu misalnya: palem, rotan, anggrek, herba, bambu, paku-pakuan, semak perdu, pandan dan liana. Selain keragaman flora, TWA Gunung Meja juga
memiliki keragaman fauna dan ada beberapa yang endemik seperti kelompok burung aves di mana 14 jenis merupakan jenis endemik, kelompok kadal,
kelompok amphibi, kelompok reptile, kelompok kura-kura dan kelompok mamalia. Keunggulan, keunikan dan keanekaragaman flora dan fauna, semakin
diperkuat oleh karakteristik fisiografi yang melatarbelakangi kota, merupakan jajaran pegunungan dengan elevasi tertinggi 177 meter di atas permukaan laut
yang beberapa sisinya terdapat tebing yang terjal dan lereng yang curam menampakkan panorama yang indah. Di beberapa sisi kawasan ini, tampak
panorama laut dengan pantai pasir putih, birunya laut yang dipadu hijaunya pegunungan yang mengelilinginya. Selain itu Gunung Meja dicadangkan sebagai
salah satu lokasi Kebun Botani di Nederland New Guinea NNG untuk pusat penelitian ilmiah bagi perwakilan Kepulauan Pasifik Selatan.
TWA Gunung Meja merupakan miniatur hutan hujan tropis yang berfungsi sebagai paru-paru dan sumber air bersih serta penyanggah Buffer zone Kota
Manokwari. Di dalam kawasan ini terdapat goa reservoir air dan goa alam sebanyak 19 goa dan 4 diantaranya merupakan goa berukuran besar yang menjadi
tempat tinggal hewan malam seperti kelelawar dan binatang melata yang unik seperti cicak belang lizard. Selain memiliki keunggulan dan keunikan flora dan
fauna serta keindahan panorama, TWAGM juga merupakan saksi sejarah zaman penjajahan di Tanah Papua. Pada periode perang dunia II tentara sekutu
memanfaatkan Gunung Meja sebagai salah satu pos pertahanan dan persinggahannya untuk strategi pertahanan militer di kawasan Pasifik Selatan.
Sementara pada zaman pendudukan tentara Jepang, kawasan Gunung Meja dimanfaatkan sebagai kubu pertahanan militer, sehingga di kawasan ini dibangun
5
tugu Pendaratan Tentara Jepang divisi 221 dan 222 Potret Taman Wisata Alam Gunung Meja, 2004. TWA Gunung Meja juga merupakan kawasan
pengembangan wisata kluster I Papua Barat dan kawasan pengembangan wisata terpadu Kabupaten Manokwari. Dalam Rencana Pengelolaan Jangka Panjang
RPJP TWA Gunung Meja 2009-2028, TWA Gunung Meja akan dijadikan kawasan wisata alam, pendidikan dan penelitian.
Berdasarkan potensi-potensi keanekaragaman dan keunikan sumberdaya hayati, keindahan panorama, peninggalan sejarah, posisi strategis yang dimiliki
Gunung Meja serta dijadikannya kawasan ini sebagai kawasan pengembangan wisata tingkat kabupaten maupun provinsi dan pengelolaan jangka panjang yang
akan menjadikannya kawasan wisata alam, pendidikan dan penelitian, serta untuk mengembalikan TWA Gunung Meja sesuai dengan fungsi utama peruntukkannya
yaitu sebagai kawasan wisata alam, maka kawasan ini sangat potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata alam berbasis pendidikan dan penelitian
sebagai bagian dari ekowisata. Untuk itu perlu dilakukan analisis ekonomi, analisis sosial dan analisis lingkungan untuk pengembangan yang berkelanjutan di
TWA Gunung Meja.
1.2. Perumusan Masalah
Semakin populernya kegiatan ekowisata dan sumbangan-sumbangan penting yang diberikan bagi aktivitas konservasi mendorong PBB lewat United
Nations Environment Programe UNEP menetapkan tahun 2002 sebagai International Year of Ecotourism 2002, yang bertujuan untuk mempromosikan
ekowisata pada skala internasional dan memberikan wahana dan kesempatan belajar bagi negara-negara yang mempunyai potensi untuk mengembangkan
ekowisata di wilayahnya dari negara-negara yang telah sukses menyelenggarakan ekowisata Hakim, 2004.
Pada tahun yang sama, Indonesia juga menetapkan tahun 2002 sebagai tahun ekowisata. Namun ada beberapa permasalahan yang timbul dalam
pengembangan ekowisata di Indonesia, antara lain: belum adanya konsep dan pemahaman yang sama tentang ekowisata oleh para stakeholder, ekowisata masih
sekedar slogan-slogan dan alat promosi namun lemah dalam implementasi,
6
komitmen dari pemerintah mengenai pengembangan ekowisata yang masih lemah, terbatasnya peran serta masyarakat stakeholder dalam pengembangan ekowisata
serta meningkatnya degradasi sumberdaya alam yang tidak terkendali pada kawasan wisata Supriatna, 2008.
Berdasarkan Potret TWA Gunung Meja 2004, Gunung Meja sebelum menjadi taman wisata alam, berfungsi sebagai Hutan Lindung Hidrologis. Pada
tahun 1980 ditetapkan menjadi taman wisata alam didasarkan pada beberapa pertimbangan dan rekomendasi yang diberikan oleh pemerintah daerah, yaitu
kawasan hutan ini letaknya strategis dekat pusat Kota Manokwari dan mudah dijangkau, memiliki nilai keindahan alam yang artistik dan situs sejarah bangsa,
serta diharapkan akan menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah PAD dan juga penambah devisa negara pada sektor pariwisata. Namun, kegiatan-
kegiatan yang dilakukan sejak tahun 1980-an hingga saat ini belum ada yang terkait langsung dengan pengelolaan dan pengembangan kawasan sesuai
fungsinya sebagai taman wisata alam. Belum adanya perhatian khusus dari pemerintah dalam pengelolaan TWA Gunung Meja sebagai objek wisata alam
terlihat dari adanya pembuangan sampah ke dalam kawasan yang tidak ditindak tegas oleh pemerintah, tidak adanya fasilitas umum dan penunjang untuk kegiatan
wisata dan objek wisata situs sejarah yang tidak dirawat. Menurut Potret TWA Gunung Meja 2004, perkembangan jaman dan juga
kebutuhan lahan pertanian masyarakat urban di sekitar wilayah perkotaan menyebabkan kawasan ini telah dirambah, sehingga filosofi budaya Hutan
Gunung Meja telah terpolarisasi. Tanah larangan yang tidak boleh diganggu telah dimasuki oleh masyarakat luar, penebangan dan pemanfaatan lahan secara
berlebihan dilakukan secara besar-besaran, serta masih adanya pembuangan sampah ke dalam kawasan baik dari masyarakat sekitar kawasan maupun oleh
masyarakat di luar kawasan. Hal tersebut disebabkan karena TWA Gunung Meja berbatasan langsung dengan pemukiman, sehingga aksesibilitas terhadap kawasan
dan interaksi masyarakat dengan kawasan sangat erat. Lebih lanjut menurut Potret TWA Gunung Meja 2004, berdasarkan beberapa hasil penelitian mengenai
keadaan flora dan fauna yang ada di TWA Gunung Meja diketahui bahwa jumlah flora mengalami penurunan yang nyata baik dalam jumlah jenis maupun
7
kerapatan per hektar akibat eksploitasi terhadap kayu dan non kayu. Demikian pula untuk fauna seperti rusa dan babi hutan yang sudah sulit ditemukan lagi atau
beberapa jenis burung endemik seperti cendrawasih kecil, mambruk, kakatua kerdil, nuri kepala hitam dan gagak toreh yang sudah tidak ditemukan lagi di
kawasan ini. Hal tersebut merupakan dampak dari bentuk pola interaksi yang terjadi di dalam dan sekitar kawasan TWA Gunung Meja seperti adanya
perladangan masyarakat, pengambilan kayu bakar, pengambilan hasil hutan non kayu, perburuan, pengambilan tanah top soil, batu-batu karang serta pemukiman
penduduk dan bangunan fisik lainnya. Intensitas kerusakan dalam kawasan serta bentuk-bentuk interaksi yang
menimbulkan kerusakan biofisik dan fungsi lingkungan kawasan, jika tidak ditanggulangi secara baik dan cepat maka kawasan ini akan mengalami degradasi
sehingga nilai estetika sebagai potensi ekowisata akan berkurang atau hilang sama sekali. Karena itu, guna mempertahankan fungsi dan kelestarian kawasan TWA
Gunung Meja serta mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan sebagai kawasan pariwisata dan rekreasi alam, maka upaya yang diusulkan dalam
penelitian ini adalah pengembangan wisata alam yang berkelanjutan sebagai bagian dari ekowisata di kawasan ini.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah, prinsip pengembangan ekowisata
selain sebagai upaya konservasi, juga harus ekonomis yaitu memberikan manfaat untuk masyarakat dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya
serta memastikan usaha ekowisata dapat berkelanjutan, memberikan kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung dan mampu menampung kearifan lokal serta
menghormati nilai-nilai sosial budaya. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam pengembangan wisata alam yang berkelanjutan di TWA Gunung Meja, perlu
dilakukan analisis ekonomi melalui analisis pasar, valuasi wisata, estimasi nilai pengembangan wisata, identifikasi persepsi masyarakat, serta penghitungan daya
dukung lingkungan sebagai dasar dari pengembangan wisata di TWA Gunung Meja.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka permasalahan penelitian yang muncul adalah:
8
1. Bagaimana pasar wisata alam dan elastisitas permintaan terhadap TWA Gunung Meja?
2. Berapa nilai ekonomi wisata alam TWA Gunung Meja? 3. Berapa nilai pengembangan wisata alam di TWA Gunung Meja?
4. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap pengembangan TWA Gunung Meja sebagai kawasan wisata alam?
5. Bagaimana daya dukung lingkungan bagi pengembangan wisata alam yang berkelanjutan di TWA Gunung Meja?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk melakukan analisis pengembangan wisata alam yang berkelanjutan sebagai bagian dari ekowisata di
TWA Gunung Meja. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi pasar wisata alam dan elastisitas permintaan terhadap
TWA Gunung Meja. 2. Mengestimasi nilai ekonomi wisata alam TWA Gunung Meja.
3. Mengestimasi nilai pengembangan wisata alam di TWA Gunung Meja. 4. Menganalisis persepsi masyarakat terhadap pengembangan TWA Gunung
Meja sebagai kawasan wisata alam. 5. Menghitung daya dukung lingkungan bagi pengembangan wisata alam
yang berkelanjutan di TWA Gunung Meja.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Mahasiswa Penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman mengenai
pengembangan wisata alam melalui analisis ekonomi, sosial dan lingkungan. Selain itu, diharapkan penelitian ini menjadi satu informasi
yang penting dalam pengembangan penelitian lebih lanjut seperti total nilai ekonomi di lokasi yang sama ataupun dalam penelitian mengenai
pengembangan wisata alam berkelanjutan. 2. Stakeholder
9
Penelitian ini juga diharapkan memberikan kontribusi bagi para stakeholder setempat seperti Badan Konservasi Sumber Daya Alam
BKSDA, Dinas Kehutanan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata serta WWF, sebagai masukan dalam kebijakan pengelolaan TWA Gunung
Meja. 3. Akademisi UNIPA, LSM dan pemandu wisata
Diharapkan penelitian ini menjadi sebuah acuan dalam melakukan penelitian lebih lanjut serta dalam melakukan promosi wisata.
4. Masyarakat Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat Kota Manokwari
pada umumnya maupun secara khusus masyarakat sekitar kawasan TWA Gunung Meja mengenai nilai wisata TWA Gunung Meja, sehingga
masyarakat turut menjaga kawasan ini agar tetap lestari.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi objek penelitian adalah kawasan TWA Gunung Meja sebagai salah satu kawasan wisata di Papua Barat, dengan masyarakat yang
bermukim di sekitar kawasan dan wisatawan yang berkunjung ke TWA Gunung Meja sebagai responden. Batasan dari penelitian ini adalah :
1. Analisis yang dilakukan adalah pengembangan wisata alam berkelanjutan sebagai bagian dari ekowisata.
2. Analisis ekonomi yang dilakukan dalam penelitian ini dibatasi pada analisis pasar, nilai ekonomi dan nilai pengembangan wisata alam. Nilai wisata alam
yang dihitung menggunakan pendekatan Travel Cost Method TCM dari sisi wisatawan dan perhitungan manfaat ekonomi yang dibatasi hanya pada
manfaat langsung dan manfaat tidak langsung dari kegiatan wisata dari sisi penawaran. Untuk menghitung nilai pengembangan wisata digunakan
pendekatan Contingent Valuation Method CVM. 3. Analisis sosial yang dilakukan adalah mengidentifikasi persepsi masyarakat
terhadap pengembangan wisata alam di TWA Gunung Meja. 4. Analisis lingkungan dibatasi hanya pada perhitungan daya dukung
lingkungan terhadap kegiatan wisata di TWA Gunung Meja.