58
arah timur dan bergelombang berat dari timur dan bergelombang berat dari timur kea rah barat dengan puncak tertinggi ± 177 meter dpl. Sedangkan, pada sisi
bagian selatan dan utara terdapat beberapa puncak terdapat daerah yang relief hampir datar menyerupai permukaan meja.
Karena bentuk fisiografi lahan yang demikian, sehingga kawasan ini dinamakan Gunung Meja. Fisiografi lahan dengan tebing karang terjal dan
berteras pada sisi sebelah selatan ke barat laut kawasan merupakan wilayah penyebaran mata air. Kondisi topografi areal TWA Gunung Meja memiliki kelas
lerengan datar 0-8 sampai landai 8-15. Kawasan Gunung Meja secara Lithostratigarfi termasuk dalam strata
formasi Manokwari formasi befoor. Formasi ini terdiri dari batu gamping terumbu, sedikit biomikrit, kasidurit dan kalkarenit mengandung ganggang dan
foraminitera. Jenis tanah yang dominan pada kawasan ini adalah tanah kapur kemerahan dan tanah endapan aluvial.
5.1.5. Hidrologi
Kawasan TWA Gunung Meja memiliki ±30 mata air berupa gua-gua dan mata air yang tersebar di dalam dan sekitar kawasan. Perusahaan Daerah Air
Minum PDAM Kabupaten Manokwari melaporkan bahwa sebanyak 12 mata air yang dijadikan sumber pasokan air bagi masyarakat Kota Manokwari dan 7
diantaranya terdapat di dalam dan sekitar TWA Gunung Meja. Mata air ini sebagian besar dberada di kaki lereng sisi sebelah selatan kawasan.
Tabel 8. Lokasi Sumber Air dan Debit Air dalam Kawasan TWA Gunung Meja
Lokasi Sumber Air Elevasi m
Kapasitas literdetik
Mata air Kwawi I 99
2 Mata air Kwawi II
89 1
Mata air Kwawi III 89
1 Mata air Indoki I
34 1,5
Mata air Indoki II 23
1 Mata air Indoki III
70 1
Mata air Kampung Ambon 41
1
Total Kapasitas 8,5 ltrdetik
Sumber : RPJP TWA Gunung Meja 2009-2028
Pasokan air yang bersumber dari mata air Gunung Meja tersebut menyumbang 10,30 dari total pasokan sumber air yang dimanfaatkan oleh
59
PDAM Manokwari. Kadar air tanah dan jumlah air tersimpan dalam kawasan TWA Gunung Meja berdasarkan hasil penelitian Y. Huik, 1996 dalam Potret
TWA Gunung Meja 2004 disajikan pada Tabel berikut.
Tabel 9. Jumlah Air Tersimpan dan Kadar Air Tanah pada Beberapa Jenis Tegakan dalam TWA Gunung Meja
Jenis Tegakan Jumlah Air Tersimpan
Kadar Air Tanah GramM²
TonHa
Calophyllum sp. 356.590
3.5659 55.8147
K. pinnatum Merr. 343.918
3.4392 52.3561
Palaquium sp. 385.787
3.8579 62.9061
Tectona grandis 346.851
3.4685 53.0836
Rata-rata 358.287
3.5829 56.0401
Sumber : Huik 1996 dalam Potret TWA Gunung Meja 2004
Jika rata-rata jumlah air tersimpan di bawah tegakan hutan tanaman tersebut diasumsikan sama dengan di bawah tegakan alam di Gunung Meja yang luasanya
460 ha, maka kemampuan dalam tanah di hutan Gunung Meja menyimpan air sebesar 1.648.134 ton. Inilah jumlah cadangan air yang akan mengisi mata air dan
sumur penduduk di musim kemarau pada daerah-daerah yang lebih rendah.
5.1.6. Kependudukan a. Sejarah Pembentukan Kampung
Informasi sejarah dan catatan yang terdokumentasikan tidak dapat menunjukkan secara jelas masyarakat yang pertama membuka kawasan hutan atau
memanfaatkan lahan kawasan hutan Gunung Meja sebagai areal perladangan atau kebun masyarakat. Namun demikian, pada periode Perang Dunia II tentara sekutu
memanfaatkan kawasan hutan Gunung Meja sebagai salah satu pos pertahanan dan persinggahannya, sebagai strategi pertahanan militer di kawasan Pasifik
Selatan. Pada jaman pendudukan tentara Jepang, kawasan hutan Gunung Meja dimanfaatkan sebatai kubu pertahanan militer dengan membangun bunker, jalan
dalam kawasan dan kubu-kubu pertahanan artileri untuk menangkal serangan udara dan kapal-kapal torpedo pasukan sekutu. Periode waktu pra 1960an,
Pemerintah Belanda telah memanfaatkan Hutan Gunung Meja dan kawasan sekitarnya sebagai laboratorium lapangan pengembangan ilmu dan pengetahuan
teknis kehutanan secara khusus hutan tropis di Papua. Informasi yang dilaporkan oleh Badan Pemangku Hutan Pemerintah Belanda menyatakan bahwa kebun-
60
kebun mayarakat yang terdapat di dalam kawasan adalah masyarakat Suku Biak dan pendatang dari luar Manokwari. Kelompok peladang ini, diduga adalah para
sipil yang ikut bersama pasukan Sekutu ataupun Jepang, kemudian tinggal di bagian Pantai Utara Manokwari dan memanfaatkan lahan di sekitar kawasan
Hutan Gunung Meja. Selain itu, Pemerintah Belanda juga membangun pondokanrumah pos jaga bagi para petugas polisi kehutanan untuk berpatroli
sepanjang hutan lindung hidrologis Gunung Meja, namun setelah beralih ke pemerintahan RI pos patroli ini dimanfaatkan sebagai rumah tinggal oleh para
pegawai Kehutanan hingga saat ini. Masyarakat Arfak yang berasal dari kelompok Suku Hatam dan Sough,
mulai melakukan migrasi dan mobilisasi dari daerah pegunungan Arfak ke wilayah pusat kota Manokwari. Informasi dan catatan proses mobilisasi
masyarakat ke wilayah kota tidak tercatat dan terdokumentasi dengan baik. Namun demikian, berdasarkan informasi dari pelaku sejarah, permukiman awal
masyarakat kelompok suku Arfak yang dibuka di dalam dan sekitar kawasan Hutan Gunung Meja adalah Fanindi dan Ayambori. Kampung Fanindi meliputi
daerah Amban, Manggoapi, Fanindi, Brawijaya dan sekitarnya. Sedangkan Ayambori meliputi wilayah Borarsi, Kampung Ambon, Pasir Putih, Ayambori dan
Inamberi. Pemukiman masyarakat kelompok suku Arfak dibangun di sekitar beberapa sumber mata air yang ada di kawasan Hutan Gunung Meja, yaitu Indoki,
Ayambori dan Inamberi.
b. Jumlah Penduduk
Kawasan TWA Gunung Meja secara administratif berbatasan langsung dengan 4 wilayah kelurahan, yaitu Kelurahan Amban, Kelurahan Padarni,
Kelurahan Manokwari Timur dan Kelurahan Pasir Putih. Sampai pada tahun 2010 jumlah penduduk di keempat kelurahan tersebut secara rinci disajikan pada tabel
berikut.