261
memenuhi tingkat permintaan yang tinggi, Indonesia terus berusaha untuk meningkatkan luas lahan penanaman kelapa sawit. Namun, harus
diperhatikan pula produktivitas dari lahan tersebut. Jika produktivitas lahan tersebut tidak mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan lahan,
maka produksi yang dihasilkan juga sulit mencapai target.
8.5.1. Tingkat Konsentrasi Industri
Sesuai teori yang sudah dikemukakan, yaitu tingkat konsentrasi merupakan barometer struktur suatu pasar. Semakin tinggi tingkat
konsentrasi maka struktur pasar semakin mengarah pada monopoli. Umumnya para ekonom, mengasumsikan batasan tingkat konsentrasi suatu
pasar yang dikatakan monopoli adalah di atas 70, sedangkan untuk ukuran pasar itu merupakan oligopoli adalah sebesar 40 ke atas. Berikut adalah
perkembangan tingkat konsentrasi pada industri kelapa sawit Indonesia pada tahun 1990, 1993, 1995, 1999 dan 2000.
Dari tabel perhitungan CR4, yaitu dengan membagi jumlah output empat perusahaan terbesar dengan jumlah output pada industri kelapa sawit,
maka pada tahun 1990, struktur pasar industri kelapa sawit mengarah ke arah monopoli, karena pada tahun ini tingkat konsentrasi industri ini sangat
tinggi yaitu mencapai 84. Sedang di tahun 1993 tingkat konsentrasi mulai mengalami penurunan yaitu menjadi 63, ini menandakan struktur pasar
Industri Kelapa Sawit hampir mendekati struktur pasar monopoli. Hingga pada tahun 1995, tingkat konsentrasi penjualan dari empat
besar perusahaan pada industri kelapa sawit ini semakin menurun hingga
262
mencapai 57, dengan kata lain industri ini mulai mengarah ke arah oligopoli di mana batasan struktur pasar ini adalah 40. Namun, tingkat
konsentrasi ini pada tahun 1999 dan 2000 kembali meninggi dan menunjukkan pasar dalam keadaan struktur monopoli, dimana tingkat
konsentrasi pada tahun 2000 mencapai 72. Menurut teori yang sudah dikemukakan sebelumnya, jika tingkat konsentrasi suatu pasar tinggi salah
satu faktor penyebabnya adalah faktor hambatan masuk. Berarti, pada tahun 1993 hingga 1995 seiring dengan perkembangan pasar, maka semakin
banyak produsen baru memasuki pasar. Ini menandakan, bahwa hambatan pasar pada tahun tersebut mulai melonggar. Pergerakan antara CR4 dengan
jumlah perusahaan dapat disimak melalui Gambar 17.
Tabel 66. Tingkat Konsentrasi CR4 Industri Kelapa Sawit Indonesia Tahun
Tingkat Konsentrasi Penjualan dari Empat Perusahaan Terbesar
1990 84.6
1993 63.0
1995 56.7
1999 69.3
2000 72.3
Sumber : Hasil Analisis. 2010
Pada tahun 1990, jumlah perusahaan yang berkecimpung dalam industri kelapa sawit berjumlah 11 perusahaan, kemudian pada tahun 1993
perusahaan ini kemudian meningkat sebanyak 16 perusahaan, yaitu mencapai 27 perusahaan. Pada tahun 1990 dan 1993 membenarkan teori
263
yang mengatakan bahwa dengan jumlah perusahaan yang meningkat menyebabkan tingkat konsentrasi yang menurun.
Pada tahun 1995, jumlah perusahaan kembali meningkat hingga mencapai 37 buah perusahaan, hal ini kembali menunjukkan adanya
hubungan yang terbalik antara jumlah perusahaan dengan tingkat konsentrasi industri tersebut. Pada tahun 1999, terjadi penurunan jumlah
perusahaan yang diakibatkan masa krisis yang melanda Indonesia. Sehingga ada beberapa perusahaan yang akhirnya tidak sanggup
meneruskan bisnis perkelapasawitan ini dan memilih untuk membubarkan perusahaannya.
Jumlah perusahaan di tahun 1999 adalah sebesar 31 perusahaan mengalami peningkatan kembali yaitu sebanyak 37 perusahaan dengan
tingkat konsentrasi yang meningkat pula, yaitu 72. Sehingga, pada tahun 2000, teori yang mengatakan bahwa semakin banyaknya perusahaan
muncul membuat tingkat konsentrasi menjadi mengalami penurunan tidak berlaku. Hal ini, dimungkinkan dengan adanya cara mereka dalam
berproduksi dan penguasaan lahan yang belum optimal. Penulis menduga, meskipun jumlah perusahaan semakin banyak, belum tentu mereka
berproduksi pada tingkat biaya minimum yang diperlukan. Dengan kata lain, kita harus melihat indikator lain dari hambatan
masuk. Tidak selamanya jumlah perusahaan dapat dijadikan indikator yang mempengaruhi tingkat konsentrasi yang pada akhirnya mempengaruhi
struktur pasar suatu industri. Kita harus melihat dari segi efisiensi suatu perusahaan dalam menghasilkan barang dan jasa pada industri tersebut.
264
Dalam hal ini, penulis melihat hambatan masuk pada industri kelapa sawit ini melalui Minimum Efficiency of Scale atau MES.