48 Atwi Suparman, 2012: 248-249. Pemberian contoh yang diambil
dari kehidupan sehari-hari ini sejalan dengan pendapat Lay Kekeh Marthan Marentek, dkk. 2007: 182 yang menjelaskan bahwa
karena anak lamban belajar mempunyai kelemahan dalam berpikir abstrak, sebaiknya guru selalu mengaitkan pembelajaran dengan
kehidupan sehari-hari anak. Noncontoh adalah benda, kegiatan, atau deskripsi yang
mempresentasikan secara konkret dan praktis penyimpangan terhadap teori, konsep, prinsip, dan prosedur yang sedang
dipelajari siswa. Noncontoh diangkat dari kesalahpengertian yang terjadi pada siswa M. Atwi Suparman, 2012: 249.
Penyampaian informasi untuk anak lamban belajar dalam penelitian ini meliputi: 1 urutan penyampaian materi; 2 ruang lingkup materi; 3
pemilihan strategi penyampaian materi; 4 penyampaian pokok-pokok materi dan penjelasannya; dan 5 pemberian contoh dan noncontoh.
c. Partisipasi Siswa
Siswa adalah pusat kegiatan belajar. Oleh karena itu, partisipasi setiap siswa, termasuk anak lamban belajar sangat penting. Partisipasi
siswa dalam penelitian ini terdiri dari dua aspek, yaitu: 1 latihan dan praktik; dan 2 umpan balik berupa penguatan positif dan negatif
Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad, 2011: 25.
49
1 Latihan dan Praktik
Latihan dan praktik diperlukan agar pengetahuan, sikap, atau keterampilan yang telah dipelajari terinternalisasi dalam diri siswa
Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad, 2011: 25. Latihan dan praktik adalah inti proses pembelajaran karena siswa dapat
menggali dan memahami pengetahuan yang telah didapatkan Suyanto dan Asep Jihad, 2013: 86-87. Hamzah B. Uno 2006:
146 menambahkan bahwa latihan dapat dilakukan melalui tanya jawab atau mengerjakan soal latihan.
Anak lamban belajar membutuhkan latihan dan praktik secara rutin dan teratur. Steven R. Shaw 2010: 14 mengemukakan
bahwa salah satu strategi untuk mendukung anak lamban belajar dalam proses pembelajaran adalah memberikan kesempatan
mengulang dan latihan berkali-kali untuk menggunakan beberapa keterampilan berbeda dalam situasi berbeda.
Dalam latihan dan praktik ini, anak lamban belajar memerlukan beberapa penyesuaian agar anak lamban belajar dapat mengatasi
masalah belajarnya. Malik, Rehman, dan Hanif 2012: 136 dalam penelitiannya menjelaskan beberapa masalah belajar anak lamban
belajar, di antaranya mempunyai kecepatan belajar yang lebih lambat dibandingkan teman sekelasnya, membutuhkan rangsangan
yang lebih banyak untuk mengerjakan tugas sederhana, dan mengalami masalah adaptasi di kelas karena mempunyai
50 kemampuan mengerjakan tugas yang lebih rendah dari teman
sekelasnya. Berikut adalah uraian lebih lanjut tentang penyesuaian yang dibutuhkan oleh anak lamban belajar dalam latihan dan
praktik yang dikaji dari beberapa sumber. Penyesuaian pertama adalah tingkat kesulitan latihan dan
praktik. Salah satu karakteristik anak lamban belajar adalah lebih mudah mengerjakan tugas-tugas rutin, tetapi mengalami kesulitan
dalam membaca dan abstraksi Oemar Hamalik, 2008: 184. Oleh karena itu, dalam hal tingkat kesulitan, anak lamban belajar
memerlukan beberapa modifikasi, seperti pemberian tugas yang lebih sederhana atau lebih sedikit dari teman-teman sekelasnya
untuk menghindari frustasi Nani Triani dan Amir, 2013: 29. Sejalan dengan pendapat tersebut, Sri Anitah W., dkk 2010: 4.18
mengemukakan bahwa latihan dan tugas yang tidak sesuai dengan kemampuan siswa akan membebani siswa dan menyebabkan
frustasi, sehingga tujuan pemberian latihan dan tugas tidak tercapai.
Penyesuaian kedua adalah alokasi waktu dalam latihan dan praktik. Dalam hal alokasi waktu, salah satu karakteristik anak
lamban belajar adalah membutuhkan tambahan waktu untuk belajar dan mengerjakan tugas, serta latihan tambahan untuk
mengembangkan keterampilan akademik yang setingkat dengan teman sebayanya Steven R. Shaw, 2010: 15. Steven R. Shaw
51 Malik, Rehman, dan Hanif, 2012: 140 mengemukakan bahwa
batas waktu penyelesaian tugas dirancang dengan toleransi terhadap anak lamban belajar. Misalnya, jika anak normal
membutuhkan waktu lima menit untuk mengerjakan soal, maka anak lamban belajar diberikan waktu tujuh sampai delapan menit.
Selain penyesuaian tingkat kesulitan dan alokasi waktu, dalam latihan dan praktik anak lamban belajar memerlukan suasana
pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif untuk anak lamban belajar sejalan dengan pendapat Nani Triani dan Amir
2013: 28-29 yang mengemukakan bahwa salah satu strategi pengajaran untuk anak lamban belajar adalah melaksanakan
pembelajaran kooperatif karena anak lamban belajar tidak menyukai pembelajaran secara kompetitif.
Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak lamban belajar dalam mengatasi masalah belajar dan tingkah lakunya. Salah satu
manfaat yang dapat diperoleh melalui pembelajaran kooperatif adalah membantu siswa memperoleh hasil belajar yang baik,
meningkatkan hubungan sosial, hubungan positif antar siswa, dan memperbaiki keterampilan dalam mengatur waktu Killen dalam
Suyanto dan Asep Jihad, 2013: 144. Dalam pembelajaran kooperatif ini, anak lamban belajar dapat
mengikuti banyak metode pembelajaran, dua diantaranya adalah metode tutor sebaya dan kerja kelompok Steven R. Shaw dalam
52 Malik, Rehman, dan Hanif, 2012: 141. Steven R. Shaw 2010:
14 menjelaskan bahwa salah satu strategi untuk mendukung anak lamban belajar dalam proses pembelajaran adalah memasangkan
siswa dengan teman sekelas yang dapat menjadi mentor peer mentor. Dalam penerapan metode kerja kelompok untuk anak
lamban belajar, Nani Triani dan Amir 2013: 24 mengemukakan bahwa anak lamban belajar disarankan untuk sekelompok dengan
teman sekelas yang mempunyai kemampuan belajar lebih dengan pendampingan guru agar anak lamban belajar tidak menjadi
kelompok minoritas di kelompoknya. Selain itu, pada kegiatan kerja kelompok anak lamban belajar dapat ditugaskan untuk
bertanggung jawab pada bagian yang konkret dan mudah, sedangkan siswa lainnya dapat ditugaskan pada bagian yang lebih
abstrak dan sulit. Dalam latihan dan praktik ini, anak lamban belajar
membutuhkan bantuan yang intensif karena sebagaimana pendapat Oemar Hamalik 2008: 184 yang mengemukakan bahwa salah
satu karakteristik anak lamban belajar adalah membutuhkan pemeriksaan kemajuan yang lebih intensif dan membutuhkan
banyak perbaikan. M. Atwi Suparman 2012: 249 mengemukakan bahwa latihan
yang ditempuh siswa diikuti dengan bimbingan dan koreksi dari guru atas kesalahannya dan petunjuk cara memperbaikinya.
53 Latihan
dapat diulang
seperlunya sampai
siswa dapat
menerapkannya dengan benar tanpa bantuan guru. Hal ini sejalan dengan pendapat C. M. Evertson dan E.T. Emmer 2011: 67-69
yang menyampaikan bahwa setiap siswa membutuhkan umpan balik yang cepat dan spesifik, yaitu dengan memberitahu siswa apa
yang harus dikerjakan untuk memperbaiki kesalahan dan kemudian memeriksa hasil perbaikan siswa yang bersangkutan.
2 Umpan Balik Berupa Penguatan Positif dan Penguatan Negatif
Umpan balik diberikan guru setelah siswa menunjukkan perilaku tertentu sebagai hasil belajar. Umpan balik dapat berupa
penguatan positif dan penguatan negatif. Umpan balik diberikan agar siswa segera mengetahui apakah jawaban atau tindakannya
benar atau salah, tepat atau tidak tepat, dan apakah ada yang harus diperbaiki Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad, 2011: 25.
Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad 2011: 25 menjelaskan bahwa penguatan positif seperti pernyataan verbal baik, bagus,
tepat sekali, dan sebagainya diberikan agar siswa terus memelihara atau menunjukkan perilaku tertentu, sedangkan
penguatan negatif seperti pernyataan verbal kurang tepat, salah, perlu disempurnakan, dan sebagainya diberikan agar siswa dapat
menghilangkan atau tidak mengulangi perilaku tersebut. Umpan balik yang diberikan guru sangat penting untuk anak
lamban belajar. Nani Triani dan Amir 2013: 31 mengemukakan
54 bahwa salah satu strategi pengajaran yang dapat dilaksanakan guru
untuk membantu anak lamban belajar dalam pembelajaran di kelas adalah memberi dukungan moral atas setiap perubahan positif
sekecil apapun. Peningkatan konsep diri dan kepercayaan diri anak lamban belajar dapat dibantu dengan memberikan feedback secara
langsung atas keberhasilan yang dicapai dan diusahakan siswa dan memberikan motivasi pada siswa Steven R. Shaw dalam Malik,
Rehman, dan Hanif, 2012: 141. Komponen partisipasi siswa dalam penelitian ini meliputi: 1
latihan dan praktik; dan 2 umpan balik berupa penguatan positif dan penguatan negatif.
d. Penilaian Pembelajaran