74 75
Kadar Iodium tidak dipengaruhi oleh jenis kemasan dan cara pengemasan pada ledok instan yang disimpan 1 satu, 3 tiga dan 4 empat bulan, tetapi jenis kemasan dan cara
pengemasan berpengaruh terhadap kadar Iodium ledok instan yang disimpan selama 2 dua bulan Tabel 8. Kadar Iodium tertinggi pada ledok instan yang dikemas dengan jenis
kemasan dan cara pengemasan PP2 yaitu sebesar 0,37 mgkg, sedangkan kadar Iodium terrendah adalah pada perlakuan PP1 dan PE2 yaitu 0,31 mgkg. Perbedaan tersebut
sekalipun signiikan, namun nilainya masih kecil yaitu maksimal 0,06 mgkg. Kadar Iodium ledok instan setelah disimpan 4 empat bulan tampak relatif stabil yaitu pada awal
penyimpanan rata-rata kadar Iodium 0,26 mgkg dan setelah disimpan 4 empat bulan adalah 0,28 mgkg.
Tabel 8. Nilai rata-rata kandungan Iodium mgkg selama penyimpanan 4 empat bulan.
Perlakuan Lama Penyimpanan bulan
1 2
3 4
PP1 0,11 a
0,31 b 0,36a
0,29a PP2
0,13 a 0,37 a
0,35a 0,26a
PE1 0,12 a
0,34 ab 0,33a
0,29a PE2
0,11 a 0,31 b
0,33a 0,33a
AF1 0,11 a
0,35 ab 0,33a
0,28a AF2
0,11 a 0,33 ab
0,34a 0,25a
Catatan : Data 0 nol bulan adalah data sebelum dilakukan pengemasan yaitu rata-rata 0,26 mgkg.
b. Sifat Sensorik Ledok Instan Setelah
ledok instan disimpan selama 4 empat bulan ternyata kombinasi jenis kemasan dan cara pengemasan tidak berpengaruh nyata terhadap sifat sensorik warna, aroma,
tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan ledok instan. Berdasarkan tingkat penerimaan panelis terhadap penerimaan keseluruhan ledok instan setelah disimpan selama 4 empat
bulan masih dinilai biasa dengan skor berkisar antara 4,20 – 4,40 Tabel 9.
Tabel 9. Nilai rata-rata skor hasil uji sensoris ledok instan.disimpan 4 empat Bulan Perlakuan
Warna Aroma
Tekstur Rasa
Penerimaan keseluruhan
PP1 4,73a
4,07 a 4,27a
3,93 a 4,33a
PP2 4,60a
4,07 a 4,27a
4,07 a 4,20a
PE1 4,67a
4,13 a 4,47a
4,07 a 4,27a
PE2 4,67a
4,00 a 4,53a
4,33 a 4,40a
AF1 4,60a
4,20 a 4,27a
4,00 a 4,20a
AF2 4,93a
3,67 a 4,53a
3,80 a 4,40a
3.5. Masa Kedaluwarsa
Hasil pengamatan yang dilakukan secara visual terhadap ledok instan yang disimpan selama 4 empat bulan ternyata belum ada tanda-tanda kerusakan yang muncul seperti
adanya perubahan warna, aroma maupun adanya pertumbuhan kapang pada ledok instan yang dikemas. Hal ini menunjukkan bahwa jenis kemasan PP, PE dan AF berfungsi dengan baik
untuk melindungi bahan-bahan ledok instan dari kerusakan. Berdasarkan hal tersebut berarti bahwa ledok instan sampai penyimpan 4 empat bulan masih layak untuk dikonsumsi.
Dengan pertimbangan bahwa setelah dilakukan penyimpanan selama 4 empat bulan belum tampak secara visual ada kerusakan pada ledok instan, dari segi sifat sensorik ledok instan
masih diterima dengan tingkat kesukaan biasa dan dari aspek gizi masih tampak relatif stabil bila dibandingkan dengan ledok instan segar tanpa disimpan, maka dapat dikatakan bahwa
ledok instan setelah disimpan selama 4 empat bulan masih layak untuk dikonsumsi. Dilihat dari kandungan zat gizi kombinasi jenis kemasan dan cara penyimpanan tidak berpengaruh,
kecuali terhadap kadar vitamin C dimana PP2 dan PE1 kadar vitamin C ledok instannya lebih tinggi dibanding kombinasi jenis kemasan dan cara penyimpanan lainnya. Cara penyimpanan
yang lebih praktis adalah semua bahan ledok instan dicampur satu sama lainnya. Atas dasar pertimbangan tersebut maka cara penyimpanan terbaik adalah
dikemas dengan polietilen dengan bahan baku dan bumbu dicampur satu sama lainnya PE1. Sekalipun demikian ketiga
jenis pengemas yaitu PP, PE dan AF dapat digunakan untuk mengemas ledok instan.
4. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan sebagai berikut : Cara penyimpanan ledok instan terbaik adalah dikemas polietilen PE dengan semua bahan dan
bumbu dicampur. Dengan cara penyimpanan ini ledok instan sampai penyimpanan 4 empat bulan masih layak dan aman untuk dikonsumsi. Ledok instan sebaiknya disimpan dengan cara dikemas
dengan polietilen PE dengan bahan dan bumbu dicampur satu sama lainnya.
5. Ucapan Terimakasih
Ucapan terimakasih disampaikan kepada Rektor Universitas Udayana yang telah membiayai Hibah Penelitian Strategis Nasional ini yang bersumber pada DIPA Universitas Udayana, No. 0229.0023-
04XX2009, tgl. 31 Desember 2008 sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
6. Referensi
[1] Suter, I K., Anom Sutrisna W, I M. dan Yusa, Ni M 2009. Optimasi Formulasi Ledok Instan Yang Ditambahkan Ikan Tongkol dan Rumput Laut. Makalah disajikan pada Seminar
Perhimpunan Teknologi Pangan Indonesia PATPI, Tanggal 3 – 4 Nopember 2009 di Jakarta. [2] Sugitha, I M., Suter, I K. dan Kencana Putra., I N. 2007. Diversiikasi Pangan Berbasis Ubi
jalar, Jagung Dan Sagu Untuk Peningkatan Pendapatan Dan Pemberdayaan Gender di Bali. Pusat Kajian Makanan Tradisional Universitas Udayana, Jimbaran –Bali.
[3] Pandit, I G.S. 2007. Peningkatan Keamanan Ikan Tongkol Auxis tharzard, Lac Dengan Penerapan Teknologi Tepat Guna Ditinjau Dari Mutu Kimiawi, Mikrobiologis Dan
Organoleptik. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar. [4] Suter, I K., Anom Sutrisna W., I M., Agung, I G.N. Yusa, dan Suryawantha., I B. K. 2007. Studi
Pengembangan Produk Olahan Dari Umbi-umbian Dan Jagung Dalam Rangka Diversiikasi Pangan. Kerjasama Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali dengan Pusat Kajian
Makanan Tradisional Lembaga Penelitian Universitas Udayana, Denpasar.
76 77
[5] Sugiyono, Soekarto, S.T., Purwiyatno Haryadi dan Agus Supriyadi. 2004. Kajian Optimasi Teknologi pengolahan beras jagunginstan. Jurnal Teknol. Dan Industri Pangan. Vol.
XV.Hal.119 – 128. [6] Rizal Syarief, Sassya Santausa dan St. Isyana Budiwati. ? . Teknologi Pengemasan Pangan.
Laboratorium Rekayasa Pangan, PAU Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. [7] Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N.L., Sadarnawati dan Budiyanto, S.1989. Petunjuk
Laboratorium Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.
[8] Slamet Sudarmadji, Bambang Haryono dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
[9] Jacobs, M. 1962. The Chemicals Analysis of Foods and Food Products. 3rd Edition. D. Van Nostrand Company, Inc. New York.
[10] Larmond, E. 1977. Laboratory Methods for Sensory Evaluation of Food. Research Branch, Canada Departement of Agriculture.
Dampak Program Pengembangan Kecamatan dalam Mengentaskan Kemiskinan di Provinsi Bali
Ni Wayan Sri Astiti
1
, I Ketut Budi Susrusa
1
, I Made Antara
1 1
Fakultas Pertanian, Universitas Udayana E-mail: wayansriastitiyahoo.co.id
Abstract
Since 1998 the government has implemented a program referred to as ‘Program Pengembangan Kecamatan PPK’ [District Development Program to overcome poverty. Through this program the government has granted
Rp. 500 million and Rp. 1 billion as what is referred to as block grant to every district. Therefore, it is necessary to explore to what extent the success of the program has been. In relation to that, the present study was intended
to 1 analyze the physical and economic impacts of PPK; 2 identify what impeded the program. The study was conducted in Buleleng Regency, Karangasem Regency, and Bangli Regency. The sample of the study included the
female members of local credit unions who were simply determined. The respondents were randomly determined, totaling 5 from every local credit union. The data were descriptively and qualitatively analyzed.
The results of the study showed that the program physically affected the development of the supporting
economic, educational, and health facilities and infrastructure. It was identiied that, physically, in 2008 it gave a 16.59 contribution to the total length of streets, a 27.20 contribution to the development of all units of
the traditional markets, an 11.69 contribution to all units of the elementary school buildings, and an 18.43 contribution to all units of the public health centers. Economically
, it was identiied that the productive economic businesses and the rolling capital grew positively. The rolling capital, as part of the program, would enable
the women to free themselves from poverty. Facilities and infrastructure, education, health and economy were identiied to impede the program.
It is suggested that the empowerment of society through the PPK Program, which is popularly referred to as ‘Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan PNPM-MP [the National Program of
the Empowerment of Independent Rural Communities] should be continued as its programs intended to improve the physical facilities and infrastructure, education, health and economy have positively affected the rural
communities, meaning that it has been indirectly able to overcome poverty.
Keywords: PPK, overcoming poverty, physical and economic impact. 1. Pendahuluan
Program Pengembangan Kecamatan PPK merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan di daerah perdesaan. Di akhir Januari 2007, pemerintah
meluncurkan program nasional pemberdayaan masyarakat PNPM, sekaligus instrumen untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja. Program ini merupakan
perluasan cakupan dua program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat yaitu program pengembangan kecamatan PPK dan program penanggulangan
kemiskinan di perkotaan P2KP yang mana keduanya dilaksanakan di tahun 2007. Direncanakan tahun 2008, PNPM akan diperluas sedikitnya menjadi lima, yaitu: 1 PPK, 2 P2KP, 3 program
pengembangan daerah tertinggal dan khusus P2DTK, 4 pengembangan infrastruktur dan sosial ekonomi wilayah PISEW, dan 5 program kelompok usaha bersama KUBE.
PPK sejak tahun 1998 telah dilaksanakan oleh Departemen Dalam Negeri, Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Desa PMD. Program ini dibiayai dengan alokasi anggaran pemerintah, hibah dari
donor, dan dana pinjaman dari Bank Dunia. PPK memberikan block grant sebesar antara Rp. 500 juta dan Rp. 1 milyar kepada kecamatan. Sasarannya adalah kecamatan miskin di seluruh Indonesia
78 79
dan dilaksanakan di 30 dari 33 propinsi yang ada di Indonesia, termasuk di Provinsi Bali. Pada Agustus 2006, Pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa PPK akan diperluas hingga mencakup
seluruh Indonesia pada 2009, dan akan menjadi program nasional utama untuk memberantas kemiskinan bagi pemerintah yang berkuasa saat ini. Setelah hampir lima tahun berjalan 2003-
2009, tentunya program ini sudah dapat menunjukkan dampak dalam meningkatkan pendapatan masyarakat miskin di Provinsi Bali.
Pembangunan di Provinsi Bali didasarkan pada bidang ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian dalam arti luas, pengembangan sektor pariwisata dengan karakter kebudayaan Bali dan
sektor industri kecil dan kerajinan yang berkaitan dengan sektor pertanian dan sektor pariwisata. Kebijakan prioritas tiga sektor ini, menurut terminologi Nurkse, 1953 dalam Yotopoulos dan Nugent,
1976 dapat digolongkan ke dalam pertumbuhan seimbang, yakni ada keterkaitan penawaran dan permintaan antara satu sektor dengan sektor lainnya, atau pengembangan sektor-sektor itu dapat
menciptakan permintaan mereka sendiri. Dalam usaha mencapai tujuan pembangunan ekonomi, berbagai macam program dan proyek diluncurkan oleh pemerintah.
Program pemberdayaan melalui Program Pengembangan Kecamatan PPK idealismenya merupakan alat yang cukup penting untuk mewujudkan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan
bagi masyarakat perdesaan di Indonesia dalam tiga hal sekaligus, yaitu: menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan mengentaskan kemiskinan melalui berbagai macam
kegiatan sarana dan prasarana, Usaha Ekonomi Produktif UEP dan Simpan Pinjam Perempuan SPP. Dengan demikian semakin terbukanya masyarakat terhadap akses jasa keuangan yang
berkelanjutan melalui kelembagaan UPK Unit Pengelola Kegiatan di mana hal itu merupakan prasyarat bagi para pengusaha mikro dan masyarakat desa umumnya untuk meningkatkan
kemampuan usaha dan keluarga miskin dalam mengurangi kerentanan hidup terhadap musibah dan permasalahan ekonomi, serta untuk meningkatkan penghasilan mereka. Apabila ditunjang dengan
berbagai macam sarana dan prasarana yang mereka butuhkan untuk mempermudah aktivitas mereka. Selain itu masyarakat sebagai pelaku PPK telah dipersiapkan dan dibekali dengan berbagai
macam pelatihan untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan mereka dalam merencanakan, melaksanakan dan melestarikan hasil-hasil dari PPK di setiap lokasi sasaran.
Melalui ungkapan sebelumnya tampak bahwa sebenarnya ekonomi perdesaan sangatlah potensial, namun selama ini belum disentuh dengan tepat, maka akibatknya banyak proyek
di perdesaan hanya meninggalkan bekas atau sisa-sisa proyek yang tidak lagi dapat digunakan. Sebaliknya apabila ekonomi perdesaan disentuh dengan tepat, maka roda ekonomi pedesaan akan
menggeliat tumbuh dan berkembang. Kesadaran untuk membangun dirinya mulai terlihat dengan hadirnya PPK di kecamatan yang ada di Provinsi Bali.
Berdasarkan uraian sebelumnya dan permasalahan yang dirumuskan, maka urgen dilakukan pengkajian “Dampak Program Pengembangan Kecamatan dalam Mengentaskan Kemiskinan di
Provinsi Bali”untuk menemukan solusi. Setelah beberapa tahun berjalan program PPK di Indonesia umumnya dan di Provinsi Bali khususnya, maka muncul permasalahan dalam bentuk pertanyaan,
sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah dampak isik Program Pengembangan Kecamatan PPK, khususnya peningkatan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana isik di Provinsi Bali?
2. Bagaimanakan dampak ekonomi Program Pengembangan Kecamatan PPK, khususnya dampak Unit Ekonomi Produksi UEP dan Simpan Pinjam Perempuan SPP dalam
mengentaskan kemiskinan di Provinsi Bali?. 3. Adakah kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi Program-Program Pengembangan
Kecamatan di Provinsi Bali?
2. Metode Penelitian