168 169
b. Nayaka
Menurut Van der Tuuk 1894 : 550 fungsi jabatan nayaka sama dengan jabatan kbayankabayan dalam sistem pemerintahan masyarakat tradisional Bali, yaitu suatu
pejabat yang bertugas mengurus dan memelihara tempat suci. Sebagai imbalannya ia diberi hak untuk mengelola memungut hasil tanah milik tempat suci laba
pura tesebut. Sedangkan Goris 1954b:247 menyebutkan nayaka adalah sejenis ‘pimpinan’; ‘kepala’; ’pengawas’. Kemudian Casparis 1956 : 288 menyebutkan
nayaka adalah petugas kerajaan yang diberi kepercayaan untuk memungut pajak dari harta warisan orang-orang yang masih hidup. Kata nayaka yang ditemukan
dalam sistem pemerintahan Bali Kuno lebih cenderung diartikan ‘pengawas’ karena wewenangnya hanya terkait dengan salah satu aspek kehidupan masyarakat. Dalam
periode itu, ditemukan beberapa jabatan nayaka antara lain nayaka buru adalah pejabat yang mengelola daerah perburuan milik raja; nayaka asba mungkin pejabat
yang mengurus kuda-kuda, nayaka manuk kemungkinan pejabat yang mengurusi ayam aduan, nayaka saksi kemungkinan pejabat yang berkaitan dengan pengasawan
saksi.
c. Ser
Ser adalah jabatan dalam struktur pemerintahan tingkat desa yang mempunyi wewenang mengepalai suatu unit kerja misalnya ser pasar bertugas mengkordinir
kegiatan pasar, ser danu bertugas mengkordinir kegiatan di bidang pengairan atau irigasi.
d. Hulu
Kayu Jabatan hulu kayu adalah jabatan yang paling sering berurusan dengan masalah-
masalah tanah, seperti memungut pajak, mengatur wilayah desa, memberi ijin membuka lahan baru baik untuk pemukiman maupun pertanian. Bahkan pejabat yang
menduduki jabatan itulah yang sering mendampingi para pejabat desa keraman, menghadap langsung kepada raja untuk menyampaikan berbagai masalah yang
menimpa desa mereka dan memohon berbagai hal untuk kepentingan desanya.
e. Tuha banuatuha thani Pada umumnya masyarakat hukum pada masa Bali Kuno disebut dengan beberapa
istilah seperti wanuabanua, thani, desa, dan thani karaman. Sedangkan penduduknya disebut anak banuaanak wanua, anak thani. Kesatuan wilayahnya disebut
parimandala dan mempunyai batas yang tegas. Untuk menjalankan roda pemerintahan tingkat desa, diangkat sejumlah orang untuk menduduki jabatan-jabatan tertentu yang
biasa diambil dari sesepuh desa tuha-tuha ring desanya. Mereka kemudian membagi tugas dalam menjalankan pemerintahan di desa termasuk memungut pajak.
4. Subjek
Pajak Subjek pajak disebut juga dengan istilah wajib pajak. Berdasarkan ketentuan umum
di dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 yang dimaksud dengan wajib pajak adalah orang atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan
untuk melakukan kewajiban perpajakan. Subjek pajak kalau dikaitan dengan data di dalam prasasti maka ditemukan adanya jenis pajak yang dikenakan pada setiap orang, setiap
keluarga, setiap kelompok, dan setiap desa.
5. Objek
Pajak Segala sesuatu yang ada dalam masyarakat dapat dijadikan sasaran atau objek pajak,
baik keadaan, perbuatan, maupun peristiwa Soemitro, 1990: 101. Berdasarkan prasasti- prasasti yang dikeluarkan Raja Jayapangus, maka yang dijadikan objek pajak adalah
segala sesuatu yang dijadikan sasaran dalam pemungutan pajak misalnya perbuatan atau aktivitas yang berhubungan dengan agrikultur antara lain pertanian lahan basah sawah
huma dan peternakan babi, ayam, persilangan ternak perbuatan yang berkaitan dengan usaha transportasi atau perdagangan dan juga penghasilan yang diperoleh dari profesi
sebagai seniman, pemadam kebakaran, dan pengawas atau saksi.
6. Surat
Keputusan Surat ketetapan pajak adalah keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak
yang terhutang, jumlah pengurangan pembayaran pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah pajak yang masih hurus dibayar
Soemitro, 1987 : 43-45. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa hal-hal yang berhubungan dengan surat ketetapan tersebut dapat ditemukan pada
prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh raja Jayapangus. Meskipun tidak semua aspek yang ada dalam surat ketetapan itu ada dalam prasasti. Di dalam prasasti-prasasti Raja
Jayapangus disebutkan pajak apa saja yang harus dibayar, berapa jumlah pajak yang harus dibayar, sanksi-sanksi yang dikenai bagi orang-orang yang melanggarnya, dan bulan apa
suatu pajak harus dibayar.
7. Mekanisme Pemungutan Pajak Mekanisme pemungutan pajak dapat dilihat berdasarkan hierarki pemungutan pajak.
Hierarki pemungutan pajak pada masa pemerintahan Raja Jayapangus dapat digambarkan sebagai berikut. Raja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dan mempunyai ‘hak milik’
atas pajak, memberi kewenangnan memungut pajak kepada para pejabat daerah seperti nayaka buru, nayaka tangkalik, nayaka manuk, nayaka saksi, ser danu, hulu kayu,
caksu paracaksu dan para pejabat setingkat itu, yang dibantu oleh para rama atau tuha banuatuha thani kepala desa. Untuk mengawasi pemungutan pajak dan pengelolaan
pajak yang terkumpul, raja mempercayakan kepada sang admak akmitan apigajih, yang kemudian dimasukan ke dalam kas kerajaan. Selain mengikuti heirarki pemungutan pajak
seperti diatas, beberapa data prasasti juga menunjukan bahwa pajakiuran tidak diserahkan kepada raja pada akhirnya tetapi dipersembahkan kepada bangunan suci bhatara
. Hal ini sering terjadi pada masyarakat yang memiliki status swatantra otonomi sendiri yang
dalam prasasti dikenal dengan istilah jataka. Waktu pembayaran pajak tidaklah dilakukan secara serentak bagi semua jenis pajak yang ada. Ada yang dilakukan secara periodik,
yakni setiap tahun anken CetraCaitra setiap bulan sembilan, anken Magha setiap bulan tujuh, Asuji bulan ketiga, Kartika bulan keempat, dan ada juga beberapa jenis
pajak dipungut setiap bulan habulan-bulanan yang kadang kala disertai dengan tanggal.
8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelanggaran Pajak pada Masa Pemerintahan Raja Jayapangus
Walaupun pengaturan pajak diatur oleh raja agar tidak memberatkan masyarakat sebagai
wajib pajak, pada kenyataannya pajak-pajak tersebut sering menimbulkan keresahan kalangan masyarakat. Beberapa faktor penyebab terjadinya pelanggaran pajak pada masa
pemerintahan raja Jayapangus adalah sebagai berikut.
170 171
1. Ulah para pemungut pajak Prasasti raja Jayapangus memperlihatkan bahwa telah terjadi keresahan dalam
mayarakat beberapa desa yang disebabkan oleh ulah para pemungut pajak. Ulah para pemungut pajak ini ada yang disebabkan karena unsur ketidaksengajaan atau
kesalahpahaman mengenai jumlah dan ketentuan dalam pemungutan pajak dan ada juga yang disebabkan karena unsur kesengajaan atau penyelewengan. Penyelewengan
ini dapat berupa pemungutan pajak yang melebihi ketentuan yang telah ditetapkan.
Hal ini dapat diketahui dari munculnya prassati-prasasti yang berisikan permohonan untuk memulihkan kembali ketetapan-ketetapan perpajakan yang pernah dilanggar
oleh para petugas pemungut pajak.
2. Ketidakmampuan masyarakat membayar pajak. Ketidakmampuan masyarakat untuk membayar pajak juga menyebabkan pelanggaran
pajak. Ketidakmampuan membayar pajak disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya karena berkurangnya jumlah anggota masyarakat sebagai wajib pajak subjek pajak
dan berkurangnya hasil bumi ataupun penghasilan objek pajak. Berkurangnya subjek serta objek pajak juga disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya karena adanya
bencana alam, kekacauan didaerahnya sendiri, atau adanya serangan dari daerah lain terhadap daerahnya.
9. Upaya Penanggulangan Pelanggaran Pajak pada Masa Pemerintahan Raja
Jayapangus Keresahan dalam masyarakat mengakibatkan keluhan-keluhan yang kemudian
disampaikan kepada raja Jayapangus melalui tokoh-tokoh tetua-tetua masyarakat dan atau pejabat perantara yang biasanya erat kaitannya dengan sumber keresahan masyarakat
tersebut. Untuk menanggulangi keadaan tersebut, raja bersama aparat kerajaan mengadakan persidangan dengan terlebih dahulu mengutus salah satu pejabat untuk mengadakan
penyelidikan secara langsung ke daerah yang bersangkutan. Di dalam pesidangan istana tersebut dihadapkanlah tokoh-tokoh masyarakat sebagai wakil dari wajib pajak dan pejabat
pemungut pajak guna mencari penyesuaian dan pemecahan masalah tersebut. Beberapa upaya yang dilakukan dalam menanggulangi pelanggaran pajak pada masa pemerintahan
raja Jayapangus adalah sebagai berikut.
1. Meninjau kembali keputusan-keputusan yang telah ditetapkan. Kenyataan ini termuat di dalam beberapa prasasti yang menyebutkan bahwa Raja
Jayapangus berkali-kali memberikan pengampunan atau keringanan pajak berupa bebas pajak keseluruhan atau sebagian dari jumlah pajak, apabila rakyat merasa
keberatan membayar pajak yang telah ditetapkan oleh raja.
2. Memberikan
hak swatantra
Hak swatantra lebih dikenal dengan istilah sima dalam prasasti-prsasati Jawa Kuna. Gambaran sepintas tentang sirkulasi pajak di wilayah sima adalah bahwa sima itu
seolah-olah berada langsung dibawah raja dan memperoleh pengurangan keharusan membayar pajak sesuai ketentuan umum. Hasil pungutan pajak pada daerah swatantra
tidak lagi dibayarkan kepada pemerintah pusat melainkan dikelola sendiri oleh daerah sima yang bersangkutan. Dengan demikian berarti bahwa daerah itu diberi hak untuk
tidak menyerahkan pajak ke kerajaan. Akan tetapi karena pajak merupakan salah satu sumber pendapatan yang cukup besar, maka kerajaan kemudian membuat ketentuan
tentang pembatasan usaha yang tidak terkena pajak kerajaan, atau dengan kata lain pajaknya tidak diserahkan ke kerajaan. Ketentuan itu dimaksudkan untuk menjaga
kestabilan pemasukan kerajaan, yaitu agar kerajaan tetap memperoleh pemasukan pajak dari daerah, meskipun suatu daerah telah ditetapkan sebagai sima.
3. Menganugerahkan
prasasti Prasasti pada hakikatnya merupakan ketetapan raja mengenai pelbagai masalah yang
dihadapi oleh suatu desa termasuk pajak. Ketetapan itu wajib dipatuhi oleh semua pihak terkait, baik mereka itu penduduk desa yang bersangkutan atau desa lain
maupun pejabat-pejabat tinggi kerajaan. Dalam prasasti tersebut diatur segala hak dan kewajiaban suatu masyarakat yang dianugerahi prasasti salah satunya tentang pajak.
4. Memberikan hukuman yang setimpal Berdasarkan data prasasti memang tidak disebutkan hukuman atau ganjaran yang
dikenakan kepada aparat pemungut pajak yang melanggar, tetapi kemungkinan hukuman tersebut memang ada, baik dalam bentuk denda, hukuman badan atau
diberhentikan dari jabatannya yang didahului dengan proses pengadilan. Sebagai pembanding dapat dilihat pada prasasti-prasasti Jawa kuna yang mencantumkan
perbuatan-perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana ataupun perdata. Adanya hukuman juga tersirat dari sapatha yang biasanya dituliskan pada bagian akhir prasasti.
Sapatha adalah kutukan yang dikenakan kepada orang yang berani melanggar aturan- aturan yang termuat dalam prasasti maupun merusak prasasti tersebut.
IV. Simpulan dan Saran 4.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian terdahulu maka pada uraian ini akan dicoba untuk mengemukakan
beberapa simpulan sebagai jawaban dari permasalahan yang dirumuskan. Simpulan yang dikemukakan berikut ini bersifat sementara dan sewaktu-waktu akan berubah bila ditemukan
data baru. Beberapa simpulan yang dirumuskan adalah sebagai berikut. 1. Masyarakat Bali Kuna pada masa pemerintahan raja Jayapangus telah melakukan
kewajiban sebagai warga kerajaan dengan membayar beberapa jenis pajak. Mekanisme pemungutan pajak pada masa pemarintahan raja Jayapangus dapat dilihat berdasarkan
hierarki pemungutan pajak. Hierarki pemungutan pajak pada masa pemerintahan Raja Jayapangus dapat digambarkan sebagai berikut. Raja sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi dan mempunyai ‘hak milik’ atas pajak, memberi kewenangan memungut pajak kepada para pejabat daerah seperti nayaka buru, nayaka tangkalik, nayaka manuk, nayaka
saksi, ser danu, hulu kayu, caksu paracaksu dan para pejabat setingkat itu, yang dibantu oleh para rama atau tuha banuatuha thani kepala desa. Untuk mengawasi pemungutan
pajak dan pengelolaan pajak yang terkumpul, raja mempercayakan kepada sang admak akmitan apigajih, yang kemudian dimasukan ke dalam kas kerajaan.
2. Faktor penyebab terjadinya pelanggaran pajak pada masa pemerintahan raja Jayapangus adalah ulah para pemungut pajak yang melakukan kesalahan karena memungut pajak tidak
sesuai dengan ketentuan yang telah diatur. Di samping itu, ketidakmampuan masyarakat untuk membayar pajak juga merupakan faktor penyebab terjadinya pelanggaran pajak.
3. Adapun upaya yang dilakukan dalam menanggulangi pelanggaran pajak pada masa
172 173
pemerintahan raja Jayapangus adalah dengan meninjau kembali keputusan-keputusan yang telah ditetapkan, memberikan hak swatantra kepada penduduk suatu desa,
menganugerahkan prasasti, dan memberikan hukuman yang setimpal.
4.2 Saran Upaya memetik nilai positif dari aktivitas masa lampau merupakan hal yang pantas dilakukan
oleh siapapun. Memang upaya itu sering merupakan sesuatu yang sukar dilaksanakan, namun akan lebih baik jika tetap diusahakan. Hal-hal yang dikemukakan di bawah ini merupakan
sebuah usaha kearah tersebut. Ditinjau dari segi nilai-nilai luhur budaya, dapat dikatakan bahwa nilai-nilai luhur budaya lama dan baru bukanlah merupakan dua hal yang bersifat terpisah.
Cukup banyak nilai-nilai budaya yang masih dianut pada dewasa ini yang pada hakikatnya merupakan produk masa lampau. Memang dalam upaya memanfaatkan nilai-nilai budaya
lama dalam menghadapi masa kini dan masa yang akan datang diperlukan kearifan menyeleksi
serta “mendaur ulang” agar didapat nilai-nilai yang betul-betul bermanfaat bagi kehidupan. Perlu disadari bahwa sikap apriori dengan memandang bahwa segala sesuatu yang merupakan
produk budaya lama harus ditinggalkan adalah sikap yang patut dihindari.
V. Daftar Pustaka
[1] Astra, I Gde Semadi. 1997. “Birokrasi Pemerintahan Bali Kuno abad XII-XIII : Sebuah Kajian Epigrais”, Disertasi. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.
[2] Bekker, S.J.WM. 1972. Ilmu Prasasti Indonesia Serie Risalah Pengantar Pengajaran dan Pembelajaran Sejarah Yogyakarta : Jurusan Sejarah IKIP Sanata Dharma.
[3] Boechari, M. 1977 Epigrai dan Sejarah Indonesia. Majalah Arkeologi Th I No. 2. Jakarta : Fakultas Sastra Univ. Indonesia Hal. 1-20.
[4] Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. 2004. Himpunan Prasasti-Prasasti Bali Masa Pemerintahan
Raja Jayapangus. Denpasar. [5]
Goris, DR. Roelof. 1954a. Prasasti Bali I. Bandung : NV. Masa Baru. [6] Goris, DR. Roelof. 1954b. Prasasti Bali II. Bandung : NV. Masa Baru.
[7] Koentjaraningrat. 1991 Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. [8] Miles, MB dan A.M. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta : UI Press.
[9] Sedyawati, Edi. 1997. “Konsep dan Strategi Pelestarian Warisan Budaya”, Makalah disampaikan dalam Internatonal Workshop on Balinese Culture Heritage,. Denpasar tanggal
29 Juli 1997. [10] Shastri, Pandit, N. D.. 1963. Sejarah Bali Dwipa. Denpasar : Bhuwana Saraswati.
[11] Soebadio, Haryati. 1980. “Mencari Akar Kebudayaan Nasional”, Dalam Analisis Kebudayaan. Dep. P.dan K. Jakarta, No. 1. Th. I : 7-10.
[12] Suhadi, Machi. 1979. Himpunan Prasasti Bali, Koleksi R. Goris dan Ktut Ginarsa. Jakarta.
Implementasi Kebijakan Program Kb Di Kota Denpasar Dalam Perspektif New Public Service
Strategi dan Standarisasi Pelayanan Publik Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Pemerintah Kota Denpasar dalam Peningkatan Peran
Akseptor Program KB Metode Operasi Pria
Tedi Erviantono
1
, Ni Made Ras Amanda G
1
, Ni Nyoman Dewi Pascarani
1 1
Administrasi Negara, FISIP Unud, Denpasar, Indonesia E-mail : erviantono2yahoo.com
Abstract
The policy of controlling population is one of important focus that has become a priority in order to improving people welfare in local government. One of implementation of this policy is birth control program by men
vasectomy. This research is held to study the principle of new public service in birth control program, especially for men surgery in Denpasar City. The study of this research is done through descriptive method and also attaching
interview instrument and documentation. On its implementation, the government of Denpasar, through Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Denpasar refers to new public service principles. This
implementation program has reached over the target. Some of new public service principle has been applied in control birth program by men surgery metode, which is : accessible, society participation, and reward for
successful program that has been done transparently through Surat Keputusan Walikota.
Keywords : new public service, birth control program men surgery
A. Pendahuluan
Problematika sebagian besar negara berkembang adalah mereduksi angka kemiskinan dengan menggunakan beragam strategi. Beberapa hal ditempuh antara lain peningkatkan infrastruktur
ekonomi serta pembangunan derajat partisipasi masyarakat melalui peningkatan pendidikan dan kesehatan. Hanya kendala peningkatan tersebut bersumber pada permasalahan kependudukan. Hal
ini terlihat dari fakta masih tingginya angka kematian bayi, termasuk ibu melahirkan, rendahnya tingkat kesadaran masyarakat tentang hak reproduksi, serta masih tingginya laju pertumbuhan
penduduk yang tidak imbang dengan daya dukung lingkungan. Keprihatinan permasalahan kependudukan melahirkan konsep pembangunan berwawasan kependudukan sebagai integral
konsep sustainable development
Hakim,2011: 41. Kesadaran negara-negara mengurai masalah kemiskinan dan keterbelakangan melalui
pendekatan kependudukan dirintis sejak tahun 1994. Sekitar 120 negara berkomitmen melalui Konferensi Internasional Pembangunan dan Kependudukan ICPD di Cairo yang intinya bersama-
sama menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi bagi semua orang tanpa diskriminasi dengan capaian selambat-lambatnya tahun 2015 Mantra, 2004:15. Komitmen ini ditindaklanjuti program
Millenium Development Goals MDGs yang salah satunya mempromosikan kesehatan gender dan pemberdayaan perempuan promoting gender equality and empowering women.
Indonesia memulai program pengendalian laju angka pertumbuhan kependudukan sejak awal Orde Baru, dimana tahun 1967 Presiden Soeharto kala itu ikut menandatangani deklarasi
kependudukan dunia. Pendukung komitmen tersebut ditindaklanjuti pendirian Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN melalui Keputusan Presiden Kepres Nomor 8 tahun
1970. BKKBN merupakan lembaga Non Departemen yang memiliki tanggung jawab dalam bidang pengendalian laju pertumbuhan penduduk di Indonesia melalui Program Keluarga Berencana
Nasional Utarini, 2005 : 98.
174 175
Lembaga resmi pelaksana teknis BKKBN terstruktur secara hirarkis, dari tingkat Pusat, Daerah Tingkat I sekarang provinsi, Daerah Tingkat II Kotamadya sekarang kabupatenkota hingga
tingkat kecamatan maupun desa. Pada perjalanannya, lembaga ini mengalami penyesuaian secara program maupun kelembagaan, termasuk Pembentukan Kementerian Kependudukan dan BKKBN
berdasarkan Kepres Nomor 109 Tahun 1993. Dasa warsa awal 1970-1980-an, Program Keluarga
Berencana KB berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia dari 2,8 menjadi 2,3. Dasa warsa 1980-1990-an, laju pertumbuhan penduduk ditekan kembali menjadi 1,98, serta
pada dekade 1990-2000-an laju pertumbuhan penduduk menjadi 1,49 Suyono; 2005:29. Meski trend pertumbuhan penduduk cenderung menurun, namun angka absolut pertumbuhan penduduk
rata-rata kisarannya masih cukup tinggi yaitu 3 juta jiwa per tahun dari jumlah penduduk 219 juta jiwa, sehingga menurut proyeksi BAPENAS, tahun 2025 penduduk Indonesia akan berjumlah
273,7 juta jiwa Kompas, 3 Agustus 2005.
Melihat kondisi tersebut, keberadaan Program Keluarga Berencana tentunya masih sangat dibutuhkan terutama menjaga keseimbangan laju pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi,
maupun daya dukung lingkungan. Fokus yang perlu dicapai adalah komitmen terhadap program KB yang merujuk ratiikasi Deklarasi Cairo ICPD dimana mendasarkan pada tuntutan keadilan dan
kesetaraan gender. Realitasnya hingga kini, tingkat kesertaan ber-KB masih didominasi perempuan, sedangkan pihak pria tingkat kesertaannya masih sangat rendah, yaitu kurang 6 dari jumlah
total Peserta KB Aktif. Komitmen ideal program KB adalah keikutsertaan peserta KB Pria dalam penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang, salah satunya melalui Medis Operasi Pria MOP atau
vasektomi.
Rakernas Program KB tahun 2000 mengamanatkan perlunya ditingkatkan peran pria dalam Keluarga Berencana dan ditindak lanjuti Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 10HK-010B52001 tanggal 17 Januari 2001 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional,
dengan membentuk Direktorat Partisipasi Pria di Bawah Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi yang bertugas merumuskan kebijakan operasional peningkatan partisipasi
pria dalam program KB. Pada arahan program tersebut ditegaskan perlunya intervensi khusus dengan program peningkatan partisipasi pria yang tujuan akhirnya mewujudkan keluarga berkualitas
melalui upaya peningkatan kualitas pelayanan, promosi KB dan kesehatan reproduksi berwawasan gender pada tahun 2015 BKKBN, 2000:43.
Perkembangan pelaksanaan program peningkatan kesertaan KB pria di lapangan ternyata belum mencapai harapan. Dalam kenyataannya terdapat permasalahan muncul dalam implementasi
program yang dilaksanakan, antara lain operasionalisasi program yang bias gender, penyiapan tempat dan tenaga pelayanan yang masih serba terbatas, peralatan lebih banyak digunakan untuk
peserta KB perempuan, serta terbatasnya pilihan kontrasepsi pria. Berdasarkan kondisi inilah, maka pilihan KB kalangan pria masih kurang populer dibanding KB perempuan karena juga ada
stereotype bahwa kecenderungan beban pemeliharaan anak termasuk keikutsertaan program KB masih ditanggung oleh pihak ibu perempuan, resiko penggunaan kontrasepsi pria yang dapat
menimbulkan gangguan dan mengurangi kualitas hubungan seksual, keengganan pihak istri perempuan pada suami untuk menyatakan kesepakatan akibat faktor hambatan dominasi nilai
sosial budaya serta kekhawatiran adanya efek samping kesehatan reproduksi dari pihak pria Zaeni, 2006 : 12.
Pada kondisi yang sama, secara historis terdapat permasalahan serius pada tingkat kelembagaan operasional yang juga secara langsung mempengaruhi peningkatan kesertaan KB pria. Keputusan
Menteri Pemberdayaan PerempuanKepala BKKBN yang merujuk pada Keputusan Presiden Nomor 20 tahun 2000 Tentang Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional yang ditandatangani
Presiden Abdurrahman Wahid kala itu, dimana BKKBN merupakan instansi vertikal menjadi kontraproduktif tidak berarti saat harus berhadapan dengan Peraturan Pemerintah PP Nomor 8
tahun 2003 tentang SOTK di daerah yang disahkan pada masa Presiden Megawati. PP yang disertai regulasi pelaksana Kepres Nomor 103 tahun 2001 tersebut menggariskan
bahwa sebagian besar kewenangan BKKBN harus sudah diserahkan kepada daerah hingga akhir tahun 2003. Kondisi ini mengakibatkan terombang-ambingnya kelembagaan sekaligus berdampak
pada implementasi program, karena keberagaman masing-masing daerah menilai kepentingan program KB, termasuk munculnya masalah ketidakjelasan komitmen anggaran pendukung program
keluarga berencana di level daerah Utarini, 2005 : 98 atau kurang populernya program KB sebagai
program yang dicap “Orde Baru” Metrotvnews.com, 2012. Untuk Kota Denpasar, Pemerintah Daerah masih tetap berkomitmen melaksanakan program
KB dengan membentuk lembaga khusus, yaitu Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan melalui legalitas Perda Kota Denpasar Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Denpasar. Keberadaan lembaga ini secara implementatif diharapkan akan diikuti dengan peningkatan Program Keluarga Berencana secara lebih baik,
efektif, eisien, dan akuntabel sebagaimana tujuan utama dari otonomi daerah. Penyelenggaraan program di era otonomi daerah idealnya memang harus menyertakan sebuah standar layanan yang
mengikuti paradigma new public service, dimana sebagaian besar nilai-nilainya diderivasi dari tuntutan penegakan good governance kelembagaan layanan publik di daerah, termasuk Badan
Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kota Denpasar. Menurut Miftah Thoha 2008 : 24, penyelenggaraan pelayanan publik dalam ranah keilmuan administrasi negara di masa kini
telah mengalami pergeseran dari old public administration ke arah paradigma new public service yang menyertakan perubahan pada tataran formulasi, impelementasi dan evaluasi kebijakan publik.
Pada arah ini pelibatan komponen warga negara, institusi publik, perusahaan swasta dan Non Governmental Organization NGO merujuk pada proses governance sekaligus sebagai bentuk
keterlibatan total otoritas publik. Otoritas publik dilibatkan secara optimal, baik dalam bentuk
pemberian ruang akses pendapat suara bagi warga negara serta akomodasi isu-isu yang menjadi konsentrasi dari publik di tingkatan fase formulasi maupun implementasi kebijakan yang dihasilkan.
Penelitian ini hendak mengetahui ragam strategi dan standarisasi pelayanan publik yang dijalankan Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Pemerintah Kota Denpasar
terkait peningkatan peran akseptor KB Program Metode Operasi Pria Vasektomi sebagai implementasi kebijakan Keluarga Berencana dalam perspektif new public service. Metode penelitian
yang digunakan adalah teknik penelitian deskriptif kualitatif dengan mengajukan pertanyaan yang dirancang sebelumnya kepada pihak-pihak terkait dengan tema penelitian ini.
B. Perumusan Masalah
1 Bagaimanakah bentuk pelayanan publik yang dilaksanakan Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Pemerintah Kota Denpasar dalam Peningkatan Peran Akseptor KB
Program Metode Operasi Pria Vasektomi? 2 Strategi dan standarisasi kelembagaan apa sajakah yang dijalankan Badan Keluarga Berencana
dan Pemberdayaan Perempuan Pemerintah Kota Denpasar ditinjau dari perspektif new public service
?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Pemerintah Kota Denpasar dalam Peningkatan Peran Akseptor KB khususnya
dalam Program Metode Operasi Pria Vasektomi ditinjau dari perspektif new public service;
176 177
2. Untuk mengetahui ragam bentuk strategi dan standarisasi yang dijalankan Pemerintah Kota Denpasar dalam implementasi kebijakan program Keluarga Berencana di Kota Denpasar dan
kesesuaiannya dengan paradigma new public service;
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian terkait partisipasi akseptor KB pria dalam keberhasilan program KB memang telah banyak dilakukan. Penelitian Ekarini 2008 dari Program Studi Magister Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Universitas Diponegoro misalnya mengulas analisis faktor yang berpengaruh terhadap partisipasi pria dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Pada
kesimpulannya, Madya mengungkapkan tingkat partisipasi pria ber-KB dipengaruhi pengetahuan, kualitas pelayanan KB, akses pelayanan KB serta sosial budaya. Ekayanti 2005 juga melakukan
penelitian tentang tingkat persepsi pria pasangan usia subur terhadap partisipasi pria dalam ber- KB di Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Penelitian ini menyimpulkan ada hubungan positif
antara tingkat pendidikan, pengetahuan, motivasi, pengalaman, sosial budaya, dan nilai-nilai agama yang dianut dengan persepsi pria pasangan usia subur terhadap partisipasi pria dalam ber-KB.
Pada ranah keilmuan administrasi negara, Zaeni 2005 dari Magister Ilmu Administrasi Universitas Diponegoro menyoroti implementasi kebijakan peningkatan kesertaan KB Pria di
Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang. Penelitiannya menyimpulkan bahwa implementasi kebijakan peningkatan kesertaan KB pria masih menyisakan probelmatika khususnya dalam
penyelesaian struktur kelembagaan di kecamatan. Sumberdaya yang masih rendah kualitasnya mengakibatkan menurunnya kualitas kemampuan berkomunikasi bagi penyuluh KB dalam
melakukan konseling KB pria. Hanya saja, baik dari tulisan artikel jurnal ilmiah maupun tugas akhir, penelitian yang khusus menyangkut strategi dan standarisasi kelembagaan pelaksana program
Keluarga Berencana di level Pemerintah Daerah masih jarang dilakukan, apalagi yang dikaitkan dengan perspektif tinjauan konsep new public service.
Menurut Entjang Ritonga, 2003 : 87 Program Keluarga Berencana Family Planning, Planned Parenthood merupakan suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak
kehamilan dengan memakai kontrasepsi . Menurut WHO Expert Committe, 1970, KB merupakan
tindakan yang membantu individu atau pasutri untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan dan menentukan
jumlah anak dalam keluarga. Indonesia menjalankan program KB dengan salah satu tujuannya adalah mengendalikan laju pertumbuhan penduduk dengan cara pengaturan kelahiran anak, agar
diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Salah satu program KB yang disoroti dalam penelitian ini adalah KB Pria. Metode KB pria ada dua bentuk, yaitu permanen yang dikenal sebagai Metode Operasi Pria serta metode tidak
permanen yaitu penggunaan kondom. Dalam penelitian ini lebih difokuskan pada pelayanan Metode Operasi Pria. MOP atau vasketomi, merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas dengan
metode menggunakan operasi kecil sesuai dengan persyaratan bagi calon akseptor pria yang sudah ditetapkan Kompas, 9 April 2011.
Menurut Utarini 2005:28, penyediaan program KB merupakan salah tugas Negara baca : pemerintah dalam menyediakan layanan publik kepada masyarakat. Sesuai dengan tutuntan good
governance, penyelenggaraan pelayanan publik ini tidak hanya sebatas kelembagaan melainkan juga terkait dengan program maupun standarisasi yang dijalankan untuk mencapai unsur efektiitas,
eisiensi dan transparansi. Dalam ranah keilmuan administrasi negara, konsep layanan publik telah mengalami pergeseran dari old public administration menjadi new public service. Esensi utama
yang terkandung dalam new public service yaitu pengakuan atas warga negara dan posisinya sangat penting bagi pemerintahan demokratis. Jati diri warga negara tidak dipandang persoalan kepentingan
pribadi self interest semata namun juga melibatkan nilai, kepercayaan, dan kepedulian terhadap orang lain. Warga negara diposisikan pemilik pemerintahan owners of government dan mampu
bertindak secara bersama-sama mencapai sesuatu yang lebih baik. Kepentingan publik tidak lagi dipandang sebagai agregasi kepentingan pribadi melainkan sebagai hasil dialog dan keterlibatan
publik dalam mencari nilai bersama dan kepentingan bersama. Perspektif new public service menghendaki peran administrator publik untuk melibatkan masyarakat dalam pemerintahan dan
bertugas melayani masyarakat. Peran pemerintah adalah melayani serving, tidak lagi steering atau rowing dan posisi publik bukan lagi sekedar klien atau pelanggan, melainkan sebagai warga
negara citizen. Pelayanan publik muncul dari kebutuhan publik, dan pelaksanaannya merupakan hasil kesepakatan stakeholder. Seluruh proses kerja pelayanan berlandaskan pada aturan hukum,
kesepakatan nilai publik, standar profesional dan kepentingan publik.
Perspektif new public service yang dilontarkan Denhardt Denhardt dalam Puspitosari, 2010
: 60 memiliki beberapa prinsip penting. Prinsip-prinsip tersebut antara lain: 1. serve citizens, not customers. Prinsip ini menganggap apa yang menjadi kepentingan publik merupakan hasil dialog,
bukan sekedar agregasi kepentingan individual. Pejabat publik tidak hanya merespon kebutuhan publik sebagai pelanggan, melainkan fokus untuk membangun relasi kepercayaan dan kolaborasi
dengan warga. Masyarakat adalah warga negara dan bukan pelanggan karena tidak ada owner di dalam proses pemerintahan dan bernegara. Pada dasarnya masyarakat adalah pemilik sah dari
negara itu sendiri. 2. Seek public interest, administrator publik harus memberikan kontribusi dalam mengembangkan gagasan tentang kepentingan publik. Tujuan bukan sekedar menemukan
solusi cepat yang berdasarkan pilihan individual, tetapi lebih pada bagaimana menciptakan apa yang menjadi kepentingan bersama sekaligus tanggungjawab bersama. Prinsip ini mengutamakan
kepentingan publik bukan privat. 3. citizenship over entrepreneurship, prinsip ini mengutamakan agar lebih menghargai warga negara daripada kewirausahaan. Kepentingan publik lebih baik apabila
ditunjukkan dalam komitmen pejabat publik membuat kontribusi bermakna ketimbang kepiawaian pejabat dalam mengembangkan dirinya sendiri. 4. Think strategically, act democratically. Kebijakan
publik dan program merupakan upaya pemenuhan kebutuhan publik dan dicapai efektif melalui usaha kolaboratif. 5. Recognize that accountability not simple, dalam perspektif ini abdi masyarakat
harus mematuhi peraturan perundang-undangan, nilai-nilai kemasyarakatan, norma politik, standar profesional, dan kepentingan warga negara. 6. Serve rather than steer, pejabat publik membantu
masyarakat mengartikulasikan apa yang menjadi kepentingan bersama daripada mengendalikan atau mengarahkan publik. 7. Value people, not just productivity, organisasi publik akan berhasil
secara jangka panjang bila bekerja secara kolaboratif dan berdasarkan kepemimpinan kolektif dengan menghargai semua masyarakat.
Sebagai bagian masyarakat dunia pada prinsipnya administrasi negara di Indonesia juga mengalami perkembangan dan pergeseran paradigma mengikuti fenomena global. Dalam konteks
kekinian, praktek administrasi negara telah mengarah pada prinsip-prinsip paradigma new public service. Pada paradigma new public service ini komponen terpenting yang harus diperhatikan
adalah adanya program dan standarisasi. Program dan standarisasi kelembagaan yang terkelola secara kolaboratif dengan masyarakat dan tentunya tetap menempatkan masyarakat sebagai warga
negara Thoha, 2008: 32. Ratminto 2006 mengemukakan strategi sebagai cara mencapai tujuan dan sasaran orga nisasi yang dijabarkan ke dalam kebijakan dan program. Strategi merupakan faktor
penting proses perencanaan stratejik, sebab strategi merupakan renca na menyeluruh dan terpadu untuk mewujudkan tujuan dan sasaran dengan memperhatikan ketersediaan sumber daya organisasi
dan keadaan lingkungan. Penjabaran pertama strategi adalah kebijakan, yaitu ketentuan yang ditetapkan menjadi pedoman, pegangan atau petunjuk dalam pelaksanaan program dan kegiatan,
guna kelancaran dan keterpaduan dalam perwujudan sasaran, tujuan, dan misi organisasi. Strategi
178 179
erat kaitannya dengan program, yaitu kumpulan kegiatan sistematis dan terpadu untuk menda- patkan hasil yang diIaksanakan instansi pemerintah guna men capai sasaran tertentu sesuai indikator
sasaran yang telah ditetapkan. Strategi pada penelitian ini adalah strategi yang dijalankan lembaga pemerintah dalam penanganan program keluarga berencana.
Standar adalah tingkat minimum yang jika dicapai kemungkinan besar akan menimbulkan kepuasan bagi pelangganmasyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah No.102 Tahun 2000
dijelaskan bahwa standar adalah spesiikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metoda yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan
memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan
datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Schroeder dalam Ratminto, 2006 : 28 menegaskan standar dalam pelayanan publik akan memberikan manfaat mengurangi variasi proses,
memenuhi persyaratan profesi, dan dasar untuk mengukur mutu. Standar menjamin keselamatan pemakai layanan dan petugas penyedia pelayanan. Dengan dikuranginya variasi pelayanan akan
meningkatkan konsistensi pelayanan publik, mengurangi terjadinya kesalahan, meningkatkan
eisiensi dalam pelayanan, dan memudahkan petugas dalam memberikan pelayanan. Dikenal tiga jenis standar Donabedian dalam ratminto, 2006 : 31, yaitu: Pertama, standar
struktur, yang meliputi sumberdaya manusia, uang, material, peralatan, dan mesin; Kedua, standar proses yang merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan dalam pelayanan, dan Ketiga, standar hasil
yang merupakan hasil outcome yang diharapkan. Burill dan Ledolter membedakan standar menjadi dua, yaitu: Pertama, standar eksternal merupakan standar yang disusun oleh pihak di luar organisasi
pelayanan, dan kedua, standar internal yang disusun sendiri oleh organisasi pelayanan dengan dasar bukti, referensi, dan kondisi organisasi. Sedangkan, proses penyusunan standar meliputi empat
langkah utama, yaitu: menentukan kebutuhan dan lingkup standar, menyusun standar, menerapkan standar, evaluasi dan pembaharuan updating standar. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun
2005 pasal 1 ayat 6 mendeinisikan Standar Pelayanan Minimal sebagai mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diterima setiap warga secara minimal. Pengertian
SPM mengacu Permendagri Nomor 6 Tahun 2007 yang menegaskan setiap jenis pelayanan harus jelas tolok ukurnya yang disebut dengan indikator SPM. Indikator SPM adalah tolok ukur prestasi
kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian SPM. Indikator tersebut berupa masukan, proses, keluaran, hasil dan
atau manfaat pelayanan dasar. Tiap indikator harus jelas standar capaiannya threshold yang dalam
Permendagri disebut nilai Hakim, 2011 : 24.Standar Pelayanan Minimal merupakan janji satuan kerja dalam menyediakan pelayanan wajib kepada masyarakat yang dilayani. Standar pelayanan
minimal dari seluruh SKPD dan satuan kerja yang memberikan pelayanan publik menjadi indikator tolok ukur yang disusun sejalan rencana pembangunan jangka menengah daerah RPJMD dan
rencana stratejik daerah yang merupakan janji kinerja pemerintah daerah terhadap masyarakat yang ada di wilayah kerja. Pemerintah Daerah berdasarkan standar pelayanan minimal mengupayakan
sumber daya dan fasilitasi proses pelayanan satuan kerja agar standar pelayanan minimal yang dijanjikan dapat dipenuhi Thoha, 2008 : 71.
E. Hasil Penelitian
Jumlah penduduk Kota Denpasar pada tahun 2011 adalah 531.924 dengan rincian 272823 pria dan 259101 perempuan. Angka kepadatan penduduk Kota Denpasar yaitu rata-rata mencapai 4163
jiwa per km persegi. Mengingat angka kepadatan penduduk di Kota Denpasar tertinggi diantara kabupaten lain di Provinsi Bali, maka diperlukan adanya pengendalian kependudukan yang salah
satunya ditempuh dengan pemberian pelayanan KB. Persepsi pelaku pembangunan maupun masyakarat di daerah terhadap program KB sebagian besar masih menganggap badan-badan
penyelenggara program Keluarga Berencana sebagai instansi institusi yang tidak menghasilkan, padahal program KB merupakan insvestasi jangka panjang. Berangkat dari kepentingan inilah
maka Pemerintah Daerah, termasuk Pemerintah Kota Denpasar memiliki kepentingan strategi menjalankan optimalisasi program keluarga berencana.
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana BP2KB Kota Denpasar merupakan institusi penyelenggara layanan publik keluarga berencana, termasuk menjalankan program KB
metode operasi pria vasektomi. Institusi ini menjalankan kemitraan kerja antara daerah baca : Pemerintah Kota dengan instansi vertikalnya yaitu BKKBN Provinsi Bali. Tugas pokok dan
fungsi BP2KB menjalankan keseluruhan program KB baik akseptor perempuan maupun laki-laki Giriyasa Wijaya, wawancara 2012.
1. Program Umum BP2KB
Tupoksi yang dijalankan BP2KB terkait program KB secara umum antara lain pembinaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, ketahanan keluarga dan pemberdayaan keluarga.
BP2KB menerapkan ukuran kinerjanya melalui Komitmen Kinerja Program KKP. Standarisasi KKP yang dijalankan BP2KB Kota Denpasar mencakup beberapa program umum
Giriyasa, wawancara 2012. Pertama, Program Generasi Berencana Genre. Sasaran program ini kalangan remaja dengan strategi penyuluhan ke sekolah maupun Seka Truna Truni STT
pada semua desa terkait program ini. Tujuan program mengajak remaja menikah sesuai umur, memprioritaskan pendidikan serta pekerjaan. Kedua, Program Pengaturan Kelahiran. Program
ini bertujuan memantapkan jarak kelahiran agar orang tua dapat memberi kasih sayang yang cukup kepada anak. Jarak minimal antar anak 3-4 tahun sehingga ibu menyusui buah hatinya
minimal umur 2 tahun agar pertumbuhan anak lebih baik. Ketiga, Program Ketahanan Keluarga, yang terbagi atas ; Bina Keluarga Balita dengan program pengenalan lingkungan kepada balita
yang bekerja sama dengan PAUD dan dilaksanakan di setiap kelurahan. Balita dikelompokkan sesuai umur dan diberikan pendidikan sesuai tingkatan umur; Bina Keluarga Remaja yaitu
penyuluhan ke setiap sekolah maupun Seka Truna Truni yang terdapat di Kota Denpasar. Program ini sama dengan program pendewasaan usia kawin dan memberikan pengetahuan
mengenai kesehatan reproduksi; Bina Keluarga Lansia di setiap desa banjar yang bekerjasama dengan aparat desa dan membentuk panitia khusus penanganan kegiatan lansia seperti senam
lansia atau perawatan kesehatan lansia.
Ketiga, Pemberdayaan Keluarga kurang mampu dan anggota keluarganya tidak memiliki pekerjaan namun mempunyai keahlian. Pada program ini, BP2KB Pemerintah Kota Denpasar
melakukan fasilitasi berupa pelatihan dengan pengelompokan sesuai keahlian akseptor melalui pembentukan UPPKS Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera. Akseptor KB
yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, dibentuk dalam kelompok yang dapat menghasilkan ekonomi produktif berupa barang dan bernilai jual dengan pendampingan bantuan modal usaha
dari Pemerintah Kota Denpasar, seperti kelompok pembuat canang, jajanan banten, pembuat porosan, pembuatan nasi tumpeng serta keahlian lain yang menopang penghasilan keluarga
dan setiap akhir tahun dilombakan di tingkat kota.
2. Komitmen Kinerja Program KKP Penetapan ukuran kinerja yang ditetapkan melalui institusi penyelenggara program KB
di Kota Denpasar adalah Komitmen Kinerja Program KKP dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Pemerintah Kota Denpasar. KKP merupakan wujud
strategi pencapaian tujuan dan sasaran orga nisasi yang dijabarkan ke dalam kebijakan dan
180 181
program Ratminto, 2006. Strategi merupakan renca
na menyeluruh dan terpadu untuk mewujudkan tujuan dan sasaran dengan memperhatikan ketersediaan sumber daya organisasi dan keadaan lingkungan,
khususnya dalam aplikasi program vasektomi Metode Operasi Pria MOP di BP2KB. Meski penentuannya bermitra dengan instansi vertikal dekonsentrasi, yaitu BKKBN Provinsi Bali,
namun target capaian nya disesuaikan dengan kalkulasi kondisi ketersediaan SDM pelaksana dan proyeksi kinerja yang ada di tingkat Kota. Kisaran capaian inilah yang menjadi standar
minimum yang capaiannya dianggap akan menimbulkan kepuasan masyarakat. Menurut
Peraturan Pemerintah No.102 Tahun 2000 standar mancakup spesiikasi teknis yang dibakukan termasuk tata cara dan metoda yang disusun berdasarkan konsensus pihak terkait Ratminto,
2006. Pencapaian target akseptor dalam KKP setiap tahun mengalami penambahan, mengikuti kemampuan instansi pengelola pelaksana di tingkat Kota.
Jumlah total seluruh peserta vasektomi di Kota Denpasar selama tahun 2011 hingga 2012 sampai bulan Agustus sebanyak 70 orang. Penyesuaian jumlah akseptor dengan target KKP
program vasektomi masih dinilai berhasil dengan capaian sebesar 70. KKP ini dijadikan dasar bekerja bagi BP2KB Kota Denpasar di lapangan sekaligus standarisasi kinerja minimal
yang ditargetkan tercapai dalam kurun waktu satu tahun Giriyasa, wawancara 2012. Pada pola pelaksanaannya, penetapan KKP di Kota Denpasar secara langsung menjadi standar aksi
bagi BP2KB termasuk penatapannya bagi realisasi kinerja di setiap kecamatan yang tersebar di wilayah Kota Denpasar. Sesuai PP No. 65 Tahun 2005 pasal 1 ayat 6, KKP BP2KB Kota
Denpasar adalah Standar Pelayanan Minimal yang indikatornya merujuk tolok ukur prestasi kuantitatif yang digunakan menggambarkan besaran sasaran yang dipenuhi pada pencapaian
SPM. Indikator tersebut lebih dalam bentuk keluaran pelayanan dasar. Tiap angka dan standar indikator jelas capaiannya threshold melalui baseline minimal nilai yang dalam hal ini
ditetapkan instansi pelaksana BP2KB Kota Denpasar maupun mitra instansi vertikal, BKKBN
Provinsi Bali Hakim, 2011 : 24. KKP merujuk Permendagri Nomor 6 Tahun 2007 adalah realisasi standar pelayanan
minimal yang merupakan janji satuan kerja dalam penyediaan pelayanan wajib kepada masyarakat. Standar pelayanan minimal dari SKPD BP2KB menyusun indikator tolok ukur
sejalan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Denpasar Tahun 2010- 2015, khususnya pencapaian sasaran terkendalinya pertumbuhan penduduk dan meningkatnya
keluarga berencana yang ditandai dengan meningkatnya peserta KB pria; serta arah kebijakan penguatan kelembagaan dan jejaring pelayanan KB bekerjasama dengan masyarakat luas dalam
upaya pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk dan pembudayaan keluarga kecil berkualitas RPJMD Kota Denpasar Tahun 2010-2015. Standar ini merupakan janji kinerja
pemerintah daerah terhadap masyarakat yang ada di wilayah kerja. Pemerintah Kota Denpasar melalui BP2KB berdasarkan standar pelayanan minimal mengupayakan sumber daya dan
fasilitasi proses pelayanan satuan kerja agar standar pelayanan minimal yang dijanjikan dapat dipenuhi Thoha, 2008.
3. Strategi Pencapaian Sasaran dan Hambatan