106 107
ternak babi dengan puasa selama 16 jam sebelum dipotong, menyebabkan peningkatan skor warna daging dan WHC. WHC merupakan sifat isik daging yang penting, karena mempunyai efek
terhadap penampilan luar rupa daging sebelum dimasak, perubahan yang terjadi selama dimasak dan juicness selama pengunyahan.
Dalam penurunan susut masak CL dan peningkatan WHC, keadaan air daging sangat perlu diketahui dan dipertimbangkan, karena menurut Wismer-Pedersen 1971 yang dikutip oleh
Soeparno [6], air yang terikat di dalam otot dapat dibagi menjadi tiga kompartemen air, yaitu air yang terikat secara kimiawi oleh protein otot sebesar 4-5 dari berat basah sebagai lapisan
monomolekuler pertama, air terikat lemah sebagai lapisan kedua dari molekul air terhadap grup hidropilik, sebesar 4 dari berat basah. Lapisan ketiga adalah molekul-molekul air bebas diantara
molekul protein, berjumlah kira-kira 10 dari berat basah. Jumlah air terikat lapisan pertama dan kedua adalah bebas dari perubahan molekul yang diebabkan oleh denaturasi protein, sedangkan
jumlah air terikat yang lebih rendah, yaitu lapisan air diantara molekul protein akan menurun bila protein daging mengalami denaturasi. Hal yang sama juga disampaikan oleh Aberle et al. [2],
bahwa jumlahpesentase air daging tersebut sulit dirubah oleh perubahan-perubahan dalam struktur dan muatan dari protein. Kebanyakan perubahan-perubahan dalam WHC yang diamati melibatkan
perubahan-perubahan dalam hal yang disebut air bebas “free” water “immobilized” water yang tertahan tidak bergerak oleh konigurasi isik protein. Selanjutnya ada yang disebut air longgar
“loose water ” yang diekpresikan jika WHC menurun.
Pemberian larutan oralit menyebabkan meningkatnya susut masak CL sebesar 1,5 satuan g
1
, penurunan WHC 3,8 satuan dan skor warna daging mengalami peningkatan secara nyata Tabel 2. Hal tersebut disebabkan karena fungsi gula dan garam dalam tubuh ternak babi yang
sedang mengalami penundaan waktu pemotongan cekaman dan puasa, dapat meningkatkan cadangan glikogen dan mengurangi mobilisasi dan degradasi sumber-sumber energi di dalam
tubuh glikolisis. Cadangan glikogen antemortem yang cukup menyebabkan glikolisis anaerobik postmortem berjalan sempurna, dengan perolehan p
H
u
yang lebih rendah jika dibandingkan dengan p
H
u
pada go tanpa pemberiaan larutan gula-garam. Selanjutnya penurunan p H akan mempengaruhi
sifat isik daging yang lainnya, seperti WHC dan susut masak serta warna daging yang prosesnya seperti yang telah diuraikan di atas.
Daya Simpan Daging Pertumbuhan mikroba berhubungan langsung dengan kerusakan daging yang disebabkan oleh
mikroba. Sebagai indikatornya adalah mengamati perkembangan jumlahnya dan akibat isik yang ditimbulkannya, seperti perubahan bau off odor sampai berlendir. Pada sampel yang berasal dari
12 dua belas kombinasi perlakuan, pertumbuhan dan perkembangan mikroba dari pengamatan 0 nol jam To sampai 8 delapan jam pengamatan T
8
masih lamban dan pertumbuhannya berada pada fase lambat lag, pertumbuhannya masih penyesuaian. Setelah 10 sepuluh jam pengamatan
di ruangan terbuka T
10
, pertumbuhan dan perkembangan jumlah koloni terjadi dengan cepat fase logaritmik. Sampel daging logo, l
1
go, l
2
go, dan l
3
go ditemukan pertumbuhan dan jumlah mikroba paling banyak, yaitu diatas 10
7
cfucm
2
dan sampel sudah mengalami perubahan bau off odor sampai busuk. Pada 18 delapan belas jam pengamatan T
18
sampel tersebut sudah mengandung mikroba sebanyak 10
8 ,
dan kondisi isik sudah berlendir. Graik perkembangan dan petumbuhan mikroba selama 18 delapan belas jam pengamatan.
Pengamatan pada sampel daging mulai dari 2 dua jam sampai 6 enam jam terjadi pertumbuhan yang sangat lambat. Pertumbuhan ini disebut fase lambat fase lag, karena pada
fase ini mikroba masih beradaptasi dengan lingkungan dan material inti. Pertumbuhan cepat atau pertumbuhan logaritmik mulai terjadi pada 8 delapan jam sampai 18 jam pengamatan.
Dalam fase tersebut, jumlah mikroba meningkat dan tumbuh denga laju pertumbuhan yang konstan hingga faktor lingkungan sebagai pembatas. Fase logaritmik berakhir secara berangsur-
angsur, kemudian mencapai titk ekuilibrium keseimbangan, yaitu jumlah sel bisa konstan selama beberapa saat karena berkurangnya pembelahan sel, atau adanya keseimbangan antara laju
perbanyakan sel dengan laju kematian [6].
Pertumbuhan logaritmik yang diamati sampai 18 jam menunjukkan bahwa sampel daging sudah mengalami perubahan bau off odor sampai busuk. Jumlah mikroba TPC yang tertinggi
ditemukan pada logo 10
9,9
cfucm
2
, l
1
g
o
10
9,2
cfucm
2
, l
2
g
o
10
9,5
cfucm
2
, dan l
3
g
o
10
9,5
cfucm
2
. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Lay dan Prastowo [2], bau busuk yang ditimbulkan
oleh aktivitas mikroba jika terditeksi pada sampel ditemukan jumlah mikroba mencapai 10
7
-10
7,5
cfu cm
2
, dan terjadi lendir jika ditemukan jumlah mikroba mencapai 10
7,5
-10
8
cfucm
2
lebih. Perubahan tersebut terjadi karena pengaruh aktivitas mikroba terhadap konstituen daging. Hasil metabolisme
pertumbuhan mikroba yang menggunakan konstituen daging, menyebabkan perubahan mikrobial, kemis, dan isis dari daging atau produk daging selama pengamatan atau penyimpanan.
4. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan atas hasil dan pembahasan yang telah disampaikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
51 Berdasarkan kajian isiologi, babi pada penundaan pemotongan 0 nol hari lo menunjukkan
ada pada keadaan cekaman stress. 52
Penundaan pemotongan menyebabkan penurunan kualitas isik daging pada parameter WHC, CL, dan warna daging. Pemberian larutan oralit dapat memperbaiki kualitas isik daging.
53 Daging pada p H akhir pH
u
, ditemukan jumlah mikroba awal pada batas yang aman untuk dikonsumsi, sanitasi yang baik, dan mulai berlendir pada 10 jam, serta membusuk setelah 18
jam pengamatan dan berada di ruang terbuka. Berdasarkan uraian dan simpulan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka yang dapat
disarankan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Ternak babi yang mengalami penanganan sebelum dipotong, seperti prosesi penangkapan,
tansportasi, sebaiknya ternak diistirahatkan sampai 24 jam l
1
, agar diperoleh kualitas daging baik.
2. Untuk dapat mengatasi penurunan kualitas isik daging sebagai akibat penundaan pemotongan,
dapat diberikan laruran oralit g
1
.
5. Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada I Putu Tegik analis pada Lab. THT, dan Agus Yopi, S.Pt., teknisi pada Lab. TPK Fakultas Peternakan yang telah banyak membantu selama proses
pemotongan ternak dan analisa sampel daging di Laboratorium.
6. Daftar Pustaka
[1] Apple, J.K., Kegley., C.J.R. Maxwell, and L. K. Rekes. 2005. Effects of Dietary Magnesium and Short-duration Transportation on Stress Response, Postmortem Muscle Metabolism, and
Meat Quality of Finishing Swine 1. 2005. Jornal of Animal Science. Vol:83. p. 1633-55. [2] Eath, R.B.D., S.P.Turner, E. Kurt, G. Evans, L.T. Iking, H. Looft, K. Wimmers,
E. Murani, R. Klont, A. Foury, S.H. Ison, A.B. Lawrence. And P. Morme. 2011. Pig Agressive Temperament Affects Pre-Slaughter Mixing Agression, Stress and Meat Quality. The Anima
Consortium. 4:4.p.604-616 [3] Jaworska, D., W. Przybylski, K. Kajak-Siemaszko. and E. Czarniecka-Skubina. 2009. Sensory
108 109
Quality of Culinary Pork Meat in Relation to Slaughter and Tecnological Value. Food Science and Technology Reserch. Vol. 15
2009, No. 1 pp.65-74. [4] Leheska, J. M., D.M. Wulf, and R.J. Maddock. 2011. Effects of Fasting and Transportation on
Pork Quality Development and Exten of Posmortem Metabolism. J.of Anim.Sci. Vol: 80:194- 202. American Sociaty of Animal Science.
[5] McGlone, J.J., J.L. Lumpkin, R.L. Nicholson, M. Gibson and R.L. Norman. 1993. Shipping Stress and Social Status Effects on Pig Oerformance, Plasma Cortisol, Natural Killer Cell
Activity, and Leukocyte Numbers. J. Animal Science, Vol. 71. [6] Pieterse, E., L.P. Loots and J. Viljoen. 2000. The Effect of Slaughter Weight on Pig Production
Eficiency. Shouth African J. of Anim. Sci. Shouth Africa. [7] Stalder. K.J., J. Maya, L.L. Christian, S.J. Moeller, and K.J. Prusa. 2011. Effect of Preslaughter
Management on the Quality of Pig Carcasses of Market Stress Syndrome Heterozigo. J. of Anim.Sci. Vol:76:2435-43 Publisher American Sociaty of Animal Science.
[8] Aberle, E.D., J.C.Forrest, D.E.Gerral, and E.W.Mills. 2001. Principles of Meat Science. Forth edition. USA. KendallHunt Publishing Company.
[9] Adriani. L., L.,E, Hermawan, K. A. Kamil dan A. Mushawwir. 2010. Fisiologi Ternak. Fenomena dan Nomena Dasar, Fungsi, dan Interaksi Organ pada Hewan. Penerbit Widya
Padjadjaran. Bandung. [10] Frandson.R.D. 1992.Anatomy and Physiology of Farm Animals orginal English ed.
Anatomi dan Fisiologi Ternak Srigandono.B, dan Koen Praseno, pentj. Yogyakarta. Indonesia. Gadjah Mada University Press.
[11] Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. Aminudin Parakasi Edisi ke-5. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta
[12] Lay, W dan S. Hastowo. 1992. Mikrobiologi. PAU-Bioteknologi. IPB. Bogor. [13] Sihombing DTH. 2006. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
[14] Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada Univercity Press, Cetakan Kelima, Yogyakarta
[15] Soeparno. 2011. Ilmu Nutrisi dan Gizi Daging. Cetakan pertama. Gadjah Mada University Press. Bulak Sumur, Yogyakarta 55281
[16] Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1989. Prinsip Dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. PT. Gramedia. Jakarta.
[17] Dewi. C.S.H., 2010. Pengaruh Pemberian Gula, Insulin dan lama Istirahat Sebelum Pemotongan pada Domba Setelah Pengangkutan terhadap Kualitas daging. Disertasi PPS. IPB. Bogor.
[18] Saka, I.K., 1983. Analysis of Beef Industry of Bali and The Effect of Preslaughter Treatment on Yeald and Carcass Quality. A Thesis Presented in Partial Fulilment of the Requirements
for degree of Master of Agricultural Studies. School of Agricultural and Forestry. University of Melbourne.
[19] Saka, I.K. 1997. Metabolisme Zat – Zat Makanan, Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis Tantan yang Diberi Clenbuterol. Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor. [20] Lindawati, S.A. 1998. “Upaya Memperpanjang Daya Simpan Daging Itik melalui Klorinasi
Pasca Pemerosesan”. thesis. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Strategi Mewujudkan Peternakan Ramah Lingkungan Melalui Pemanfaatan Jerami Padi
Dalam Ransum Ternak Ruminansia
Ni Nyoman Suryani
1
, I Ketut Mangku Budiasa
1
dan I Putu Ari Astawa
1 1
Fakultas Peternakan Universitas Udayana Denpasar E-mail : mansuryaniyahoo.com
Abstract
The purpose of this study is to study the potential of rice straw as a component of ruminant rations.The research was done in vitro in the laboratory of Nutrition and Feed Stuff Faculty of Animal Husbandry, Udayana University.
These four rations treatment based on DM were: A 45 elephant grass + 0 rice straw + 15 glyricidia + 10 calliandra + 30 concentrate; B 30 elephant grass + 10 rice straw + 20 glyricidia + 10 calliandra
+ 30 concentrate ; C 15 elephant grass + 20 rice straw + 25 glyricidia + 10 calliandra + 30 concentrate and D 0 elephant grass + 30 rice straw + 30 glyricidia + 10 calliandra + 30 concentrate.
The variables measured were the chemical composition of the ration, iber components, the physical properties of the ration, and ration fermentation in vitro at 4 and 48 hours of observation.The results showed an increase in the
utilization of rice straw to 30 which was offset by an increase in the utilization of gamal 30 of the ration DM, able to increase the density and water absorption ration. Ration fermentation in vitro incubation either at 4 hours
and 48 hours, the pH of the rumen luid remained within the normal range 6.54 to 6.79. The increasing number of gamal as RDP in the ration increased the concentration of N-NH3 rumen luid, and Dry Matter and Organic
Matter Digestibility. The concentration of N-NH3, and Dry Matter and Organoc Matter digestibility increased in an incubation of 48 hours compared to 4 hours incubation. Based on these results it can be concluded that the
potential components of rice straw as ruminant rations best demonstrated by treatment C than all treatments based on physical properties of rations, Dry Matter and Organic Matter digestibility.
Keywords: forage composition, physical properties of rations, in vitro fermentation
1. Pendahuluan