138 139
Bentuk-Bentuk Peraturan Gubernur Di Provinsi Bali
Ni Luh Gede Astariyani
1 1
Fakultas Hukum Universitas Udayana E-mail : Astariyani99yahoo.com
Abstrak
This scientiic work entitled “Forms of Governor Rule in the province of Bali” discusses the two 2 main topics, namely: 1 What does “carry” and “the power” in the sense that there are strict orders to make regulations
implementing or without irm orders yet substance requires implementing regulations?, and 2 Does the Governor Regulation as a form of law enforcement and the power of legislation can be categorized legislation or regulatory
policies?. Discussion conducted using legal research methods, in the sense bersumberkan on legal materials and
analyzed by using tools of legal analysis. Discussion to a conclusion. First, the meaning of “implement” and “the power” can mean a strict order to make the implementation of the regulations or orders without expressly require
implementing regulations but substance. Second, the Governor Rule as a form of execution of the power of local regulations and legislation are higher, which in the local regulations and the legislation is concerned the command
speciied explicitly regulate the delegation of authority to the governor legislation, the regulatory the governor appeared in the igure of the legislation. Regulation governor may also appear in the igure of regulatory policy,
the governor rule is a rule made by the oficials of the state administration by the use FreiesErmessen without constituted by the delegation of the authority to regulate.
Keywords: Regulation of the Governor, Governor.
I. Pendahuluan 1. Latar belakang.
Kewenangan delegasi
delegatie van wetgevingsbevoegdheid adalah pelimpahan kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Pasal 146 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, mengatur bahwa untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang- undangan, Kepala Daerah menetapkan peraturan Kepala Daerah dan atau Keputusan Kepala
Daerah.
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan selanjutnya disebut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 , dikenal dua kelompok
peraturan perundang-undangan.Yang pertama adalah peraturan perundang-undangan di dalam hierarkhi sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat 1 antara lain : a. Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 ; b. Ketetapan Majelis permusyawatan Rakyat ; c. Undang- UndangPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ;d. Peraturan Pemerintah ; e.
Peraturan Presiden ; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g.Peraturan Daerah KabupatenKota. Pasal 8 ayat 2 yang mengatur bahwa Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud
pada ayat 1, diakui keberadaannya sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Tolak ukur diakuinya
keberadaan peraturan perundang-undangan di luar hierarkhi sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat 2 adalah “sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
atau dibentuk berdasarkan kewenangan “. Tanpa adanya perintah tersebut, maka peraturan- peraturan itu tidak dapat diakui sebagai peraturan perundang-undangan yang karenanya tidak
dapat mengikat secara umum. Peraturan-peraturan tersebut di dalam teori perundang-undangan dapat dikategorikan Peraturan Kebijakan Beleidsregel, Policy rule, atau Pseduwetgeving [1].
Penggunaan kata “melaksanakan“ dalam Pasal 146 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mempunyai makna ada perintah tegas atau tanpa perintah tegas namun substansi
memerlukan peraturan pelaksanaan. Kata “atas kuasa” dalam Pasal 146 ayat 1 mempunyai makna kewenangan atas sesuatu atau untuk menentukan, dalam konteks ini menunjukkan
penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yang menentukan sebagai materi muatan Peraturan Daerah, maka harus terlebih dahulu diatur dalam Peraturan
Daerah.Memperhatikan kata “melaksanakan“ dan kata “atas kuasa” bermakna : a. Ketidakjelasan mengenai adanya perintah dari pasal tersebut akan memberikan peluang
bagi adanya Peraturan Gubernur yang dibentuk tanpa ada perintah, mengingat dalam pendelegasian kewenangan mengatur harus ada perintah sehingga jelas ruang lingkup
materi yang diatur dan jenis peraturannya; b. Ketidakjelasan dalam pasal tersebut berkaitan dengan materi muatan menyangkut
pelaksanaan otonomi daerah dan tugas pembantuan tidak dibenarkan didelegasikan, tetapi harus diatur sendiri dalam Peraturan Daerah, mengingat Peraturan Gubernur
merupakan peraturan perundang-undangan yang bersifat pendelegasian, artinya dalam Peraturan Gubernur tidak dimuat mengenai pokok-pokok yang baru, melainkan hanya
menyelenggarakan pokok-pokok yang telah diatur dalam Perda.
Menarik untuk dikaji dengan melihat ketentuan Pasal tersebut diatas menunjukkan ketidakjelasan atau kekaburan norma vague norm mengenai boleh tidaknya membuat
Peraturan Gubernur untuk melaksanakan Peraturan Daerah tanpa adanya ketentuan yang tegas menentukan pembuatan Peraturan Gubernur.
2. Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah Peraturan Gubernur sebagai bentuk pelaksanaan Perda dan atas kuasa Peraturan Perundang-undangan dapat dikategorikan Peraturan Perundang-undangan atau Peraturan
Kebijakan ? 2. Bagaimanakah kedudukan Peraturan Gubernur dilihat dari hierarki peraturan perundang-
undangan?
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Umum.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk pengembangan ilmu hukum, terutama konsentrasi hukum pemerintahan yang berkaitan dengan Bentu-Bentuk Peraturan Gubernur Di Provinsi
Bali .
Tujuan Khusus.
Disamping tujuan umum tersebut diatas, penelitian ini secara spesiik diharapkan dapat : 1. Mengkaji Peraturan Gubernur sebagai bentuk pelaksanaan Perda dan atas kuasa peraturan
perundang-undangan.2. Mengkaji kedudukan Peraturan Gubernur ditinjau dari hierarki peraturan perundang-undangan.
140 141
4. Metode Penelitian Dalam penelitian hukum normative ada beberapa metode pendekatan yakni pendekatan
perundang-undangan statute approach , pendekatan konsep conceptual approach , pendekatan analitis analytical approach , pendekatan perbandingan comparative approach
, pendekatan histories historical approach , pendekatan ilsafat philosophical approach
,dan pendekatan kasus case approach. Dalam penelitian ini digunakan beberapa cara pendekatan untuk menganalisa permasalahan. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
perundang-undangan statute approach , pendekatan kasus case approach dan pendekatan konsep hukum conceptual approach .
Pendekatan perundang-undangan statute approach , dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan pendelegasian kewenangan, antara lain UU
No 12 Tahun 2011 dan UU No. 32 Tahun 2004. Pendekatan konsep hukum conceptual approach dilakukan dengan menelaah pandangan-
pandangan mengenai pendelegasian kewenangan sesuai dengan penelitian ini. Disamping itu digunakan pendekatan kontekstual terkait dengan penrapan hukum dalam suatu waktu yang
tertentu.
II. Hasil Dan Pembahasan 1. Peraturan Gubernur Dalam Tata Pengaturan
Istilah Tata Pengaturan pertama kali digunakan oleh A. Hamid S. Attamimi di dalam pidato purna bakti yang berjudul Hukum Tentang Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan
Kebijakan. Hukum Tata Pengaturan.Tata berarti aturan, peraturan, susunan, cara, sistem. Pengaturan berarti proses, cara, perbuatan mengatur. Maka dapat disimpulkan pengertian tata
pengaturan adalah suatu aturan atau kaidah tentang perbuatan mengatur yang pengaturannya regeling dapat dijumpai pada peraturan perundang-undangan algemeen verbindende
voorschriften peraturan intern yang berlaku ke dalam interne regelingen dan peraturan kebijakan beleidregel . Pengaturan regeling dapat dikatakan lebih luas dari pada peraturan
perundang-undangan wetgeving .
Jenis dan bentuk peraturan tertulis yang disebut sebagai peraturan atau “regels, regulations dan legislatin” dan bentuk-bentuk statutory instruments lainnya sangat beranekaragam. Bahkan
ada pula dalam bentuk-bentuk khusus sebagai policy rules atau beleidregels yang merupakan peraturan kebijakan yang tidak dapat dikategorikan peraturan perundang-undangan yang biasa.
Dengan melihat makna “melaksanakan” dan “atas kuasa“ dapat mengakibatkan timbulnya dua jenis peraturan yaitu Peraturan Gubernur dalam bentuk peraturan perundang-undangan
delegasian dari Perda dan atas kuasa undang-undang dan Peraturan Gubernur dalam bentuk peraturan kebijakan. Peraturan Gubernur dalam bentuk peraturan delegasian dari Perda dan
atas kuasa undang-undang adalah peraturan perundang-undangan dapat digolongkan ke dalam
Hukum Tata Negara. Peraturan Gubernur dalam kategori peraturan kebijakan masuk dalam Hukum Adminitrasi Negara karena kewenangan pembentukkannya merupakan merupakan
kewenangan kebijakan pemerintahan yang tidak terikat. Pemerintah Daerah sebagai pejabat administrasi negara melekat secara inheren dalam kedudukan mereka sebagai pejabat
adminitrasi negara [3].
2. Peraturan Gubernur Sebagai Peraturan Perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan adalah peraturan negara di tingkat pusat dan di tingkat
daerah, yang dibentuk berdasarkan kewenangan perundang-undangan baik bersifat atribusi maupun delegasi, suatu peraturan perundang-undangan merupakan peraturan yang mengikat
umum algemeen bindende voorschriften . Berdasarkan pendapat Jellinek bahwa pemerintahan negara secara formil mengandung kekuasaan mengatur dan memutus, sedangkan secara
material mengandung unsur memerintah dan menyelenggarakan [4].. Selain itu berdasarkan pendapat Van Vollenhoven maka pemerintahan negara itu terdiri atas fungsi ketataprajaan,
kepolisian keamanan dan pengaturan, [5]. sehingga dengan demikian sebenarnya pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan negara dapat membentuk peraturan perundang-undangan.
Dalam tatanan regulasi wewenang pembentukannya ada di tangan Kepala Daerah. Dasar kewenangan Kepala Daerah untuk membentuk peraturan adalah Pasal 146 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 di dalam ayat 1 sebagaimana disebutkan diatas. Dari ketentuan pasal 146 ayat 1 tersebut, maka produk hukum yang dapat dibentuk oleh Kepala Daerah adalah
Peraturan Kepala Daerah dan keputusan Kepala Daerah. Peraturan adalah untuk yang bersifat umum regulasi sedangkan keputusan adalah untuk mengatur hal-hal yang bersifat kongkrit
individual beschiking .
Dalam kaitannya dengan dasar kewenangan pembentukan dari Peraturan Kepala Daerah. Berdasarkan Pasal 1 angka 11 Undng-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Peraturan Kepala
Daerah adalah Peraturan Gubernur dan atau Peraturan Bupati Walikota. Dalam Pasal 24 ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengatur bahwa, Kepala Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 untuk provinsi disebut Gubernur, untuk Kabupaten disebut Bupati dan untuk kota disebut Walikota.
Pembentukan Peraturan Gubernur yang merupakan peraturan perundang-undangan apabila dilihat dari teori sumber-sumber kewenangan pembentukan peraturan perundang-
undangan merupakan peraturan perundang-undangan yang dasar kewenangannya merupakan kewenangan delegasi. Sehingga dalam pembentukan suatu Peraturan Gubernur harus jelas
perintah atau dasar pendelegasian kewenangan mengatur delegated legislation .
2.1. Materi