78 79
dan dilaksanakan di 30 dari 33 propinsi yang ada di Indonesia, termasuk di Provinsi Bali. Pada Agustus 2006, Pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa PPK akan diperluas hingga mencakup
seluruh Indonesia pada 2009, dan akan menjadi program nasional utama untuk memberantas kemiskinan bagi pemerintah yang berkuasa saat ini. Setelah hampir lima tahun berjalan 2003-
2009, tentunya program ini sudah dapat menunjukkan dampak dalam meningkatkan pendapatan masyarakat miskin di Provinsi Bali.
Pembangunan di Provinsi Bali didasarkan pada bidang ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian dalam arti luas, pengembangan sektor pariwisata dengan karakter kebudayaan Bali dan
sektor industri kecil dan kerajinan yang berkaitan dengan sektor pertanian dan sektor pariwisata. Kebijakan prioritas tiga sektor ini, menurut terminologi Nurkse, 1953 dalam Yotopoulos dan Nugent,
1976 dapat digolongkan ke dalam pertumbuhan seimbang, yakni ada keterkaitan penawaran dan permintaan antara satu sektor dengan sektor lainnya, atau pengembangan sektor-sektor itu dapat
menciptakan permintaan mereka sendiri. Dalam usaha mencapai tujuan pembangunan ekonomi, berbagai macam program dan proyek diluncurkan oleh pemerintah.
Program pemberdayaan melalui Program Pengembangan Kecamatan PPK idealismenya merupakan alat yang cukup penting untuk mewujudkan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan
bagi masyarakat perdesaan di Indonesia dalam tiga hal sekaligus, yaitu: menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan mengentaskan kemiskinan melalui berbagai macam
kegiatan sarana dan prasarana, Usaha Ekonomi Produktif UEP dan Simpan Pinjam Perempuan SPP. Dengan demikian semakin terbukanya masyarakat terhadap akses jasa keuangan yang
berkelanjutan melalui kelembagaan UPK Unit Pengelola Kegiatan di mana hal itu merupakan prasyarat bagi para pengusaha mikro dan masyarakat desa umumnya untuk meningkatkan
kemampuan usaha dan keluarga miskin dalam mengurangi kerentanan hidup terhadap musibah dan permasalahan ekonomi, serta untuk meningkatkan penghasilan mereka. Apabila ditunjang dengan
berbagai macam sarana dan prasarana yang mereka butuhkan untuk mempermudah aktivitas mereka. Selain itu masyarakat sebagai pelaku PPK telah dipersiapkan dan dibekali dengan berbagai
macam pelatihan untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan mereka dalam merencanakan, melaksanakan dan melestarikan hasil-hasil dari PPK di setiap lokasi sasaran.
Melalui ungkapan sebelumnya tampak bahwa sebenarnya ekonomi perdesaan sangatlah potensial, namun selama ini belum disentuh dengan tepat, maka akibatknya banyak proyek
di perdesaan hanya meninggalkan bekas atau sisa-sisa proyek yang tidak lagi dapat digunakan. Sebaliknya apabila ekonomi perdesaan disentuh dengan tepat, maka roda ekonomi pedesaan akan
menggeliat tumbuh dan berkembang. Kesadaran untuk membangun dirinya mulai terlihat dengan hadirnya PPK di kecamatan yang ada di Provinsi Bali.
Berdasarkan uraian sebelumnya dan permasalahan yang dirumuskan, maka urgen dilakukan pengkajian “Dampak Program Pengembangan Kecamatan dalam Mengentaskan Kemiskinan di
Provinsi Bali”untuk menemukan solusi. Setelah beberapa tahun berjalan program PPK di Indonesia umumnya dan di Provinsi Bali khususnya, maka muncul permasalahan dalam bentuk pertanyaan,
sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah dampak isik Program Pengembangan Kecamatan PPK, khususnya peningkatan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana isik di Provinsi Bali?
2. Bagaimanakan dampak ekonomi Program Pengembangan Kecamatan PPK, khususnya dampak Unit Ekonomi Produksi UEP dan Simpan Pinjam Perempuan SPP dalam
mengentaskan kemiskinan di Provinsi Bali?. 3. Adakah kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi Program-Program Pengembangan
Kecamatan di Provinsi Bali?
2. Metode Penelitian
Lokasi penelitian di Provinsi Bali yang mencakup tiga kabupaten dan 20 Kecamatan tertinggal, masing-masing yaitu Kabupaten Bangli meliputi empat kecamatan yaitu Susut, Bangli, Seririt,
Busungbiu, Banjar, Sukasada, Bulelng, Sawan, Kubutambahan, dan Tejakula. Sedangkan Kabupaten Karangsem Meliputi delapan kecamatan yaitu Rendang, Sidemen, Manggis, Karangasem, Abang,
Bebandem, Selat dan Kubu.
Pemilihan wilayah tertinggal didasarkan atas beberapa pertimbangan yaitu, 1 Wilayah tertinggal kabupaten dan kecamatan adalah wilayah relatif kurang berkembang, yaitu tingkat
aksesibilitas yang rendah terhadap pusat-pusat pertumbuhan, tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah ditandai oleh masyarakat yang tergolong masyarakat prasejahtera atau miskin, tingkat
pelayanan sosial dan fasilitas umum rendah seperti tingkat pelayanan kesehatan, dan secara geograis terletak di pedalaman, pegunungan, pesisir pantai dan pulau-pulau kecil dengan jumlah penduduk
yang terbatas dengan dominansi mata pencaharian di bidang pertanian skala kecil, dan bidang perikanan laut skala kecil, sehingga sulit menerima budidaya luar yang mengakibatkan penguasaan
teknologi rendah. 2 Berdasarkan daftar penerima Bantuan Langsung Tunai BLT yang disiarkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, di kecamatan-kecamatan tertinggal penerima BLT lebih
banyak dari pada kecamatan tidak tertinggal. Ini mengindikasikan bahwa di Kecamatan tertinggal
masyarakatnya kebanyakan prasejahteramiskin. 3 Melalui monitoring dan evaluasi PPK di kabupaten dan kecamatan tertinggal.
Pengambilan data dengan wawancara terstruktur, wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Populasi kelompok adalah jumlah kelompok simpan pinjam perempuan di tiap
kabupaten tertinggal. Populasi individu adalah kaum perempuan anggota kelompok simpan pinjam perempuan di setiap sampel kelompok simpan pinjam perempuan, yang diambil menggunakan
metode acak sederhana, dengan jumlah 5 orang tiap kelompok, sehingga jumlah responden 100 orang. Jumlah ini dianggap representasi dari populasi individu di kelompok tersebut.
Metode analisis data yang digunakan adalah metode before and after program. Jika ada perbedaan positif antara before and after program, berarti program tersebut menimbulkan dampak
positif terhadap wilayah dan masyarakat yang menjadi subjek dan objek program. Sebaliknya jika perbedaan before and after bernilai negatif, maka program tersebut menimbulkan dampak negatif
atau merugikan masyarakat yang menjadi subjek dan objek program. Metode lain yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif yaitu memberikan makna atau ulasan terhadap data kuantitaif, sehingga
mampu memberikan gambaran deskripsi terhadap data yang ditampilkan.
3. Pembahasan 3.1. Karakreristik Responden
Pendidikan dan pekerjaan responden anggota kelompok simpan–pinjam disajikan pada Tabel 5 Tingkat pendidikan responden di Kabupaten Buleleng relative lebih baik dibandingkan
responden di dua kabupaten lainnya dimana sebanyak 80 responden di Kabupaten Buleleng. Sedangkan, di Kabupaten Karangasem dan Bangli, masing-masing hanya 40 dan 20
yang tamat SMA. Berdasarkan pekerjaannya, responden di Kabupaten Bangli dan Buleleng lebih homogeny dibandingkan di Kabupaten Karangasem. Seluruh responden di Kabupaten
Bangli dan Buleleng masing-masing bekerja sebagai penganyam dan pedagang. Di Kabupaten
Karangasem, sebanyak 80 melakukan usaha pembibitan dan sisanya sebanyak 20 bekerja sebagai pedagang. Tampaknya hanya sedikit responden yang pekerjaannya berkaitan dengan
pekerjaan suami mereka. Hal seperti itu hanya tampak di Kabupaten Bangli dan Buleleng. Di Kabupaten Bangli, sebanyak 20 pekerjaan suami sama seperti yang dikerjakan responden
yaitu menganyam, sedangkan di kabupaten Buleleng sebanyak 40 pekerjaam suami sama
80 81
seperti yang dikerjakan responden. Di Kabupaten Karangasem pekerjaan suami sama sekali tidak berkaitan dengan pekerjaan responden.
Besarnya keluarga responden di keempat lokasi penelitian tidak begitu besar seperti umumnya keluarga di Bali yaitu rata-rata berkisar antara 4,2 – 4,8 orang. Ini membuktikan
bahwa program keluarga berencana sedemikian berhasil di Bali dimana konsep keluarga kecil telah memasyarakat, walaupun kegiatan program KB yang dipromosikan pemerintah pada
beberapa tahun terakhir tidak seintensif seperti pada tahun-tahun sebelumnya.
Tabel 5 Pendidikan dan Pekerjaan Responden
No. Karakteristik
Satuan Bangli
Karangasem Buleleng
1 Pendidikan
100 100
100 a. SD
60 20
b. SMP 20
40 20
c. SMA 20
40 80
d. AkademiPT
2 Pekerjaan Utama
100 100
100 a. Menganyam
100 b. Pengrajin banten
c. Penjahit d. Dagang
20 100
e. Usaha pembibitan 80
3 Pekerjaan Suami
100 80
80 a. Buruh
80 b. Kerajinan menganyam
20 c. PNSpensiun
20 d. Buruh
20 e. Sopir
f. Tukang g. Petani
60 h. Dagang
40 i. Karyawan Swasta
20
3.2. Dampak Fisik Program Pengembangan Kecamatan di Provinsi Bali