64 65
4. Simpulan
Pola pertumbuhan dan waktu generasi dari isolat Lactococcus lactis spp lactis1 yakni: untuk fase lag sampai sekitar jam ke-2 setelah inokulasi, fase logaritmik jam ke-2 sampai jam ke 5, fase
stasioner jam ke 5 sampai ke 6 dan fase kematian mulai jam ke-6 dengan waktu generasinya 2,25 jam. Substansi ekstraseluler bakteriosin yang dihasilkan oleh isolat bersifat broad spectrum karena
mampu menghambat pertumbuhan bakteri indikator Staphylococcus aureus ATCC 29213, Bacillus cereus ATCC 11778 dan Escherichia coli ATCC 25922, dengan waktu optimum produksinnya pada
hari ke-6.
5. Saran
Perlunya dilakukan uji kemurnian dan penentuan bobot molekul dari senyawa antimikroba dari isolat Lactococcus lactis spp lactis disamping juga perlunya dilakukan pengujian aktivitas lanjutan
untuk penerapan aplikasinya di lapangan.
6. Ucapan Terima Kasih
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak Dirjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional yang telah mendanai proyek penelitian ini melalui dana Penelitian
Hibah Bersaing Tahap I Tahun Anggaran 2007 dengan Surat Perjanjian Kontrak Nomor: 045 SP2HPPDP2MIII2007 Tanggal 29 Maret 2007.
7. Daftar Pustaka
[1] Salminen, S., dan A.V. Wright. 1998. Lactic Acid Bacteria: Microbiology and Functional
Aspects. 2
nd
Ed. Marcel Dekker, Inc. New York-Basel. [2]
Tirtasudjana, D.R., 1998. Aktivitas Mikroba Susu yang Difermentasikan Menggunakan Kultur Campuran
Biidobacter dan Bakteri Asam Laktat lain. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.
[3] Anonimous, 2000. Lactospore. Lactic Acid Bacillus. Lactobacillus sporogenes. http:www.
Lactospore.comback.htm.2000. [4] Holzapfel, W.H., R. Geisen, and U. Schillinger. 1995. Biological Preservation of Foods
with Reference to Protective Cultures, Bacteriocins and Food Grade Enzymes. Int. J. Food Microbiol. 24: 343-362.
[5] Ray, B., dan M. Daeschel. 1992. Food Biopreservatives of Microbial Origin. CRC Press.
Boca Raton. [6]
Barefoot, S.F., and C.G. Nettles. 1993. Antibiotics Revisited: Bacteriocins Produced by Dairy Starter Cultures. J. Dairy Sci. 76 : 2366-2379
[7] Bandini, Y., 2003. Sapi Bali. Penebar Swadaya. [8] Suardana, I.W., I.N. Suarsana, I.N. Sujaya dan K.G.Wiryawan. 2007. Isolasi dan Identiikasi
Bakteri Asam Laktat dari Cairan Rumen Sapi Bali sebagai Kandidat Biopreservatif. J.Vet. Vol 84: 155-159.
[9] Hadioetomo, R. S., 1982. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Jakarta.
[10] Suarsana, I.N., 2000. Isolasi dan Karakterisasi Substansi Antimikroba yang Dihasilkan oleh Bakteri yang Diisolasi dari Susu Sapi Mastitis. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB
[11] Laemler, C., I.W.T.Wibawan, and F.H. Pasaribu. 1998. Relation Between Encapsulation of Streptococci of Serological Group B and Adherance Properties of The Bacteria to DEAE-
saphacel. Media Vet. 54: 1-6. [12] Bintang, M. 1993. Studi Antimikroba dari Streptococcus lactis BCC 2259. Disertasi.
Pascasarjana Institut Teknologi Bandung. Bandung. 147 hal. [13] Stoffels, G., N. Meyer, A. Gudmundsdottir, K. Sletten, H. Holo, and I.F. Nes. 1992.
Puriication and Characterization of a New Bacteriocin Isolated from a Cornobacterium sp. App and Environ. Microbiol. 585: 1417-1422.
[14] Sameles, J., S. Reller, and J. Mtaxopoulus. 1994. Sakacin B a Bacteriocin Produced by Lactobacillus sake Isolated from Greek Dry Fermented Sausages. J. App. Bacteriol. 76: 475-
486. [15] Lyon, W.J., and B.A. Glatz. 1991. Partial Puriication and Characterization of a Bacteriocin
Produced by Propionibacterium thoenii. J. App and Environ Microbiol. 57: 701-706. [16] Cintas, L.M., J.M. Rodriguez, M.F. Fernandez, K. Sletten, I.F. Nes, P.E. Hernandez, and
H. Holo. 1995. Isolation and Characterization of Pediocin L50, a New Bacteriocin from Pediococcus acidilactici with a Broad Inhibitory Spectrum. App. and Environ. Microbiol.
617: 2643-2648.
[17] Dajani, A.S. and L.W. Wannamaker. 1969. Demontration of a Bacterial Substance Against Beta-hemolytic Streptococci in Supernatan Fluids of Staphylococcal Cultures. J. Bacteriol.
97:985-991. [18] Yang, R., M.C. Johnson, and B. Ray. 1992. Novel Method to Extract Large Amounts of
Bacteriocins from Lactic Acid Bacteria. J. App. Environ Microbiol. 58: 3355-3359. [19] Parente, E., A. Ricciardi, and G. Addario. 1994. Inluence of pH on Growth and Bacteriocin
Production by Lactococcus lactis subsp. lactis 1 140NCW During Batch Fermentation. J. App. Microbiol Biotechnol. 41: 388-394.
66 67
Penentuan Jenis Bahan Kemasan Dan Cara Penyimpanan Ledok Instan
I Ketut Suter
1
, I Made Anom Sutrisna Wijaya
1
dan Ni Made Yusa
1 1
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Bulit Jimbaran E-mail : suter_ketutyahoo.co.id
Abstract
Ledok is a traditional food from Nusa Penida, Bali, in form of non-rice porridge. The main ingredients of ledok were corn and cassava, and other ingredients were peanut, red bean and spinach. These ingredients were locally
available. Instant ledok is product developed from ledok traditional. The study was conducted in order to ind out the storage method of instant ledok. Experiments was conducted by Random Block Design, with six storage methods
and replicated three times. The storage methods were: 1Package by polyprophylene, ingredients and spices were mixed. 2Package by polyphropylene, ingredients and spices were not mixed. 3 Package by polyethylene,
ingredients and spices were mixed 4 Package by polyethylene, ingredients and spices were not mixed. 5 Package by aluminium foil, ingredients and spices were mixed 6 Package by aluminium foil, ingredients and
spices were not mixed. Instant ledok were storage four months in room temperature. The characteristic of instant ledok were observed: sensory characteristic and its nutrient contents. The result of the study showed that after
four months storage, the best storage method was package by polyethylene and all of ingredients of instant ledok were mixed together.
Key words : Instant ledok, polyprophylene, polyethylene and aluminium foil
1. Pendahuluan Ledok adalah sejenis bubur, merupakan salah satu jenis makanan tradisional Nusa Penida,
kabupaten Klungkung yang menggunakan bahan baku utama jagung dan umbi ketela pohon dan tanpa menggunakan beras, ditambahkan bahan-bahan lainnya yang tersedia secara lokal seperti
kacang panjang, kacang merah dan kemanggi. Pengembangan konsumsi ledok ini perlu dilakukan oleh masyarakat di luar Nusa Penida, sehingga ketergantungan terhadap bahan pokok beras dapat
dikurangi. Untuk meningkatkan minat masyarakat untuk mengkonsumsi ledok, telah dilakukan peningkatan citra ledok. melalui peningkatan nilai gizi dengan menambahkan ikan tongkol dan
rumput laut pada formulasi ledok tradisional oleh Suter [1]
dan penambahan ikan tenggiri oleh Sugitha [2].
Ikan mengandung protein berkualitas tinggi yang tersusun dari asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh sebesar 13 – 20 , lemak 1-20 berupa lemak yang mudah dicerna dengan kandungan
sebagian besar adalah asam lemak tidak jenuh. Sisanya adalah vitamin terutama vitamin A dan vitamin D serta mineral dengan kandungan dominan adalah seng, selenium, magnesium dan
iodium. Ikan tongkol mengandung protein 18,66 , lemak 0,28 , abu 1,20 dan air sebesar 80,40 [3]. Ikan diharapkan dapat meningkatkan nilai protein, iodium dan lemak terutama asam
lemak tak jenuh omega-3, yang ditengerai dapat mengurangi resiko serangan jantung.. Rumput laut mengandung serat kasar dan iodium. Serat kasar mempunyai kemampuan menurunkan resiko
kanker kolon, sedangkan iodium mempunyai peran mengurangi resiko menderita gondok. Dengan penambahan ikan dan atau rumput laut diharapkan ledok menjadi makanan tradisional yang memiliki
keunggulan yaitu selain sebagai sumber zat gizi juga berperan sebagai makanan fungsional.
Ledok tradisional cara penyiapan bahan baku dan lama waktu memasak sampai siap saji memerlukan waktu lama yaitu 48 menit, sedangkan lama waktu masak ledok instan adalah 17,5
menit [4]. Bila dibandingkan dengan lama waktu masak beras jagung instan 6 menit dan beras instan 9 – 11 menit [5] maka lama waktu masak ledok instan masih relatif lama karena bentuk
dan ukuran bahan bakunya masih alamiah. Dengan mengembangkan ledok tradisional menjadi ledok instan maka lama waktu masak dapat dipersingkat dan umur simpannya dapat diperpanjang
dengan cara dikemas. Jenis bahan kemasan yang dapat digunakan untuk menyimpan bahan pangan adalah beberapa jenis plastik dan aluminium foil [6]. Jenis plastik untuk kemasan pangan antara lain
1 Polietilen PE merupakan jenis plastik yang paling banyak digunakan dalam industri karena sifat-sifatnya mudah dibentuk, tahan terhadap berbagai bahan kimia penampakan jernih dan mudah
digunakan sebagai laminasi. Ada tiga jenis PE yaitu Polietilen Densitas Rendah LDPE : Low density polyethylene paling banyak digunakan untuk kantung, mudah dikelim dan sangat murah., Polietilen
Densitas Menengah MDPE : Medium density polyethylene lebih kaku dari LDPE dan Polietilen
Densitas Tinggi HDPE : Highdensity polyethylene bersifat paling kaku dan dapat digunakan untuk produk yang akan disterilisasi. Semua jenis PE ini mempunyai sifat kedap air dan uap air sehingga
baik untuk menyimpan bahan pangan kering. 2 Polipropilen PP, memiliki sifat lebih kaku dari PE dan tidak gampang sobek sehingga mudah dalam penanganan dan distribusinya. 3 Aluminium
foil Alufo adalah bahan kemasan dari logam, berupa lembaran dari aluminium yang padat dan
tipis dengan ketebalan kurang dari 0,15 mm. Aluminium foil mempunyai sifat hermatis, leksibel, tidak tembus cahaya dan umumnya digunakan sebagai bahan pelapis. Permasalahannya adalah
bagaimana cara penyimpanan ledok instan yang baik belum diketahui. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian cara penyimpanan ledok instan dilaksanakan dengan tujuan mendapatkan jenis
pengemas dan cara penyimpanan ledok instan yang tepat untuk menghasilkan ledok instan yang relatif stabil kandungan zat gizinya, sifat sensoriknya disukai oleh konsumen, aman dikonsumsi
dan umur simpan relatif panjang.
2. Bahan dan Metode 2.1. Bahan dan Alat