Karya UNUD untu Anak Bangsa.

(1)

(2)

ATAS PARTISIPASINYA

l BNP2TKI l SEMEN INDONESIA (PERSERO) TBK l JASA RAHARJA (PERSERO) l MNC TV l PENGEMBANGAN PARIWISATA BALI (PERSERO) l HUTAMA KARYA

l POS INDONESIA (PERSERO) l BPR PARTAKENCANA TOHPATI

l WASKITA KARYA (PERSERO) TBK DIVISI REGIONAL II l BALI PECATU GRAHA l INTENSIF MULTIFINANCE l PENGEMBANGAN PERUMAHAN (PERSERO)

l PERTAMINA FOUNDATION l HARIAN NUSA BALI

Penanggung Jawab

- Rektor Universitas Udayana

Pelaksana

- Lembaga Peneliian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana

Tim Editor

Distribusi

- Staf LPPM Unud

Komunikasi dan Sponsor

- Indra Dellian - Riyan

- Ardi Gusmardi

Desain Grais

Produksi

Pro Fajar

Sekretariat

LPPM Universitas Udayana

Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali Telp./Fax. : 0361-703367, 704622 Email : infolppm@unud.ac.id Website : lppm.unud.ac.id

Tim Penyusun


(3)

(4)

Ucapan Terima Kasih

Sambutan Rektor Universitas Udayana Sambutan Ketua LPPM Universitas Udayana

KARYA UNUD UNTUK ANAK BANGSA

- Peneliian dan Pengembangan Teknologi Biogas di

Universitas Udayana ... 1 - 9

- An Experimental To Invesigate The Efect Nozzle Angle An Posiion Of Water Turbine For Obtaining

Highest Rotaion ... 10 - 16

- Terapi Modalitas Pada Usia Lanjut ... 17 - 22

Being Successful Aging, Sure We Can!

- The Correlaion Between Protein 53 To Morphological Grading Of Cervical Cancer With Human Papillomavirus

Types 16 And 18 Infecions ... 23 - 32 - Up Date Terapi Kanker Serviks: Fokus Peran Radiologi

Intervensi ... 33 - 38

- Sistem Skoring Kanker Ovarium Tipe Epitelial ... 39 - 52 - Deteksi Molekuler Toxoplasma Gondii Pada

Mencit Yang Diinfeksi Inokulat Jantung Dan Otak Ayam

Buras ... 53 - 57

- Kajian Pola Pertumbuhan dan Akivitas Animikroba

Isolat Lactococcus lacis spp lacis 1 Asal Cairan Rumen

Sapi Bali ... 58 - 65

- Penentuan Jenis Bahan Kemasan Dan Cara Penyimpanan

Ledok Instan ... 66 - 76

- Dampak Program Pengembangan Kecamatan dalam

Mengentaskan Kemiskinan di Provinsi Bali ... 77 - 89

- Persembahan Budaya Subak Untuk Kebudayaan Dunia

Melalui Pemberdayaan Petani ... 90 - 100

- Status Fisiologi, Kualitas Dan Daya Simpan Daging Babi

Sebagai Akibat Penanganan Sebelum Pemotongan

Ternak Di Masyarakat ... 101 - 108

- Strategi Mewujudkan Peternakan Ramah Lingkungan

Melalui Pemanfaatan Jerami Padi Dalam Ransum

Ternak Ruminansia ... 109 - 118

- Studi Produksi Kentang Bibit Generasi 1 (G1) Varietas

Granola Kembang untuk Penyediaan Bibit Kentang

Bermutu di Bali ... 119 - 124

- Opimasi Analisis 8 Hidroksi-2 Deoksiguanosin Hasil

Biotransformasi Etanol sebagai Biomarker Kerusakan

Oksidaif DNA dengan Dansil Klorida ... 125 - 132

- Role of Naive Mycorrhizae Glomus sp on the Growth

of Cashew nut (Anacardium occidentale L.) Seedlings ... 133 - 137 - Bentuk-Bentuk Peraturan Gubernur Di Provinsi Bali ... 138 - 146

- Bali Antara Abad VIII-XIV : Kajian Aspek Poliik ... 147 - 158

- Implementasi Nilai-Nilai Tri Hita Karana dalam Kegiatan Masyarakat Desa Blumbang pada Bidang Usaha

Penggemukan Sapi Di Kerambitan, Tabanan ... 159 - 163

- Upaya Penanggulangan Penyelewengan Pajak pada Masa Pemerintahan Raja Jayapangus: Sebuah Kajian


(5)

- Implementasi Kebijakan Program Kb Di Kota Denpasar Dalam Perspekif New Public Service Strategi dan

Standarisasi Pelayanan Publik Badan KeluargaBerencana dan Pemberdayaan Perempuan Pemerintah

Kota Denpasar dalam Peningkatan Peran Akseptor

Program KB Metode Operasi Pria ... 173 - 185

- Challenges in Network Organizaion:

An Intercultural Communicaion Perspecive ... 186 - 193

- Pariwisata Kapal Pesiar: Segmen Pasar Baru dan

Kesiapan Bali sebagai Cruise Touirism Desinaion ... 194 - 201

- Upaya Merancang Model Kehumasan Di Perguruan


(6)

(7)

2.2 Pemilihan bakteri Metanogenik

Dalam digester terjadi proses fermentasi anaerob oleh bakteri metanogenik. Jenis bakteri metanogenik ini bermacam-macam dengan kemampuan menghasilkan gas metana yang beragam. Penelitian pemilihan jenis bakteri sangat penting dilakukan dihubungkan dengan jenis material yang digunakan untuk menghasilkan biogas. Untuk tujuan ini diperlukan alat untuk mengamati bakteri yaitu mikroskop inversi. Gambar 3(a) adalah alat untuk mengamati jenis bakteri dan Gamber 3(b) adalah bakteri berbentuk bola hasil pengamatn dengan alat ini.

Gambar 1. Rancang bangun digester dengan

pemanas tenaga surya [ 1]

(a)

Gambar 2. Rancang bangun digester protable

(b)

Gambar 3. (a) Mikroskop inversi untuk mengamati bakteri metanogenik .

(b) Bakteri metanogenik berbentuk bola (spherical)

Penelitian dan Pengembangan Teknologi Biogas di Universitas Udayana

Tjokorda Gde Tirta Nindhia1

1Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Udayana, kampus Bukit Jimbaran E-mail: nindhia@yahoo.com

Abstract

The result from development program of biogas technology in Udayana University is introduced in this article. The classical process of biogas production that previously was applied is considered to be out of date and not suitable anymore to be implemented in recent day. The improvement is done form the beginning of the process in the digester which is included observation on the growth of methanogenic bacteria, upgrading the biogas quality, biogas storage, distribution system, utilization for lighting, cooking and more even for electric generation. The digester was designed portable, able to operate in low temperature, with strong mechanical properties and corrosion resistance. The distribution was made possible by creating biogas pump powered by solar energy. The unit

was completed with upgrading component that able to eliminate the impurities of biogas such as hydrogen sulide

(H2S), Carbon dioxide (CO2), and water vapor. A simple unit for biogas storage was created from compressor with is completed with special valve for this purpose. Lightning equipment and cooking equipment should be special designed for the utilization of Biogas as a fuel. A conversion system from gasoline to biogas fueled engine was provided in order to make possible of using biogas to fuel the engine. As a result of the program, the improvement of biogas technology is obtained and ready to be implemented for business unit related with biogas generation and utilization.

Key words: biogas, technology, improvement, process, system, utilization 1. Pendahuluan

Teknologi biogas yang beredar dan digunakan sebagian besar masyarakat sekarang ini masih mengunakan teknik klasik sistem drum mengambang (loating drum) yang dikenal dengan sistem India dan juga banyak digunakan dengan menggunakan sistem Cina yang biasa disebut dengan sistem kubah (ixed dome). Peningkatan kwalitas biogas(biogas upgrading) sangat jarang kita jumpai pada instalasi biogas di Indonesia, sehingga pemanfaatan biogas hanya sebatas untuk memasak.

Teknologi biogas merupakan salah satu teknik yang bermanfaat untuk pengolahan limbah peternakan dan rumah tangga dengan manfat ganda yang dapat menghasilkan energi dan juga pupuk organik. Teknologi biogas sangat bermanfaat dan tepat guna untuk dikembangkan di Indonesia yang beriklim tropis dengan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian dibidang agraris.

Grup riset industri manufaktur dan permesinan telah melakukan penelitian dan kegiatan pengabdian di bidang biogas sejak 2004. Dalam tulisan ini disampaikan berbagai keberhasilan pengembangan sistem biogas yang telah dilakukan di Universitas Udayana, Bali, Indonesia dan hasil penelitian ini sudah siap untuk diterapkan bagi unit-unit usaha yang berminat.

2. Hasil Riset Teknologi Biogas 2.1 Digester

Digester adalah tempat proses anaerob dimana bakteri memproses bahan-bahan organik dan menghasilkan biogas. Di sini diperlukan suhu yang relatih hangat (30-50oC) agar bakteri termopilik dapat menghasilkan biogas. Untuk mencapai kondisi ini kita dapat memanfaatkan energi matahari sesuai dengan Gambar 1. Penelitian awal mengenai hal ini sudah dilakukan sejak tahun 2004 di Universitas Udayana dan telah dipatenkan [1]. Selanjutnya diperkenalkan pula digester portable dengan bahan khusus terbuat dari stainless steel 304 dengan teknik las khusus sehingga ringan dan tahan dari korosi. Digester portabel ini bersifat tahan gempa dan dapat dipindah sesuai lokasi yang diinginkan. Berbeda dengan digester sistem Cina (ixed dome) yang dibuat permanen dari bahan beton. Digester sistem Cina memiliki kekurangan yaitu mudah retak jika ada gempa dan jika terjadi kebocoran sulit untuk dilakukan penambalan dan perbaikan.


(8)

2.3. Penampung biogas (biogas storage)

Dari digester selanjutnya biogas disimpan dalam penampung biogas diperlukan untuk tahap pemurnian biogas dan sudah dikembangkan penampung biogas (biogas storage) dengan menggunakan polystyrene seperti tampak pada Gambar 4. Bahan polystyrene cukup kuat dan tahan lama sebagai penampung biogas, dapat dilipat saat penyimpanan atau pemindahan. 2.4. Pompa distribusi biogas

Biogas dapat didistribusikan dari penampung biogas ke berbagai alat untuk berbagai keperluan. Untuk itu diperlukan alat untuk menyalurkan biogas. Pada digester system India tekanan diberikan uleh tabung yang mengapung, sedangkan sistem Cina, tekanan diberikan oleh tekanan yang tinggi pada bagian puncak kubah yang mengerucut. Kedua teknik tersebut memiliki keterbatasan karena pengaturan tidak bisa dilakukan secara leluasa. Sehubungan dengan ini telah diciptakan alat pompa biogas dengan penggerak dari energi surya. Energi listrik diperoleh dari tenaga surya yang disimpan dalam batere atau aki, selanjutnya bisa digunakan untuk memompa biogas (Gambar 5).

Gambar 4. Penampung biogas dari

Gambar 5. Pompa distribusi biogas

2.5 Lampu penerangan berbahan bakar biogas

Gambar 6a merupakan hasil rancang bangun lampu penerangan dengan bahan bakar biogas. Teknik ini merupakan hasil pengembangan dari lampu petromak dengan bahan bakar minyak tanah. Lamu penerangan ini dilengkapi dengan teknologi pemantik piezoelektrik (Gambar 6b) dengan pengerak baterai sehingga aman saat penyulutan.

2.6. Kompor biogas

Kompor dengan bahan bakar gas LPG tidak munkin digunakan secara langsung untuk biogas. Rancang bangun dilakukan pada bagian pencampur (mixer) udara dan biogas. Gambar 7 merupakan kompor hasil rancang bangun yang sudah sukses dan dapat diterapkan.

2.7 Pemurnian biogas

Selanjutnya untuk penggunaan lebih lanjut ke tingkat yang lebih tinggi misalnya sebagai bahan bakar mesin, maka biogas harus dimurnikan khsusunya dari pengotor gas hidrogen

sulida (H2S). Gas H2S bersifat korosif dan dapat menghancurkan bagian-bagian utama mesin

Gambar 6. (a)Rancang bangun lampu berbahan bakar biogas

(b) rancang bangun pematik listrik

Gambar 7. rancang bangun kompor


(9)

serta amat berbahaya bagi kesehatan. Untuk itu sebelum digunakan untuk menghidupkan mesin

atau sebagai bahan bakar maka kadar gas H2S dalam biogas harus dihilangkan (dezulfurisasi).

Gambar 8 adalah berbagai bahan desulfurisasi yang telah sukses menghilangkan gas pengotor

H2S dalam biogas [2,3,4,5,6]. Bahan bahan seperti terlihat pada Gambar 8 murah dan mudah diperoleh sehingga cocok digunakan sebagai teknologi tepat guna dalam memurnikan biogas.

Biogas juga mengandung uap air sehingga jika digunakan untuk bahan bakar mesin maka mesin akan susah dinyalakan. Untuk itu kandungan uap air harus dihilangkan. Gambar 9 merupakan paket teknologi yang telah berhasil menurunkan kadar air dalam biogas dengan menggunakan gabungan teknik kondensasi (condensation) dan penyerapan (adsorbtion). Biogas juga mengandung karbon dioksida (CO2) yang dapat dihilangkan dengan mudah dengan melewatkan biogas dalam semburan air murni (aquadestilata)

2.8. Sistem konversi mesin berbahan bakar bensin menjadi berbahan bakar biogas

Mesin dengan bahan bakar biogas tidak terdapat di pasaran. Sebaliknya mesin dengan bahan bakar bensin banyak sekali di pasaran dengan harga yang amat terjangkau. Beberapa kendala yang menyebabkan sulit untuk membuat menyediakan mesin dengan bahan bakar biogas yang dapat digunakan secara luas adalah karena kwalitas biogas yang beragam.

Gambar 8. Berbagai bahan untuk memurnikan biogas dari pengotor hidrogen sulida (H2S)

Gambar 9. Penggabungan teknik kondensasi dan penyerapan untuk menurunkan kadar air

dalam biogas

Mesin harus didisain khusus disesuaian dengan seberapa banyak kandungan gas-gas pengotor yang terkandung di dalamnya. Untuk itu telah dikembangkan sistem konversi dari bahan bakar bensin ke bahan biogas untuk mesin pembakaran dalam, sistem 4 langkah. Gambar 10 merupakan sistem yang telah berhasil dikembangkan untuk menkonversi mesin dengan bahan bakar bensin menjadi berbahan bakar biogas. Mesin selanjutnya dapat digunakan untuk memutar generator listrik menjadi energi listrik[7].

Untuk keperluan konversi dari bahan bakar bensin ke biogas, maka harus dilakukan beberapa perubahan pada komponen mesin (Gambar 11a). Salah satunya adalah dengan meningkatkan rasio kompresi menjadi sekitar 9:1. Bagian karburator dari mesin bensin dihilangkan dan hanya bagian pencampur (mixer) udara dan gas bahan bakar yang dipakai (Gambar 11b).

Gambar 10. Skema konversi dari bahan bakar bensin ke bahban bakar biogas bagi mesin. 1. Digester, 2. desulfuriser, 3. Penampung gas pertama, 4. Kompresor tekanan rendah, 5. Pemurnian dari CO2, 6.Penampng gas kedua. 7. Dehu,idisasi, 8. Kompresor tekanan tinggi, 9. Tabung biogas, 10. Katup dengan penggerak vakum, 11. Bagian masukan udara, 12.Pencampur biogas dan udara, 13 Mesin [7]

Gambar 11. (a). Proses modiikasi mesin bensin untuk dapat digunakan memutar generator listrik dengan menggunakan bahan bakar biogas. (b). Bagian komponen karburator yang dimodiikasi. Hanya bagian pencampur (mixer) yang digunakan dengan penyesuaian lubang pemasukan gas bahan bakar


(10)

2.9 Penyimpanan Biogas

Biogas dapat disimpan seperti halnya gas LPG dalam tabung gas. Proses penyimpanan ini dapat dilakukan dengan mesin kompresor. Biogas dihisap dan dikompresikan dalam tabung (botling). Beberapa hal yang menjadi pertimbangan adalah, biogas mengandung gas H2S yang sangat korosif terhadap tabung gas terbuat dari baja. Langkah-langkah pencegahan korosi harus

dilakukan baik dengan menurunkan kadar H2S terlebih dahulu sebelum disimpan, maupun

mengunakan tabung penyimpan dari bahan yang lebih tahan korosi. 2.10 Pengujian komposisi biogas dan Pengukuran Volume Biogas

Komposisi biogas harus diuji sehingga diketahu berapa komposisi gas metana yang dihasilkan. Grup riset industri manufaktur dan permesinan memiliki kelengkapan alat untuk menguji secara langsung dilapangan berapa kadar gas metana, CO2 , H2S, dan kandungan air yang terkandung dalam biogas. Gambar 12(a) adalah beberapa dari peralatan pengujian gas portabel yang siap digunakan untuk menguji langsung di lokasi digester. Alat ini juga mampu mendeteksi adanya kebocoran gas dalam instalasi biogas sehingga kebakaran dapat dihindari. Pengukuran volume amat penting baik untuk mengukur laju aliran dan juga untuk mengukur jumlah biogas yang dihasilkan atau jumlah volume biogas yang dihasilkan. Alat ukur volume meter seperti tampak pada Gambar 11b sudah tersedia pada grup riset kami.

3. Kesimpulan

Penelitian kearah penelitian dan pengembangan teknologi biogas di Universitas Udayana, Bali, Indonesia telah menghasilkan berbagai temuan yang bermanfaat pagi perkembangan teknologi biogas maju (advance biogas technology). Hasil temuan ini memungkinkan pemanfaatan biogas untuk pemakaian yang lebih bermanfaat seperti untuk menghasilkan listrik dan penggerak mesin. Teknologi pemurnian biogas menghasilkan produk yang lebih bebas dari pengotor-pengotor yang berbahaya bagi kesehatan

4. Ucapan Terimakasih

Tulisan ini merupakan akumulasi hasil dari berbagai penelitian yang dihasilkan dari beberapa berbagai hibah penelitian seperti hibah Pengajaran dana DIPA Univ udayan 2012, hibah bantuan seminar luar negri Dikti 2012, hibah penelitian strategis nasional Dikti 2012, hibah penelitian berpotensi paten 2012, hibah bersaing Dikti 2013. Untuk itu terimakasih penulis sampaikan atas pembiayaan penelitian yang diperoleh dari hibah-hibah penelitian tersebut di atas

Gambar 12. (a). Berbagai alat ukur komposisi biogas portabel yang sudah dimilikivgrup riset kami [6] . (b). Alat ukur volume biogas [6]

(a)

(b)

5. References

[1] Nindhia, T.G.T., 2012, Equipment to increase rate of Biogas Production by Utilizing solar Energy, Paten Id, No paten: S 0001154

[2] Nindhia, TGT, Negara, K.M.T.N., Sucipta, I M., Surata, I W., Atmika, I K.A., Negara, D.N.K.P, 2012, Performance of Repetitive type of Biogas Desulfurizer Made from Steel Chips Waste, Proceeding of The 2nd International conference sustainable technology development, 4-5 Oktober ,Bali, Indonesia

[3] Nindhia, TGT, 2012, Removal of Hydrogen Sulide (H2S) contaminant in Biogas by Utilizing

Solid Waste Steel Chips from The Process of Turning, The 21st Internatioanal Conference on Solid Waste Technology and Management, Philadelphia, PA U.S.A. March 11-14, 2012 [4] Nindhia, TGT, Negara, KMT, Sucipta, IM, Surata, IW, Atmika, IKA, Negara DNKP, Performance

of Repetitive Type of Biogas Desulfurizer Made from Steel Chips Waste, Proceeding od the 2nd International Conference on Sustainable Technology Development ICSTD, October 31st 2012, Bali, ISBN 978-602-7776-06-7, udayana university press. pp M63-M69

[5] Negara, K.M.T., Nindhia, T.G.T., Sucipta, M., Atmika, K.A., Negara, D.N.K., Surata, W., and

Komaladewi, A.A.I.S., 2012, Puriication Biogas forms H2S impurities by utilizing Waste of

Iron Chips obtained from turning process.Jurnal Energi dan manufaktur, Vol.1 No. 1, pp33-34, October

[6] Nindhia, T.G.T, Sucipta, M., Surata, I W., Atmika, I K.A., Negara, D.N.K., Negara, K.M.T., 2013, Processing of Steel Chips Waste for Regenerative Type of Biogas Desulfurizer, International Journal of Renewable energy Research, Vol.3, No.1, January.

[7] Nindhia,T.G.T., Surata,I W., Atmika, I K.A., Negara, D.N.K.P., Wardana, A.,Method on Conversion of Gasoline to Biogas Fueled Single Cylinder of Four Stroke Engine of Electric Generator, International Journal of Environment science and Development, Vol. 4, No. 3, June 2013. pp.300-303I.


(11)

An Experimental To Investigate The Effect Nozzle Angle An Position Of

Water Turbine For Obtaining Highest Rotation

Lie Jasa1 , IGA Raka Agung1, I Putu Ardana1, Ardyono Priyadi2 and Mauridhi Hery Purnomo2 1 Electrical Engineering Department,Udayana University, Bali, Indonesia

2 Electrical Engineering Department, Sepuluh Nopember Institute of Technology, Surabaya, Indonesia E-mail : liejasa@unud.ac.id

Abstract

Water is a key issue for an alternative renewable energy source has environmentally friendly and very large potential to solve the world’s energy crisis. Water energy can be converted into mechanical energy by means a

micro-hydro turbine. Therefore, the speciic turbine is required to obtain the highest eficiency. This paper proposes the experimental to investigate the signiicant parameters for obtaining the highest eficiency turbine. These

parameters, angle and position nozzle, radius, blades and rotation, are investigated by conducting experiments using mini turbine models. The angle and position nozzle is adjustable to obtain the highest speed rotation of turbine. The characteristics of the mini turbine model are explained as follows: outer radius is 0.5 m, inner radius is 0.4 m, width 0.12 m, the number of blades 32, volume 0.294 litre blades. The experiment result shows that the highest rotation is obtained by 10 degrees for nozzle position and 35 degrees for incidence angle. The best position of nozzle at blades number 2 produces the speed of turbine 68.31666667 rpm.

Keywords : Nozzle, turbine, water wheel, energy

1. Introduction

The energy plays an important role for population in the world. The energy demand is signiicantly

increases every year but the energy resource is limited and decreases especially conventional

energy. Hydropower is one of clean energy resources in the world. It is also the most reliable and

effectively cost renewable energy resource among the others. Small hydropower schemes are getting increasingly popular because of its simplicity design, ease in operation, and lower environment of

heavy construction in comparison to large hydropower schemes[1]. Conventional highly eficient

low head hydraulic turbines, such as Kaplan, become economically unviable because of the large

size of the turbine required for very low head installations, requirement of special low control mechanism and the risk the impose on the ecology especially on ish, trash and sediment transport.

[1],[2],[3].

Water wheel is a simple machine, cheap and has long been known in the community to generate the energy. Water wheels were used as a primary source of power in ancient times. Water wheels

are simple machines usually made of wood or steel with blades ixed at regular interval around

their circumference. The blades are pushed by the water tangentially around the wheel. The thrust produced by the water on the blades produces torque on the shaft and as result the wheel revolves. [1],[4],[5]. Four commonly used water wheels models are overshot, undershot, breast shot and stream wheels. Overshot waterwheels are driven by potential energy created by the accumulated

water in the buckets of the wheel. Water lows at the top of the wheel and ills into the buckets

attached on the periphery of the wheel.[1],[6],[7],[8],[9].

Research shows that turbine are technically and eficiency of 75-85% over a wide range of low. Slow speed of rotation and large sized cells of the water wheel reduce the risk to aquatic life as well as allow better sediment transport and tolerance to loating debris.[1],[3]. Previous research

on the turbine was intended to design micro-hydro turbines to produce electricity. In this present study, the researcher uses a micro-hydro plant in the village of Gambuk, Pupuan, Tabanan,

Bali-Indonesia as the initial model of the experiment [10],[11],[12]. In this paper proposed how to get the

maximum RPM of water wheels based on the inluenced of the position nozzle and the incidence

nozzle.

2 The overshot water wheel model 2.1. Hydraulics power theory

Theorem of water low is used to determine the amount of energy that can be generated from the lowing water. The total extractable hydraulic power from the lowing water is given

by the expression of Pin = ρ x g x Q x H, where Pin is the hydraulic power input to the wheels

(W), ρ is the density of water (kg/m3), g is the acceleration due to gravity (9,81m/s2), Q is the

volumetric water low rate (m3/s) and H is the difference in total energy line upstream and

downstream of the wheel (m). The angular velocity ω (rad/s) of the wheels is calculated from

the number of revolutions N at the given load in revolutions per minute (RPM) of the wheel

as : ω = 2 x π x N/60. The shaft torque τ (Nm) is the product of the force F of water striking

the blades of the water wheel (N) and the moment arm length (m) which, in this case, is the radius of the pulley r. Force is equal to the differences in the mass obtained from the two load

cells time the acceleration due to gravity. τ = m x g x r. Subsequently the mechanical power output Pout available at the wheel shaft is determined from the measured torque τ and the

corresponding angular speed of the wheel ω as : Pout = ω x τ = 2 x π x N x τ/60. by calculating

the power of output and input, the mechanical eficiency η of the wheel is therefore : η = Pout /

Pin x 100%

2.2 Overshot water wheel prototype

Water wheels model is created specially to variety of the nozzle position and the angle nozzle that can be adjusted mechanically. This model is different from the water wheel of real installation. Water wheel model is planned rotating clockwise direction with 32 blades and 11.25o space of blades. The blades shape is triangular and placed around circumference wheel. The position of arm nozzle is variety multiples 11.25o and The blades of wheel are marked

of numbers 1 through 17. The actually we changed the magnitude of β angle value. The arm

nozzle is made longer than the radius of wheels.

The overshot water wheel consists of acrylic of cylindrical hub of 50 cm diameter and 12 wide on to which 32 triangular blades have been fastened. Blades are made of right-angle

triangle with base and high size 7,5 cm. Length of nozzle 8 cm ixed on top of waterwheel. The water that is lowing into the water wheel is supplied by Universal pump. Wheel is placed in the

middle of a pair of pillow and wheels spin together with the axle. Details of the overshot water wheel model are shown in Figure 2.


(12)

Figure 1. Overshot water wheel nozzle angle design

Figure 2. Overshot water wheel nozzle angle outline

Figure 3. Overshot water wheel nozzle angle model 2.3. Nozzle angle position

The magnitude angle value of β is changing to according change of arm nozzle position,

the range of magnitude of β angle is less than 90o. Nozzle position is always on the top of wheel

and nozzle direction is always toward into wheel blades. The design of the position arm nozzle is shown in Figure


(13)

2.4. Nozzle angle position

The length of arm nozzle must be the longer than radius of the wheel. The nozzle position is always outside of radius of the wheel and centre point wheel the same with point butt of

nozzle arm. The angle α is the angle between arm nozzle with the nozzle itself. The magnitude

of value angle α is such as -10o, 0o, 10o and 20o. Range of angle α is α < 90° and the nozzle

direction always toward into the blades of wheel.

Figure 5. Position of nozzle engles 3. Experiment Result

The arm nozzle can be occupied the position at P1 until P17.The angle of arm nozzle is increased every 5o with midpoint at P9 (angle 0o). Figure 4 shows that from the mid point to right the negative sign and to left the positive sign. The experiments were performed by placing the arm nozzle at point P1, nozzle in a parallel position with the arm nozzle. The system is run, if the wheel is spinning observed and RPM measured with tachometer. According results of observation of wheel, The wheel does not rotate at position P1, P2, P3, P4. Wheel starts to spinning at P5 with the RPM 40.758 until 58.425 RPM at P16. The graph results of measurement RPM of the position of angle Nozzle is shown in Figure 6.

Figure 6. The RPM of water wheel based on position nozzle

Conditions M3 shows the active area of the water wheel running is at position P1 until P14. The highest RPM Conditions is M3 at 0.60691 (P14), and the lowest at P1 with RPM 32.791.Conditions M5 shows the active region of the waterwheel is in position P1 until P13, produces the highest RPM about 51.4166 (P12), and the lowest RPM at P1 with RPM 38.8666.Conditions M7 shows that the water wheel spinning with the active region from position P1 until P11, with a peak of RPM 38 008, and the bottommost of 32,241 at P3. This suggests that the waterwheel spins faster when the position of nozzle placed on position at P10, P11, P12, P14, P15 and P16, and the best condition is at position P15 resulted RPM about 68.3166.

Experiments with the angle nozzle, by placing the arm of nozzle on the position angle nozzle arm at P1 until P17. The next step is adjusted the value of angle nozzle between the nozzle arm with the nozzle itself each angle -10o, 0o, 10o, 20o. nozzle position on top of blades with angle nozzle the same with 0o is meaning the nozzle and nozzle arm is parallel. The next step is repeated for a junction angle 10o, 10o, 20o. The measurement of the RPM results with change the angle nozzle can be seen in Figure 7.With the turbine width 12 cm, length of nozzle 8 cm and variety of angle nozzle with -10o, 0o, 10o and 20o, the RPM measurement of water wheels is shown in igure 7. The principle in this experiment is measurement RPM of water wheel is base on the changes of the magnitude of angle nozzle. Measurement of the angle -10o , will be produces the highest RPM at 79.1333 and the

lowest at 22,458. The change of the nozzle angle affects signiicantly on P13 until P17. The results of the experiment of the change of the nozzle angle is inluence signiicant of the RPM of water

wheel only occur at an angle 20o until 35o. Detail is shown at Figure 8.

Figure 7. The RPM of weterwheel base on nozzle angles


(14)

4. Conclusion

The RPM of water wheel is produced increase when nozzle position at the range of angle 5o until 35o. The highest RPM of water wheels is obtained at 68.316667 at position angle 30o (P15) or at blades number 2. The highest average RPM of the water wheel is at 45.44643 obtained at nozzle angle 10o position (P11). This indicates that the waterwheel is installed on the location, the position of nozzle can be set that the waterwheel produces RPMs closer to the maximum. The changes of nozzle direction is resulted the highest of RPM at 79.13333 at an angle of 35o (P15) at nozzle angle at -10o .

Acknowledgements

The Authors convey gratitude to the Ministry of Culture and Education, Indonesia, who has provided scholarships through the program BPPS and the research grant Unggulan Udayana BOPTN 2013. 5. References

[1] S. Paudel, N. Linton, U. C. E. Zanke, and N. Saenger, “Experimental investigation on the effect

of channel width on lexible rubber blade water wheel performance,” Renewable Energy, vol.

52, pp. 1–7, Apr. 2013.

[2] T. Sakurai, H. Funato, and S. Ogasawara, “Fundamental characteristics of test facility for micro hydroelectric power generation system,” presented at the International Conference on

Electrical Machines and Systems, 2009. ICEMS 2009, 2009, pp. 1 –6.

[3] L. Wang, D.-J. Lee, J.-H. Liu, Z.-Z. Chen, Z.-Y. Kuo, H.-Y. Jang, J.-J. You, J.-T. Tsai, M.-H. Tsai, W.-T. Lin, and Y.-J. Lee, “Installation and practical operation of the irst micro hydro power system in Taiwan using irrigation water in an agriculture canal,” in 2008 IEEE Power

and Energy Society General Meeting - Conversion and Delivery of Electrical Energy in the 21st Century, 2008, pp. 1 –6.

[4] A. Zaman and T. Khan, “Design of a Water Wheel For a Low Head Micro Hydropower System,”

Journal Basic Science And Technology, vol. 1(3), pp. 1–6, 2012. [5] G. Muller, Water Wheels as a Power Source. 1899.

[6] M. Denny, “The Eficiency of Overshot and Undershot Waterwheels,” European Journal of

Physics, vol. 25, pp. 193–202, 2003.

[7] K. H. Fasol, “A short history of hydropower control,” IEEE Control Systems, vol. 22, no. 4, pp.

68 – 76, Aug. 2002.

[8] L. A. HAIMERL, “The Cross-Flow Turbine.”

[9] C. A. Mockmore and F. Merryield, “The Banki Water Turbine,” Bulletin Series no.25, Feb.

1949.

[10] L. Jasa, P. Ardana, and I. N. Setiawan, “Usaha Mengatasi Krisis Energi Dengan Memanfaatkan Aliran Pangkung Sebagai Sumber Pembangkit Listrik Alternatif Bagi Masyarakat Dusun

Gambuk –Pupuan-Tabanan,” in Proceding Seminar Nasional Teknologi Industri XV, ITS,

Surabaya, 2011, pp. B0377–B0384.

[11] L. Jasa, A. Priyadi, and M. Hery P, “PID Control for Micro Hydro Power Plants Base on Neural Network,” in Proceding Modeling, Identiication and Control (AsiaMIC 2012), Phuket,

Thailand, 2012.

[12] L. Jasa, A. Priyadi, and M. H. Purnomo, “Designing angle bowl of turbine for Micro-hydro at tropical area,” in 2012 International Conference on Condition Monitoring and Diagnosis

(CMD), Sept., pp. 882–885.

Terapi Modalitas Pada Usia Lanjut

Being Successful Aging, Sure We Can!

Made Diah Lestari 1 dan Luh Made Karisma Sukmayanti Suarya 1 1 Fakultas Kedokteran, Program Studi Psikologi, Universitas Udayana

Abstrak

Masa usia lanjut adalah tahapan terakhir dalam perkembangan manusia. Masa usia lanjut ini seringkali ditandai

dengan adanya beberapa penurunan dalam fungsi isik, kondisi kesehatan, kemampuan indrawi, fungsi kognitif

dan memori, aktivitas, ataupun kelekatan sosial. Penurunan inilah yang kemudian menjadikan usia lanjut diidentikan dengan angka ketergantungan penduduk. Pada kenyataannya, tidak semua mereka yang usia lanjut merasa terbatas oleh kondisi mereka. Successful aging adalah istilah yang tertuju pada kelompok usia lanjut yang mampu beradaptasi dengan kondisinya. Walaupun istilah successful aging ini terkesan demanding dan labeling untuk kelompok usia lanjut, namun pada sisi lain memberikan paradigma yang baru terkait dengan pandangan masyarakat terhadap usia lanjut. Pandangan yang melihat bahwa usia lanjut terbatas dan tidak mampu tergantikan oleh pandangan optimis bahwa usia lanjut tetap mampu menjadi pribadi yang produktif tanpa harus menjadi beban masyarakat. Ada beragam cara yang dapat diberikan untuk membantu usia lanjut mencapai successful aging. Program penyuluhan ini akan menggunakan pendekatan terapi modalitas yang difokuskan pada peningkatan fungsi kognitif. Kegiatan dirancang dengan menggunakan beragam metode mulai dari games hingga diskusi kelompok. Penyuluhan ini dilakukan pada usia lanjut yang tinggal di panti jompo dan usia lanjut yang mengikuti kegiatan komunitas usia lanjut di banjar. Dilakukan evaluasi reaksi dalam evaluasi traning model Kirkpatrick & Kirkpatrick (2010), yaitu melihat reaksi kepuasan peserta terhadap program penyuluhan. Secara keseluruhan peserta puas terhadap materi, tenaga penyuluh, metode, dan juga penyelenggaraan.

Kata kunci: usia lanjut, successful aging, terapi modalitas

1. Pendahuluan

Keberhasilan pembangunan, terutama dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial berdampak pada peningkatan rata – rata usia harapan hidup penduduk. Meningkatnya angka harapan hidup juga menandakan bahwa masa tua penduduk Indonesia menjadi semakin panjang.

Hal ini berdampak terhadap jumlah usia lanjut di Indonesia yang semakin meningkat. Suardiman (2011) mengatakan bahwa Indonesia saat ini berada pada masa transisi demograi, yang mengubah

struktur penduduk dari penduduk dengan populasi muda menjadi populasi tua[1]

Di bidang sosial dan ekonomi, jumlah penduduk usia lanjut yang meningkat menyebabkan meningkatnya angka ketergantungan (old dependency ratio). Old dependency ratio adalah perbandingan antara jumlah penduduk usia lanjut (60 tahun ke atas) dengan jumlah penduduk usia produktif. Dari angka ini terbaca besarnya beban ekonomi yang harus ditanggung penduduk produktif untuk membiayai penduduk usia lanjut. Jika tidak ingin menjadi beban, tentunya kemandirian usia lanjut menjadi hal yang penting sehingga secara psikologis dan nyata usia lanjut bukan golongan yang tergantung walaupun dari sudut pandang sosial dan ekonomi jumlah usia lanjut menandakan angka ketergantungan penduduk.

Menjadi sebuah penetapan yang wajar ketika usia lanjut dikaitkan dengan angka ketergantungan

karena usia lanjut identik dengan kondisi penurunan. Penurunan pada isik, kondisi kesehatan,

kemampuan indrawi, fungsi kognitif dan memori, aktivitas, ataupun kelekatan sosial. Penurunan tersebut mengakibatkan keterbatasan pada golongan usia lanjut. Pada kenyataannya, tidak semua mereka yang usia lanjut merasa terbatas oleh kondisi mereka. Successful aging adalah istilah yang


(15)

tertuju pada kelompok usia lanjut yang mampu beradaptasi dengan usianya. Kriterianya beragam dari satu ahli dengan ahli lainnya. Rowe & Khan (dalam Papalia dkk., 2007) menyebutkan beberapa komponen dari successful aging, yaitu jauh dari penyakit atau disability terkait dengan penyakit

tertentu, adanya perawatan terhadap fungsi isik dan psikologis, serta adanya kontak sosial dan

aktivitas produktif yang berkelanjutan [2]

Walaupun istilah successful aging ini terkesan demanding dan labeling untuk kelompok usia lanjut, namun pada sisi lain memberikan paradigma yang baru terkait dengan pandangan masyarakat terhadap usia lanjut. Pandangan yang melihat bahwa usia lanjut terbatas dan tidak mampu tergantikan oleh pandangan optimis bahwa usia lanjut tetap mampu menjadi pribadi yang produktif tanpa harus menjadi beban masyarakat. Ada beragam cara yang dapat diberikan untuk membantu usia lanjut mencapai successful aging. Upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitasi adalah empat upaya dasar yang dijalankan bagi perawatan usia lanjut. Upaya ini mengikutsertakan profesi dokter, perawat, pekerja sosial, dan juga psikolog secara komprehensif baik pada seting panti, personal,

maupun komunitas. Cakupannya pun luas mulai dari perawatan isik dan kesehatan, perawatan diri

sehari – hari, penggunaan waktu luang, hingga menjaga produktivitas usia lanjut.

Melalui uraian pendahuluan di atas, maka usia lanjut memerlukan perhatian guna membantu mereka dalam meningkatkan kemandirian. Sejauh ini perawatan yang diberikan kepada usia lanjut terbatas pada pendekatan kedokteran dan keperawatan. Perhatian aspek psikologi terhadap kondisi

usia lanjut masih terbatas. Hanya beberapa panti dan pusat komunitas yang mengkombinasikan berbagai pendekatan secara holistik. Hal ini disebabkan bukan karena tidak adanya kesadaran akan

perlu penguatan terhadap aspek psikologis usia lanjut, namun karena keterbatasan tenaga psikolog, kegiatan praktek, dan juga penelitian gerontologi yang jumlahnya masih terbatas di Bali khususnya. Program penyuluhan ini akan menggunakan pendekatan terapi modalitas untuk mengisi waktu luang, meningkatkan kesehatan, meningkatkan produktivitas, dan interaksi sosial kelompok usia lanjut. Pada penyuluhan ini akan difokuskan pada fungsi kognitif. Terapi modalitas yang diberikan mencakup pemeriksaan fungsi kognitif, terapi memori dan fungsi kognitif, serta kegiatan life review. Kegiatan dirancang dengan menggunakan beragam metode mulai dari games hingga diskusi kelompok. Penyuluhan ini dilakukan pada usia lanjut yang tinggal di panti werdha dan usia lanjut yang mengikuti kegiatan komunitas usia lanjut di banjar. Keberhasilan penyuluhan akan diukur dengan evaluasi terhadap materi, perencanaan, dan bagaimana materi diberikan. Evaluasi tertulis diberikan oleh pengurus panti jompo dan kader usia lanjut di banjar. Peserta penyuluhan memberikan evaluasi secara simbolis dengan memilih benda sebagai simbol rasa puas mereka terhadap materi dan jalannya penyuluhan.

2. Bahan dan Metode

Terapi modalitas adalah terapi dalam keperawatan jiwa dengan memberdayakan potensi yang dimiliki oleh pasien (modal – modality) sebagai titik tolak terapi atau penyembuhan (Sarka dalam Lubis, 2008)[3]. Terapi modalitas merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi lansia yang memiliki beberapa tujuan antara lain mengisi waktu luang lansia, meningkatkan kesehatan lansia, meningkatkan produktivitas lansia, dan meningkatkan interaksi sosial antar lansia (Maryam dalam Ghoer, 2012)[4]. Menurut Sarka (dalam Lubis, 2008), jenis – jenis terapi modalitas yaitu terapi individual, terapi lingkungan, terapi biologis, terapi kognitif, terapi keluarga, dan terapi aktivitas kelompok[3]. Fokus dalam penyuluhan ini adalah pada terapi kognitif.

Kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberikan penilaian termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi, dan mempertahankannya (Suardiman, 2011)[1]. Proses kognisi tidak dapat dilepaskan dari memori. Kemampuan memori memungkinkan, individu untuk menyimpan informasi sepanjang waktu. Penurunan fungsi kognitif biasanya terjadi pada pemrosesan informasi,

memori, kecerdasan, dan perhatian. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia ada beberapa kemunduran pada usia lanjut diantaranya mudah lupa, fungsi ingatan yang cenderung lebih baik dalam mengingat kejadian atau peristiwa pada masa lalu dibandingkan pada peristiwa yang baru terjadi, disorientasi umum dan persepsi terhadap waktu, ruang, dan tempat, intelegensi, serta cenderung tidak mudah menerima hal – hal baru seperti ide dan informasi. Dalam memproses informasi, usia lanjut memang lebih lamban dan lebih sulit sehingga cenderung mudah lupa. Lupa disebabkan karena menurunnya kemampuan belajar dan mengingat yang disebabkan menurunnya respon neurologis (Suardiman, 2011)[1].

Adapun peserta dalam penyuluhan ini adalah usia lanjut yang tinggal di panti werdha yakni Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Wana Seraya Gianyar dan Kelompok Lansia Werdatama Banjar Sengguan-Pasekan Sading Badung. Jumlah keseluruhan usia lanjut yang mengikuti penyuluhan ini adalah sebanyak 82 orang. Pelaksanaan penyuluhan dilakukan sebanyak dua kali pada pagi dan sore hari. Pagi hari dilakukan di PSTW Wana Seraya dan kemudian dilanjutkan di Banjar Sengguan Desa Sading pada sore harinya tanggal 31 Mei 2013. Kegiatan ini melibatkan 18 fasilitator dari mahasiswa Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang bertugas untuk melakukan pemeriksaaan kognitif, melakukan observasi terhadap tingkat partisipasi peserta, dan juga mengumpulkan form evaluasi.

Kegiatan penyuluhan ini terdiri dari aktivitas yang dirancang untuk melatih kemampuan kognitif usia lanjut. Di awal kegiatan akan diadakan pemeriksaan fungsi kognitif, lalu dilanjutkan dengan senam kognitif, aktivitas bola bernama, dan nostalgia magic. Tabel 1. Deskripsi kegiatan terapi modalitas menjelaskan secara detail deskripsi kegiatan berikut dengan tujuan, manfaat, dan indikator keberhasilan setiap aktivitas. Metode evaluasi yang digunakan adalah evaluasi training level 1 dari Kirkpatrick & Kirkpatrick (2010)yang mengukur reaksi kepuasan peserta atas penyuluhan yang diikuti[5]. Evaluasi kegiatan melalui tiga prosedur.

1. Form observasi fasilitator untuk melihat jalannya kegiatan dan respon dari peserta pelatihan pada setiap sesi.

2. Form penilaian penyuluhan yang diisi oleh pengurus panti dan banjar.


(16)

Tabel1. Deskripsi kegiatan terapi modalitas

3.

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan tes kognitif yang diberikan pada para usia lanjut (lansia) di kedua tempat kegiatan menunjukkan bahwa 37 orang lansia memiliki kemampuan kognitif yang kurang memadai, dan 45 orang lansia memiliki kemampuan memadai. Selain tes kognitif, kegiatan lain yang diberikan kepada lansia adalah senam kuat otot, bola bernama, nostalgia magic. Senam kuat otot dilakukan oleh para lansia dengan mengikuti gerakan senam yang dicontohkan oleh dua orang intruktur (mahasiswa). Indikator keberhasilan dari kegiatan senam kuat otot adalah kemampuan para lansia

NO NAMA KEGIATAN TUJUAN MANFAAT DESKRIPSI ALAT/ BAHAN YANG

DIBUTUHKAN INDIKATOR KEBERHASILAN

1 TES MEMORI DAN FUNGSI KOGNITIF

Untuk mengetahui kondisi memori dan kognisi lansia.

1. Para petugas panti mengetahui kondisi para lansia dan bisa merancang perawatan bagi para lansia. 2. Memberi pengetahuan bagi lansia dan keluarganya tentang kondisi lansia tersebut.

Tes ini bertujuan untuk mengukur memori dari para lansia. Pertanyaan-pertanyaan dalam tes mengenai identitas diri mereka, pengalaman hidup dan beberapa pertanyaan tentang pengetahuan umum. Petugas akan menanyai para lansia satu per satu dan menilai. Hasil dari tes ini akan berupa deskriptif yang menceritakan tentang kondisi memori lansia. Tes yang digunakan adalah Tes Orientasi Dan Amnesia Galveston untuk lansia di Panti Werdha dan Tes Fungsi Kognitif untuk lansia di Banjar. Kegiatan ini berlangsung selama kurang lebih 20 menit.

- Alat tulis - Lembar Tes. - Kursi dan meja (menyesuaikan dengan yang ada di panti dan banjar)

Apabila, 70% lansia dapat merespon dengan benar,lancar dan tepat waktu sesuai dengan pengadministrasian tes.

2 SENAM PELEMASAN OTOT LANSIA

Sebagai pelemasan otot dan penyegaran dalam rangka mengikuti kegiatan selanjutnya. Dapat juga dijadikan sebagai pembelajaran agar lansia bisa menerapkan langsung dalam kesehariannya.

1. Menguatkan otot pada lansia 2. Melancarkan sistem peredaran darah kardiovaskular

3. Membantu menyeimbangkan fungsi otak

4. Mencegah kepikunan 5. Melemaskan otot dan menyegarkan tubuh

Senam Kuat Otot merupakan senam yang berfokus pada latihan penguatan otot, serta melancarkan peredaran darah untuk lansia. Senam ini dilakukan dengan posisi duduk dan lebih banyak melakukan pelemsan pada otot kaki. Posisi duduk serta gerakan yang ringan membuat lansia tidak cepat lelah. Beberapa gerakan koordinasi tangan dan kaki dapat membantu lansia untuk menyeimbangkan fungsi otak dan mencegah kepikunan. Senam ini juga bisa dilakukan sehari – hari pada waktu senggang untuk pelemasan otot agar lansia dapat bebas bergerak tanpa merasakan otot yang kaku.

- Kursi sebanyak peserta. - Sound system. - Pemutar musik atau laptop

- Peserta dihimbau agar menggunakan pakaian olahraga yang nyaman.

1. Seluruh peserta dapat mengikuti gerakan dengan baik dan benar minimal 70% dari keseluruhan gerakan senam. 2. Peserta tidak mengalami kelelahan berat setelah mengikuti senam.

3. Tidak ada yang mundur selama kegiatan senam berlangsung (kecuali ada keperluan yang mendesak)

3 BOLA BERNAMA

Melatih motorik kasar dari peserta saat gerakan mengoper bola dan melatih memori para lansia saat menyebutkan nama teman yang ditunjuk oleh panitia.

1. Memfasilitasi peningkatan kemampuan memori lansia. 2. Kegiatan refreshing melalui lagu, gerakan, dan nyanyian.

Kegiatan ini dilakukan di dalam ruangan, dengan jumlah peserta 20-30 orang lansia. Terdapat 5 panitia sebagai fasilitator dalam kegiatan ini. 1 panitia bertugas sebagai MC, 2 panitia bertugas untuk mengoper bola dari peserta yang berada di paling ujung kanan dan kiri barisan. 2 panitia berada di belakang peserta yang bertugas untuk menanyakan nama peserta. Kegiatan ini berlangsung selama ± 20 menit.

- Mic - Laptop - Speaker - Lagu - Bola tenis,

Peserta dapat menebak nama temannya dengan tepat.

4 NOSTALGIA MAGIC

1. Melatih ingatan jangka panjag dengan cara mengingat kembali hal-hal di masa lalu. 2. Membangkitkan keberhargaan diri lansia degan lebih menghargai pengalaman di masa lalu yag telah terjadi. 3. Membantu lansia untuk megevaluasi kembali kehidupannya dan memetik hal positif dari kejadian di masa lalu.

1. Ingatan panjang terlatih. 2. Lansia merasa diri berharga melalui kenangan masa lalu.

3. Mendapatkan momen evaluasi dan introspeksi.

Kegiatan ini merupakan sebuah permainan yang disusun untuk mengembalikan daya ingat lansia mengenai pengalaman masa lalu nya. Para lansia diminta untuk membuat suatu kelompok kecil, lalu mereka duduk melingkar. Kelompok berjumlah 5 – 7 orang yang didampingin oleh 1 orang fasilitator dan 1 orang observer. Dalam kelompok, masing-masing lansia akan menceritakan pengalaman masa lalunya dengan cara bergilir (random). Fasilitator berfungsi untuk mengarahkan lansia utuk bercerita, megontrol durasi waktu bercerita, dan megendalikan kegiatan secara keseluruhan. Sedangkan observer berfungsi untuk mengamati dan mencatat perilaku, ingatan memori, dan kapasitas bercerita dari setiap individu yang sedang mendapat giliran bercerita. Individu mengingat pengalaman melalui stimulasi dari benda kenangan yang telah mereka bawa. Barang ini dapat berupa foto, pakaian,

pernak-- Bendapernak--benda kenangan milik peserta - Kursi atau karpet - Lembar observasi untuk observer

1. Kegiatan diikuti oleh lansia dengan tertib.

2. Lansia dapat menceritakan pengalaman masa lalunya berdasarkan benda-benda yang telah mereka bawa. 3. Lansia dapat memetik pelajaran berharga dari pegalaman yang diceritakanya.

1 2 3

METODE EVALUASI

Form observasi fasilitator untuk melihat jalannya kegiatan dan respon dari peserta pelatihan pada setiap sesi. Form penilaian penyuluhan yang diisi oleh pengurus panti dan banjar.

Candy Voice pilihan permen sebagai simbol kepuasan peserta atas jalannya kegiatan.

mengikuti gerakan sebesar >70% dari keseluruhan gerakan senam. Sebagian besar lansia di panti werdha menunjukkan 62,5% melakukan kesalahan gerakan, pada saat instruktur memberikan contoh

gerakan senam. Sedangkan para lansia pada kelompok lansia di Banjar Sengguan menunjukkan

10% kesalahan gerakan dari keseluruhan gerakan senam. Sebagian besar para lansia dari kedua tempat kegiatan menunjukkan atensi yang baik dan tidak menunjukkan kelelahan yaitu >70%. Hal

ini sejalan pula pada kegiatan bola bernama yang melibatkan kemampuan motorik dan kemampuan memori lansia. Berdasarkan hasil observasi yang diperoleh bahwa para lansia menunjukkan antusiasme yang cukup tinggi, meskipun pada awal kegiatan ada beberapa lansia yang kurang memahami instruksi kegiatan. Selanjutnya pada kegiatan nostalgia magic yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir lansia dalam hal kemampuan mengingat, para lansia mampu menceritakan pengalaman masa lalu terkait dengan foto atau benda lain yang memiliki kenangan tersendiri bagi lansia. Para lansia mampu menceritakan kembali nama, benda, tempat, dan peristiwa yang dialami terkait dengan foto atau benda kenangan yang dimiliki. Meskipun tidak dipungkiri ada beberapa lansia yang enggan menceritakan kembali pengalaman masa lalu terkait foto atau benda kenangan yang dimiliki.

Lansia dikatakan sebagai individu yang telah memasuki dekade ketujuh dalam kehidupan (Aiken, 1995)[6]. Berdasarkan hasil kegiatan yang diperoleh dari kegiatan tes kognitif, senam kuat otot, bola bernama, dan nostalgia magic, dapat dikatakan bahwa sebagian lansia yang terlibat dalam

kegiatan menunjukkan kemampuan kognitif yang kurang memadai. Hal ini mengingat bahwa pada

usia lanjut mengalami penurunan kemampuan respon neurologis sehingga menjadi cenderung lamban dan lebih sulit dalam pemrosesan informasi, yang juga berpengaruh pada kemampuan belajar dan mengingat (Suardiman, 2011)[1]. Penurunan respon neurologis yang dialami pada usia lanjut, dikaitkan pula dengan kecenderungan lupa pada lansia terkait nama, benda, angka atau jumlah, tempat, dan lainnya. Tidak hanya mengalami penurunan respon neurologis terkait

kemampuan kognitif, pada usia lanjut juga mengalami penurunan kondisi isik atau motorik.

Oleh karena itu, pada kegiatan senam kuat otot dan bola bernama yang melibatkan kemampuan memori dan motorik, para lansia menunjukkan respon yang kurang memadai. Respon yang kurang memadai pada kegiatan senam kuat otot dan bola bernama nampak dari sebagian besar lansia yang melakukan kesalahan gerakan senam otot, maupun ketidaksesuaian antara aktivitas bola bernama yang dilakukan para lansia dengan instruksi yang diberikan.

Apabila dibandingkan dengan usia dewasa yang lebih muda, pada usia lanjut memiliki skor yang lebih rendah pada aspek inteligensi, memori, dan bentuk lain dari fungsi mental lainnya (Wade & Tavris, 2007)[7]. Pada dasarnya, individu pada usia lanjut mengalami penurunan pada hal-hal terkait nama, fakta, ataupun peristiwa yang telah berlangsung, yang merupakan informasi deklaratif, dibandingan dengan kemampuan non-deklaratif seperti keahlian dan hal-hal yang bersifat prosedural (Kausler dalam Papalia dkk., 2007)[2]. Selain itu, kemampuan terkait pengetahuan

umum, lokasi geograis, adat istiadat, arti kata, yang merupakan kemampuan memori sematik,

tidak dipengaruhi oleh faktor penuaan. Bila dibandingkan dengan memori episodik yang mencakup pengalaman pribadi, aktivitas, kejadian terkait tempat dan waktu, cenderung sangat dipengaruhi oleh fakor penuaan (Papalia dkk., 2007)[2]. Sesungguhnya pada usia lanjut mampu mengingat kembali masa lalu. Namun, kecenderungan yang nampak adalah pada usia lanjut sulit memanggil kembali

informasi target mengenai kejadian masa lalu. Hal ini dikarenakan pada usia lanjut mengalami

source memory deicit (Chalfonte & Johnson dalam Papalia, 2004)[8].

Dari hasil evaluasi penyuluhan dengan mengukur reaksi peserta terhadap jalannya penyuluhan didapat bahwa peserta merasa puas terhadap training yang diikuti. Sebanyak 82 peserta memilih permen berwarna merah yang melambangkan kepuasan dan tidak ada yang memilih permen berwarna hitam. Formulir evaluasi yang diberikan kepada pengurus panti dan banjar, menunjukkan


(17)

bahwa mereka puas dengan isi materi yang relevan, menilai tenaga penyuluh kompeten dalam menyampaikan materi, dan menilai bahwa penyelenggaraan penyuluhan berjalan dengan lancar. 4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil kegiatan dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa para lanjut usia masih sangat memerlukan kegiatan atau aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk memaksimalkan

kemampuan kognitif maupun kemampuan isik atau motorik. Agar kemampuan kognitif dan motorik

individu pada usia lanjut memadai, sebaiknya meningkatkan aktivitas yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif seperti membaca, mengisi teka-teki silang (TTS), meningkatkan interaksi dengan teman sebaya, melakukan senam kuat otot pada waktu tertentu atau waktu luang secara rutin.

5. Ucapan Terima Kasih

1. Kepada seluruh mahasiswa angkatan 2010 peserta mata kuliah pilihan Gerontologi.

2. Kepada para lansia dan pengurus di Kelompok Lansia Werdatama Banjar Sengguan-Pasekan Sading Badung

3. Kepada para lansia dan pengurus di Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya Gianyar.

6. Daftar Pustaka

[1] Suardiman, Siti Partini. 2011. Psikologi Usia Lanjut. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

[2] Papalia, D. E., Stern, H.L., Feldman, R. D., & Camp, C. J. 2007. Adult Development and Aging.

Third Edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

[3] Lubis, Dewi Rahmadani. 2008. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Sosialisasi terhadap Kemampuan Sosialisasi Pasien Isolasi Sosial di Ruang Kamboja Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan. Universitas Sumatera Utara.

[4] Ghoer, Fariha Salma. 2012. Pembinaan Kemandirian Lansia Melalui Terapi Modalitas; Salah Satu Konteks Pendidikan Non-Formal di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW). Universitas Pendidikan Indonesia.

[5] Kirkpatrik, J.D., Kirkpatrik, W.K. 2010. Training on Trial:How Workplace Training Must Reinvent Itself to Remain Relevant. USA: AMA.

[6] Aiken, L. R. 1995. Aging: An Introduction to Gerontology. California: Sage Publication, Inc.

[7] Wade, Carole & Tavris, Carol. 2007. Psikologi Edisi Kesembilan. Jilid I. Jakarta: Erlangga. [8] Papalia, D. E., Olds, S.W., & Feldman, R.D. 2004. Human Development. (9thed.) New York:

McGraw-Hill Companies, Inc.

The Correlation Between Protein 53 To Morphological Grading Of

Cervical Cancer With Human Papillomavirus Types 16 And 18 Infections

Ketut Suwiyoga 1

1 Medical Faculty Udayana University Denpasar Indonesian E-mail : labobgin@indosat.net.id

Abstract

Objective : To determine the correlation between to the of cervical cancer with HPV types 16 and 18 infections. Methods : A cross sectional study was performed at Obstetrics and Gynecology Department and Pathology Department at Medical Faculty Udayana University and Biomedical Research Unit Mataram Hospital Lombok. The diagnosis of cervical cancer based on the histopathological examination and DNA HPV HPV types 16 and 18 infections detected polymerase chain reaction and p53 by immunohistochemical peroxides technique. The data

were analyzed by SPSS 10,0 for windows to ind out the correlation p53 to the Borders grading.

Results : A total of 100 samples were divided in two groups consist of 50 case of cervical cancer as a cases and 50 case of non cervical cancer as a controls. The prevalence of HPV infection in cases and controls were 84.0% and 56.0% which consist of 78.0% and 36.0% HPV types 16 and 18. The prevalence of p53 in cases and controls were 52.0% and 16.0%, respectively. The study found that the risk of cervical cancer in HPV types 16 and 18 infections was 6 times more than without HPV infection. The risk of expressions of the p53 in HPV types 16 and 18 infections were 6 times more than without HPV infection. The risk of cervical cancer for p53 positive were 5.5 times than p53 negative.

Conclusion : Based on the result of this study, it is concluded that HPV types 16 and 18 infections are the major risk factors of cervical cancer and one of its carcinogenesis mechanism through the increasing of p53.

Keywords : HPV types 16 and 18, p53, cervical cancer

1. Introduction

Cervical cancer is the most frequent cause of death to women malignancy [1,2]. In the year

2000, the incidence of cervical cancer over the world was predicted 1,500,000 every year and 75%

of them were in the developing countries. In the developed countries, the incidence of cervical cancer is number two after mammary carcinoma [2,3]. Vice versa in Indonesia, the incidence of cervical cancer was number one and relatively stable for last three decades [1,3]. Meanwhile, the

ive years survival rate is around 20% [4,5]related to late stadium even terminal when diagnosed

was performed. Behind it, general condition, low social economical status, geography, demography and lack of human resources and facilities also contributed to the prognosis, it worsens [1,5,6].

Many efforts to diminish the incidence and getting better prognosis of cervical cancer using early diagnosed and some modalities of the therapy (1,7, 8) but the results are not satisied so far [8,9]. It may be caused by lacking of understanding of the cervical cancer risk factors and its carcinogenesis

mechanism. Human papillomavirus (HPV) high risk group types 16 and 18 were suspected to play

the main role [10,11] and spread over worldwide [12,13]. Meanwhile, protein 53 (p53) probably played the role in carcinogenesis mechanism[14,15,16]. Based on multihits and multistage in general the principle of carcinogenesis that the involvement of oncogenes, tumor suppressor genes and repair genes [15,17] are studied in this research. The degradation of p53 function in cervical

cancer with HPV infection mostly related to p53-E6 complex [16,18] and small amount of p53

mutant [19, 20]. The p53-E6 complex was stable so it can be detected by immunohistochemical


(1)

riset dalam bidang pariwisata identik dengan riset dalam bidang pemasaran. Pemasaran menjadi media informasi, untuk membujuk dan mengingatkan konsumen akan produk yang disediakan oleh produsen. Tujuan pemasaran yang dikaitkan dengan sistem pariwisata mengandung makna pentingnya memahami perilaku konsumen melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan, sehingga mereka merasa puas [10],[11].

Falsafah pemasaran merupakan salah satu elemen penting yang harus diketahui oleh setiap orang baik organisasi individu, serta perusahaan non proit. Karena falsafah pemasaran adalah berorientasi konsumen atau kepuasan. Dengan demikian pesaing yang sesungguhnya adalah konsumen itu sendiri. Mengapa konsumen dikatakan sebagai kompetitor yang sesungguhnya?. Karena konsumen selalu melakukan evaluasi atas pengalaman mereka. Seorang wisatawan yang melakukan perjalanan wisata ke suatu destinasi pariwisata akan menilai kualitas pengalaman mereka dengan sangat cermat. Mulai dari pengalaman dengan transportasi yang digunakan, akomodasi, daya tarik wisata bahkan sampai tempat makan yang menjadi pilihan dan akan menjadi pilihan lagi. Bila kualitas pengalaman yang diterima hanya mendapatkan nilai 5, sedangkan mereka membayangkan mendapatkan kualitas layanan dengan nilai 7 maka ketidakpuasan akan terjadi. Dengan demikian, bila ingin memenangkan persaingan, penuhilah persepsi mereka minimal sama dengan apa yang harapkan. Memenuhi apa yang dibayangkan dengan apa yang diterima, baru dapat memenuhi syarat untuk mempertahankan pelanggan. Kepuasan baru akan dapat dirasakan bila persepsi lebih tinggi dari harapan.

Industri kapal pesiar adalah salah satu segmen dari seluruh pangsa pasar dalam industri pariwisata yang dewasa ini mulai digarap oleh para operator kapal pesiar. Semakin banyaknya bermunculan operator kapal pesiar yang menawarkan properti yang paling canggih, paling murah serta paling nyaman. Hal ini menyebabkan semakin meningkatnya konsumen untuk memutuskan untuk melakukan perjalanan wisata dengan kapal pesiar, yang lebih dikenal dengan Cruise Tourism. Fenomena ini terjadi pada industri perhotelan di Bali, dimana pembangunan kamar hotel semakin tak terbendung yang melebihi permintaan konsumen untuk menginap di hotel.

2. Hasil dan Pembahasan

2.1 Pentingnya Memahami Perilaku Konsumen

Memahami perilaku konsumen dalam konteks pariwisata menjadi perhatian serius para pebisnis. Salah satu bagian dari bisnis pariwisata tersebut adalah industri kapal pesiar. Walaupun di Indonesia bisnis ini belum mendapat perhatian serius. Namun seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin cepat, informasi bisnis ini semakin menarik. Bisnis industri kapal pesiar sebelumnya hanya dikuasai kawasan Karibea dan Amerika. Namun dewasa ini telah merambah ke kawasan Asia [12],[13]. Bisnis kapal pesair memberikan manfaat bagi perekonomian suatu negara dan juga masyarakat lokal. Namun beberapa peneliti menggambarkan industri kapal pesiar berpotensi membawa pengaruh negatif bagi masyarakat dan lingkungan [14],[15]. Industri kapal pesiar sebagai pendatang baru dalam industri pariwisata dunia dipandang beragam para akademisi dan praktisi. Disatu pihak industri ini disanjung karena memberikan manfaat ekonomi. Namun dilain pihak dihujat karena dapat berpengaruh negatif terhadap kehidupan lingkungan dilautan maupun sekitarnya, polusi yang terjadi karena asap dan pembuangan limbah ke laut [14].

Bagi mereka yang bergelut dalam bidang parwisata, industri kapal pesiar adalah salah satu pangsa pasar yang dapat mendongkrak pertumbuhan kedatangan wisatawan mancanegara. Pasar ceruk yang patut digarap dengan serius untuk melengkapi pasar yang telah ada. Karena apapun yang digarap dengan serius akan menghasilkan sesuatu yang serius pula, hal ini sejalan

diperoleh. Sedangkan dampak negatif akan dapat dikurangi melalui perencanaan pariwisata yang baik [16],[17]. Memahami perkembangan parwisata kapal pesiar dibeberapa belahan dunia, penulis berpandangan bahwa pariwisata kapal pesiar akan menjadi rebutan banyak negara didunia, termasuk Eropa. Dikawasan Asia, China, Kamboja dan Vietnam akan menjadi pesaing yang sangat kuat bagi Indonesia dan Destinasi pariwisata Bali.

2.2 Industri Kapal Pesiar Suatu Fenomena Sosial

Fenomena pariwisata banyak dibahas menggunakan pendekatan teori perubahan sosial atau social exchange theory [18],[19],[20],[21]. Teori pertukaran sosial telah membawa perubahan sangat luas dalam konteks perilaku organisasi dan individu. Pertukara sosial merupakan suatu rangkaian interaksi sebagai suatu kewajiban, dimana terkandung suatu ketergantungan. Dengan demikian konsep saling ketergantungan sejalan dengan teori sistem pariwisata. Pariwisata dipandang sebagai suatu sistem, dimana empat elemen yang ada saling berkaitan dan ketergantungan. Dalam konteks mikro, hubungan antara wisatawan dan tuan rumah (host) adalah sebuh interaksi yang merupakan konsep yang terkandung dalam teori pertukaran sosial. Teori pertukaran sosial masih menjadi diskusi yang ambigu diantara para akademisi dan juga praktisi. Terutama dikaitkan dengan indikator pengukurannya.

Dengan demikian fenomena pariwisata beserta interaksi yang ada di dalamnya menganut teori pertukaran sosial, dimana kata kunci yang dapat dipahami adalah adanya resiprositas hubungan. Hubungan tersebut terjadi antara wisatawan dengan pelaku pariwisata. Antara wisatawan dengan masyarakat. Antara pemerintah dengan masyarat secara timabl balik. Hubungan antara wisatawan menurut konsep teori pertukaran sosial, disamping saling ketergantungan juga mengandung makna saling memerlukan.Wisatawan memerlukan atau ingin mendapatkan ketenangan, kenyamanan dan nilai dari perjalanannya. Maka kewajiban stakeholders, seperti pemerintah, pihak swasta, yang menyediakan sarana dan jasa pariwisata, masyrakat serta dunia pendidikan untuk berkomitmen menjadikan pariwista sebagai suatu industri yang dapat mensejahterakan masyarakat.

Teori posmoderen dimana didalamnya terkandung makna globalisasi [1], juga digunakan sebagai payung pembahasan fenomena pariwisata kapal pesiar. Artinya industri kapal pesiar adalah suatu fenomena globalisasi atau sering juga disebut dengan istilah liberalisasi dilautan [1],[2]. Berbagai kreasi yang diciptakan para operator kapal pesiar, seperti perubahan dalam harga paket wisata, desain kapal pesiar serta berbagai teknologi dan strategi yang digunakan dalam mempengaruhi konsumen untuk membeli paket wisata kapal pesiar.

2.3 Prospek Pariwisata Kapal Pesiar

Cruise Tourism atau pariwisata kapal pesiar adalah salah satu segmen pasar baru dalam dunia pariwisata yang belum banyak digarap di negara-negara yang belum berkembang seperti Indonesia. Pangsa pasar ini berkembang di kawasan Karibia dan Amerika. Dalam konteks pemasaran, target pasar ini merupakan pasar ceruk (niche) dari keseluruhan pangsa pasar pariwisata. Pariwisata kapal pesiar dewasa ini mengalami pergeseran, tidak hanya dari target pasar, namun juga mengalami perubahan tujuan perjalanan wisata. Kawasan Asia mendapat apresiasi dari para operator kapal pesiar dan juga konsumen untuk memilih kawasan baru selain Karibia, Amerika dan Eropa sebagai pasar konvensional dunia kapal pesiar.

Dari sisi permintaan atau konsumen, minat untuk mejadikan kapal pesiar sebagai salah satu cara untuk menikmati daerah tujuan wisata mulai semakin meningkat. Apalagi tren ini direspon oleh operator kapal peaiar dengan adanya perubahan paket wisata yang ditawarkan, semakin


(2)

konsekuensinya harga akan semakin murah. Hal ini juga didukung oleh faktor penunjnag lainnya, seperti biaya penerbangan dan biaya transportasi darat yang semakin murah. Dari sisi penawaran, jumlah operator kapal pesiar semakin berkembang.

Jumlah wisatawan yang menggunakan kapal pesiar sejak tahun 2004 sampai dengan 2010 (tujuh tahun) selalu mengalami peningkatan dengan jumlah wisatawan sebanyak 113 juta atau rata-rata kurang lebih 16 juta orang setiap tahun. Namun sejak tahun 2004 pertumbuhan wisatawan mengalami penurunan, dari 7,59 % pada tahun 2005 menjadi 5.84 % pada tahun 2006, kemudian meningkat kembali pada tahun 2007 menjadi 6.10% dan secara umum mengalami penurunan rata – rata sebesar 4%. Seiring dengan perkembangan pariwisata secara umum, pertumbuhan pariwisata kapal pesiar juga mengalami luktuasi, mengikuti tren permintaan pariwisata dunia serta krisis yang terjadi dibelahan dunia. Realisasi dan ramalan wisatawan yang menggunakan jasa kapal pesiar sejak tahun 2004 sampai dengan 2014 di prediksi rata-rata sebesar 4,51%, Jumlah ini sebanding dengan pertumbuhan pariwisata dunia secara umum yang mencapai pertumbuhan rata-rata sebesar 4 %

2.4 Persaingan Dunia Kapal Pesiar

Berdasarkan estimasi intercruise management yang berbasis pada laporan regional cruise serta estimasi pertumbuhan berdasarkan laporan Mintel Cruise tahun 2008. Kawasan Karibea menempati urutan teratas (50%) kemudian disusul kawasan Mediteranea sebesar 19%, Kawasan Amerika utara sebesar 14%, kawasan Eropa utara menempati posisi 11% Amerika Selatan diposisi 4% dan Asia hanya 1% sedangkan Kanada mencapai pertumbuhan kurang dari 1% [12],[13],[17]. Pada tahun 2014 diprediksi pertumbuhan industri kapal pesiar mengalami perubahan yang sangat signiikan yaitu: kawasan Karibea masih menjadi primadona namun berkurang menjadi 38%, Mediteranea menjadi lebih menarik, naik menjadi 22 – 32 %, kawasan Amerika utara naik menjadi 15%, Eropa utara menjadi 13 % naik 2% dibandingkan tahun 2008. Amerika selatan tumbuh menjadi 5 % - 10%, sedangkan Asia sebelumnya hanya 7 % atau diprediksi mencapai 25%. Dengan demikian kawasan Asia, dimana di dalamnya akan bersaing Indonesia dengan masing-masing provinsi akan berkompetisi dengan ketat. Bali sebagai suatu destinasi pariwisata akan bersaing tidak hanya di Indonesia namun dengan destinasi pariwisata lain diluar Indonesia dan juga diluar negeri.

2.5 Operator Kapal Pesiar di Dunia

Seiring dengan semakin meningkatnya konsumen yang berminat untuk membeli paket wisata kapal pesiar, telan mendorong investor untuk membangun fasilitas pelabuhan dan kapal pesiar sebaga sarana utama yang berfungsi sebagai tempat menginap dan rekreasi. Jumlah dan jenis cruise line sampai dengan tahun 2010 yang berlaga dilautan dapat dikatagorikan menjadi empat bagian, yaitu; 1), Carnival Corporation yang membawahi Carnival, P&O Cruises, Princes Cruises, Holland American Line, Aida Cruises dan Costa Cruises, menguasai 47 % pangsa pasar dunia. 2). Royal Caribbean International yang membawahi Azamara cruises, Celebrity Cruises dan Royal Caribbean, menempati posisi kedua dengan 22% dari seluruh pangsa pasar dunia, sedangkan 3) Star Cruises yang membawahi NCL dan Star Cruises menempati posisi ke empat dengan 11% market share sedangkan 4) kelompok lainnya yang terdiri dari TUI Cruises, Silversea, Island Cruises, MSC Cruises, Thomson Cruises, Fred Olsen menempati posisi ke-tiga untuk total market share dunia [12].

2.6 Strategi Memenangkan Persaingan

Ketatnya persaingan menumbuhkan semangat yang gigih untuk melakukan berbagai strategi untuk menghadapi pesaing konvensional, yaitu perusahaan yang sejenis. Namun persaingan yang sesungguhnya adalah menghadapi konsumen yang mengalami perubahan perilaku yang sangat cepat. Dua kegiatan penting yang dilakukan industri kapal pesiar untuk menghadapi persaingan tersebut adalah: 1) kerjasama dan 2) membangun strategi. Sesuai dengan ciri industri parwisata sebagai suatu sistem, memerlukan kerjasama antar sesama industri kapal pesiar serta dengan industri lainnya, seperti dengan agen perjalanan wisata, dengan industri transportasi, industri makan dan minuman, rumah sakit, bagian keamanan serta elemen pemerintah lainnya seperti Pelindo yang mengelola pelabuhan laut di Indonesia. Kerjasama antara perusahaan kapal pesiar, diwakili oleh asosiasi internasional seperti

Cruise Line International Associataion (CLIA), yang bertugas dalam kegiatan promosi. Sedangkan persaingan antar jalur pelayaran diwakili oleh diferensiasi produk dan strategi pemasaran. Carnival Cruises membedakan produknya sebagai perusahaan dengan harga yang bersaing (law cost irm), sementara Cunard Cruises menawarkan produk mewah. Princess Cruises spesialisasi dalam strategi menarik konsumen yang melakukan pernikahan dan bulan madu dengan menawarkan paket ini. Celebrity Cruises telah diakui untuk makanan terbaik dan Royal Karibia Cruises untuk fasilitas terbaik; Costa Cruises memiliki gaya Eropa terbaik. 2.7 Kelemahan Pengembangan Pariwisata Kapal Pesiar

Beberapa kelemahan dan yang seharusnya disiapkan dalam pengembangan pariwisata kapal pesiar di Bali, diantaranya: 1) Minimnya fasilitas publik seperti: pontoon, waiting room, toiletmoney changer serta disable facilities , 2) Regulasi, 3) Biaya operasional yang masih tinggi,4) Standar do & diligent (persepsi yang belum sama), 5) Kurangnya perencanaan, 6) Kemampuan komunikasi (minimal bhs inggris),7) Keamanan public area dan penumpang, 8) Penjaga pantai/coast guard, serta 9) Fasilitas yang belum memiliki standar international [12] 2.8 Peran Pemerintah dalam Pengembangan Pariwisata Kapal Pesiar.

Dengan berbagai kelemahan yang seperti yang dipersyaratkan dalam pengembangan industri kapal pesair, menunjukkan belum optimalnya peran pemerintah dalam menggarap industri ini, terutama dalam hal perencanaan. Pembangunan dermaga kapal pesiar yang bertaraf internasional di Tanah Ampo Karangasem belum banyak memberikan solusi, untuk mengantisipasi kelemahan yang ada. Karena pada tahun 2013 ini telah diumumkan oleh pemerintah daerah Karangsem Pelabuhan Tanah Ampo di tutup. Disamping kesiapan pemerintah, peran masyarakat harus pula dioptimalkan terutama dari sisi komitmen untuk memberikan layanan yang terbaik. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) mengatakan industri kapal pesiar akan menjadi industri yang memberikan manfaat bagi pemerintah dan masyarakat bila digarap dengan serius [22].

Pelabuhan tanah Ampo di kabupaten Karangasem yang semestinya dibangun dengan panjang 300 meter dan lebar 20 meter, hanya dapat dibagun dengan panjang 150 meter dan 8 meter karena alasan dana APBN dan APBD provinsi Bali hanya 104 miliar. Dermaga yang dibangun sejak tahun 2008 tersebut tidak dapat dapat menampung kapal pesiar. Penumpang harus diturunkan dilaut kemudian baru dijemput dengan perahu kecil, menunjukkan bahwa komitmen untuk membangun pariwisata khususnya pariwisata kapal pesiar sangat rendah [23]. Bahkan pelahunan ini dinyatakan rusak dan tidak dapat digunakan lagi, sehingga beberapa kapal pesiar dari Eropa membatalkan kunjungan ke Bali [23].


(3)

3. Kesimpulan

Bali sebagai salah satu daerah tujuan wisata dunia, memuliki peluang yang sangat besar sebagai cruise tourism destination. Karena kawasan Asia akan mendapat limpahan kapal pesiar dari kawasan Karibia dan Amerika. Namun Pemerintah provinsi Bali belum memilki komitmen yang kuat dalam membangun industri ini, karena salah satu persayaratan utama belum dipenuhi dengan baik terutama pelabuhan laut yang dapat menampung kapal pesiar membawa penumpang sampai dengan 3000 wisatawan. Teori perubahan sosial (SET) merupakan payung penelitian bidang pariwisata, termasuk fenomena pariwisata kapal pesiar. Keterbatasan penelitian ini hanya membahas perkembagan industri kapal pesiar dari aspek konseptual. Penelitian sejenis diharapkan membangun model empiris serta gabungan dari keduanya sehingga member manfaat praktis maupun manajerial. 4. Ucapan Terima Kasih

Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang di danai dari Dana DIPA Universitas Udayana Tahun Anggaran 2012 dengan surat Perjanjian Kontrak No.25.58/UN.14/LPPM/KONTRAK/2012. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Yang terhormat Rektor Universitas Udayana atas bantuan dana yang telah diberikan. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) atas kesempatan yang diberikan untuk berkompetisi dalam pengajuan dana penelitian untuk dosen muda. Sebagian dari tulisan ini telah dipresentasikan pada Seminar Pariwisata Berkelanjutan, Kamis, 2 Mei 2013, yang diselenggarakan oleh Program Doktor (S3) Pariwisata Universitas Udayana. Auditorium Pasca Sarjana Unud – Denpasar- Bali dengan judul “Cruise Tourism Sebagai Pencipta Lapangan Kerja Bagi Masyarakat Bali.

5. Daftar Pustaka

[18] Jennings, Gayle. 2001.Tourism Research. John Wiley & Sons.

[19] Reisinger,Yvette. 2009. International Tourism: Cultures and Behaviours. Elsevier Ltd. UK [20] Jamrozy, Ute. 2006. Marketing of tourism: a paradigm shift toward sustainability. International

Journal of Culture, Tourism and Hospitality Research. Vol 1 No. 2, pp. 117 – 130.

[21] Kotler,Philip; Bowen,John T; Makens, James C. 2010. marketing for Hospitality and Tourism. Pearson.New Jersey.

[22] Freddy Rangkuti.2002. Marketing Behaviour ; Practical Data Analysis & Interpretation,PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.

[23] Hermawan Kartajaya, Marketing Plus 2000, 2003. Gramedia, Jakarta

[24] Hsu, Cathy., Killion, Les., Brown, Braham, Gross Michael. J. 2008. TourismMarketing: An Asia Paciic Perspective. (2008). John Wiley & Sons Australia, Ltd.

[25] Mill, Robert Christie and Morrison, Alastair M. 2009. The Tourism System. sixth edition. USA: Kendall Hunt.

[26] Leiper, Neil.2004.Tourism Management. Australia: Pearson Education.

[27] Kandampully Jay. 2002. Service Management; The New Paradigm in Hospitality. Pearson Education. Australia.

[28] Kotler,Philip and Keller, Kevin Lane, 2009. Manajemen Pemasaran.edisi ketiga belas (Bahasa Indonesia). Erlangga. Jakarta.

[29] Surakusuma.Ida Bagus Lolec. 2010a Cruise Tourism: Market Opportunity. PT Paciic World Nusantara. Denpasar (Papper presented on Tourism Doctoral Programme Udayana University Denpasar-Bali-Indonesia.

[30] Surakusuma.Ida Bagus Lolec. 2010b. Diplomat Khusus, (ed) Jendela Pariwisata Indonesia: How luck is Bali, Kuta: Wisnu Press.

[31] Aguirre, Sandra Zapata and Brida, Juan Gabriel. 2010. Cruise Tourism: Economi, Socio-cultural and Environmental Impact. International Journal of Leisure and Tourism Marketing, Vol. 1. No 3, pp. 205-226.

[32] Eijgelaa, Eke., Thaper,Carla., Peeters,Paul. 2010. Antartic Cruise Tourism: the paradoxes of ambassadorship, “ last chance tourism” and greenhouse gas emission. Journal of Sustainable Tourism Vol. 18, No. 3, pp. 337 -354.

[33] Hall, C. Michael. 2008. Tourism Planning. Policies, Processes and Relationships.Second Edition, England: Prentice Hall.

[34] Brida, Juan Gabriel and Aguirre, Sandra Zapata. 2008. The impact of the cruise industry on tourism destinations. Sustainable tourism as a factor of local development, Monza, Italy, 7-9 September 2008.

[35] Faulkner, Bill dan Tideswel, Carmen.1997. A Framework for Monitoring Community Impacts, Journal of Sustainable Tourism, Vol.5, No. 1, pp. 3-28.

[36] Liang, Ting-Peng., Liu, Chih-Chung dan Wu, Chia-Hsien. 2008. Can Social Exchange Theory Explain Individual Knowledge-Sharing Behavior? A Meta-Analysis,29th International Conference on Information System (ICIS), Paris.

[37] Ward, Collen and Berno, Tracy.2011. Beyond Social Exchange Theory: Attitude Toward Tourists, Annal Tourism Research, Vol. 38, No.4, pp. 1556-1569.

[38] Cropanzano, Russel dan Mitchell, Marie S. 2005.Social Exchange Theory: An Interdesciplinary Review, Journal of Managemen, Vol. 3, No. 6. Pp. 874-900.

[39]Suyajaya, Rai. 2013. http://travel.kompas.com/read/2013/01/17/15372347/Bali Menjanjikan untuk kapal pesiar. Diunduh 27 April 2013.06.15 am.

[23] http://travel.kompas.com/read/2013/03/01/10371255/Dermaga Tanah Ampo Rusak Diunduhn tanggal 27 April 2013 06.00 pm.


(4)

Upaya Merancang Model Kehumasan Di Perguruan Tinggi Negeri

(Studi Pengembangan Humas di Unud)

Fanny Maharani Suarka, Agung Sri Sulistyawati,

Yayu Indrawati, I Gst. Ag. Oka Mahagangga, dan I Putu Anom 1 Fakultas Pariwisata, Universitas, Denpasar, Indonesia

Abstract

The policy of controlling population is one of important focus that has become a priority in order to improving people welfare in local government. One of implementation of this policy is birth control program by men vasectomy. This research is held to study the principle of new public service in birth control program, especially for men surgery in Denpasar City. The study of this research is done through descriptive method and also attaching interview instrument and documentation. On its implementation, the government of Denpasar, through Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Denpasar refers to new public service principles. This implementation program has reached over the target. Some of new public service principle has been applied in control birth program by men surgery metode, which is : accessible, society participation, and reward for successful program that has been done transparently through Surat Keputusan Walikota.

Keywords : new public service, birth control program men surgery

Persaingan yang semakin kompetitif diantara sesama PTN bahkan juga PTS menuntut pengelolaan profesional di segala sektor, salah satunya yang paling mendasar dan akan selalu tampil sebagai ujung tombak yaitu Kehumasan. Perguruan tinggi negeri sebagai institusi yang memiliki tujuan menghasilkan SDM berkualitas sesuai dengan bidang keahliannya dituntut mulai mengambil peran humas secara profesional. Peranan humas di lingkungan PTN sangat penting dalam membangun citra positif secara internal dan eksternal. Apalagi dewasa ini PTN tengah menghadapi persaingan tidak hanya di dalam negeri melainkan juga bersaing dengan PTN/PTS di seluruh dunia. Humas PTN akan selalu dituntut kemampuannya dalam menghadapi tantangan dan perubahan lingkungan yang sangat cepat. Humas memegang peranan yang sangat penting dan strategis. Selain itu, sebagai sebuah kegiatan komunikasi, humas juga berfungsi sebagai jembatan untuk membangun suasana yang kondusif dalam kerangka ‘win-win solutions’, antar berbagai stakeholders organisasi, baik internal maupun eksternal dalam rangka membangun image atau citra dari PTN itu sendiri.

Unud yang menyandang status baru sebagai Badan Layanan Umum (BLU) seyogyanya menyadari potensi, hambatan dan kendala dimiliki yang sejatinya dapat diatasi dengan pendekatan kehumasan secara sinergis. Humas menjadi penting ketika Unud sangat memerlukan pencitraan positif sebagai PTN yang mengedepankan Tri Dharma Perguruan Tinggi secara beretika, bermoral sesuai dengan visi dan misi yang dimiliki Unud yaitu, unggul, mandiri dan berbudaya. Jangan sampai setelah menyandang status BLU Unud tampak dari luar menjadi sangat proit oriented dan dari dalam tidak terjalin koordinasi dalam mengelola informasi yang dapat menimbulkan citra negatif Unud. Padahal Unud sebagai PTN tertua dan terbesar di Bali sudah seharusnya memiliki kedekatan dengan seluruh kalangan masyarakat yang harus terus ditingkatkan sebagai salah satu upaya pula menuju world class university. Hasil penjajagan awal di tahun 2010 dan 2011, menunjukkan peran Humas di Universitas Udayana (Unud) belum secara signiikan memberikan manfaat positif baik secara internal maupun eksternal. Berbagai kendala yang dihadapi antara lain menyangkut struktur organisasi, SDM, dan pengelolaannya yang perlu penataan secara formal dan profesional sehingga apa yang menjadi tujuan dari Unud sesuai dengan visi

dan misi yang dimiliki, unggul, mandiri dan berbudaya dapat diwujudkan sesegera mungkin. Kendala jarak antara kampus Sudirman dengan kampus Bukit Jimbaran juga tidak dapat dianggap remeh yang harus dipikirkan dan dicari solusinya sehubungan dengan kehumasan tersebut. Banyaknya fakultas dan program studi serta unit-unit lainnya yang akan selalu berhubungan dengan publik harus dapat difasilitasi agar informasi dapat berjalan seiring, jelas, benar, dapat dipercaya dan bertanggungjawab. Harus diakui memang tidak hanya peran Humas yang akan mampu mewujudkan tujuan dari penyelanggaraan pendidikan, namun harus disadari bahwa hanya Humas yang akan mampu berperan dalam mengelola pencitraan Unud sehingga proses komunikasi sebagai in put-out put akan terkelola dengan baik untuk mendapatkan out come yaitu meningkatnya minat para calon mahasiswa di Unud dan terselenggaranya pendidikan tinggi sesuai dengan visi dan misi Unud.

Perbedaan cara pandang mengenai fungsi Humas dalam suatu institusi atau organisasi sering menjadi kendala utama dalam penyelenggaran Kehumasan. Fenomena ini merupakan hal wajar karena belum semua orang paham akan fungsi Humas yang sering hanya diidentikkan sebatas penerima tamu, menjamu tamu atau bahkan “peng-kliping” koran. Artinya peran dan fungsi humas di banyak lingkungan organisasi pemerintahan maupun swasta masih sangat terbatas dan belum optimal. Alasannya karena keterbatasan kemampuan SDM dari para pejabat humas itu sendiri dalam penguasaan substansi tugas dan peran, kurangnya pejabat yang berkualiikasi kehumasan dari sisi pendidikan formal, serta masih terbatasnya pemahaman tentang arti dan fungsi humas. Sadar bahwa humas memiliki peran yang semakin penting dan strategis, seharusnya aparatur kehumasan sebisa mungkin lebih memperluas wawasan, pemahaman dan pengetahuan di seputar dunia kehumasan agar kinerja dan profesionalisme tercapai.

Kehumasan di Unud yang dikelola oleh Subbag. Hukum dan Tata Laksana (dibawah BAUK) memiliki beberapa permasalahan yang menyulitkan efektiitas kinerja kehumasan. Permalahan tersebut adalah jarak antar kampus yang berjauhan, koordinasi, SDM dan infrastruktur dan kebijakan yang harus mendukung sebagai payung kehumasan yang profesional. Hasil penelitian dengan perbandingan kehumasan di Pemkab Badung, Pemkot Denpasar dan Pemprov. Bali menunjukkan bahwa permasalahan kehumasan di Unud yaitu jarak yang memisahkan beberapa kampus, koordinasi, SDM, Infrastruktur dan Kebijakan. Rancangan Model Kehumasan di Unud beranjak dari ke-5 permasalahan yang dihadapi Humas Unud, yang ditindaklanjuti dengan penerapan SOP dan IT secara maksimal, mengatur dan membenahi SDM, optimialisasi infrastruktur dan menata kebijakan kehumasan dilanjutkan dengan implementasi secara nyata dan evaluasi.

Menurut Frank Jefkins (1992), fungsi dan tujuan manajemen PR/Humas untuk menunjang fungsi kegiatan manajemen organisasi perusahaan adalah berdasarkan mencapai tujuan (objektif) yang disebut Management By Objective (MBO) secara eisien dan efektif melalui proses komunikasi terencana secara internal maupun eksternal dengan publiknya dalam mencapai tujuan yang spesiik berlandaskan saling pengertian dan saling mendukung antara pimpinan dan bawahannya atau sebaliknya dalam melaksanakan kerja sama suatu tim terkoordinasi secara objektif dan efektif untuk mencapai sasaran tujuan utama organiasi atau perusahaan (Ruslan, 2008 : 98).

Melalui MBO kehumasan sudah memiliki target atau rencana kerja profesional sehingga berbeda dengan ciri kehumasan konvensional. Dalam mencapai tujuan atau sasarannya, terdapat strategi komunikasi Humas yang dikenal sebagai “7-Cs PR Communications” dari Cutlip, Center & Broom (2000 : 424) : Credibility,Context, Content,Clarity, Continuity & Consistency, Channels dan Capability of the Audience. Sedangkan unsur-unsur 7 P dalam komunikasi organisasi yang dilaksanakan oleh peranan PR sebagai komunikator adalah sebagai berikut : People, Process, Plans, Practices, Product, Plant dan Publications. Melalui pendekatan teoritis di atas dapat diambil suatu strategi kehumasan sebagai bagian terpadu dari suatu rencana, sedangkan rencana merupakan produk dari suatu perencanaan yang pada akhirnya perencanaan adalah salah satu fungsi dasar dari proses manajemen. Organizing menjadi hal utama dalam menata kehumasan yang didalamnya terdapat strukturisasi, pengawakan, pengarahan


(5)

dan pengendalian sehingga tujuan bersama dapat tercapai dan tidak menyimpang dari perencanaan awal (Adnanputra, 1990).

Untuk dapat mengimplementasikan proses kehumasan idealnya melewati empat langkah proses PR yang disempurnakan dari Cutlip dan Center (1992) sebagai berikut :

Rancangan model tersebut di atas tersebut biasanya sedari awal atau yang disebut perencanaan kehumasan memiliki enam langkah yaitu pengenalan situasi, penetapan tujuan, deinisi publik/khalayak, pemilihan media atau teknik-teknik humas, perencanaan anggaran dan yang terakhir adalah pengukuran hasil (Anggoro, 1977 : 2008).

Pada kehumasan di Unud, harus dilihat peran dan fungsi Unud sebagai lembaga pendidikan yang mutlak memerlukan pencitraan. Harus diakui kehumasan di Unud masih menemui banyak kendala dan yang menjadi temuan dalam penelitian ini adalah jarak antara satu kampus dengan kampus lainnya, koordinasi, SDM, infrastruktur dan kebijakan. Sehingga langkah awal yang harus dilakukan dalam perencanaan kehumasan sebelum masuk pada strategi adalah maksimalisasi SOP dan teknologi sehingga mampu menjawab keterbatasan jarak. Kedua, menyamakan visi dan misi seluruh civitas akademika betapa pentingnya peran humas untuk keberlanjutan Unud kedepannya. Ketiga, pembenahan SDM dengan penempatan mereka yang berkualiikasi kehumasan dari tingkat rektorat hingga ke fakultas-fakultas. Keempat, dengan mengedepankan infrastruktur kehumasan mulai dari ruangan, alat-alat seperti kamera, komputer, pusat layanan data hingga kearsipan. Kelima, menata kebijakan terhadap posisi, peran dan fungsi humas di Unud.

Rekomendasi hasil penelitian penyamaan visi dan misi tentang kehumasan di Unud, Sosialiasi tentang peran dan fungsi Humas di Unud, Perekrutan dan penempatan SDM Kehumasan, kelengkapan infrastruktur kehumasan hingga ke tingkat fakultas, Kebijakan yang mendukung pelaksanaan Kehumasan dan Protokoler secara profesional dan terintegrasi dan sangat diperlukan pelaksanakan Penelitian Lanjutan untuk mendapatkan model kehumasan dan protokoler di Unud

DAFTAR PUSTAKA

[1] Adnanputra, Ahmad S. 1990. PR Strategy. Jakarta : Institut Bisnis & Manajemen Jayakarta [2] Anggoro Linggar, M. 2008. Teori & Profesi Kehumasan. Jakarta : PT Bumi Aksara

[3] Brata Trisnu Nugroho. 2010. Ingat! Humas Bukan Tempat Pembuangan Pejabat. [4] www.tribunnews.com. 30 November 2010

[5] Bungin, Burhan. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Raja Graindo Persada [6] Chatab, Nevizond. 2009. Mengawal Pilihan Rancangan Organisasi, Organization Theory,

Design and Structured Networks. Bandung : CV. Alfabeta [7] Cutlip, Scott M., & Allen H. Center. 1982. Public Relation. New [8] Jersey : Englewood Cliffs, N.J: Prentice Hall Inc

[9] Cutlip, Scott M., Allen H. Center & Glen M. Broom. 2000. Upper Saddle River. New Jersey : Englewood Cliffs, N.J: Prentice Hall Inc

[10] Erdianto Elvinaro. 2010. ”Revitalisasi Kehumasan Bagian Dari Reformasi Birokrasi”. [11] www.ristek.go.id Rabu 17 November 2010

[12] Danandjaya. 2011. Peranan Humas dalam Perusahaan. Yogyakarta : Graha Ilmu. [13] Koenjaraningrat. 1997. Metode-Metode Penelitian ilmu Sosial. Jakarta : Rajawali [14] Kinanto, Tasdik. 2010. ”Revitalisasi Kehumasan Bagian Dari Reformasi Birokrasi”. [15] www.ristek.go.id Rabu 17 November 2010

[16] Miles dan Hubberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. UI. Press, Jakarta

[17] Mohamad, Ismail. 2010. 2010. ”Revitalisasi Kehumasan Bagian Dari Reformasi Birokrasi”. www.ristek.go.id Rabu 17 November 2010

[18] Moleong, Lexy. 2005. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosda Karya, Bandung. [19] Rejeki, MC Ninik Sri. Etnograi Dalam Penelitian Komunikasi. Yogyakarta : Gitanyali

[20] Ruslan Rosady. 2008. Manajemen Public Relation dan Media Komunikasi. Jakarta : PT. Raja Graindo Persada

[21] Spradley, James P. 1980. Participant Observation.. Holt Rinehart and Winston, New York [22] ---.1997. Metode Ethnograi. PT. Tiara Wacana, Yogyakarta

[23] Wenas, Magdalena. 2010. Paradigma dan Media Baru Kehumasan. www.imigrasi.go.id, 21 Juni 2010


(6)