102 103
Melihat kondisi yang terjadi di masyarakat peternak, khususnya perlakuan yang dilakukan oleh tukang potong jagal baik dalam transportasi maupun lama waktu penundaan sebelum dipotong,
maka perlu diketahui status isiologi yang berhubungan langsung dengan kualitas daging yang diharapkan. Jika ternak babi harus berada dalam waktu yang lama di dalam keranjang, harus dicari
jalan keluarnya dengan biaya dan teknologi yang terjangkau, sehingga tidak merugikan semua pihak. Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat cekaman yang terjadi, kualitas
daging, dan daya simpan daging, sebagai akibat penanganan terhadap babi sebelum dipotong.
2. Materi dan Metode
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok RAK dengan pola faktorial 3x4. Faktor pertama terdiri atas empat perlakuan, ternak babi berada di dalam bangsung selama 0 hari 1-6 jam
L0, ternak babi berada di dalam bangsung selama 1 hari 18-24 jamL1, ternak babi berada di dalam bangsung selama 2 hari 42-48 jamL2 dan lama waktu ternak babi di dalam bangsung
selama 3 hari 66-72 jamL3.
Faktor kedua terdiri atas 3 tiga perlakuan, yaitu tanpa pemberian larutan gula-garam G0, pemberian 150 gram gula + 15 gram garam dilarutkan kedalam 1 liter air minum G1 dan pemberian
300 gram gula + 30 gram garam dilarutkan ke dalam 1 liter air minum G2 , sehingga ada 12 dua belas kombinasi perlakuan. Masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak 4 empat kali,
jadi total babi landrace persilangan yang digunakan sebanyak 48 ekor, dengan berat ± SD 96 ± 1.55 kg. Ternak babi sebagai materi penelitian berasal dari satu sumber, yaitu satu lokasi kandang suatu
perusahaan peternakan babi. Hal ini dilakukan agar diperoleh sumber atau asal ternak yang sama, perkandangan, manajemen pemeliharaan, dan manajemen pakan serta makanannya diharapkan
sama.
Variabel penelitian yang diukur adalah :
Status isiologi frekwensi nafas, suhu tubuh, denyut
nadi, dan kadar gula darah.
Kualitas isik daging daya ikat air dagingWHC, susut masak dagingCL, pH daging, dan skor warna daging. Daya simpan daging adalah pengamatan terhadap
perkembangan total mikroba pathogen TPC, E.coli, dan Coliform selama penyimpanan daging. Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan AnalisisSidik Ragam. Jika terdapat
perbedaan nyata di antara perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan’s Multiple Range Test DMRT dengan batas beda nyata signiikan 5 [2].
3. Hasil dan Pembahasan Status Fisiologi
Frekuensi nafas babi yang diidentiikasi karena pengaruh penundaan pemotongan pada perlakuan l
3
paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya dan secara statistik berbeda nyata P0,05. Hal ini disebabkan karena istirahat yang cukup lama pada l
3
3 hari membuat laju respirasi babi menjadi lebih normal dan teratur sehingga menurunkan kondisi stres pada ternak
babi, akibatnya inspirasi dan ekspirasi menjadi mendekati kondisi tenang. Pemberian larutan gula – garam g
1
juga membuat energi babi menjadi cukup tersedia sehingga membuat regulasi keasaman cairan ekstraseluler dalam tubuh, eliminasi air dan ketersediaan oksigen dalam darah tercukupi dan
bekerja sesuai keadaan normal dengan frekuensi nafas normal adalah 83 kali per menit [2].
Denyut nadi sangat dipengaruhi oleh rangsangan parasimpatetik memungkinkan jantung beristirahat lebih lama pada saat tubuh secara relatif tidak aktif, tetapi stimulasi simpatetik
meningkatkan aktivitas jantung guna mensuplai lebih banyak darah untuk otot – otot seranlintang, hati dan otak karena peningkatan aktivitas isik atau ketika seekor hewan sedang mengalami stres.
Secara umum, kecepatan denyut nadi babi yang normal cenderung berada pada kisaran 55 – 86 denyut per menit. Pada perlakuan l
2
g
1
di TPH2 diperoleh denyut nadi yang paling rendah dari seluruh perlakuan yakni 73 kalimenit, yang secara statistik berbeda nyata P0,05 terhadap
perlakuan lainnya. Hal ini diakibatkan karena pemberian larutan gula – garam g
1
memberikan pengaruh yang mengakibatkan peningkatan dan meningginya daya reabsorpsi gula melalui
membrane sel oleh garam yang kemudian menyebabkan timbulnya kontraksi dalam systole atrial. Stimulai saraf – saraf vagus cenderung untuk menghambat kerja jantung dengan menurunkan gaya
kontraksi dari otot jantung, kecepatan kontraksi dan kecepatan konduksi impuls didalam jantung. Setelah perubahan – perubahan itu, arus darah melalui arteri koroner berkurang. Rangsangan
simpatetik meningkatkan aktivitas jantung dengan naiknya gaya atau tenaga kontraksi, kecepatan kontraksi,kecepatan konduksi impuls dan arus darah koroner [2].
Temperatur tubuh babi yang normal 38,9 – 39,8 º C secara alamiah temperatur tersebut selalu hendak dipertahankan terus-menerus, baik lingkungan itu dalam keadaan dingin ataupun panas.
Dengan adanya peristiwa-peristiwa lingkungan yang hampir setiap saat berubah itu, maka tubuh langsung bereaksi terhadap perubahan lingkungan yang mereka hadapi guna melakukan adaptasi
[2] .
Pada perlakuan yang diidentiikasi perfaktor terhadap lama penundaan pemotongan diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata P0,05, hal ini terjadi karena pengaruh suhu lingkungan yang
hampir setiap saat berubah. Terhadap lingkungan yang temperaturnya terlampau panas, tubuh babi akan selalu mengalami kesulitan dalam membebaskan diri dari panas tubuh, sebab hewan tersebut
tidak memiliki kelenjar keringat. Reaksi tubuh untuk mengatasi lingkungan yang terlampau panas adalah dengan dikeluarkan lewat mulut, sehingga babi pada saat itu selalu nampak terengah-engah
dan babi selalu berusaha mendapatkan air minum yang lebih banyak. [2]. Pada penelitian ini, lama L penundaan pemotongan pada seluruh perlakuan memperoleh hasil yang tidak berbeda nyata
P0,05 karena ternak babi mengalami dehidrasi yang cukup tinggi akibat dari pemuasaan selama
penundaan pemotongan. Hal tersebut sejalan dengan pendapatnya McGlone [1], stress pada babi bisa ditunjukkan dengan peningkatan plasma cortisolnya.
Tabel 1. Status Fisiologi frek.nafas, denyut nadi, dan suhu tubuh babi sebagai akibat penanganan sebelum pemotongan penundaan pemotongan dan pemberian larutan oralit.
Perlakuan
1
0 Hari 1 Hari
Frek.nafas D e n y u t
nadi S u h u
tubuh Frek.nafas
Denyut nadi Suhu tubuh
Satuan kalimenit kalimenit
C kalimenit kalimenit
C
l g
137,75
a
114,25
a
41,3
a
g
1
115,75
a
103,75
a
40,7
a
g
2
113,75
a
106,50
a
40,9
a
l
1
g 128,75
a
106,50
a
41,3
a
102,50
a
92,25
c
40,1
a
g
1
105,50
a
105,75
a
40,9
a
87,25
a
77,50
ab
40,1
a
g
2
117,25
a
106,00
a
40,6
a
88,25
a
75,25
a
40,1
a
l
2
g 121,75
a
113,25
a
41,7
a
95,50
a
78,25
ab
40,6
a
g
1
109,25
a
107,75
a
40,7
a
83,25
a
73,00
a
39,9
a
g
2
105,25
a
103,50
a
40,8
a
82,75
a
77,25
ab
39,7
a
l
3
g 120,75
a
112,00
a
41,3
a
83,25
a
80,25
ab
40,6
a
g
1
107,50
a
102,75
a
40,7
a
87,00
a
74,25
a
39,3
a
g
2
105,25
a
103,75
a
40,6
a
85,00
a
83,00
b
39,7
a
Normal 83
55 - 86 32.9
83 55 - 86
32.9 Ket.: Angka dengan huruf yang sama pada kolom yang sama, menunjukan berbeda tidak nyata
P0,05.
104 105
Pada perlakuan terhadap faktor pemberian larutan gula garam G diperoleh hasil yang berbeda nyata P0,05 untuk seluruh perlakuan dan rata – rata nilai suhu tubuh terendah diperoleh dari
perlakuan g
1
yang memiliki kandungan larutan gula – garam dengan komposisi 150gr gula + 15gr garam mengakibatkan berkurangnya kondisi stres karena energi dalam tubuh babi masih cukup
tersedia, selain itu pengaruh lama waktu penundaan pemotongan membuat babi menjadi lebih tenang.
Kualitas Fisik Daging
Penundaan pemotongan mempengaruhi kualitas isik daging pada susut masak, water holding capacity
WHC, dan warna daging P0,05. Susut masak daging atau cooking loss CL mengalami penurunan secara nyata dengan adanya penundaan waktu pemotongan l
1
P0,05, namun pada variabel water holding capacity
terjadi peningkatan secara nyata 2,2 satuan l
1
, dan warna daging mengalami peningkatan 7,1 l
1
P0,05. Penundaan waktu pemotongan dua hari l
2
sampai tiga hari l
3
menyebabkan meningkatnya susut masak dengan nyata, namun terjadi penurunan WHC dan nilai warna daging dengan nyata P0,05. Di pihak lain, dengan pemberian larutan gula-garam
dapat menyebabkan dengan nyata meningkatnya susut masak daging, dan sebaliknya menyebakan dengan nyata menurunkan WHC dan menaikkan skor warna daging P0,05 Tabel 2.
Penurunan p
H
u
pH akhir terjadi karena pengaruh penundaan waktu pemotongan, tetapi
secara statistik perbedaannya tidak nyata. Secara terpisah, pemberian larutan oralit dengan nyata dapat menurunkan p
H
u
daging Tabel 2. Perubahan p H akhir merupakan nilai yang vital dan
perlu diperhatikan, walaupun perubahannya tidak nyata, tetapi ada kecendrungan penurunan p H
u
. Cadangan glikogen pada tubuh ternak sesaat setelah penyembelihan awal postmortem merupakan
suatu kondisi yang paling menentukan nilai p H akhir. Perolehan nilai pH
u
sebesar 5,50 pada l
1
, merupakan rataan nilai p
H akhir yang paling stabil untuk menentukan dan berhubungan dengan variabel kualitas daging lainnya. Hal ini sependapat dengan lawrie [2], yang menyatakan bahwa
penurunan p H daging pascamati sebagai akibat penimbunan asam laktat oleh glikolisis anaerob
pascamati dan ini merupakan salah satu perubahan yang terjadi selama konversi otot menjadi daging. Sesaat setelah hewan mati, p
H daging masih tinggi. Nilai pH akan turun 5,6 sampai 5,7 setelah 6 sampai 8 jam dilakukan pemotongan. pH ultimat tercapai lebih kurang 24 jam setelah pemotongan,
yaitu antara 5,3 sampai 5,7 atau rata-rata 5,5. Hubungan antara pH akhir dengan parameter kualitas daging lainnya, didukung oleh Saka [6], yang menyatakan bahwa nilai p
H
u
mempengaruhi sifat- sifat kimia dan isik dalam kualitas daging, dan oleh karena itu maka pH akhir merupakan faktor
penentu kualitas daging yang amat penting karena hampir semua aspek kualitas daging seperti keempukan, citarasa, nilai keterterimaan akseptabilitas, water holding capacity, warna daging,
daya tarik attractiveness, dan daya simpan daging seeping quality.
Tabel 2. Pengaruh Penanganan Sebelum Pemotongan Penundaan Pemotongan dan Pemberian Larutan Oralit terhadap Kualitas Fisik Daging.
V a r i a b e l CL
WHC Warna
p H
u
Penundaan Pemotongan
lo 41,5
a
55,3
a
2,8
a
5,58
a
l
1
39,9
b
57,5
b
3,0
b
5,50
a
l
2
42,7
ca
56,9
c
2,9
ab
5,53
a
l
3
45,5
d
54,7
c
2,7
ca
5,53
a
Lart.Oralit g
39,0
A
54,8
A
2,3
A
5,59
A
g
1
38,5
B
55,0
B
3,0
B
5,53
B
g
2
38,5
B
55,9
B
3,5
B
5,48
B
Ket.: Angka dengan huruf besarkecil yang sama pada kolom yang sama, menunjukan berbeda tidak nyata P0,05. CL:cooking loss
, WHC:water holding capacity. Tingginya p
H
u
pada pemotongan di hari pertama lo : 5,58, disebabkan karena kelompok ternak babi pada perlakuan lo menglami cekaman stress
isik karena penangan pada saat penangkapan dan transportasi handling stress dan cekaman psikologis psychological stress,
suatu prosesi yang cukup membuat ternak menjadi payah dan menguras banyak cadangan energi tubuh glikogen. Cekaman yang terjadi sebelum pemotongan preslaughter treatment mempunyai
pengaruh yang penting terhadap kualitas daging, karena ternak sebelum dipotong tidak mempunyai waktu istirahat dengan cukup untuk memulihkan tingkat glikogen otot sebelum ternak tersebut
disembelih. Cekaman-cekaman kebanyakan menyebabkan ternak mempunyai jumlah kandungan
glokogen otot yang lebih rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitiannya Eath et al.[1], yang meneliti pengaruh penanganan sebelum pemotongan, yaitu dengan mencampur ternak babi yang
mempunyai agresivitas tinggi, dibandingkan dengan kelompok ternak babi yang mempunyai tempramen tenang. Disampaikan, kelompok ternak babi yang dicampur dan memiliki agresivitas
tinggi, didapatkan babi lebih stres, plasma cortisol yang lebih tinggi, produksi karkas yang lebih
banyak lesilecet, penurunan nilai skor warna daging dan parameter kualitas daging lainnya. Pendapat ini juga didukung oleh hasil penelitiannya Apple et al. [1] , yang meneliti tentang
pengaruh diet magnesium dan lama waktu transportasi terhadap respon stres, metabolisme otot postmortem
dan kualitas daging babi pada fase inishing I. Perlakuan tersebut dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa dan cortisol, penurunan kadar glikogen, p
H awal dan penurunan WHC daging. Leheska et al. [1], meneliti tentang pengaruh puasa 48 jam dan lama transportasi terhadap
kualitas daging babi dan metabolisme postmortem. Dilaporkan, ternak babi yang mendapat stress kerena transportasi ditemukan plasma cortisol dan glukosa darah yang lebih tinggi dari normal.
Data postmortem, seperti glikogen dan p H 45 menit setelah pemotongan, parameter kualitas
daging diperoleh lebih rendah dibandingkan dengan control. Ada hubungan langsung antara kontraksi otot dengan produksi daging, termasuk kualitas
dagingnya. Bila ternak ada pada kondisi cekaman stress, banyak bergerak, maka kontraksi otot meningkat. Untuk itu, diperlukan banyak energi, sehingga bila ternak disembelih ototnya akan
sedikit pucat, sehingga warna daging yang dihasilkannya juga akan kurang baik, mudah rusak, dan daya simpannya berkurang. Dianjurkan agar hewan ditenangkan dahulu, cara penyembelihannya
sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan, agar ternak mati dalam kondisi otot yang tenang. Bila ternak mati dalam kondisi otot berkontraksi, oksigen pada myoglobin menurun dan metabolisme
oksidatif sangat berkurang. Tanpa metabolisme oksidatif, maka p
H otot meningkat, warna daging otot lebih merah tua dan dengan p
H yang tinggi sehingga ototdaging mudah membusuk Adriani et al., 2010.
Sejalan dengan menurunnya p H
u
pada l
1
, diikuti dengan penurunan yang nyata pada susut masak CL sebesar 31,6 satuan , peningkatan yang nyata pada WHC sebesar 2,2 satuan , dan
peningkatan skor warna daging 7,1 dari lo Tabel 2. Walaupun perubahan pH
u
tidak nyata, hal tersebut mempengaruhi sifat isik daging lainnya. Hal tersebut terjadi karena faktor ketergantungan
perubahan-perubahan yang terjadi pada WHC dan sifat isik daging lainnya selama perubahan dari otot menjadi daging pada laju penurunan p
H dan denaturasi protein. Penurunan cooking loss CL yang diikui dengan peningkatan WHC dan skor warna daging [6].
Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Stalder et al. [1], bahwa dengan mengistirahatkan
106 107
ternak babi dengan puasa selama 16 jam sebelum dipotong, menyebabkan peningkatan skor warna daging dan WHC. WHC merupakan sifat isik daging yang penting, karena mempunyai efek
terhadap penampilan luar rupa daging sebelum dimasak, perubahan yang terjadi selama dimasak dan juicness selama pengunyahan.
Dalam penurunan susut masak CL dan peningkatan WHC, keadaan air daging sangat perlu diketahui dan dipertimbangkan, karena menurut Wismer-Pedersen 1971 yang dikutip oleh
Soeparno [6], air yang terikat di dalam otot dapat dibagi menjadi tiga kompartemen air, yaitu air yang terikat secara kimiawi oleh protein otot sebesar 4-5 dari berat basah sebagai lapisan
monomolekuler pertama, air terikat lemah sebagai lapisan kedua dari molekul air terhadap grup hidropilik, sebesar 4 dari berat basah. Lapisan ketiga adalah molekul-molekul air bebas diantara
molekul protein, berjumlah kira-kira 10 dari berat basah. Jumlah air terikat lapisan pertama dan kedua adalah bebas dari perubahan molekul yang diebabkan oleh denaturasi protein, sedangkan
jumlah air terikat yang lebih rendah, yaitu lapisan air diantara molekul protein akan menurun bila protein daging mengalami denaturasi. Hal yang sama juga disampaikan oleh Aberle et al. [2],
bahwa jumlahpesentase air daging tersebut sulit dirubah oleh perubahan-perubahan dalam struktur dan muatan dari protein. Kebanyakan perubahan-perubahan dalam WHC yang diamati melibatkan
perubahan-perubahan dalam hal yang disebut air bebas “free” water “immobilized” water yang tertahan tidak bergerak oleh konigurasi isik protein. Selanjutnya ada yang disebut air longgar
“loose water ” yang diekpresikan jika WHC menurun.
Pemberian larutan oralit menyebabkan meningkatnya susut masak CL sebesar 1,5 satuan g
1
, penurunan WHC 3,8 satuan dan skor warna daging mengalami peningkatan secara nyata Tabel 2. Hal tersebut disebabkan karena fungsi gula dan garam dalam tubuh ternak babi yang
sedang mengalami penundaan waktu pemotongan cekaman dan puasa, dapat meningkatkan cadangan glikogen dan mengurangi mobilisasi dan degradasi sumber-sumber energi di dalam
tubuh glikolisis. Cadangan glikogen antemortem yang cukup menyebabkan glikolisis anaerobik postmortem berjalan sempurna, dengan perolehan p
H
u
yang lebih rendah jika dibandingkan dengan p
H
u
pada go tanpa pemberiaan larutan gula-garam. Selanjutnya penurunan p H akan mempengaruhi
sifat isik daging yang lainnya, seperti WHC dan susut masak serta warna daging yang prosesnya seperti yang telah diuraikan di atas.
Daya Simpan Daging Pertumbuhan mikroba berhubungan langsung dengan kerusakan daging yang disebabkan oleh
mikroba. Sebagai indikatornya adalah mengamati perkembangan jumlahnya dan akibat isik yang ditimbulkannya, seperti perubahan bau off odor sampai berlendir. Pada sampel yang berasal dari
12 dua belas kombinasi perlakuan, pertumbuhan dan perkembangan mikroba dari pengamatan 0 nol jam To sampai 8 delapan jam pengamatan T
8
masih lamban dan pertumbuhannya berada pada fase lambat lag, pertumbuhannya masih penyesuaian. Setelah 10 sepuluh jam pengamatan
di ruangan terbuka T
10
, pertumbuhan dan perkembangan jumlah koloni terjadi dengan cepat fase logaritmik. Sampel daging logo, l
1
go, l
2
go, dan l
3
go ditemukan pertumbuhan dan jumlah mikroba paling banyak, yaitu diatas 10
7
cfucm
2
dan sampel sudah mengalami perubahan bau off odor sampai busuk. Pada 18 delapan belas jam pengamatan T
18
sampel tersebut sudah mengandung mikroba sebanyak 10
8 ,
dan kondisi isik sudah berlendir. Graik perkembangan dan petumbuhan mikroba selama 18 delapan belas jam pengamatan.
Pengamatan pada sampel daging mulai dari 2 dua jam sampai 6 enam jam terjadi pertumbuhan yang sangat lambat. Pertumbuhan ini disebut fase lambat fase lag, karena pada
fase ini mikroba masih beradaptasi dengan lingkungan dan material inti. Pertumbuhan cepat atau pertumbuhan logaritmik mulai terjadi pada 8 delapan jam sampai 18 jam pengamatan.
Dalam fase tersebut, jumlah mikroba meningkat dan tumbuh denga laju pertumbuhan yang konstan hingga faktor lingkungan sebagai pembatas. Fase logaritmik berakhir secara berangsur-
angsur, kemudian mencapai titk ekuilibrium keseimbangan, yaitu jumlah sel bisa konstan selama beberapa saat karena berkurangnya pembelahan sel, atau adanya keseimbangan antara laju
perbanyakan sel dengan laju kematian [6].
Pertumbuhan logaritmik yang diamati sampai 18 jam menunjukkan bahwa sampel daging sudah mengalami perubahan bau off odor sampai busuk. Jumlah mikroba TPC yang tertinggi
ditemukan pada logo 10
9,9
cfucm
2
, l
1
g
o
10
9,2
cfucm
2
, l
2
g
o
10
9,5
cfucm
2
, dan l
3
g
o
10
9,5
cfucm
2
. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Lay dan Prastowo [2], bau busuk yang ditimbulkan
oleh aktivitas mikroba jika terditeksi pada sampel ditemukan jumlah mikroba mencapai 10
7
-10
7,5
cfu cm
2
, dan terjadi lendir jika ditemukan jumlah mikroba mencapai 10
7,5
-10
8
cfucm
2
lebih. Perubahan tersebut terjadi karena pengaruh aktivitas mikroba terhadap konstituen daging. Hasil metabolisme
pertumbuhan mikroba yang menggunakan konstituen daging, menyebabkan perubahan mikrobial, kemis, dan isis dari daging atau produk daging selama pengamatan atau penyimpanan.
4. Kesimpulan dan Saran