158 159
[6] Astra, I Gde Semadi. 1997. Birokrasi Pemerintahan Bali Kuno AbadXII-XIII: Sebuah Kajian Epigrais Disertasi. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.
[7] Brandes, J.L.A. 1889. De Koperen Platen Van Sembiran, Oorkonden in Het and Balineesch TBG XXXIII. Batavia : Albrech Rutche. hal. 16-56.
[8] Callenfels, Van Stein. 1926. “Epigraphia Balica I”. VBG, Deel LVI. 6. Koleff Co. [9] Damais, L.C. 1952. “Etudes d’Epigraphie Indonesiene III. BEFEO, XLVI, I. hal. 1-105.
[10] Djafar Hasan. 2009. Masa Akhir Majapahit. Girindra Warddhana dan Masalahnya. Depok: Komunitas Bambu.
[11] Ginarsa, Ketut. 1968. Prasasti Baru Raja Ragajaya. Singaraja : Lembaga Bahasa Nasional. [12] Goris, R. 1948. Sedjarah Bali Kuna. Singaraja.
[13] ______. 1954. Prasasti Bali I. Bandung : Masa Baru. [14] ______. 1954. Prasasti Bali II. Bandung : Masa Baru.
[15] ______.1957. ”Dinasti Warmadewa dan Dharmawangsa di Pulau Bali”. Bahasa dan Budaya. Tahun V No. 3. Djakarta : Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, hal. 18-31.
[16] _____. 1965. Anciant History of Bali. Denpasar: Fakultas Sastra Unud. [17] Heine Geldern, Robert Von. 1982. Konsepsi Tentang Negara dan Kedudukan Raja diAsia
Tenggara. Jakarta : CV. Rajawali. [18] Mardiwarsito, L. 1981. Kamus Java Kuna - Indonesia. Ende Plores : Nusa Indah.
[19] Moens, J.L. 1950. “De Stamboon Van Airlangga” TBG, 84, hal. 110-159. [20] Mulyana, Slamet, 1967. Perundang-Undangan Majapahit. Djakarta: Bhratara.
[21] Mulyana. 2006. Tafsir Sejarah Nagara Kretagama . Yogyakarta: LkiS.
[22] Raharjo, Supratikno. 2002. Peradaban Jawa. Jakarta : Komunitas Bambu. [23] Santosa, Ida Bagus. 1965. Prasasti-prasasti Raja Anak Wungsu di Bali. Skripsi. Denpasar:
Fakultas Sastra Universitas Udayana. [24] Stutterheim, W.F. 1929. Oudheden Van Bali: Singaraja : Kirtya Liefrinck Van der Tuuk.
[25] Sumadio, Bambang, dkk. 1990. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
[26] Tuuk, Van Der dan JLA Brandes. 1885. ”Transcriptie Van Vier Oud-Javaansche Oorkonden of Koper Gevonden op Het Eiland Bali”. TBG, XXX, hal. 603-624.
[27] Zoetmulder. P.J. 1982. Old Javanese - English Dictionary I. S’Gravenhage Martinus Nijhoff.
Implementasi Nilai-Nilai Tri Hita Karana dalam Kegiatan Masyarakat Desa Blumbang pada Bidang Usaha Penggemukan Sapi
Di Kerambitan, Tabanan
Suka, Ginting I
1
., NM. Wiasti
1
, N.Suarsana
1
dan IN.S. Miwada
2 1
Fakultas Sastra Antropologi, Universitas Udayana, Denpasar, Indonesia
2
Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Indonesia E-mail : gintingsuka55yahoo.co.id
Abstract
This service activities carried out in the village Blumbang, sub Kerambitan, Tabanan on Saturday, September 22nd, 2012 at 15:00 to 17:00 pm. Audience that included members of the village community is Blumbang who
joined in the cattle ranchers. From discussions with the members of the group that they have a grasp of the concept of THK Tri Hita Karana but almost 100 of the participants who attend these events do not yet know how to
implement. Activities continued with the introduction of fermentation technology to solve the problem. All the participants were very enthusiastic activities. Conclusion that the introduction of the concept of THK activities
and its implementation in the routine life of the village community has opened horizons Blumbang villagers. Insight into the importance of processing the feces and urine of cow breeding as a real form of the THK concept
application.
Key words : Tri Hita Karana THK, local genius, fermentation by product
1. Pendahuluan
Identitas budaya ekspresif yang tercermin dalam kebudayaan Bali secara koniguratif mencakup seperangkat nilai-nilai fundamental yang mendominasi kehidupan sosial, seperti nilai
religius, etika, estetika, solidaritas, dan keharmonisan atau keseimbangan. Masyarakat Bali sangat tinggi apresiasinya kepada nilai-nilai keseimbangan dan keharmonisan dalam kehidupan sosialnya.
Nilai-nilai keseimbangan dan keharmonisan secara horizontal dan vertikal terreleksi dalam konsep Tri Hita Karana
THK, yakni keseimbangan horizontal dengan alam lingkungan palemahan dan sesama manusia pawongan
, serta keseimbangan secara vertikal dengan Tuhan Yang Maha Esa Ida Sanghyang Widhi Wasa
. Hubungan sinergitas tersebut dapat digambarkan sebagai sebuah segitiga.
Griya 2000: 108 mengatakan konsep THK tercermin dalam skala makro, meso dan mikro dalam kehidupan masyarakat Bali. Dalam skala makro masyarakat Bali memandang pulau Bali sebagai
Tuhan
Lingkungan Manusia
160 161
sebagai satu kesatuan mandala palemahan, orang Bali sebagai satu kesatuan etnik Bali pawongan, Sad Kahyangan sebagai satu kesatuan tempat suci parhyangan.
Konsep THK tampak pula dalam skala meso yaitu dalam satu kesatuan desa adat maupun dalam skala mikro yakni dalam lingkungan
rumah tangga. Dalam suatu desa adat akan terdapat wilayah desa adat tertentu palemahan, warga desa adat yang merupakan unsur pawongan, serta Kahyangan tiga pura puseh, desa dan dalem,
sebagai unsur Parhyangan.
Permasalahannya kemudian adalah bagaimana bentuk riil implementasi dari konsep Tri Hita Karana
. Secara umum nilai-nilai THK ini sesungguhnya mampu menjadi benteng keharmonisan khususnya bagi masyarakat pedesaan yang okupasi utamanya sebagai petani. Sejak dahulu
masyarakat di Bali, baik karena agamanya Hindu yang menjiwai budayanya dikenal pelbagai bentuk kegiatan ritual seperti tumpek kandang, tumpek bubuh, tumpek landep dan tumpek wayang.
Ragam serta kewajiban ritual itu merupakan bentuk implementasi riil yang masih berada di tananan abstrak dari konsep Tri Hita Karana. Upacara tumpek kandang misalnya, orang Bali atau umat
Hindu melakukan ritual dengan memberikan persembahan sesajen kepada binatang peliharaannya, untuk memohon keselamatan. Substansi dari kegiatan tersebut adalah bukan menyembah ternak atau
binatang peliharaan, namun makna inheren yang paling utama adalah sebagai perwujudan bentuk penghormatan sesama hidup urip. Eksistensi manusia ada karena hidup urip dan demikian pula
hewan ternak ada karena hidup urip.
Tuhan sebagai Sang Pencipta adalah Mahaurip yang mengisi dan menghidupkan wadah isik manusia, hewan, tumbuhan mikro kosmos dan seisi alam semesta raya makro kosmos.
Ritual tumpek kandang merupakan bentuk interaksi manusia dengan lingkungan yang merupakan titik penting dari konsep Tri Hita Karana. Dalem 2007 menyebutkan bahwa sistem manajemen
lingkungan yang memenuhi nilai-nilai dari konsep Tri Hita Karana menjadi penting untuk keberlanjutan pembangunan. Desa Blumbang sebagai salah satu desa di Kabupaten Tabanan, seperti
desa-desa lainnya dipastikan akrab mengenal konsep Tri Hita Karana. Namun implementasinya seperti apa, khususnya dalam upaya menjalin hubungan manusia dengan lingkungannya. Seperti
diketahui, kehidupan masyarakat di desa Blumbang sebagian besar mata pencahariannya sebagai petani pertanian dalam arti luas. Salah satu bentuk kegiatan masyaraakat ialah beternak sapi.
Hasil pengamatan di lapangan, menampakkan bahwa masyarakat belum mengetahui bentuk riil dari implementasi konsep Tri Hita Karana dalam kaitannya dengan aktivitasnya sebagai
peternak. Apalagi seperti diketahui bahwa beternak sapi di samping sebagai mata pencaharian juga dihasilkan dampak lain terhadap lingkungan yakni limbah cair dan padat. Apabila limbah tidak
dikelola dengan baik akan menghasilkan hubungan yang tidak harmonis antara manusia dengan lingkungannya. Salah satu bentuk ketidak harmonisan tersebut yaitu terjadi pencemaran air, tanah
dan udara berupa bau tidak sedap. Implementasi konsep Tri Hita Karana dalam permasalahan ini adalah bagaimana manusia mampu meminimalkan terjadi pencemaran sehingga lingkungan tetap
terjaga kelestariannya. Bentuk-bentuk penyelesaian dari kasus ini, yang hampir ditemukan di setiap usaha peternakan merupakan salah satu upaya implementasi konsep Tri Hita Karana yang akan
dilakukan oleh tim peneliti. Oleh karena itu, kegiatan ini sangat relevan dilakukan secara simultan untuk keajegan atau keberlangsungan pola peternakan masyarakat Bali, khususnya masyarakat
di desa Blumbang, Kerambitan, Tabanan. Tujuan kegiatan ini adalah memberikan pengetahuan dan ketrampilan pada masyarakat desa Blumbang tentang nilai-nilai Tri Hita Karana yang
terimplementasikan dalam kegiatan pemeliharaan sapi ramah lingkungan serta mengenalkan teknik pemeliharaan sapi ramah lingkungan, sebagai bentuk upaya menjaga lingkungan yang harmonis
sebagai bentuk implementasi riil dari nilai-nilai luhur Tri Hita Karana
2. Metode Pemecahan Masalah