Sistem Skoring Kanker Ovarium Tipe Epitelial Indeks Keganasan Ovarium Sudarjanto Indeks Morfologi Sassone-Timor Tritsch

44 45 Tabel 4. Petanda Biomolekuler Kanker Ovarium Tipe Epitelial No Sensitiitas Spesiisitas NPP NNP Sumber Petanda Biomolekuler 1. P53 58 71 83 64 Leitao dkk, 2004 2 BRCA-1 40,6 89,1 40,6 89,1 Geisler dkk, 2002 3 Bcl-2 95,7 95,0 96,9 93,0 Hakan dkk, 2008 4 Her2neu 29,1 90,9 Mojtahedi dkk, 2010 5 Kalikrein 64.,0 56,8 Sherbini dkk, 2011 Catatan: Kendatipun akurasi biomolekuler akurasinya tinggi namun masih relatif mahal sehingga dipakai di RS tertentu saja dan masih dalam tahap penelitian. NPP=nilai positif palsu dan NNP=nilai prediksi palsu. Radioimaging Pemakain radioimaging seperti CT Scan multislice dan Positron Emission Tomography PET Scan dalam kaitannya dengan prediksi kanker ovarium tipe epitelial juga belum banyak dilaporkan [24,36]. Sitologik Pemeriksaan sitologik spesimen melalui ine needle aspiration biopsy FNAB tumor ovarium dan cairan ascites. Metode ini kurang diminati terkait dengan sifat traumatik dan akurasi kurang memuaskan. Selain itu, pemeriksaan sitopatologik bahan aspirasi, FNAB, dan metastasisnya ke beberapa organ juga merupakan metode yang direkomendasi. Akurasi sitologik aspirasi cairan acsites masih rendah yaitu 23.0 sensitiitas dan 17.5 spesiisitas [24,37].

5. Sistem Skoring Kanker Ovarium Tipe Epitelial

Berikut beberapa indeks sistem skoring tumor ovarium untuk prediksi kanker ovarium tipe epitelial berdasarkan atas gejala dan tanda klinis, morfologi pada ultrasonograi, dan biomarker. Akurasi satu jenis modalitas untuk memprediksi keganasan tumor ovarium prabedah belum memadai [38,39] sehingga disusunlah gabungan beberapa modalitas klinis, ultrasonograi, dan petanda tumor untuk meningkatkan sensitiitas dan spesiisitasnya. Beberapa modalitas indeks atau sistem skoring untuk memprediksi kanker ovarium tipe epitelial.

1. Indeks Keganasan Ovarium Sudarjanto

Indeks keganasan ovarium Sudarjanto 1998 berdasarkan hasil pemeriksaan isik tumor ovarium dan laju endap darah sebagai berikut: Tabel 5. Indeks Keganasan Ovarium Menurut Soedaryanto [27] No Parameter Kriteria Skor 1 Lama pembesara tumor Lambat 6 bulan atau tidak ada pemebesaran Cepat ≤ 6 bulan 1 2 Keadaan umum Baik Kurangtdk baik 1 3 Tingkat kekurusan Normalgemuk Kurus 1 4 Konsistensi tumor Kistik homogeny Solid 1 Campuran 2 5 Permukaan Tumor Rata licin Tidak teratur 1 6 Gerakan Tumor Bebas Terbatas 1 7 Ascites Tidak ada Ada 1 8 LED Rendah ≤ 60 mm Tinggi 60 mm 1

2. Indeks Morfologi Sassone-Timor Tritsch

Indeks morfologi Sassone-Timor Tritsch 2007 berdasarkan hasil USG 2 D pada tumor ovarium adalah sebagai berikut: Tabel 6. Skoring Indeks Morfologi Sassone-Timor Tritsch [28] Morfologi Tumor Skor Permukaan Dalam Tebal Dinding Septum Ekogenisitas 1 Halus ≤ 3 mm Absen Anekoik 2 Ireguler 3 mcm ≤3 cm Hipoekoik 3 Papiler solid 3 mm Hipoekoik dengan inti ekogen 4 Solid - - Eko campuran 5 - - - hiperekoik Penilaian memakai batas skor 9, dimana skor 9 menunjukkan prediksi jinak dan skor ≥ 9 menunjukkan prediksi ganas dengan sensitiitas 94, spesiisitas 87, nilai duga positif 60, dan nilai duga negatif 93,6 [40,41]. Penelitian oleh Herman dkk 2006 menggunakan indeks morfologi Sassone-Timor Tritsch mendapatkan sensitiitas sebesar 92 dan spesiisitas sebesar 86,5 [42]. Sementara itu, pada penelitian yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar didapatkan sensitiitas 82, spesiisitas 96, nilai duga positif 88, dan nilai duga negatif 94 [43]. 3. The Risk of Malignancy Index The Risk of Malignancy Index RMI dibedakan atas 2 tipe yaitu MRI I dan MRI II dimana akurasi MRI II lebih baik dibandingkan dengan MRI I. Jacob 2005 dan Scholer 2007 46 47 menyusun RMI dengan mengintegrasikan status menopause, temuan USG, dan kadar CA 125 serum dengan formula berikut: RMI = M x U x CA 125 Keterangan: M adalah status menopause. Nilai 1 untuk premenopause dan nilai 3 untuk postmenopause. Kriteria postmenopause adalah riwayat amenore lebih dari satu tahun atau wanita umur lebih dari 50 tahun yang sudah dilakukan histerektomi. Sedangkan, selain kriteria tersebut dinyatakan premenopause. U adalah temuan USG. Klasiikasinya berdasarkan atas kriteria ada atau tidaknya lesi kistik multilokuler, area solid, lesi bilateral, ascites, dan metastasis intraabdominal. Nilai 0 bila tidak ada gambaran USG seperti kriteria diatas, nilai 1 bila tampak satu gambaran saja, dan nilai 3 bila tampak lebih dari 1 gambaran. CA 125 adalah kadar CA 125 serum absolut dalam satuan UmL. Tabel 7. Risk of Malignancy Index Scoring System Kriteria Sistem skor Skor Status menopause Premenopause 1 M 1, 3 Postmenopaus 3 Gambaran USG Multilokuler 0 = Tdk tampak gambaran U 0, 1, 3 Bagian padat 1 = Tampak 1 gambaran Bilateral Ascites 3 = 1 gambaran Metastasis Kadar CA 125 serum Nilai absolut UmL Nilai CA 125 Penilaian: Nilai cut off 200 digunakan untuk membedakan tumor ovarium jinak dan ganas dengan 87 sensitiitas dan 97 spesiisitas. Pada tumor ovarium, RMI 200 berisiko keganasan 42 kali [45] dan RMI 200 hanya menunjukkan risiko keganasan 0,15 kali [5]. Hasil ini didukung oleh The American College of Obstetricians and Gynecologist yang menyarankan pemakaian RMI sebagai salah satu modalitas untuk memprediksi keganasan tumor adneksa prabedah [46]. Validasi oleh Prys Davies dkk 2000 menggunakan RMI sebagai protokol untuk menseleksi pasien yang berisiko kanker ovarium dimana didapatkan bahwa semakin rendah nilai RMI maka semakin rendah risiko untuk menderita kanker [46]. Tabel 8. Korelasi Risiko Kanker Ovarium Berdasarkan Hasil RMI [27] Risiko RMI Risiko Kanker Rendah 25 3 Sedang 25 – 250 20 Tinggi 250 75 Beberapa keuntungan RMI untuk prediksi keganasan tumor ovarium adalah sederhana sehingga mudah diaplikasikan dalam praktek klinis sehari-hari, mudah dilakukan di rumah sakit perifer hanya dengan USG transabdominal, dan dapat dikerjakan oleh semua dokter ginekologis 46,53]. Namun, terdapat beberapa kelemahan seperti tidak ada standard penilaian pemeriksaan USG. 4. The Risk of Ovarian Malignancy Algorithm The Risk of Ovarian Malignancy Algorithm ROMA dikenalkan oleh Moore dkk 2007 yang merupakan upaya koreksi MRI dengan menambahkan biomarker human protein epidedymis 4 HE4 [41,53]. dan menghilangkan USG [47]. Modalitas biomarker serum HE4 dan CA125 pada ROMA dinilai lebih objektif dan konsisten dibandingkan dengan USG pada MRI [48,52]. Metode ROMA memakai rumus regresi logistik yang disusun berdasarkan studi prospektif Women and Infant Hospital of Rohde, N = 219 dan studi retrospektif kasus kontrol Massachusset General Hospital, N = 206 oleh Motagnana 2011 [46]. Dan, untuk menghitung nilai ROMA maka dibuatlah rumus prediksi probabilitas yaitu: Keterangan: PP = predictive probablity PI = predictive index, dibedakan atas premenopause dan postmenopause. PI Premenopause =12.0+ [2.38 x LNHE4 ] + [0.0626 x LN CA125] PI Postmenopause = 8.09+[1.04 x LNHE4 ] + [0.732 x LN CA125] Selanjutnya, Moore 2010 melakukan uji diagnostik ROMA pada 531 kasus dengan massa pelvis yang terdiri atas 248 premenopause dan 283 postmenopause dengan baku emas hasil histopatologik. Berikut ini adalah hasilnya [49]. Tabel 9. Status Menopause, Penyakit, Risiko, Sensitivitas, Spesiisitas, Nilai Predeksi Positif, dan Nilai Prediksi Negatif Moore, 2007 [49]. Menopausal Status Disease Low Risk High Risk Total Sensitivity Speciicity PPV NPV N N Combined Benigne 263 93.9 89 39.9 352 88.7 74.7 60.1 93.9 Cancer 17 6.1 134 60.1 151 Total 280 100 223 100 503 PP = 100 x ex [PI 1+exp PI] 48 49 Premanopausal Benigne 151 95.0 51 66.2 202 76.5 74.8 33.8 95.0 Cancer 8 5.0 26 33.8 34 Total 159 100 77 100 236 Postmenopausal Benigne 112 92.6 38 26.0 150 92.3 74.7 74.9 92.6 Cancer 9 7.4 108 74.0 117 Total 121 100 146 100 267 Pada premanopause, receival of operational curve ROC pada CA125, HE4, dan ROMA untuk membedakan massa ovarium jinak dan ganas dengan memakai perhitungan ROC-AUC masing-masing adalah 85,3, 91,4, dan 91,9 [31,41,47]. Berikut adalah perbandingan stratiikasi risiko pada premenopause dan postmenopause dengan massa pelvik berdasarkan ROMA dan RMI pada spesiisitas 75 [49,50,54]. Tabel 10. Stratiikasi Risiko Pada Premenopause dan Postmenopause Dengan Massa Pelvis Berdasarkan ROMA dan RMI pada Spesiisitas 75 N Sensitvity PPV NPV Over all Agreement Benign Cancer ROMA RMI P ROMA RMI ROMA MRI ROM A RMI Benigne vs EOC and LMP 312 68 145 32 89.0 80.7 0.011 62.3 59.7 93.6 89.3 79.4 76.6 Benigne vs Stage I-IV EOC 312 72 123 28 94.3 84.6 0.002 59.8 56.8 97.1 92.5 80.5 77.5 Benigne vs Stage I-II EOC 312 90 34 10 85.3 64.7 0.001 27.1 21.8 97.9 95.1 76.0 73.7 Benigne vs Satge III-IV EOC 312 78 86 22 98.8 93.0 0.039 52.1 50.3 99.6 97.5 80.2 78.6 Benigne vs Stage I-IIIB and IIIC EOC omentum and Lymh node + 312 88 44 12 68.2 68.2 0.003 33.3 27.5 97.9 94.3 76.7 73.9 REKOMENDASI SISTEM SKORING KANKER OVARIUM TIPE EPITELIAL DI INDONESIA Indonesia adalah archipelago terbentang sangat luas dalam radius dengan penduduk 240 juta dimana 52.3 wanita. Jumlah penduduk meopause terus bertambah seiring dengan angka harapan hidup wanita. Kanker ovarium tipe epitelial dapat terjadi pada semua usia; tertinggi pada usia post menopause. Sementara, jumlah SpOG sekitar 2.640 dengan distribusi tidak merata dan beberapa daerah kurang bahkan tidak tersedia Data POGI, 2011. Berdasarkan hal itu maka diusulkan sistem skoring kanker ovarium di Indonesia dibedakan atas Pusat, Intermdiate dan Periferi. Pusat adalah daerah yang memiliki sumber daya SpOG K Onko-ginekologi, USG 4D, Lab Biokimia dan Biomolekuler serta kemampuan masyarakatnya memadai yang biasanya berada di Senter Pendidikan Spesialis Obstetri dan Ginekologi. Sedangkan, periferi adalah daerah dengan sumberdaya SpOG, USG 2D, dan keterbatasan laboratorium biomedik serta kondisi masyarakat sedang-maskin yang berada di RS Kabupaten baik sebagai RS Jejaring atau bukan. Dan, daerah intermediate adalah daerah yang memiliki kempampuan diantara pusat dan periferi. Diagnosis dengan sistem skoring kanker ovarium tipe epitelial ini bukanlah merupakan legalitas penanganan kanker ovarium itu sendiri; namun perlu dicarikan solusi yang terbaik. Untuk sementara, agar dipergunakan sebagai pertimbangan rujukan untuk menghindari penanganan suboptimal atau sebaliknya over treament. Dengan demikian, rekomendasi adalah: 1 Pusat adalah ROMA sebagai pilihan pertama dan RMI II sebagai pilihan ke dua. 2 Periferi adalah Indeks Keganasan Kanker Ovarium Sudarjanto 1998 dan atau RMI 2009. 3. Intermediate adalah RMI. Ringkasan 1 Kanker ovarium, 90 tipe epitelial dengan variasi biologi dan molekuler yang lebar; tidak spesiik. dan silent killer. Sebagai baku emas diagnosisnya adalah histopatologik bahan tumor ovarium yang didapat ketika operatif. 2 Kesulitan skrining dan diagnosis dini kanker ovarium tersebut dipecahkan melalui sistem skoring kanker ovarium. Sistem skoring kanker ovarium tipe epitelial berdasarkan atas gejala klinis, gambaran USG, dan kadar biomarker. 3 Beberapa sistem skoring kanker ovarium tipe epitelial seperti RMI dan ROMA; akurasinya telah teruji. Dan, indeks keganasan ovarium Sudarjanto dan Indeks Morfologi Sassone-Timor Tritsch masih pada tempatnya untuk dibenar gunakan. Anjuran untuk Indonesia, sistem skoring kanker ovarium tipe epitelial dibedakan atas tiga yaitu sentral dengan ROMA, intermediate dengan MRI atau indeks Sasson-Timor Tritch, dan periferi dengan indeks Sasson-Timor Tritch atau Sudarjanto. Prediksi kanker ovarium tipe epitelial pada massa pelvis dengan modalitas USG 4D Collor Doppler juga direkomendasi dan merupakan pilihan terbatas.

6. Daftar Rujukan