Tempat dan Waktu Penelitian Implikasi Karakteristik Aspek Geo-Topografi

46 Responden kunci meliputi nelayan, bakulpedagangeksportir, konsumen, Pengelola PPPPI, pemilik kapal atau pengusaha penangkapan ikan, pengusaha industri pengolahanpengolah ikan, Dinas Perikanan, BAPPEDA, PEMDA, Pengelola KUD, tokoh masyarakat formalinformal, LSM dan pihak lainnya. Wawancara dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran kondisi saat ini kegiatan perikanan, harapan, hambatan-hambatan atau permasalahan-permasalahan yang dihadapi, serta usulan rekomendasi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan. 2 Wawancara kelompok terfokus Wawancara kelompok terfokus dimaksudkan untuk dapat menghasilkan rumusan kebijakan pengembangan berbasis kewilayahan yang tepat untuk direkomendasikan. Wawancara kelompok terfokus dilakukan terhadap pakar di bidang perikanan yang diperkirakan memiliki pengetahuan yang dalam untuk merumuskan kebijakan pengembangan perikanan ke depan.

3.4 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Wilayah Perairan Selatan Jawa Lampiran1, meliputi Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur. Lokasi penelitian yaitu Palabuhanratu Sukabumi, Jawa Barat, Cilacap Jawa Tengah, dan Prigi Trenggalek, Jawa Timur mewakili wilayah yang telah berkembang dengan baik. Beberapa wilayah, dengan kegiatan perikanan yang belum berkembang yaitu Pameungpeuk Garut Jawa Barat, Kebumen Jawa Tengah, Gunung Kidul DI Yogyakarta serta Pacitan dan Malang Jawa Timur. Setiap kabupaten diwakili oleh satu pelabuhan perikananpangkalan pendaratan ikan PPPPI, yang merupakan PPPPI paling berkembang di lokasi penelitian. Penelitian lapang dilakukan mulai dari bulan Agustus 2005, yaitu di PPP Pondokdadap, Kabupaten Malang, PPN Prigi Kabupaten Trenggalek dan Perairan Kabupaten Pacitan. Penelitian lapang berikutnya dilakukan pada bulan November 2005, yaitu di Kabupaten Gunung Kidul Provinsi DI Yogyakarta, Kabupaten Kebumen dan Cilacap. Penelitian lapang diakhiri pada sekitar bulan September 2006 di Pameumpeuk Kabupaten Garut dan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi. Secara keseluruhan penelitian dilaksanakan selama 27 bulan, yaitu dari bulan Mei 2005 sampai dengan bulan Juli 2007. 47 Penelitian lapang dilakukan dalam dua tahap. Penelitian lapang tahap pertama dimaksudkan untuk dapat mendalami lebih jauh sistem perikanan yang ada di masing-masing lokasi penelitian. Tahap pertama dari penelitian lapang ini digunakan untuk kepentingan: 1 analisis kegiatan usaha perikanan, 2 evaluasi fungsionalitas dan aksesibilitas dari pelabuhan perikanan, 3 analisis peraturan dan kelembagaan perikanan, serta 4 penyusunan permodelan sistem. Penelitian lapang tahap kedua dimaksudkan untuk dapat menggali lebih jauh persepsi stakeholders melalui wawancara terfokus terhadap perumusan kebijakan pengembangan ke depan perikanan. Perumusan kebijakan didasarkan pada arahan hasil analisis yang sudah diperoleh dari tahap pertama.

3.5 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini mencakup keseluruhan analisis yang digunakan untuk dapat menjawab tujuan penelitian, yaitu mencakup: 1 penentuan implikasi karakteristik geo-topografi, biologi, teknologi, sosial, ekonomi dan politik terhadap kinerja perikanan di Wilayah Selatan Jawa, 2 penyusunan model pengembangan perikanan, dan 3 perumusan kebijakan strategis pengembangan perikanan. Teknik analisis, kebutuhan data dan hasil yang diharapkan untuk memenuhi tujuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 di atas. 3.5.1 Penentuan Implikasi Karakteristik Aspek Geo-topografi, Biologi, Teknologi, Sosial, Ekonomi dan Politik terhadap Kinerja Perikanan di Wilayah Selatan Jawa Penentuan implikasi karakteristik spesifik dari aspek-aspek geo-topografi, biologi, teknologi, sosial, ekonomi dan politik dari daerah lokasi penelitian, dilakukan dengan menggunakan analisis secara deskriptif terhadap: 1 keadaan umum daerah dan keadaan perikanan dari masing-masing daerah penelitian, serta 2 kondisi sistem perikanan, yang mencakup 1 subsistem usaha perikanan tangkap, 2 subsistem pelabuhan perikanan: fungsionalitas dan aksesibilitas, serta 3 subsistem kebijakan dan kelembagaan perikanan. Aspek geo-topografi, biologi, teknologi, sosial, ekonomi dan politik yang dikaji, mencakup berbagai hal dari keenam aspek tersebut, yang terkait dan berimplikasi terhadap perkembangan kegiatan perikanan. 48

3.5.2 Penyusunan Model Pengembangan Perikanan 1 Penentuan sumberdaya ikan unggulan

Pengembangan perikanan di suatu wilayah perairan harus didasarkan pada keberadaan sumberdaya ikan. Sumberdaya ikan memiliki karakteristik biologi dan ekologis yang berbeda. Jenis ikan yang berbeda akan memerlukan faktor- faktor input yang berbeda untuk pemanfaatannya, serta akan menghasilkan tingkatan output yang berbeda pula. Prioritas diperlukan, agar upaya pemanfaatan sumberdaya ikan dapat dilakukan secara optimal. Prioritas untuk mengembangkan perikanan berdasarkan pada sumberdaya ikan unggulan yang dimiliki daerah. Pemanfaatan sumberdaya ikan unggulan, diharapkan dapat memberikan nilai manfaat lebih tinggi bagi daerah tersebut, dibandingkan dengan memanfaatkan jenis ikan yang bukan komoditas unggulan. Penentuan jenis ikan unggulan dilakukan dengan teknik comparative performance index CPI. Teknik CPI merupakan indeks gabungan composite indeks yang dapat digunakan untuk menentukan penilaian atau peringkat dari berbagai alternatif i berdasarkan pada beberapa kriteria j Marimin 2004. Diagram alir deskriptif untuk penentuan ikan unggulan seperti terlihat pada Gambar 7, sedangkan formula yang digunakan adalah sebagai berikut: Aij = Xij min x 100 Xij min Ai + 1.j = Xi + 1.j Xij min x 100 Iij = Aij x Pj Ii = Iij Keterangan : Aij : nilai alternatif ke-i pada kriteria ke-j Xij min : nilai alternatif ke-i pada kriteria awal minimum ke-j Ai + 1.j : nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria ke-j Xi + 1.j : nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria awal ke-j Pj : bobot kepentingan kriteria ke-j Iij : indeks alternatif ke-I Ii : indeks gabungan kriteria pada alternatif ke-I i : 1, 2, 3, ..., n j : 1, 2, 3, ..., n 49 Analisis sumberdaya ikan unggulan didasarkan pada 3 kriteria yaitu: 1 Nilai location quotient LQ dari produksi ikan. LQ dianalisis dengan perbandingkan produksi dari satu jenis ikan terhadap total produksi ikan di suatu kabupaten, dibandingkan dengan perbandingan produksi jenis ikan tersebut terhadap produksi total dari provinsi yang bersangkutan. 2 Nilai location quotient LQ dari nilai produksi ikan. LQ dianalisis dengan perbandingkan nilai produksi satu jenis ikan terhadap total nilai produksi ikan di suatu kabupaten, dibandingkan dengan perbandingan nilai produksi jenis ikan tersebut terhadap nilai produksi total provinsi yang bersangkutan. 3 Jenis ikan yang potensial untuk diekspor. Penilaian dilakukan berdasarkan data ekspor. Penilaian dilakukan dengan menggunakan skor, yaitu skor 3 untuk jenis ikan yang potensial tinggi untuk diekspor tuna dan udang, skor 2 untuk jenis ikan potensial sedang cakalang, lobster, bawal putih, bawal, layur dan skor 1 untuk jenis ikan yang potensial rendah untuk diekspor jenis ikan selain yang telah disebutkan. Nilai LQ yang dianalisis dengan menggunakan CPI, hanya yang memiliki nilai LQ lebih besar dari 1 dengan data time series lima tahun. Nilai LQ location quotient 1 untuk produksi dan nilai produksi menggambarkan, komoditas ikan tersebut dari sisi produksi dan nilai produksi lebih unggul dibandingkan dengan komoditas ikan lainnya. Formula untuk menentukan nilai LQ diadaptasi dari Budiharsono 2001. Menurut Budiharsono, metode location quotient LQ merupakan perbandingan pangsa relatif pendapatan sektor i pada tingkat wilayah terhadap pendapatan total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan sektor i pada tingkat nasional terhadap pendapatan nasional. Pada penelitian ini penentuan LQ dengan kriteria pendapatan diganti dengan kriteria produksi dan nilai produksi ikan. Formula matematis penentuan nilai LQ adalah sebagai berikut: LQ i t i t i v v v v = keterangan : v i = Pendapatan produksinilai produksi sektor ke i jenis ikan ke i pada tingkat kabupaten. 50 v t = Pendapatan produksinilai produksi ikan total kabupaten. v i = Pendapatan produksinilai produksi sektor ke i jenis ikan ke i pada tingkat provinsi. v t = Pendapatan produksinilai produksi ikan total provinsi. Gambar 7 Diagram alir deskriptif penentuan sumberdaya ikan unggulan. 2 Permodelan sistem pengembangan perikanan Permodelan sistem dimulai dengan melakukan analisis terhadap kondisi sistem saat ini, selanjutnya dilakukan penyusunan model. Teknik analisis dan permodelan yang dikembangkan dalam penelitian, dijelaskan pada bagian berikut. 51 1 Analisis Subsistem USAHA Analisis pada subsistem USAHA dimaksudkan untuk dapat membangun bisnis perikanan sesuai dengan jenis ikan unggulan. Untuk keperluan pembuatan model diperlukan analisis terhadap potensi sumberdaya, dilanjutkan dengan penjabaran faktor teknis dan kelayakan finansial usaha. Diagram alir deskriptif analisis dan permodelan pada subsistem USAHA seperti terlihat pada Gambar 8. Gambar 8 Diagram alir deskriptif analisis submodel USAHA. 52 a Analisis teknis usaha Keberhasilan usaha penangkapan ikan akan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor teknis usaha. Kegiatan usaha penangkapan ikan meliputi kegiatan dari pra produksi, produksi, pasca produksi, distribusi dan pemasaran. Ketersediaan input-input produksi merupakan faktor penting agar kegiatan usaha dapat berjalan dengan lancar. Input-input produksi meliputi: - Ketersediaan unit penangkapan: kapal, alat tangkap, mesin kapal, serta perlengkapan operasi penangkapan ikan lainnya. - Ketersediaan sumberdaya manusia SDM yang handal dan terampil. - Permodalan: modal investasi dan modal operasi. - Ketersediaan perbekalan operasi penangkapan ikan: BBM solar, minyak tanah, air tawar, es, umpan, dan perbekalan makanan. Proses produksi pada usaha perikanan adalah mengubah input produksi menjadi produksi atau hasil tangkapan. Efisiensi dan efektivitas produksi dapat diukur dari output yang dihasilkan dibandingkan dengan input yang digunakan. Kegiatan pasca produksi berkaitan dengan penanganan hasil tangkapan. Penanganan hasil tangkapan merupakan hal yang penting untuk menjaga kualitas hasil tangkapan, mengingat sifat ikan yang sangat mudah busuk. Penanganan ikan juga sangat penting untuk jenis ikan yang berkualitas ekspor, karena pasar ekspor mensyaratkan kualitas yang tinggi. Penanganan harus dilakukan mulai dari saat ikan ditangkap, yaitu penanganan di atas kapal, saat pembongkaran di pelabuhan perikanan dan pada saat pendistribusian ke pasar atau ke konsumen. Distribusi dan pemasaran merupakan rantai akhir dari suatu kegiatan usaha perikanan. Penanganan yang baik saat distribusi diperlukan untuk tetap menjaga kualitas ikan. Pemasaran yang tepat akan memberikan nilai penerimaan yang besar bagi kegiatan usaha perikanan. b Analisis finansial usaha perikanan Kelayakan usaha atau kelayakan bisnis dari suatu kegiatan industri akan memerlukan pertimbangan teknik dan ekonomi. Dengan kata lain apabila suatu kegiatan bisnis telah memenuhi kelayakan teknik, maka perlu juga dipertanyakan bagaimana kelayakan ekonominya. Pada dasarnya tujuan suatu kegiatan bisnis haruslah memperoleh keuntungan profit. 53 Oleh karena itu perhitungan analisis finansial usaha, perlu dilakukan untuk mengetahui kelayakan bisnis dari suatu kegiatan industri perikanan Gaspersz 1992; Gray et al. 1992. Perhitungan kelayakan usaha dilakukan dengan kriteria: - Keuntungan usaha, merupakan selisih antara penerimaan usaha dengan biaya total per tahun. - Net present value NPV, digunakan untuk menghitung pendapatan bersih usaha selama umur proyek dengan memperhitungkan diskon faktor discount factor. - Net BC, digunakan untuk mengetahui rasio antara pendapatan benefit dengan biaya cost selama umur proyek dengan memperhitungkan diskon faktor discount factor. - Internal rate of return IRR, digunakan untuk mengetahui pada tingkat suku bunga discount rate berapa usaha tidak untung dan tidak rugi. Dalam perhitungan kelayakan usaha ada dua item pokok yang harus dihitung yaitu penerimaan dan pembiayaan. Penerimaan dihitung berdasarkan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh selama satu tahun dikalikan dengan harga. Pembiayaan dihitung berdasarkan pada biaya-biaya yang harus dikeluarkan selama satu tahun. Biaya digolongkan menjadi tiga yaitu biaya investasi, biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk memulai usaha, yaitu untuk pembelian kapal, alat tangkap, mesin dan investasi lainnya, termasuk modal kerja. Biaya tetap fixed cost adalah biaya yang tetap harus dikeluarkan, walaupun tidak melakukan operasi penangkapan. Biaya tetap diantaranya meliputi biaya perawatan kapal, alat tangkap, mesin dan perawatan alat tangkap lainnya, gaji ABK jika ABK diberi upah dengan sistem gaji, penyusutan, operasional kantor, pajak dan bunga bank. Biaya tidak tetap variable cost adalah biaya yang baru akan dikeluarkan jika melakukan operasi penangkapan ikan. Biaya variabel mencakup biaya bekal operasi penangkapan seperti biaya pembelian solar, olie, minyak tanah, air tawar, es, perbekalan makanan, izin operasi, retribusi dan bagi hasil jika menggunakan sistem bagi hasil untuk pendapatan ABK. 2 Analisis Subsistem PELABUHAN Analisis subsistem PELABUHAN dimaksudkan untuk melakukan evaluasi terhadap PPPPI yang ada, terhadap perannya untuk dapat mendukung kegiatan 54 usaha perikanan. Analisis meliputi: a keterkaitan dengan fishing ground forward linkages, b aspek teknis pembangunan pelabuhan perikanan, dan c keterkaitan aksesibilitas pasar backward linkages adaptasi dari Vigarié 1979 diacu dalam Lubis 1989; Lubis 2006; Ismail 2005 lihat Bab 2.5.2. a Analisis keterkaitan dengan fishing ground forward linkages Keterkaitan pelabuhan perikanan dengan fishing ground forward linkages berkaitan dengan tingkat efisiensi penggunaan input produksi, seperti penggunaan bahan bakar dan perbekalan operasi. Ketertarikan pengguna pelabuhan untuk mendaratkan ikannya di suatu pelabuhan tarikan pergerakan, selain faktor kedekatannya dengan fishing ground dipengaruhi juga oleh beberapa hal diantaranya yaitu kemudahan memasuki alur masuk kolam pelabuhan, kemudahan mendapatkan pelayanan bongkar ikan, muat perbekalan, dan fasilitas lain yang diperlukan, serta daya tarik pasar atau harga jual ikan. Analisis keterkaitan dengan fishing ground forward linkages dilakukan melalui penilaian atau membandingkan beberapa PPPPI yang ada di suatu wilayah perairan, berkaitan dengan daya tariknya bagi kapal-kapal perikanan untuk mendaratkan hasil tangkapan di PPPPI tersebut. Analisis mencakup: kemudahan memasuki alur masuk kolam pelabuhan, kebutuhan fasilitas pelabuhan sesuai dengan unit yang akan melakukan pendaratan, dan potensi pasar. Diagram alir deskriptif analisis seperti terlihat pada Gambar 9. b Analisis teknis pelabuhan Penetapan lokasi untuk dibangun suatu pelabuhan perikanan harus mempertimbangkan kelayakan teknis, dari aspek perairan dan aspek daratan. Diagram alir deskriptip analisis disajikan pada Gambar 10. Pembangunan pelabuhan memiliki kriteria teknis, diantaranya yaitu: Aspek perairan - Bentuk pantai: pantai yang merupakan wilayah terbuka akan membutuhkan biaya besar untuk pembangunan breakwater, pantai yang baik untuk dibangun pelabuhan adalah pantai yang terlindung. - Alur masuk pelabuhan: alur masuk pelabuhan memiliki standar ukuran minimal sesuai ukuran kapal yang diharapkan dapat memasuki area pelabuhan formula yang digunakan dapat dilihat pada permodelan sistem hal: 64-66 55 - Kolam pelabuhan: kolam pelabuhan memiliki standar ukuran minimal sesuai dengan ukuran kapal yang diharapkan dapat memasuki area pelabuhan, - Darmaga: darmaga memiliki standar ukuran minimal sesuai dengan ukuran kapal yang diharapkan dapat memasuki area pelabuhan. Gambar 9 Diagram alir deskriptif analisis keterkaitan dengan fishing ground. Aspek daratan - Luas lahan: luas lahan yang diperlukan oleh suatu pelabuhan berkaitan dengan kebutuhan penempatan fasilitas darat, utamanya untuk fasilitas bongkar ikan dan muat perbekalan, serta kebutuhan untuk lahan industri dan pengembangan. - Fasilitas penyediaan kebutuhan kapal: penyediaan kebutuhan kapal baik berupa BBM, air tawar, es, umpan, dan kebutuhan perbekalan lainnya. - Fasilitas penanganan ikan: keberadaan fasilitas penanganan ikan sangat penting, khususnya untuk produk-produk ekspor. 56 Gambar 10 Diagram alir deskriptif analisis teknis pelabuhan. c Analisis keterkaitan dengan pasar backward linkages Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan secara geografi dengan jaringan transportasi yang menghubungkannya. Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susahnya lokasi dicapai melalui jaringan transportasi Black 1981 diacu dalam Tamin 2000. Tingkat aksesibilitas PPPPI dianalisis dengan menggunakan konsep yang dikembangkan Tamin 2000 kriteria penilaian disesuaikan dengan kebutuhan. Sistem tata guna lahan dan transportasi mempunyai tiga komponen utama yaitu, tata guna lahan, prasarana transportasi dan lalu lintas. Hubungan antara ketiga komponen terlihat dalam 6 konsep analitis, yaitu aksesibilitas, bangkitan 57 pergerakan, sebaran pergerakan, pemilihan moda, pemilihan rute dan arus lalu lintas pada jaringan jalan. Formulasi yang digunakan pada analisis dalam penelitian ini terbatas pada formula bangkitan pergerakan. Bangkitan pergerakan adalah fungsi dari tata guna lahan. Jumlah bangkitan pergerakan yang dihasilkan oleh suatu zona berbanding lurus dengan tipe dan intensitas tata guna lahan di zona tersebut: P A = f L A ………………………………………………… 1 Hal yang sama berlaku pada tarikan pergerakan : A B = f L B …………………………………………………. 2 Berdasarkan pada pemahaman konsep di atas. Kajian untuk menganalisis aksesibilitas lokasi PPPPI didasarkan pada kriteria sebagai berikut: a Jarak, jarak berkaitan dengan jarak satu lokasi ke lokasi lain. Kedekatan jarak antara dua tempat menunjukkan aksesibilitas tinggi, sedangkan jarak yang berjauhan menunjukkan aksesibilitasnya rendah. Aksesibilitas satu lokasi PPPPI yang utama adalah keterkaitannya dengan daerah tujuan pemasaran. b Waktu tempuh, satu lokasi yang dapat ditempuh dari lokasi lain dengan waktu pendek dikatakan memiliki aksesibilitas yang tinggi, sedangkan jika perlu waktu yang lama menunjukkan aksesibilitasnya rendah. c Biaya, biaya berkaitan dengan kemampuan membayar seseorang untuk menjangkau suatu daerah, dalam hal ini berdampak pada mobilitas atau tingkat pergerakan. Biaya yang rendah menunjukkan aksesibilitas tinggi, sedangkan biaya yang mahal berdampak pada aksesibilitas rendah. d Kualitas prasarana transportasi, kondisi prasarana akan berpengaruh pada tingkat kemudahan suatu lokasi dijangkau. Kondisi prasarana yang jelek menyebabkan suatu lokasi sulit dijangkau, dapat diartikan bahwa tingkat aksesibilitasnya rendah. Sebaliknya, kondisi prasarana yang baik akan memudahkan suatu lokasi dijangkau, atau tingkat aksesibilitasnya tinggi. e Sarana transportasi, seperti halnya dengan prasarana transportasi, sarana transportasi berpengaruh pada tingkat kemudahan suatu lokasi dijangkau. Kondisi sarana yang jelek menyebabkan suatu lokasi sulit dijangkau, berarti bahwa tingkat aksesibilitasnya rendah. Kondisi sebaliknya, jika sarana transportasi baik akan memudahkan suatu lokasi dijangkau, atau dengan kata 58 lain aksesibilitasnya tinggi. Kondisi sarana transportasi berkaitan dengan kuantitas kapasitas dan ketersediaan dan kualitas frekuensi dan pelayanan. f Hambatan perjalanan, mengukur tingkat kemudahan suatu lokasi dicapai. Hambatan perjalanan yang tinggi menjadikan aksesibilitas suatu lokasi rendah, sedangkan hambatan perjalanan yang rendah menjadikan tingkat aksesibilitas lokasi tinggi. Hambatan perjalanan, misalnya berupa kemacetan jalan, jalan yang melewati daerah perbukitan atau pegunungan dengan tebing yang terjal, jalan sempit, atau sarana jalan yang rusak. Aksesibilitas lokasi dari PPPPI di wilayah kajian, akan dapat meningkat dengan peningkatan prasarana dan sarana transportasi. Peningkatan prasarana dan sarana transportasi akan efektif dilakukan, jika peningkatan prasarana dan sarana tersebut akan berdampak pada peningkatan mobilitas pergerakan dari lokasi PPPPI menuju daerah tujuan pasar atau sebaliknya. Untuk melihat apakah pembangunan prasarana dan sarana transportasi akan berdampak baik pada mobilitas, dianalisis dengan menggunakan model bangkitan pergerakan. Tujuan dasar model bangkitan pergerakan adalah, menghasilkan model hubungan yang mengkaitkan parameter tata guna lahan dengan jumlah pergerakan yang menuju ke suatu zona, atau jumlah pergerakan yang meninggalkan suatu zona. Zona asal dan zona tujuan biasanya juga menggunakan istilah trip end. Model bangkitan pergerakan akan meramalkan besarnya tingkat bangkitan pergerakan di masa datang, dengan mempelajari beberapa variasi hubungan antara ciri pergerakan dengan tata guna lahan. Analisis menggunakan data berbasis zona, misalnya tata guna lahan, kepemilikan kendaraan, populasi, jumlah pekerja, kepadatan penduduk dan juga moda transportasi Tamin 2000. Analisis bangkitan pergerakan lokasi PPPPI dimasa datang dilakukan melalui kriteria berikut: a Tata guna lahan, tata guna lahan berkaitan dengan peruntukan suatu lahan. Peruntukan suatu lahan yang banyak misalnya untuk kegiatan perikanan, pariwisata, industri akan membangkitkan pergerakan yang lebih besar dibandingkan jika hanya diperuntukkan untuk kegiatan perikanan saja. b Jumlah penduduk, jumlah penduduk yang banyak memiliki peluang untuk melakukan pergerakan lebih besar dibandingkan dengan jumlah yang kecil. 59 c Keberadaan dan perkembangan sektor perikanan, industri, perdagangan, dan pariwisata. Keberadaan dan perkembangan dari keempat sektor di suatu zona, memberikan peluang peningkatan pergerakan dari dan menuju zona tersebut. d Keberadaan pusat pemerintahan kabupaten atau kecamatan di suatu zona, memberikan peluang peningkatan pergerakan dari dan menuju zona tersebut. Diagram alir deskriptif analisis tingkat aksesibilitas dan peluang peningkatan bangkitan pergerakan dari lokasi PPPPI disajikan pada Gambar 11. Gambar 11 Diagram alir deskriptif analisis keterkaitan dengan pasar backward linkages analisis aksesibilitas dan peluang bangkitan pergerakan. 60 3 Analisis Subsistem LEMBAGA Kebijakan dan kelembagaan merupakan faktor penting bagi perkembangan kegiatan perikanan di suatu wilayah. Kebijakan dan kelembagaan berkaitan dengan dukungan dan komitmen dari institusi atau lembaga yang berwenang dan terlibat dalam kegiatan perikanan. Analisis kebijakan dan kelembagaan perikanan dimaksudkan untuk dapat menentukan kebutuhan kebijakan dan kelembagaan yang tepat, untuk mendukung pengembangan perikanan. Analisis kebijakan dilakukan dengan menggunakan pendekatan kerangka hukum. Pendekatan kerangka hukum legal framework dilakukan untuk melihat hukumperaturan perundang-undangan dari sisi struktur legal structure, mandat legal mandate dan penegakan hukum legal enforcement lihat Bab 2.5.3. Gambar 12 Diagram alir deskriptif analisis kebijakan perikanan. Analisis kebijakan dilakukan melalui evaluasi kebijakan yang ada, baik berupa kebijakan tertulis maupun kebijakan tidak tertulis. Kebijakan tertulis berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang dibuat oleh 61 pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kebijakan tidak tertulis berupa peraturan tidak tertulis, seperti kearifan-kearifan lokal yang telah lama dianut oleh masyarakat setempat dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya. Diagram alir deskriptif analisis kebijakan seperti terlihat pada Gambar 12. Analisis kelembagaan dilakukan berdasarkan pada pendekatan kerangka kelembagaan institutional framework. Kinerja kelembagaan merupakan fungsi dari tata kelembagaan institutional arrangement, mekanisme kelembagaan institutional framework, dan kapasitas kelembagaan. Kinerja dari suatu kelembagaan dapat dilihat melalui beberapa indikator, yaitu berdasarkan pendekatan aspek politik, sosial budaya, ekonomi, hukum dan teknologi Purwaka 2003 lihat Bab 2.5.3. Analisis kelembagaan dilakukan melalui evaluasi kelembagaan yang ada, baik berupa kelembagaan formal maupun non formal. Diagram alir deskriptif analisis kelembagaan seperti terlihat pada Gambar 13. Gambar 13 Diagram alir deskriptif analisis kelembagaan. 62 2 Permodelan Sistem Permodelan sistem terdiri atas beberapa tahap yaitu: 1 seleksi konsep, 2 rekayasa model, 3 implementasi komputer, 4 validasi model, 5 analisis sensitivitas, 6 analisis stabilitas dan 7 aplikasi model Eriyatno 2003. Permodelan sistem Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik Potensi Daerah, dirancang untuk mengembangkan sistem dari kondisi yang sudah ada saat ini, dan bukan membuat suatu sistem yang baru. Penyusunan model dilakukan dengan mengintegrasikan tiga submodel yaitu 1 submodel USAHA, 2 submodel PELABUHAN, dan 3submodel LEMBAGA. 1 Submodel USAHA Berdasarkan hasil pada analisis sistem, submodel USAHA dimaksudkan untuk dapat membangun usaha perikanan yang menguntungkan, efektif dan efisien sesuai dengan potensi sumberdaya ikan unggulan. Keterkaitan antara hasil analisis potensi sumberdaya, analisis teknis usaha dan analisis finansial usaha perikanan digambarkan dalam suatu model sistem dinamis. Model sistem dinamis digunakan untuk melakukan simulasi pengembangan perikanan. Hasil simulasi dari model sistem dinamis berupa hubungan antara penambahan jumlah effort unit usaha sesuai dengan rencana pengembangan dengan kebutuhan input produksi tenaga kerja, solar, air tawar, umpan dan es, serta kebutuhan input produksi lainnya, serta output dari kegiatan usaha perikanan berupa keuntungan usaha dan retribusi bagi daerah. Model sistem dinamis yang telah dirancang, seperti terlihat pada Gambar 14. Model menggunakan perangkat lunak software Powersim Versi 2.5 . Hasil simulasi dari model sistem dinamis pada submodel USAHA, dapat digunakan oleh submodel PELABUHAN untuk perencanaan penyediaan kebutuhan input produksi usaha perikanan dan pengembangan fasilitas yang dibutuhkan. Bagi submodel LEMBAGA, hasil simulasi dapat digunakan untuk menentukan kebijakan dan kelembagaan yang tepat untuk dapat mendukung kegiatan usaha perikanan. 63 laju_peningkatan_harga_ekspo laju_peningkatan_harga_lokal laju_peningkatan_biaya keuntungan_per_unit retribusi keuntungan laju_peningkatan_effort hasil_tangkapan_tertunda inflasi konstanta_peningkatan_effort kebutuhan_tenaga_kerja kebutuhan_solar kebutuhan_umpan kebutuhan_es target_produksi produksi_tuna produksi_ekspor produksi_lokal harga_lokal harga_ekspor biaya_total kebutuhan_air_tawar tangkapan_tuna fraksi_penangkapan effort Gambar 14 Model sistem dinamis untuk melakukan simulasi pengembangan pada Submodel USAHA. 64 2 Submodel PELABUHAN Submodel PELABUHAN dikembangkan sesuai dengan hasil analisis sistem terhadap kondisi pelabuhan saat ini, dan kebutuhan pelabuhan perikanan yang dapat mendukung usaha perikanan sesuai dengan hasil analisis pada submodel USAHA. Hasil simulasi submodel USAHA menghasilkan pertambahan kebutuhan input produksi, sesuai dengan penambahan jumlah effort unit usaha. Submodel PELABUHAN menggunakan besaran input produksi ini untuk menentukan pengembangan fasilitas yang akan dilakukan, guna dapat memenuhi kebutuhan input produksi bagi pengembangan usaha perikanan. Untuk keperluan pengembangan fasilitas pelabuhan diperlukan perhitungan ukuran fasilitas. Beberapa formula untuk menentukan pembangunan fasilitas pelabuhan perlu digunakan, diantaranya yaitu sebagai berikut Lubis 2005: a Alur pelayaran Lebar alur pelayaran diusahakan untuk kapal dapat mudah bernavigasi memasuki kolam pelabuhan, lebar bersih alur pelabuhan di luar kemiringan dasar dan tanggul adalah sebagai berikut : - ukuran kapal 50 GT, berkisar antara 8~10 kali lebar kapal terbesar; - ukuran kapal 50-200 GT, berkisar antara 6~8 kali lebar kapal terbesar; - ukuran kapal 200 GT, lebar bersih lebih dari 6 kali lebar kapal terbesar. Jika pintu gerbang terletak pada tikungan, lebar alur masuk ke kolam pelabuhan harus ditambah sesuai dengan radius tikungan. b Luas kolam pelabuhan Penentuan luas kolam pelabuhan adalah tidak kurang dari: L = Lt + 3 x n x l x b Keterangan: Lt = luas untuk memutar kapal m 2 n = jumlah kapal maksimum yang berlabuh l = panjang kapal m b = lebar kapal m Lt adalah luas untuk memutar kapal, radius pemutarannya minimum satu kali panjang kapal terbesar. 65 Lt = π x r 2 = π x l 2 Keterangan: Lt = luas untuk memutar kapal m 2 π = 3,14 l = panjang kapal terbesar m c Kedalaman kolam pelabuhan Kedalaman perairan di wilayah kolam pelabuhan pada saat muka air terendah lower level water survaceLLWS ditentukan dengan menggunakan rumus: D = d + ½ H + S + C Keterangan: D = kedalaman perairan cm d = draft kapal terbesar cm H = tinggi gelombang maksimum H maks = 50 cm C = jarak aman dari lunas kapal ke dasar perairan 25-100 cm d Panjang darmaga Panjang dermaga yang dibutuhkan menggunakan rumus sebagai berikut: L uxd xnxaxh s l + = Keterangan: L = panjang dermaga m l = panjang kapal m s = jarak antara kapal m n = jumlah kapal yang memakai dermaga a = berat kapal ton h = lama kapal di dermaga u = produksi per hari ton d = lama fishing trip jam atau dengan perhitungan sederhana: L = MP x l atau b x 1.2 66 Keterangan: M = jumlah kapal rata-rata sehari yang akan berlabuh P = periode penggunaan dermaga dengan cara merapat, jam kerja efektif dianggap 6 jam. l dan b = panjang dan lebar kapal yang rata-rata berlabuh tergantung dari cara kapal merapat; memanjang, tegak lurus atau miring 3 Submodel LEMBAGA Submodel LEMBAGA dimaksudkan untuk menentukan kebijakan dan kelembagaan yang dapat mendukung usaha perikanan. Penentuan kebijakan yang tepat dilakukan perdasarkan pada hasil evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan yang ada, yang sebelumnya telah dilakukan melalui analisis kebijakan Bab. 3.4.1. Begitu pula dengan penentuan kelembagaan yang tepat, juga didasarkan pada hasil evaluasi terhadap kelembagaan yang ada, yang sebelumnya telah dilakukan melalui analisis kelembagaan Bab. 3.4.1. Selain itu submodel LEMBAGA juga akan menghasilkan kelembagaan usaha dalam bentuk sentra industri. Menurut Kuncoro 2000 diacu dalam Sahubawa 2006, sentra industri merupakan kelompok produksi yang amat terkonsentrasi secara spasial dan biasanya terspesialisasi pada satu atau dua industri utama saja. Markusen 1996 dan Scorsone 2002 diacu dalam Sahubawa 2006 mengajukan tiga pola sentra industri yaitu sentra Marshalian, Hub and Spoke, dan Satellite Flat Form. Submodel LEMBAGA akan menghasilkan pola sentra industri yang tepat untuk masing-masing kabupaten. Pola sentra ini akan ditentukan berdasarkan a skala ekonomi dari usaha perikanan yang akan dikembangkan, b kerjasama yang terjadi antar para pelaku usaha, dan c hubungan dengan pihak eksternal.

3.5.3 Perumusan Kebijakan Strategis Pengembangan Perikanan

Perumusan kebijakan strategis pengembangan perikanan dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Pengukuran kinerja kebijakan strategis dengan analisis balanced scorecard. Implementasi model pengembangan perikanan menggunakan teknik interpretative structural modeling ISM. 67 Analisis SWOT didahului dengan pembuatan matriks internal strategic factor analysis summary IFAS dan external strategic factor analysis summary EFAS. Penyusunan matriks IFAS dan EFAS didasarkan pada hasil analisis terhadap sistem, yaitu dengan melihat faktor-faktor yang merupakan kekuatan dan kelemahan internal, serta peluang dan ancaman eksternal David 2002. Penyusunan matriks IFAS adalah seperti berikut: 1 Melakukan identifikasi faktor-faktor yang merupakan kekuatan dan kelemahan sistem. 2 Pembobotan terhadap masing-masing faktor, mulai dari 1,00 sangat penting sampai dengan 0,00 tidak penting. Skor jumlah bobot untuk keseluruhan faktor adalah 1,00. 3 Penentuan rating untuk masing-masing faktor berdasarkan pengaruhnya terhadap permasalahan. Nilai rating mulai dari 4 outstanding sampai dengan 1 poor. Pemberian nilai rating untuk kekuatan bersifat positif semakin besar kekuatan semakin besar pula nilai rating yang diberikan, sedangkan untuk kelemahan dilakukan sebaliknya. 4 Selanjutnya dilakukan perkalian bobot dengan rating, untuk menentukan skor terbobot untuk masing-masing faktor. 5 Jumlah dari skor terbobot menentukan kondisi internal sistem. Jika nilai total skor terbobot ≥2,5 berarti kondisi internal sistem memiliki kekuatan untuk mengatasi situasi. Penyusunan matriks EFAS adalah seperti berikut: 1 Melakukan identifikasi faktor-faktor yang merupakan peluang dan ancaman. 2 Pembobotan terhadap masing-masing faktor berkaitan dengan pengaruhnya terhadap faktor strategis, mulai dari 1,00 sangat penting sampai dengan 0,00 tidak penting. Skor jumlah bobot untuk keseluruhan faktor adalah 1,00. 3 Penentuan rating untuk masing-masing faktor berdasarkan pengaruhnya terhadap kondisi sistem. Nilai rating mulai dari 4 outstanding sampai dengan 1 poor. Pemberian nilai rating untuk peluang bersifat positif semakin besar peluang semakin besar pula nilai rating yang diberikan, sedangkan untuk ancaman dilakukan sebaliknya semakin besar ancaman semakin kecil nilai rating yang diberikan. 68 4 Selanjutnya dilakukan perkalian bobot dengan rating, untuk menentukan skor terbobot untuk masing-masing faktor. 5 Jumlah skor terbobot menentukan kondisi eksternal sistem. Jika total skor terbobot ≥ 2,5 berarti sistem mampu merespon kondisi eksternal yang ada. Matriks SWOT dibuat untuk menyusun alternatif strategi. Alternatif strategi disusun berdasarkan pada logika untuk dapat memanfaatkan peluang dan kekuatan yang ada, serta mengeliminir kelemahan dan ancaman sistem. Analisis balanced scorecard didahului dengan analisis untuk menentukan strategi pengembangan sistem. Berdasarkan strategi yang telah disusun, dibuat tolok ukur jangka pendek untuk dapat mengendalikan kinerja sistem. Tahap dalam penyusunan balanced scorecard yaitu: 1 Merinci visi berdasarkan masing-masing perspektif dan merumuskan strategi. 2 Identifikasi faktor-faktor penting keberhasilan kinerja sistem. 3 Mengembangkan tolok ukur, identifikasi sebab akibat dan menyusun keseimbangan sistem. 4 Merinci scorecard dan tolok ukur unit sistem. 5 Merumuskan tujuan-tujuan. 6 Implementasi. Permodelan sistem yang telah dihasilkan diharapkan dapat diterapkan pada sistem nyata. Strategi implementasi perlu dilakukan agar model pengembangan perikanan dapat berhasil dengan baik. Strategi implementasi dilakukan dengan menggunakan teknik interpretative structural modelling ISM. Langkah-langkah dalam penggunaan ISM adalah sebagai berikut Eriyatno 1999; Marimin 2004: 1 Identifikasi elemen sistem. 2 Membangun sebuah hubungan kontekstual antar elemen yang disesuaikan dengan tujuan model. 3 Pembuatan matriks interaksi tunggal terstruktur structural self interaction matrixSSIM. Matriks dibuat berdasarkan persepsi responden yang dimintakan melalui wawancara kelompok terfokus. Empat simbol yang digunakan untuk mewakili tipe hubungan yang ada antara dua elemen dari sistem yang dipertimbangkan adalah: V : hubungan dari elemen E i terhadap E j , tidak sebaliknya. 69 A : hubungan dari elemen E j terhadap E i , tidak sebaliknya. X : hubungan interrelasi antara E i dan E j dapat sebaliknya. O : menunjukkan bahwa E i dan E j tidak berkaitan. 4 Pembuatan matriks ”interaksi yang terjadi” reachability matrixRM: sebuah RM yang dipersiapkan kemudian mengubah simbol-simbol SSIM ke dalam sebuah matriks biner. Aturan-aturan konversi berikut menerapkan: • Jika hubungan E i terhadap E j = V dalam SSIM, maka elemen E ij = 1 dan E ji = 0 dalam RM; • Jika hubungan E i terhadap E j = A dalam SSIM, maka elemen E ij = 0 dan E ji = 1 dalam RM; • Jika hubungan E i terhadap E j = O dalam SSIM, maka elemen E ij = 0 dan E ji = 0 dalam RM; RM awal dimodifikasi untuk menunjukkan seluruh direct dan indirect reachability, yaitu jika E ij = 1 dan E jk = 1, maka E ik = 1. 5 Tingkat partisipasi dilakukan untuk mengklasifikasi elemen-elemen dalam level-level yang berbeda dari struktur ISM. Untuk tujuan ini, dua perangkat diasosiasikan dengan tiap elemen E i dari sistem : reachability set R i , adalah sebuah set dari seluruh elemen yang dapat dicapai dari elemen E i , dan antecedent set A i , adalah sebuah set dari seluruh elemen dimana elemen E i dapat dicapai. Pada iterasi pertama seluruh elemen, dimana R i = R i ∩ A i , adalah elemen-elemen level 1. Pada iterasi-iterasi berikutnya elemen-elemen diidentifikasi seperti elemen-elemen level dalam iterasi-iterasi sebelumnya dihilangkan, dan elemen-elemen baru diseleksi untuk level-level berikutnya dengan menggunakan aturan yang sama. Selanjutnya, seluruh elemen sistem dikelompokkan ke dalam level-level yang berbeda. 6 Pembuatan matriks canonical: Pengelompokan elemen-lemen dalam level yang sama mengembangkan matriks ini. Matriks resultan memiliki sebagian besar dari elemen-elemen triangular yang lebih tinggi adalah 0 dan terendah 1. Matriks ini selanjutnya digunakan untuk mempersiapkan digraph. 7 Pembuatan Digraph: adalah konsep yang berasal dari directional graph sebuah grafik dari elemen-elemen yang saling berhubungan langsung, dan level hierarki. Digraph awal dipersiapkan dalam basis matriks canonical. 70 digraph awal tersebut selanjutnya dipotong dengan memindahkan semua komponen yang transitif untuk membentuk digraph akhir. 8 Pembangkitan Interpretative structural modelling: ISM dibangkitkan dengan memindahkan seluruh jumlah elemen dengan deskripsi elemen aktual. Oleh sebab itu, ISM memberikan gambaran yang sangat jelas dari elemen-elemen sistem dan alur hubungannya. Penentuan strategi implementasi model pengembangan perikanan dengan menggunakan teknik ISM, memerlukan identifikasi elemen penting yang akan dimasukkan kedalam model atau program. Menurut Saxena 1992 diacu dalam Eriyatno 2003 program dapat dibagi menjadi sembilan elemen, yaitu: 1 Sektor masyarakat yang terpengaruh. 2 Kebutuhan dari program. 3 Kendala utama program. 4 Perubahan yang dimungkinkan dari program. 5 Tujuan dari program. 6 Tolok ukur untuk menilai setiap tujuan. 7 Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan. 8 Ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas. 9 Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program. Pada penelitian ini ditetapkan tujuh elemen sistem, yang terdiri atas beberapa subelemen sistem. Selanjutnya elemen dan subelemen sistem ini, digunakan sebagai input yang dianalisis dengan teknik ISM Tabel 4. Untuk keperluan pembuatan matriks interaksi tunggal terstruktur structural self interaction matrixSSIM, diperlukan persepsi responden. Pada penelitian ini, responden yang dimintakan pendapatnya melalui pengisian kuesioner adalah pakar di bidang perikanan tangkap. Output teknik ISM berupa ranking dari setiap subelemen dan plot masing- masing subelemen ke dalam empat sektor beserta koordinatnya. Berdasarkan ranking masing-masing sub-elemen , maka dapat dibuat hierarki setiap subelemen secara manual dimana subelemen dengan ranking yang lebih tinggi akan berada pada hierarki yang lebih rendah. Diagram alir deskriptif teknik analisis ISM seperti terlihat pada Gambar 15. 71 Tabel 4 Elemen dan subelemen strategi implementasi Model Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik Potensi Daerah No. Elemen Sistem Subelemen 1 Sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan perikanan nelayan, pemilik kapalpengusaha perikanan, industri pembuat kapal, industri pembuat alat tangkap, industri pembuat mesin kapal, industri pengolah ikan, pedagangpengumpul, eksportir, nelayan penyedia umpan, penyedia perbekalan, pengusaha jasa transportasi, pekerja atau buruh angkut di PPPPI, masyarakat sekitar PPPPI 2 Kebutuhan untuk terlaksananya program pengembangan perikanan keberpihakan pemerintah pusat, keberpihakan pemerintah provinsi, keberpihakan pemerintah kabupaten, partisipasi masyarakat, peran serta tokoh masyarakat, kerjasama antar wilayah, koordinasi antar sektor, ketersediaan anggaran pengembangan, dukungan kebijakan, dukungan kelembagaan, ketersediaan SDI, ketersediaan SDM, teknologi, data dan informasi, penegakan hukum 3 Kendala utama pengembangan perikanan kualitas SDM yang masih rendah, teknologi penangkapan ikan yang masih terbatas, harga BBM yang tinggi, pemahaman mutu ikan masih rendah, akses dan informasi pasar masih terbatas, kemampuan permodalan nelayan rendah, kualitas dan kuantitas pengelola perikanan masih terbatas, konflik kepentingan antar pemerintah daerah, konflik kepentingan antar sektor, prioritas dana pembangunan untuk kegiatan perikanan masih rendah 4 Perubahan yang dimungkinkan atau tujuan dari pengembangan perikanan optimalisasi pemanfaatan SDI, peningkatan keuntungan usaha perikanan, peningkatan fungsionalitas PPPPI, peningkatan aksesibilitas PPPPI, peningkatan peran dan fungsi kelembagaan perikanan, peningkatan kualitas dan kuantitas kebijakan yang mendukung kegiatan perikanan, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan, peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor perikanan, peningkatan PADdevisa, peningkatan perekonomian daerah 5. Tolok ukur keberhasilan pengembangan perikanan terbentuknya kelembagaan pengelolaan bersama, terlaksananya program pengembangan, pemanfaatan sumberdaya optimal, efisiensi pembiayaan program, nilai manfaat yang seimbang antar daerah, pendapatan usaha perikanan meningkat, penyerapan tenaga kerja meningkat, PADdevisa meningkat, perekonomian daerah meningkat 6 Aktivitas yang diperlukan dalam pengembangan perikanan koordinasi antar sektor yang terlibat dalam pengembangan, pembentukan kelembagaan bersama untuk pengelolaan sumberdaya, pembuatan rencana kerja untuk pengelolaan sumberdaya, pembuatan peraturan-peraturan pengelolaan sumberdaya, pendidikan dan pelatihan SDM, pengembangan teknologi, penyediaan sarana prasarana, penciptaan kondisi kondusif untuk berusaha di bidang perikanan, pengembangan akses pasar, peningkatan akses informasi 7 Lembaga yang terlibat dalam pengembangan perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan DKP, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten, Dinas Perhubungan Laut, Dinas Imigrasi, Dinas Perdagangan, Pengelola PPPPI, Kelompok Nelayan, Asosiasi Pengusaha, Lembaga Pemberi Modal, LSM, AkademisiPeneliti, Kelompok Pengawas Masyarakat POKWASMAS, Koperasi, HNSI dan Penegak Hukum 72 Gambar 15 Diagram alir deskriptif teknik interpretative structural modelling ISM Saxena 1992 diacu dalam Marimin 2004. 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Daerah penelitian meliputi daerah-daerah di Sepanjang Pantai Selatan Pulau Jawa, mencakup empat provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa DI Yogyakarta dan Jawa Timur. Provinsi Jawa Barat diwakili oleh Kabupaten Sukabumi dan Garut. Jawa Tengah diwakili oleh Kabupaten Cilacap dan Kebumen. Provinsi DI Yogyakarta diwakili oleh Kabupaten Gunung Kidul. Jawa Timur diwakili oleh Kabupaten Pacitan, Trenggalek dan Kabupaten Malang. Masing-masing kabupaten secara spesifik diwakili oleh satu pelabuhan perikananpangkalan pendaratan ikan PPPPI. Kabupaten Sukabumi diwakili oleh Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN Palabuhanratu, Kabupaten Garut diwakili Pelabuhan Perikanan Pantai PPP Cilauteureun, Kabupaten Cilacap diwakili Pelabuhan Perikanan Samudera PPS Cilacap, Kabupaten Kebumen oleh Pangkalan Pendaratan Ikan PPI Pasir, Kabupaten Gunung Kidul oleh PPI Sadeng, Kabupaten Pacitan oleh PPI Tamperan, Kabupaten Trenggalek diwakili PPN Prigi dan Kabupaten Malang diwakili oleh PPP Pondokdadap Lampiran 2 dan Lampiran 3.

4.1 Provinsi Jawa Barat

4.1.1 Keadaan Umum Daerah Provinsi Jawa Barat 1 Kondisi Geografi dan Topografi

Provinsi Jawa Barat terletak di bagian barat Pulau Jawa, letak geografis pada 5 o 50’-7 o 50’ LS dan 104 °48’-104°48’ BT. Luas wilayah 35.746,26 km² atau 3.574.626 ha, atau sekitar 32,80 dari keseluruhan luas Pulau Jawa. Bentuk topografis Provinsi Jawa Barat memiliki ciri utama yaitu bagian busur kepulauan gunung api aktif dan tidak aktif, yang membentang dari ujung Pulau Sumatera hingga ujung utara Pulau Sulawesi. Daratan dibedakan atas wilayah pegunungan curam di Wilayah Jawa Barat Bagian Selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 meter di atas permukaan laut dpl, wilayah lereng bukit landai di bagian tengah dengan ketinggian 100-1.500 meter dpl, dataran luas di utara dengan ketinggian 0-10 meter dpl, dan wilayah aliran sungai. 74 2 Kondisi Sosial dan Ekonomi Provinsi Jawa Barat terdiri atas 16 kabupaten dan 10 kota, dengan ibukota provinsi di Bandung. Jumlah penduduk 40.740.000 jiwa pada tahun 2006 dengan kepadatan penduduk 1.391,47 jiwa per km², merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Sebagian besar penduduk Suku Sunda, dengan bahasa daerah Bahasa Sunda. Penduduk sebagian besar beragama Islam yaitu sebesar 96.51 dari total jumlah penduduk BPS Jawa Barat 2007. Kontribusi PDRB Jawa Barat pada tahun 2003 mencapai Rp 231.764,00 milyar, menyumbang sekitar 14-15 dari total PDB nasional. Pendapatan per kapita sekitar Rp 5.476.034,00. Sebagian besar penduduk bekerja pada bidang pertanian, kehutanan dan perikanan 31, industri 17, perdagangan, hotel dan restoran 22,5 serta jasa 29. Kontribusi PAD Dinas Perikanan Jawa Barat tahun 2005 sebesar Rp 4.065.467.542,00 Diskan Provinsi Jawa Barat 2005.

4.1.2 Kegiatan Perikanan Provinsi Jawa Barat 1 Unit penangkapan ikan

Kapalperahu di Provinsi Jawa Barat Selatan Jawa terdiri atas perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan kapal motor Lampiran 4a. Seiring dengan upaya modernisasi kapal perikanan, keberadaan perahu tanpa motor digantikan perannya oleh perahu motor tempel atau kapal motor. Perahu motor tempel cenderung meningkat, mencapai puncaknya tahun 2000 berjumlah 5.087 unit. Tahun 2001 menurun tajam menjadi 2.502 unit, tahun 2003 kembali meningkat menjadi 3.443 unit dan tahun 2006 menurun menjadi 2.515 unit. Jumlah kapal motor cenderung meningkat, mencapai puncaknya tahun 1999 berjumlah 1.334 unit. Tahun 2001 menurun drastis menjadi 143 unit, namun tahun 2003 kembali meningkat menjadi 274 unit dan terus meningkat menjadi 382 unit tahun 2006. Jumlah alat tangkap terus meningkat, puncaknya terjadi pada tahun 2002 yaitu sebanyak 11.411 unit. Tahun 2003 jumlah alat tangkap menurun menjadi 7.106 unit. Kelompok alat tangkap dominan periode tahun 1994-2006 adalah jaring insang dengan jumlah terendah pada tahun 1995 yaitu 2.187 unit dan tertinggi 5.834 unit pada tahun 1998. Alat tangkap dominan berikutnya pancing, dengan jumlah tertinggi tahun 2004 yaitu 7.496 unit Lampiran 4b. Longline dan 75 purse seine jarang beroperasi di Selatan Jawa Barat. Purse seine tidak mengalami perkembangan berarti, yaitu berjumlah 78 unit tahun 1994, terus menurun menjadi 25 unit tahun 2006. Purse seine yang digunakan merupakan jenis mini purse seine, yang banyak dioperasikan oleh nelayan di PPP Cilautereun Garut. 2 Produksi dan nilai produksi Produksi utama dari kelompok ikan pelagis diantaranya yaitu ikan tuna Thunnus spp., cakalang Katsuwonus pelamis, tongkol Euthynnus sp. dan Auxis sp., tenggiri Scomberomorus commersoni, kembung Rastrelliger spp.. Kelompok ikan demersal adalah cucut Charcharinus sp. kakap Lates calcarifer, bawal putih Pampus argentus, bawal hitam Formio niger, layur Trichiurus spp., pari Dasyatis sp., dan pepetek Leiognathus sp.. Jenis udang yang banyak tertangkap lobster Panulirus spp.. Kelompok binatang berkulit keras yang banyak tertangkap adalah rajungan Portunus pelagicus. Jumlah produksi ikan pada periode 1993-2006 berfluktuasi Lampiran 4c. Produksi cukup tinggi pada periode 1993-2000, yaitu rata-rata di atas 40.000 ton. Pada periode 2001-2006, produksi cenderung menurun yaitu rata-rata kurang dari 20.000 ton per tahun. Penurunan produksi terkait dengan berbagai kendala dalam kegiatan operasi penangkapan ikan, diantaranya terkait dengan kenaikan harga BBM. Produksi tertinggi terjadi pada tahun 1999, yaitu berjumlah 47.852 ton. Pada periode 1994-2006 nilai produksi ikan berfluktuasi Lampiran 4d. Terjadi peningkatan pada periode 1994-2000, menurun tahun 2001, selanjutnya cenderung meningkat hingga tahun 2006. Nilai produksi tertinggi tahun 2000, yaitu Rp 155.755.204,00, menurun drastis menjadi Rp 51.865.100.000,00 tahun 2001. Nilai produksi meningkat tahun 2006 menjadi Rp 112.852.999.000,00. 4.2 Kabupaten Sukabumi 4.2.1 Keadaan Umum Daerah Kabupaten Sukabumi 1 Kondisi Geografi dan Topografi Luas wilayah Kabupaten Sukabumi 3.934,47 km 2 atau 393. 447 ha. Kondisi topografi sebagian besar adalah pegunungan, kecuali di sebagian pantai selatan 76 yang berupa dataran rendah. Beberapa puncak gunung terdapat di bagian utara, diantaranya yaitu Gunung Halimun, Gunung Salak, dan Gunung Gede. Beberapa sungai mengalir dan bermuara di Samudera Hindia, diantaranya yaitu Sungai Cimandiri dan Sungai Cikaso. PPN Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu. Topografi daerah perairan dangkal dengan kedalaman sekitar 200 m, pada jarak sekitar 300 m dari garis pantai, diluar itu kedalaman sekitar 600 m. Banyaknya sungai bermuara di Teluk Palabuhanratu menyebabkan potensi sedimentasi besar. Tinggi pasang surut sekitar 2,1 m, dengan kecepatan arus sedang PT Perencana Jaya 2004. 2 Kondisi Sosial dan Ekonomi Kabupaten Sukabumi merupakan kabupaten terluas di Provinsi Jawa Barat, dengan luas wilayah 3.934,47 km 2 atau 393.447 ha. Ibukota Kabupaten Sukabumi berada di Palabuhanratu. Secara administratif, wilayah Kabupaten Sukabumi terdiri atas 45 wilayah kecamatan, 335 wilayah desa dan 3 wilayah kelurahan. Jumlah penduduk tahun 2006 sekitar 2.240.901 jiwa, dengan kepadatan penduduk sekitar 709 jiwa per km 2 BPS Jawa Barat 2007. Pendapatan Asli Daerah PAD tahun 2001 sekitar 15,4 milyar. Mata pencaharian penduduk Sukabumi sebagian besar dalam bidang pertanian. Palabuhanratu sebagai pusat pemerintahan, diarahkan untuk mengakomodir perkembangan perdagangan, jasa, perikanan laut serta pariwisata http:id.wikipedia.orgKabupaten_Sukabumi.

4.2.2 Kegiatan Perikanan Kabupaten Sukabumi 1 Unit penangkapan ikan

Kapalperahu di Kabupaten Sukabumi meliputi perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan kapal motor. Jumlah kapalperahu selama periode tahun 1994-2006 terlihat berfluktuasi Lampiran 5a. Peningkatan jumlah terbanyak terjadi pada tahun 2000 sebesar 1.441 unit, pada tahun berikutnya jumlah kapalperahu terus menurun hingga berjumlah 1.323 unit pada tahun 2006. Perahu tanpa motor cenderung menurun, yaitu dari 630 unit tahun 1994, menjadi 10 unit tahun 2003, tidak digunakan lagi tahun 2004. Penurunan jumlah perahu tanpa motor, diimbangi dengan keberadaan perahu motor tempel yang terus 77 meningkat, yaitu dari 527 unit tahun 1994 menjadi 966 unit tahun 2006. Seiring dengan upaya perkembangan kegiatan perikanan, nelayan telah beralih dari penggunaan perahu tanpa motor menjadi perahu motor tempel. Sekitar 50 dari kapal motor di Sukabumi adalah kapal yang beroperasi di PPN Palabuhanratu. Kapalperahu yang beroperasi di PPN Palabuhanratu, terdiri atas perahu motor tempel dan kapal motor. Jumlah kapal motor dan motor tempel berfluktuasi Lampiran 6a. Armada penangkapan periode 1993-2006 didominasi jenis perahu motor tempel, yaitu sekitar 60. Kapal purse seine tidak banyak beroperasi di PPN Palabuhanratu. Kapal purse seine yang ada kebanyakan adalah kapal andon yang berasal dari Pantai Utara Jawa, berjumlah sekitar 5-7 unit. Kapal longline mulai mendaratkan ikannya di PPN Palabuhanratu pada tahun 2003 berjumlah 29 unit, seiring dengan peningkatan fasilitas yang ada di PPN Palabuhanratu. Pada tahun 2006 kapal longline di PPN Palabuhanratu berjumlah 34 unit. Pada periode 1994-2006 jumlah alat tangkap di Kabupaten Sukabumi berfluktuasi Lampiran 5b. Jumlah alat tangkap menurun, yaitu dari 1.294 unit tahun 1994 menjadi 4.256 unit tahun 2006. Periode selanjutnya, jumlah alat tangkap meningkat. Alat tangkap dominan adalah jaring insang dan pancing. Jaring angkat meningkat tajam pada tahun 2001, mencapai jumlah 1.500 unit. Jenis alat tangkap di PPN Palabuhanratu terdiri atas rampus, rawai, bagan, payang, pancing, purse seine, gillnet, trammel net dan longline Lampiran 6b. Alat tangkap dominan adalah pancing, gillnet, bagan dan payang. Gillnet berjumlah 295 unit pada tahun 1993, menurun menjadi 94 unit pada tahun 2006. Bagan berjumlah 34 unit pada tahun 1993, meningkat menjadi 263 unit pada tahun 2006. Longline, purse seine, dan trammel net merupakan alat tangkap yang jarang dioperasikan. Jumlah alat tangkap longline 29 unit tahun 2003, meningkat menjadi 34 unit tahun 2006. Perkembangan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu selama tahun 1993- 2006 berfluktuasi Lampiran 6c. Pada tahun 1993 nelayan berjumlah 3.028 orang, menurun menjadi 2.608 orang tahun 1994. Penurunan jumlah nelayan relatif besar terjadi tahun 2000, yaitu menjadi 2.354 orang. Jumlah nelayan kembali meningkat pada tahun 2003 yaitu berjumlah 3.340 orang, dan terus meningkat menjadi 4.371 orang pada tahun 2006. 78 2 Produksi dan Nilai Produksi Produksi ikan di Kabupaten Sukabumi terutama dari kelompok ikan pelagis dan ikan demersal. Kelompok pelagis yaitu jenis tuna Thunnus spp., cakalang Katsuwonus pelamis, tongkol Euthynnus sp. dan Auxis sp., tenggiri Scomberomorus commersoni, kembung Rastrelliger spp. dan tembang Sardinella fimbriata. Ikan demersal meliputi ikan cucut Charcharinus sp., layur Trichiurus spp., pari Dasyatis sp., dan pepetek Leiognathus sp.. Produksi ikan periode 1994-2006 berfluktuasi Lampiran 5c. Produksi meningkat pada periode 1994-1997, dari 7.318 ton tahun 1994 menjadi 10.498 ton pada tahun 1997. Tahun 2000, produksi menurun tajam menjadi 4.338 ton. Tahun berikutnya, produksi meningkat kembali hingga menjadi 9.347 ton tahun 2006. Sebagian besar produksi ikan Kabupaten Sukabumi berasal dari PPN Palabuhanratu, yaitu sekitar 40-50. Produksi ikan di PPN Palabuhanratu selama periode 1994-2006 berfluktuasi Lampiran 6d. Jumlah produksi relatif tetap yaitu berjumlah 3.425 tahun 1994, dan jumlahnya tidak jauh berbeda pada tahun 2004 yaitu 3.368 ton. Produksi meningkat cukup signifikan tahun 2005 berjumlah 6.600 ton, merupakan produksi tertinggi di PPN Palabuhanratu periode tahun tersebut. Nilai produksi ikan di Kabupaten Sukabumi periode 1994-2006 cenderung meningkat Lampiran 5d. Pada tahun 1994 berjumlah Rp 8.444.153.000,00 menjadi Rp 78.882.052.000,00 pada tahun 2006, atau meningkat sekitar 70 per tahun. Nilai produksi menurun tajam tahun 2000 dibandingkan tahun 1999, yaitu Rp 21.437.100,00, sementara tahun 1999 berjumlah Rp 41.122.725,00. Persentase peningkatan nilai produksi lebih besar dibandingkan peningkatan jumlah produksi, atau dapat dikatakan terjadi peningkatan harga ikan. Searah dengan jumlah produksi, nilai produksi ikan di Kabupaten Sukabumi sekitar 40-50 berasal dari PPN Palabuhanratu. Nilai produksi ikan di PPN Palabuhanratu periode 1994-2006 cenderung meningkat Lampiran 6e, yaitu dari Rp 3.617.532.450,00 pada tahun 1994 meningkat menjadi Rp 15.273.292.570,00 pada tahun 2003. Peningkatan nilai produksi cukup tajam terjadi pada periode 2005-2006, yaitu menjadi Rp 32.550.910.000,00 pada tahun 2006. Peningkatan nilai produksi tahun 2006, tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah produksi, atau dapat dikatakan terjadi peningkatan harga ikan di tahun tersebut. 79 4.3 Kabupaten Garut 4.3.1 Keadaan Umum Daerah Kabupaten Garut 1 Kondisi Geografi dan Topografi Letak geografis Kabupaten Garut pada 6 o 57’34”-7 o 44’57” LS dan 10 o 24’3”- 108 o 7’34” BT. Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat dengan batas wilayah sebelah utara Kabupaten Sumedang, timur Kabupaten Tasikmalaya, selatan Samudera Hindia serta sebelah barat Kabupaten Bandung dan Cianjur. Keadaan topografi wilayah sangat beragam, Garut Utara merupakan daerah perbukitan, Garut Tengah berupa daerah pegunungan, sedangkan Garut Selatan sebagian besar berupa dataran rendah sampai pantai. Wilayah Garut berada pada ketinggian 7-1.244 m dpl. Panjang pantai sekitar 80 km, dengan 7 kecamatan pantai yaitu Cibalong, Cikelet, Pakenjeng, Mekarmukti, Bungbulan, Caringin, dan Pameungpeuk. PPP Cilautereun berada di Kecamatan Pameungpeuk, topografi wilayah datar, berombak, dan berbukit Dispetkanlut Kabupaten Garut 2005. 2 Kondisi Sosial dan Ekonomi Wilayah Garut meliputi luas areal 3.065,19 km 2 , terdiri dari 42 kecamatan, 402 desa dan 19 kelurahan. Penduduk tahun 2005 berjumlah 2.348.162 jiwa, terdiri atas laki-laki 1.256.287 jiwa 53,50 dan perempuan 1.091.880 jiwa 46,50. Angkatan kerja 987.895 jiwa atau 58,60 dari total jumlah penduduk Dispetkanlut Kabupaten Garut 2005. Mata pencaharian penduduk sebagian besar di bidang pertanian, yaitu sekitar 40 dari total jumlah penduduk. Sektor pertanian mencakup pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Mata pencaharian penduduk lainnya yaitu di bidang perdagangan 22, industri 10, dan jasa 13 BPS Kabupaten Garut 2004.

4.3.2 Keadaan Perikanan Kabupaten Garut 1

Unit penangkapan Kapalperahu yang digunakan nelayan di Kabupaten Garut terdiri atas perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan kapal motor. Jumlah kapalperahu 80 pada periode tahun 1994-2006 cenderung meningkat, yaitu dari 152 unit tahun 1994 menjadi 364 unit pada tahun 2006 atau meningkat sekitar 12 per tahun Lampiran 7a. Peningkatan terbesar pada jenis perahu motor tempel, yaitu dari 87 unit tahun 1994 menjadi 356 unit tahun 2006, atau meningkat sekitar 28 per tahun. Kapal motor menurun, dari 52 unit tahun 1994 menjadi 19 unit pada tahun 2006. Perkembangan jumlah perahu motor tempel yang tinggi, mengindikasikan perkembangan perikanan di Kabupaten Garut adalah pada perikanan skala kecil. Pada periode 1994-2006 jumlah alat tangkap di Garut berfluktuasi Lampiran 7b. Jumlah alat tangkap meningkat tajam pada tahun 2002, yaitu menjadi 2.843 unit dari 311 unit pada tahun 1994. Periode selanjutnya, jumlah alat tangkap relatif tetap, yaitu sekitar 2.860 unit pada tahun 2005. Alat tangkap didominasi oleh pancing, jaring sirang dan gillnet. Pancing berjumlah 2.132 unit tahun 2005, atau sekitar 68 dari total alat tangkap. 2 Produksi dan nilai produksi Produksi ikan di Kabupaten Garut meliputi berbagai jenis, didominasi oleh ikan demersal dan ikan pelagis kecil. Produksi utama dari kelompok demersal yaitu cucut Charcharinus sp., kakap Lates calcarifer, bawal putih Pampus argentus, bawal hitam Formio niger, layur Trichiurus spp., dan pari Dasyatis sp.. Jenis ikan pelagis kecil meliputi tongkol Euthynnus sp. dan Auxis sp., teri Stoleophorus spp., japuh Dussumeria sp. dan tigawaja Johnius spp.. Produksi tahun 1994-2006 berfluktuasi Lampiran 7c. Produksi meningkat tajam pada tahun 2002 yaitu 7.573 ton, atau naik sekitar 471 dari tahun 2001. Peningkatan produksi tidak sebesar peningkatan jumlah kapal yang hanya sekitar 54. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan produktivitas kapal. Produksi tahun 2005 berjumlah 4.879 ton, menurun menjadi 2.916 ton pada tahun 2006. Searah dengan jumlah produksi, nilai produksi juga berfluktuasi Lampiran 7d. Nilai produksi tahun 1994 sekitar Rp 3.483.350.000,-, meningkat menjadi Rp 5.499.340.000,00 tahun 2001. Nilai produksi meningkat tajam di tahun 2002 yaitu Rp 22.660.200.000,00 atau meningkat 313, terus meningkat menjadi Rp 48.065.490.000,00 pada tahun 2004. Persentase peningkatan nilai produksi yang tajam, mengindikasikan adanya kenaikan harga ikan di tahun tersebut. 81

4.4 Provinsi Jawa Tengah

4.4.1 Keadaan Umum Daerah Provinsi Jawa Tengah

1 Kondisi Geografi dan Topografi Letak geografis Provinsi Jawa Tengah pada 5 o 40-8 o 30 LS dan 108 o 30- 111 o 30 BT, termasuk Kepulauan Karimunjawa. Luas wilayah 32.548,20 km 2 atau sekitar 25,04 dari luas Pulau Jawa dan 1,70 dari luas wilayah Indonesia. Secara topografis wilayah Jawa Tengah meliputi dataran rendah yang sempit di pantai utara. Disebelah selatannya terdapat Pegunungan Kapur Utara dan Pegunungan Kendeng. Pegunungan Serayu Utara dan Serayu Selatan, merupakan rangkaian utama pegunungan di wilayah bagian tengah. Dibagian selatan merupakan kawasan pantai yang sempit, dengan lebar sekitar 10-25 km. Perbukitan landai membentang sejajar dengan pantai, dari Kabupaten Cilacap hingga Yogyakarta menyambung hingga Pantai Selatan Jawa Timur. 2 Kondisi Sosial dan Ekonomi, Luas wilayah Provinsi Jawa Tengah 32.548,20 km² atau 3.254.820 ha. Secara administratif terdiri atas 29 kabupaten dan 6 kota, 545 kecamatan dan 8.490 desakelurahan. Jumlah penduduk tahun 2005 sekitar 31.820.000 jiwa, dengan kepadatan penduduk rata-rata 977 jiwa per km 2 . Penduduk umumnya terkonsentrasi di pusat-pusat kota. Pertumbuhan penduduk sekitar 0,67 per tahun. Penduduk angkatan kerja sekitar 47. Sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama, yaitu sekitar 42,34 dari jumlah penduduk. Sektor lain adalah perdagangan 20,91, industri 15,71, dan jasa 10,98. Mayoritas penduduk Suku Jawa, dengan bahasa sehari-hari Bahasa Jawa. Sebagian besar penduduk beragama Islam, toleransi agama diantara penduduk sangat tinggi http:id.wikipedia.org wikiJawa_Tengah.

4.4.2 Kegiatan Perikanan Provinsi Jawa Tengah

1 Unit penangkapan Kapalperahu di Provinsi Jawa Tengah Perairan Selatan Jawa terdiri atas perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan kapal motor. Jumlah kapalperahu 82 periode tahun 1994-2005 berfluktuasi, dengan kecenderungan meningkat Lampiran 8a. Selama periode tersebut jumlah perahukapal meningkat dari 2.466 unit tahun 1994 menjadi 4.546 unit tahun 2002, menurun menjadi 3.352 pada tahun 2005. Perahu tanpa motor cenderung menurun, yaitu dari 1.009 unit tahun 1994 menjadi 834 unit tahun 2003, menurun drastis menjadi 73 unit pada tahun 2005. Perahu motor tempel cenderung meningkat, dari 1.124 unit tahun 1994 menjadi 3.308 unit tahun 2002, namun kemudian menurun menjadi 1.631 unit pada tahun 2005. Kapal motor berukuran 5–30 GT, meningkat dari 333 unit tahun 1994 menjadi 1.648 unit tahun 2005. Kondisi ini menggambarkan adanya peningkatan skala usaha dari perikanan skala kecil ke perikanan skala menengah. Alat tangkap didominasi oleh jaring insang dan pancing Lampiran 8b. Jaring insang berfluktuasi, dari 2.318 unit tahun 1994 menjadi 4.127 unit tahun 2005 atau meningkat rata-rata 7 per tahun. Alat tangkap pancing berfluktuasi, yaitu dari 1.146 unit tahun 1994, menjadi 889 unit tahun 2002 dan meningkat tajam tahun 2003 menjadi 1.783 unit, kembali menurun menjadi 1.100 unit pada tahun 2005. Pukat kantong cenderung tetap hingga tahun 2002, yaitu berjumlah 570 unit dari 580 unit tahun 1994. Pukat kantong mengalami peningkatan tajam tahun 2003 yaitu berjumlah 1.390 unit. Secara umum terjadi peningkatan jumlah alat tangkap yang signifikan di Jawa Tengah Selatan Jawa pada tahun 2003. 2 Produksi dan nilai produksi Produksi utama dari kelompok pelagis yaitu tuna Thunnnus spp., cakalang Katsuwonus pelamis, tongkol Euthynnus sp., tenggiri Scomberomorus commersoni, kembung Rastrelliger sp. Demersal adalah cucut Charcharinus sp., kakap Lates calcarifer, bawal putih Pampus argentus, bawal hitam Formio niger, layur Trichiurus spp., pari Dasyatis sp.. Udang meliputi udang windu Penaeus monodon, dogol Metapenaeus sp. dan lobster Panulirus sp.. Jumlah produksi ikan periode tahun 1994-2005 berfluktuasi Lampiran 8c. Produksi meningkat periode 1994-1997, yaitu dari 17.182 ton tahun 1994 menjadi 25.053 ton tahun 1997 atau rata-rata meningkat 15 per tahun. Tahun berikutnya produksi menurun sekitar 12 per tahun, hingga menjadi 7.240 ton tahun 2003. Tahun 2005 produksi sedikit meningkat yaitu menjadi 8.572 ton. 83 Nilai produksi ikan di Jawa Tengah berfluktuasi, cenderung menurun pada periode 2000-2003. Nilai produksi berjumlah Rp 122.101.309.000,00 pada tahun 2000, menurun menjadi Rp 60.719.918.000,00 pada tahun 2003 atau menurun sekitar 50 dalam waktu 3 tahun. Nilai produksi meningkat kembali tahun 2005 yaitu berjumlah Rp 90.607.494.000,00 Lampiran 8d.

4.5 Kabupaten Cilacap

4.5.1 Keadaan Umum Daerah Kabupaten Cilacap

1 Kondisi Geografi dan Topografi Kabupaten Cilacap merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah bagian selatan, secara geografis terletak pada 108 o 4’30”-109 o 30’30” BT dan 7 o 30’- 7 o 45’20” LS. Kabupaten Cilacap merupakan kabupaten terluas di Jawa Tengah, yaitu sekitar 56,6 dari luas Wilayah Jawa Tengah. Luas wilayah 225.360,840 Ha, panjang garis pantai 202 km Dislutkan Kabupaten Cilacap 2006. Bentuk topografis berupa dataran rendah, dataran tinggi dan pantai. Bagian selatan merupakan dataran rendah, terdapat Pulau Nusakambangan dengan cagar alam Nusakambangan dan Segara Anakan. Kedalaman perairan sekitar 10 m pada jarak sekitar 2,5 km dari garis pantai. Tinggi pasang surut sekitar 2,1 m, dengan kecepatan arus sedang dan potensi sedimentasi tinggi PT Perencana Jaya 2004. 2 Kondisi Sosial dan Ekonomi, Luas wilayah Kabupaten Cilacap 2.142,59km². Secara administratif terdiri atas 24 kecamatan, yang terbagi atas beberapa desakelurahan. Kultur masyarakat di wilayah bagian barat banyak dipengaruhi oleh Kultur Sunda, hal ini karena pengaruh masa lalu di mana daerah ini pernah dikuasai Kerajaan Sunda. Jumlah penduduk tahun 2005 sekitar 1.716.188 jiwa, laki-laki 857.462 jiwa dan perempuan 858.7260 jiwa. Kepadatan penduduk rata-rata 767 jiwa per km 2 , pertumbuhan penduduk sekitar 0,31. Angka ketergantungan sebesar 54,02, berarti setiap 100 orang usia produktif menanggung 54 orang usia non produktif. Pertanian merupakan sektor utama perekonomian penduduk. Subsektor perikanan laut merupakan mata pencaharian utama masyarakat di pesisir selatan. 84 Cilacap merupakan tiga kawasan industri utama di Jawa Tengah selain Semarang dan Surakarta. Potensi perikanan laut yang besar masih belum dimanfaatkan secara optimal. Produk Domestik Regional Brutto PDRB sebesar Rp 7.999,12 milyar pada tahun 2003, banyak disumbang oleh sektor pertanian dan industri.

4.5.2 Kegiatan Perikanan Kabupaten Cilacap

1 Unit penangkapan ikan Kapalperahu di Kabupaten Cilacap meliputi jenis perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan kapal motor. Periode 1994-2005, kapal didominasi oleh perahu motor tempel, yaitu sekitar 40 Lampiran 9a. Jumlah berfluktuasi, tahun 1994 berjumlah 2.099 unit, meningkat menjadi 2.788 unit tahun 2005 atau rata-rata meningkat 3 per tahun. Keberadaan perahu tanpa motor digantikan perannya oleh perahu motor tempel dan kapal motor. Perahu tanpa motor terus menurun, dari 892 unit tahun 1994 menjadi 151 unit tahun 2005 atau rata-rata turun 8 per tahun. Perahu motor tempel meningkat, dari 874 unit tahun 1994 menjadi 2.297 unit tahun 2005. Jumlah kapal motor cenderung tetap, yaitu dari 333 unit pada tahun 1994 menjadi 340 unit tahun 2005. Kapal perikanan di PPS Cilacap adalah kapal motor berukuran 10 GT, 10- 20 GT, 20-30 GT, dan 30 GT Lampiran 10a. Secara umum jumlah kapal menurun, yaitu dari 7.366 unit tahun 1994 menjadi 2.830 tahun 2006. Penurunan terjadi sejak tahun 2003, terkait dengan pendangkalan kolam pelabuhan. Ukuran kapal dominan 10-20 GT, jumlahnya meningkat periode 1996-1998, dari 3.394 unit tahun 1996 menjadi 4.561 tahun 1998, selanjutnya menurun hingga menjadi 645 unit tahun 2006. Kapal 20-30 GT berjumlah 2.153 unit tahun 1998, menurun menjadi 1.789 unit tahun 2006. Kapal motor 30 GT cenderung tetap periode 1996-2000, yaitu sekitar 1.400 unit, menurun menjadi 229 unit pada tahun 2006. Jenis alat tangkap di Kabupaten Cilacap meliputi trammel net, sirang, gillnet, pancing, payang, lampara dasar atau arad, dan jaring apong. Jenis alat tangkap dominan yang digunakan nelayan di Cilacap selama periode tahun 1998- 2006 adalah pancing, jaring sirang, trammel net dan gillnet. Alat tangkap yang ada di PPS Cilacap adalah gillnet, trammel net, dan longline Lampiran 10b. Jenis alat tangkap dominan adalah trammel net. Alat 85 tangkap longline dioperasikan mulai tahun 1998 berjumlah 252 unit, meningkat menjadi 3.773 unit tahun 2001. Alat tangkap longline menurun tajam menjadi 426 unit tahun 2003, hal ini terkait dengan pendangkalan kolam pelabuhan. Tahun 2004-2006 kapal longline terus menurun, yaitu berjumlah 68 unit. Jumlah nelayan di Cilacap pada tahun 1998-2006 cenderung meningkat, dengan persentase yang kecil yaitu sekitar 3. Jumlah nelayan meningkat dari 18.032 orang tahun 1998, menjadi 20.905 orang tahun 2006. Nelayan Cilacap merupakan nelayan asli dan nelayan andon yang sudah lama menetap di Cilacap. Nelayan Cilacap sekitar 30 berada di PPS Cilacap. Jumlah nelayan di PPS Cilacap meningkat, dari 6.078 orang tahun 1998 menjadi 11.642 tahun 1999. Jumlah nelayan menurun tajam menjadi 2.745 tahun 2003, selanjutnya meningkat kembali menjadi 8.245 pada tahun 2006 Lampiran 10c. Penurunan jumlah nelayan searah dengan penurunan jumlah kapal yang beroperasi di PPS Cilacap. 2 Produksi dan nilai produksi Produksi ikan di Kabupaten Cilacap meliputi berbagai jenis ikan. Produksi utama dari kelompok pelagis yaitu tuna Thunnus spp., cakalang Katsuwonus pelamis, tongkol Euthynnus sp. dan Auxis sp., tenggiri Scomberomorus commersoni, dan kembung Rastrelliger sp. Kelompok demersal seperti cucut Charcharinus sp, kakap Lates calcarifer, bawal putih Pampus argentus, bawal hitam Formio niger, layur Trichiurus spp., dan pari Dasyatis sp.. Udang meliputi jenis udang windu Penaeus monodon, udang dogol Metapenaeus sp. dan udang krosok Metapenaeus burkenroadi. Perairan Cilacap merupakan penghasil udang utama di Selatan Jawa. Produksi ikan di Kabupaten Cilacap periode tahun 1994-2005 berfluktuasi, cenderung menurun di periode akhir Lampiran 9c. Pada periode 1994-1999 produksi cenderung meningkat, yaitu dari 20.112 ton pada tahun 1994 menjadi 35.528 ton pada tahun 1999 atau meningkat rata-rata 15 per tahun. Selanjutnya produksi terus menurun hingga menjadi 7.616 ton pada tahun 2005. Produksi ikan di PPS Cilacap cenderung menurun pada periode 1996-2006 Lampiran 10d. Produksi menurun dari 10.140 ton tahun 1996, menjadi 1.721 ton pada tahun 2004 yang merupakan produksi terendah. Penurunan produksi 86 disebabkan penurunan jumlah kapal yang mendaratkan ikannya di PPS Cilacap. Penurunan jumlah kapal, khususnya terjadi pada kapal longline yang melakukan bongkar di PPS Cilacap, karena faktor pendangkalan pada alur masuk pelabuhan. Searah dengan produksi, nilai produksi ikan di Cilacap juga menurun tahun 2000-2003 Lampiran 9d. Nilai produksi tertinggi Rp 149.833.671.000,00, terjadi pada tahun 2000. Nilai produksi menurun tajam menjadi Rp 30.325.334.000,00 tahun 2003. Hal ini terkait penurunan jumlah kapal yang beroperasi di tahun tersebut. Tahun 2005 nilai produksi meningkat, menjadi Rp 78.929.726.000,00. Nilai produksi ikan di PPS Cilacap berfluktuasi, cenderung menurun pada periode 2000-2005. Nilai produksi berjumlah Rp 44.370.000.000,00 pada tahun 2000, menurun menjadi Rp 17.235.000.000,00 pada tahun 2005 atau menurun sekitar 61,16 dalam waktu 5 tahun. Nilai produksi meningkat tajam tahun 2006 yaitu berjumlah Rp 47.499.000.000,00 Lampiran 10e.

4.6 Kabupaten Kebumen

4.6.1 Keadaan Umum Daerah Kabupaten Kebumen

1 Kondisi Geografi dan Topografi Kabupaten Kebumen merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, dengan luas wilayah sekiatr 1.281,115 km 2 . Secara geografis terletak pada 109 °22’-109°50’ BT dan 7°27’-7°50’ LS. Batas wilayah administratif sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara, selatan Samudera Hindia, barat Kabupaten Banyumas dan Cilacap, timur Kabupaten Purworejo dan Wonosobo http:id.wikipedia.orgwikiKabupaten_Kebumen. Bentuk topografis wilayah umumnya meliputi permukaan daratan, daerah aliran sungai serta daerah pantai. Bagian selatan merupakan dataran rendah dan sedang, utara berupa pegunungan, dan selatan Gombong terdapat rangkaian pegunungan kapur yang membujur hingga pantai selatan. Kabupaten Kebumen memiliki panjang pantai yang membentang dari Kecamatan Ayah perbatasan Kebumen-CilacapSungai Bodo sampai Mirit perbatasan Purworejo-Kebumen Sungai Wawar sepanjang 57,5 km. Wilayah pantai meliputi delapan Kecamatan dan 32 desa pantai. PPI Pasir terletak di Desa Pasir Kecamatan Ayah. 87 2 Kondisi Sosial dan Ekonomi Kabupaten Kebumen terdiri atas 26 kecamatan, 460 desakelurahan. Penduduk pada tahun 2005 tercatat 1.212.809 jiwa, laki-laki 612.467 jiwa dan perempuan sebanyak 600.342 jiwa. Pertumbuhan penduduk 0,79. Kepadatan penduduk 947 jiwa per km 2 . Mata pencaharian penduduk sebagian besar di bidang pertanian, termasuk peternakan Dispetkanlut Kabupaten Kebumen 2005. Potensi perikanan dan kelautan Kabupaten Kebumen yang sangat besar, sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Investasi yang dilakukan di bidang itu juga masih kecil dibandingkan dengan peluang yang ada. Bidang usaha yang memiliki prospek cerah meliputi usaha penangkapan ikan, budidaya ikan di waduk dan di kolam, usaha pembenihan ikanudang, dan jasa kelautan.

4.6.2 Kegiatan Perikanan Kabupaten Kebumen

1 Unit penangkapan ikan Armada penangkapan di Kebumen periode 1994-2005 didominasi perahu motor tempel Lampiran 11a. Perahu tanpa motor berjumlah 117 unit tahun 1994, menurun menjadi 17 unit tahun 2000. Tahun 2001 meningkat, hingga menjadi 146 unit tahun 2003, tahun 2005 sudah tidak digunakan. Perahu motor tempel cenderung meningkat dari 250 unit tahun 1994 menjadi 834 unit tahun 2005. Jenis alat tangkap diantaranya adalah payang, jaring sirang, gillnet, trammel net, dan rawai. Jumlah alat tangkap cenderung menurun, yaitu berjumlah 9.139 unit, tahun 1994, menurun menjadi 2.148 unit tahun 2005. Jumlah nelayan tahun 1994 berjumlah 6.746 orang, meningkat menjadi 11.069 orang tahun 1999, namun tahun 2005 menurun menjadi 3.910 orang. Lampiran 11b. 2 Produksi dan nilai produksi Produksi ikan meliputi berbagai jenis, khususnya adalah pelagis kecil, demersal dan udang. Produksi utama kelompok pelagis, yaitu tongkol Euthynnus sp. dan Auxis sp., tenggiri Scomberomorus commersoni dan kembung Rastrelliger sp.. Kelompok demersal seperti cucut Charcharinus sp., kakap Lates calcarifer, bawal putih Pampus argentus, dan layur Trichiurus spp.. Jenis udang adalah lobster Panulirus sp.. 88 Jumlah produksi ikan periode 1994-2005 berfluktuasi, produksi tertinggi tahun 1999 berjumlah 3.352 ton Lampiran 11c. Produksi tahun 1994 berjumlah 944 ton, meningkat menjadi 2.418 ton tahun 2001 atau meningkat sekitar 22 per tahun. Produksi menurun tajam tahun 2002 menjadi 1.070 ton, dan terus menurun menjadi 918 ton tahun 2005. Penurunan produksi tidak searah dengan jumlah perahu yang meningkat, menggambarkan kegiatan usaha kurang produktif. Nilai produksi ikan di Kebumen periode 1998-2005 relatif tetap, kecuali pada tahun 1999 yang merupakan nilai produksi tertinggi yaitu sebesar Rp 39.109.241,000,00 Lampiran 11d. Nilai produksi sebesar Rp 11.809.214.000,00 tahun 1998, relatif tidak berubah pada tahun 2005 yaitu Rp 11.356.688.000,00.

4.7 Provinsi Daerah Istimewa DI Yogyakarta

4.7.1 Keadaan Umum Daerah Provinsi DI Yogyakarta

1 Kondisi Geografi dan Topografi Propinsi DI Yogyakarta, terbagi menjadi empat kabupaten dan satu kota yaitu Kota Yogyakarta dengan luas 32,5 km 2 , Kabupaten Sleman dengan luas 574,82 km 2 , Bantul dengan luas 506,85 km 2 , Kulonprogo dengan luas 586,28 km 2 , dan Gunung Kidul dengan luas 1.485,36 km 2 . Letak geografis pada 7 °30’- 8 °15’ LS dan 110°00’-110°52’ BT. Batas administratif meliputi sebelah barat laut Kabupaten Magelang, sebelah timur Kabupaten Klaten, sebelah tenggara Kabupaten Wonogiri, selatan Samudera Hindia, dan barat Kabupaten Purworejo. Keadaan topografis berupa Pegunungan Seribu terletak di sebelah selatan dengan ketinggian sekitar 130-500 m dpl, merupakan lokasi Kabupaten Gunung Kidul dan Bantul. Pegunungan Menoreh sebelah barat dengan ketinggian sekitar 150-1.000 m dpl lokasi Kabupaten Kulonprogo, dan Gunung Merapi di sebelah utara termasuk wilayah Kabupaten Sleman. Dialiri empat buah sungai besar yaitu Sungai Opak, Progo, Glagah, dan Bogowonto yang bermuara di Samudera Hindia. Provinsi DI Yogyakarta memiliki wilayah pantai dengan dua karakteristik. Pertama adalah wilayah pantai di Gunung Kidul, dengan karakteristik pantai berkarang dan curam. Wilayah kedua meliputi pantai di Bantul dan Kulonprogo, dengan karakteristik pantai yang landai, bertanah endapan pasir dan gundukan. 89 2 Kondisi Sosial dan Ekonomi Luas wilayah Provinsi Yogyakarta 3.185,80 km 2 . Jumlah penduduk pada tahun 2005 sekitar 3.243.277 jiwa, dengan kepadatan penduduk 1.019 jiwa per km². Sebagian besar perekonomian disokong oleh hasil cocok tanam, berdagang, kerajinan perak, kerajinan wayang kulit, dan kerajinan anyaman, serta wisata www.bapeda.pemda-diy.go.id. Yogyakarta masih sangat kental dengan budaya Jawa. Seni dan budaya merupakan bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat. Tradisi merupakan hal penting dan masih dilaksanakan sampai saat ini. Seni dan budaya menjadi suatu bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Yogyakarta.

4.7.2 Kegiatan Perikanan Provinsi DI Yogyakarta

1 Unit penangkapan ikan Kapalperahu yang beroperasi di DI Yogyakarta yaitu perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan kapal motor. Kapalperahu periode tahun 1994-2004 didominasi oleh perahu motor tempel Lampiran 12a. Jumlah kapalperahu cenderung meningkat, yaitu dari 142 unit tahun 1994 menjadi 527 unit pada tahun 2004. Perahu tanpa motor, menurun dan sejak 1999 sudah tidak ada. Perahu motor tempel meningkat, dari 81 unit tahun 1994 menjadi 515 unit tahun 2004. Kapal motor menurun, yaitu 48 unit tahun 1994 menjadi 12 unit pada tahun 2004. Jumlah alat tangkap periode 1994-2004 berfluktuasi, cenderung meningkat sampai tahun 2001, menurun tahun 2002 dan 2004 Lampiran 12b. Jenis alat tangkap dominan adalah jaring insang dan pancing. Jaring insang periode 1994- 2004 berfluktuasi, meningkat dari 1.557 unit tahun 1994 menjadi 7.536 unit tahun 1997, selanjutnya menurun menjadi 2.694 unit tahun 2004. Jumlah alat tangkap pancing meningkat dari 69 unit tahun 1994, menjadi 472 unit pada tahun 2004. Pukat kantong awalnya banyak dioperasikan yaitu tahun 1994 berjumlah 2.258 unit, namun tidak dioperasikan lagi sejak 1999. Perangkap dioperasikan tahun 1994-1996 sekitar 400 unit, tahun 1997-2000 tidak dioperasikan, tahun 2001-2004 dioperasikan kembali dengan jumlah 932 unit pada tahun 2004. Perahu yang digunakan nelayan bersifat multipurpose. Nelayan dapat mengganti alat tangkapnya, sesuai dengan musim ikan tanpa harus mengganti 90 perahu. Penggunaan alat tangkap sirang, trammel net, dan krendet dioperasikan dengan menggunakan perahu yang sama. 2 Produksi dan nilai produksi Produksi utama dari kelompok pelagis yaitu tuna Thunnus sp., cakalang Katsuwonus pelamis, tongkol Euthynnus sp., kembung Rastrelliger sp dan lemuru Sardinella longiceps. Kelompok demersal, cucut Charcharinus sp., kakap Lates calcarifer, bawal putih Pampus argentus, dan layur Trichiurus spp.. Ikan berkulit keras rajungan Portunus sp.. Tuna dan cakalang ditangkap dengan pancing tonda, merupakan inovasi baru bagi nelayan di PPP Sadeng. Jumlah produksi selama periode 1994-2004 berfluktuasi Lampiran 12c. Produksi berjumlah 1.171 ton pada tahun 1994, meningkat menjadi 1.428 ton pada tahun 2000 atau meningkat sekitar 4 per tahun. Produksi tahun 2001 sedikit menurun, meningkat kembali menjadi 1.444 ton pada tahun 2004. Nilai produksi meningkat searah dengan peningkatan jumlah produksi. Kecenderungan peningkatan nilai produksi lebih tajam dibandingkan dengan jumlah produksi Lampiran 12d, dapat dikatakan terjadi peningkatan harga ikan yang cukup signifikan. Nilai produksi meningkat dari Rp 1.929.685.000,00 tahun 1994, menjadi Rp 14.743.950.000,00 pada tahun 2000, atau rata-rata terjadi peningkatan sebesar 40 per tahun. Nilai produksi menurun menjadi Rp 10.264.660.000,00 pada tahun 2004.

4.8 Kabupaten Gunung Kidul

4.8.1 Keadaan Umum Kabupaten Gunung Kidul

1 Kondisi Geografi dan Topografi Kabupaten Gunung Kidul merupakan salah satu dari lima kabupatenkota di Provinsi DI Yogyakarta, dengan ibukota Wonosari. Secara geografis terletak antara 110 o 21’-110 o 50’BT dan 7 o 46’-8 o 09’ LS. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri, Samudera Hindia di sebelah selatan, serta Kabupaten Bantul dan Sleman di sebelah barat www.gunungkidulkab.go.id. 91 Luas wilayah 1.485,36 km 2 , merupakan kabupaten terluas di Provinsi DI Yogyakarta, yaitu sekitar 46,63 dari total wilayah. Sebagian besar wilayah berupa perbukitan dan pegunungan kapur, yakni bagian dari Pegunungan Sewu. Oleh karena itu sebagian besar wilayah merupakan daerah tandus, dimana pada musim kemarau sering terjadi bencana kekeringan. 2 Kondisi sosial dan ekonomi Kabupaten Gunung Kidul terdiri atas 18 kecamatan, yang dibagi lagi atas 144 desakelurahan. Jumlah penduduk Kabupaten Gunung Kidul tahun 2005 sebesar 759.859 jiwa, dengan kepadatan penduduk rata-rata 512 jiwa per km 2 www.gunungkidulkab.go.id. Gunung Kidul merupakan wilayah tandus dan berkapur. Sebagian besar lahan pertanian berupa lahan kering, dengan komoditas utama tanaman palawija. Sektor pertanian lahan kering merupakan mata pencaharian utama penduduk. Subsektor perikanan laut mulai diusahakan. Pembangunan PPI Sadeng diarahkan untuk peningkatan perekonomian masyarakat pesisir selatan Gunung Kidul.

4.8.2 Kegiatan Perikanan Kabupaten Gunung Kidul

1 Unit penangkapan ikan Kapalperahu yang beroperasi di Kabupaten Gunung Kidul meliputi jenis perahu motor tempel dan kapal motor. Jumlah kapalperahu selama periode 1999- 2004 cenderung meningkat, yaitu dari 110 unit pada tahun 1999 menjadi 261 unit pada tahun 2004 atau rata-rata meningkat 10 per tahun Lampiran 13a . Perahu tanpa motor sudah tidak beroperasi di Gunung Kidul. Perahu motor tempel terus meningkat, dari 108 unit tahun 1999 menjadi 253 unit tahun 2004. Jumlah kapal motor relatif sedikit, berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kapal motor berjumlah 2 unit tahun 1999, meningkat menjadi 8 unit tahun 2004. 2 Produksi dan nilai produksi Produksi ikan meliputi berbagai jenis ikan. Produksi utama dari kelompok pelagis yaitu ikan tuna Thunnus sp., cakalang Katsuwonus pelamis, tongkol Euthynnus sp. dan Auxis sp., kembung Rastrelliger sp dan lemuru Sardinella longiceps. Kelompok demersal seperti cucut Charcharinus sp., kakap Lates 92 calcarifer, bawal putih Pampus argentus, dan layur Trichiurus spp.. Jenis ikan berkulit keras yaitu rajungan Portunus pelagicus. Rumput laut banyak dibudidayakan nelayan di Kabupaten Gunung Kidul. Jumlah produksi ikan berfluktuasi Lampiran 13b. Produksi tahun 1994 berjumlah 794 ton, meningkat menjadi 940 ton tahun 1997 atau meningkat sekitar 18 dalam waktu 3 tahun. Produksi menurun tahun 1998 menjadi 726 ton atau turun 23, meningkat kembali hingga menjadi 782 ton pada tahun 2003 dan menurun menjadi 581 ton pada tahun 2004. Nilai produksi periode tahun 1994-2004 berfluktuasi Lampiran 13c. Nilai produksi berjumlah Rp 1.051.290.000,00 pada tahun 1994, meningkat menjadi Rp 4.417.250.000,00 tahun 1998 atau meningkat sekitar 320 selama 4 tahun. Nilai produksi menurun tahun 1999 menjadi Rp 3.639.719.000,00 atau turun 18 dari nilai produksi tahun 1998. Nilai produksi kembali meningkat pada tahun 2000 menjadi Rp 9.714.385.000,00 atau meningkat sekitar 167 dari tahun 1999. Selanjutnya nilai produksi berfluktuasi, meningkat menjadi Rp 7.206.040.000,00 pada tahun 2003, dan menurun menjadi Rp 2.479.936.200,00 pada tahun 2004.

4.9 Provinsi Jawa Timur

4.9.1 Keadaan Umum Daerah Provinsi Jawa Timur 1 Kondisi geografi dan topografi

Provinsi Jawa Timur secara geografis terletak pada 110°54’ BT sampai dengan 115°57’ BT dan 5° 37’ LS sampai dengan 8°48’ LS. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, timur Selat Bali, barat Provinsi Jawa Tengah, serta selatan Samudra Hindia. Luas wilayah 47.157,72 km 2 . Terdiri atas 229 pulau, dengan panjang pantai sekitar 2.833,85 km. Secara topografi, Jawa Timur terbagi atas empat wilayah. Dataran tinggi di bagian tengah yang merupakan wilayah subur dan telah berkembang, dataran rendah bagian utara merupakan wilayah dengan kesuburan sedang dan tingkat perkembangan sedang, pegunungan kapur selatan merupakan wilayah tandus, tidak subur dan belum berkembang, serta wilayah kepulauan di Perairan Laut Jawa dengan aksesibilitas rendah dan belum berkembang . 93 2 Kondisi sosial dan ekonomi Secara administrasi Provinsi Jawa Timur terdiri atas 29 daerah kabupaten, 8 daerah kota, 637 kecamatan, 660 kelurahan dan 8.418 desa. Persebaran geografis permukiman penduduk dipengaruhi oleh nilai ekonomis lokasi terhadap fasilitas, baik jalan maupun fasilitas perhubungan lainnya. Jumlah penduduk tahun 2004 sebesar 36.535.527 jiwa dengan tingkat kepadatan rata-rata 787 jiwa per km 2 . Jawa Timur potensial menyediakan tenaga kerja guna mendukung program-program pembangunan yang ada. Secara nasional merupakan pemasok pangan terbesar, dengan kegiatan pertanian merupakan lapangan usaha yang sangat menentukan. Lapangan usaha lainnya adalah bidang industri, perdagangan dan jasa www.jatim.go.id.

4.9.2 Kegiatan Perikanan Propinsi Jawa Timur

1 Unit penangkapan ikan Kapal perahu di Provinsi Jawa Timur Perairan Selatan Jawa terdiri atas perahu tanpa motor, motor tempel dan kapal motor. Armada penangkapan selama periode tahun 193-2006 didominasi oleh jenis perahu tanpa motor dan perahu motor tempel Lampiran 14a. Jumlah perahukapal berfluktuasi, cenderung meningkat. Perahukapal tahun 1993 berjumlah 12.839 unit, meningkat menjadi 14.178 unit pada tahun 2006. Keberadaan perahu tanpa motor terus menurun, digantikan oleh perahu motor tempel dan kapal motor. Perahu tanpa motor berfluktuasi, dari 8.203 unit tahun 1993 menurun menjadi 1.734 unit tahun 2006. Perahu motor tempel berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat, yaitu dari 4.524 unit pada tahun 1993 menjadi 11.077 unit pada tahun 2006. Perahu motor tempel dominan digunakan nelayan, yaitu sekitar 40-70 dari jumlah total perahukapal selama periode 1994-2006. Jumlah kapal motor meningkat dari 112 unit pada tahun 1993, menjadi 1.367 unit pada tahun 2006. Jumlah alat tangkap berfluktuasi, dengan peningkatanpenurunan sekitar 10-40 periode 1993-2006 Lampiran 14b. Peningkatan cukup tajam terjadi tahun 2000, yaitu 34.764 unit atau naik sekitar 81 dari tahun sebelumnya. Alat tangkap dominan adalah jaring insang dan pancing. Jaring insang pada tahun 1993 berjumlah 5.924 unit, meningkat menjadi 8.135 unit tahun 2003 dan menurun 94 menjadi 2.454 unit tahun 2006. Pancing berjumlah 3.899 unit pada tahun 1993 meningkat menjadi 28.568 unit tahun 2000, menurun menjadi 6.580 unit tahun 2006. Pukat cincin 1.913 unit tahun 1993, menurun menjadi 142 unit tahun 2006. Nelayan di Selatan Provinsi Jawa Timur digolongkan dalam dua kategori yaitu nelayan asli dan andon. Nelayan andon berasal dari Pantai Utara Jawa atau Sulawesi Selatan. Nelayan andon ini, khususnya dijumpai di PPP Pondokdadap. Perkembangan nelayan periode 1993-2006 berfluktuasi cenderung menurun, yaitu dari 81.022 orang tahun 1993 menjadi 51.376 orang tahun 2006 Lampiran 14c. 2 Produksi dan nilai produksi Produksi ikan mencakup berbagai ragam jenis ikan. Produksi utama kelompok pelagis yaitu tuna Thunnnus spp., cakalang Katsuwonus pelamis, tongkol Euthynnus sp. dan Auxis sp., tenggiri Scomberomorus commersoni, kembung Rastrelliger sp, layang Decapterus sp., selar Caranx sp., teri Stolephorus sp. tigawaja Otolithus sp., dan ikan kuwe Carangoides spp.. Kelompok demersal seperti cucut Charcharinus sp., kakap Lates calcarifer, ikan merah Lutjanus sp., bawal putih Pampus argentus, bawal hitam Formio niger, layur Trichiurus spp., pari Dasyatis sp., manyung Tachysurus sp., dan pepetek Leiognathus sp.. Jenis udang adalah lobster Panulirus sp.. Produksi ikan selama periode 1993-2006 berfluktuasi, meningkat tajam pada tahun 2003 Lampiran 14d. Produksi tahun 2003 berjumlah 158.401 ton, atau naik 124 dari tahun 2000, menurun menjadi 110.344 ton pada tahun 2006. Peningkatan jumlah produksi tidak searah dengan jumlah kapal, mengindikasikan terdapat peningkatan produktivitas unit penangkapan. Nilai produksi relatif datar periode 1993-1997, meningkat di tahun 1998 dan melonjak tajam di tahun 2003 Lampiran 14e. Nilai produksi tahun 1993 sebesar Rp 35.126.713.100,00, menurun menjadi Rp 23.137.596.000,00 pada tahun 1995. Tahun 1999 naik menjadi Rp 200.620.285.000,00. Nilai produksi menurun tahun 2000, dan meningkat kembali tahun 2003 menjadi Rp 407.217.814.000,00 atau naik sekitar 164. Nilai produksi tahun 2006 mencapai Rp 455.858.040.000,00. Fluktuasi nilai produksi searah dengan fluktuasi produksi, dengan persentase lebih tinggi, atau dapat dikatakan terdapat perbaikan harga ikan di Jawa Timur. 95

4.10 Kabupaten Pacitan

4.10.1 Keadaan Umum Daerah Kabupaten Pacitan 1 Kondisi geografi dan topografi

Kabupaten Pacitan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Pacitan merupakan pintu gerbang bagian barat bagi Jawa Timur. Letak geografis pada 110 o 55’-111 o 25’ BT dan 7 o 55’-8 o 17’ LS. Batas sebelah timur Kabupaten Trenggalek, sebelah selatan Samudera Hindia, barat Kabupaten Wonogiri dan utara Ponorogo Dislutkanpet Kabupaten Pacitan 2005. Luas wilayah 1.389.87 km 2 , topografi wilayah berupa pegunungan kapur selatan yang membujur dari Gunung Kidul ke Trenggalek menghadap Samudera Hindia. Kondisi topografis memiliki kemiringan cukup tinggi, yaitu sekitar 63 wilayah memiliki kemiringan lebih besar dari 40. Topografi terdapat bentangan daratan, yaitu kawasan tepi pantai meliputi 4,36 dari luas wilayah, kawasan dataran 6,60, dan kawasan cocok untuk tanaman tahunan 15-40. Sekitar 25,17 dari luas wilayah, merupakan kawasan yang difungsikan sebagai penyangga tanah dan air serta untuk menjaga ekosistem. Ketinggian lokasi rata- rata 7-25 m dpl 2,62 wilayah, 25-100 m dpl 2,67 wilayah, 100-500 m dpl 52,68, serta 500-1000 m dpl dan diatas 1000 m dpl 5,59 wilayah. 2 Kondisi sosial dan ekonomi Wilayah administrasi terdiri atas 12 kecamatan, 5 kelurahan dan 159 desa. Luas wilayah 1.389,87 km 2 atau 138.987 ha. Terdapat 7 Kecamatan pantai, yaitu Donorojo, Pringkuku, Pacitan, Kebonagung, Tulakan, Ngadirojo dan Sudimoro. Jumlah penduduk tahun 2003 sebesar 538.000 jiwa, kepadatan rata-rata 387 jiwa per km 2 dan tingkat pertumbuhan 0,4 per tahun. Tahun 1999, PDRB sebesar 342.609.940.000,00, pendapatan per kapita Rp 639.440,49. Kontribusi PDRB dari sektor pertanian 39,5, jasa 19,40, hotel, perdagangan dan restoran 10,50. Masyarakat Pacitan umumnya memiliki karakter yang religius, toleransi dan tenggang rasa yang sangat besar. Kehidupan bergotong royong, rukun, ramah tamah, menjunjung nilai-nilai agama, menghormati adat yang sudah turun menurun, jujur, berdisiplin, beretos kerja tinggi, dan berakhlak mulia. 96

4.10.2 Kegiatan Perikanan Kabupaten Pacitan

1 Unit penangkapan ikan Kapalperahu di Pacitan terdiri atas perahu tanpa motor, motor tempel dan kapal motor. Armada penangkapan periode 1994-2006 didominasi perahu motor tempel. Perahu tanpa motor semakin jarang digunakan, yaitu hanya berjumlah 31 unit pada tahun 2006 Lampiran 15a. Perahu motor tempel meningkat dari 210 unit tahun 1994, menjadi 886 unit pada tahun 2006. Kapal motor dalam persentase yang kecil, yaitu hanya berjumlah 15 unit pada tahun 2006. Jumlah perahukapal berfluktuasi, yaitu dari 610 unit tahun 1994, menjadi 1.680 unit tahun 2003, namun menurun menjadi 932 unit tahun 2006. Penurunan terjadi terkait dengan jumlah perahu tanpa motor yang menurun dari 393 unit tahun 1994 menjadi menjadi 31 unit tahun 2006. Perahu motor tempel terus meningkat, yaitu dari 210 unit tahun 1994 menjadi 886 unit pada tahun 2006. Alat tangkap di Pacitan terdiri atas payang, parel, gillnet, pancing dan krendet Lampiran 15b. Jumlah alat tangkap terus meningkat, yaitu dari 5.347 unit tahun 2001, menjadi 10.348 unit tahun 2006 atau naik sekitar 50 dalam waktu 6 tahun. Alat tangkap dominan periode 2001-2006 adalah pancing. Pancing berjumlah 1.323 unit tahun 2001, cenderung tetap yaitu menjadi 1.215 unit tahun 2006. Krendet digunakan untuk menangkap lobster, meningkat dari 910 unit tahun 2001 menjadi 5.615 unit tahun 2006, atau naik rata-rata 103 per tahun. Nelayan di Kabupaten Pacitan dibedakan menjadi nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik adalah pemilik kapal, yang bertanggungjawab dalam permodalan. Nelayan buruh merupakan nelayan yang terlibat langsung dalam operasi penangkapan. Nelayan buruh sekitar 70-80 dari total nelayan. Jumlah nelayan cenderung meningkat pada periode tahun 2000-2006, dengan peningkatan rata-rata sekitar 10 per tahun. Jumlah nelayan 2.157 orang pada tahun 1994, meningkat menjadi 4.086 orang pada tahun 2003. Tahun 2006 menurun menjadi 3.316 orang Lampiran 15c. 2 Produksi dan nilai produksi Produksi ikan di Kabupaten Pacitan terutama jenis ikan yang berada di perairan pantai. Produksi dari kelompok pelagis yaitu tenggiri Scomberomorus 97 commersoni, kembung Rastrelliger sp., selar Caranx sp., tigawaja Otolithus sp. dan ikan kuwe Carangoides spp.. Kelompok demersal seperti cucut Charcharinus sp., kakap Lates calcarifer, merah Lutjanus sp., bawal putih Pampus argentus, layur Trichiurus spp., pari Dasyatis sp., dan ikan lidah Cynoglossus biloineatus. Jenis udang yang banyak tertangkap adalah lobster Panulirus spp.. Ikan karang banyak tertangkap jenis kerapu Epinephelus sp.. Jumlah produksi ikan selama periode 1994-2006 berfluktuasi Lampiran 15d. Peningkatan dan penurunan produksi tidak begitu besar, rata-rata sekitar 5- 25 per tahun. Peningkatan cukup tinggi terjadi di tahun 1997, yaitu sekitar 38 dari tahun sebelumnya. Penurunan produksi cukup tinggi terjadi pada tahun 2003, yaitu sekitar 28 dari tahun sebelumnya. Produksi berjumlah 2.365 ton tahun 1994, meningkat menjadi 2.462 ton tahun 1998. Pada tahun-tahun berikutnya produksi cenderung menurun, hingga menjadi 1.605 ton pada tahun 2006. Nilai produksi ikan berfluktuasi, searah dengan fluktuasi yang terjadi pada jumlah produksi Lampiran 15e. Nilai produksi sebesar Rp 2.995.870.000,00 pada tahun 1994, menurun di tahun 1995, selanjutnya meningkat kembali hingga mencapai Rp 15.013.080.000,00 pada tahun 2000. Persentase peningkatan nilai produksi yang tinggi terjadi pada tahun 1998-1999 yaitu sekitar 70-80, atau dapat diartikan terjadi peningkatan harga yang relatif tinggi pada periode tersebut. Hal ini terkait dengan jenis ikan yang merupakan komoditas ekspor yaitu lobster. Nilai produksi mencapai puncak tertinggi pada tahun 2000 yaitu Rp 15.013.080.000,00. Pada tahun-tahun berikutnya nilai produksi ikan cenderung menurun, hingga menjadi Rp 12.809.950.000,00 pada tahun 2006.

4.11 Kabupaten Trenggalek

4.11.1 Keadaan Umum Daerah Kabupaten Trenggalek

1 Kondisi geografi dan topografi Kabupaten Trenggalek terletak pada 111 °24’-112°11’ BT dan 7°53’-8°34’ LS. Batas administratif sebelah utara dengan Kabupaten Tulungagung dan Ponorogo, sebelah timur dengan Kabupaten Tulungagung, selatan Samudera Hindia dan sebelah barat dengan Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Pacitan. 98 Luas wilayah 1.205,22 km 2 atau 120.522 ha. Topografi sebagian besar wilayah merupakan dataran tinggi dan sebagian kecil lainnya merupakan dataran rendah. Ketinggian sekitar 0-1.500 m dpl. Kemiringan tanah berkisar antara 15 sampai dengan 25. Panjang pantai sekitar 96 km, sebagian besar berbentuk teluk yaitu Teluk Panggul, Teluk Munjungan dan Teluk Prigi. Sekitar sepertiga dari panjang pantai keseluruhan yaitu 96 km, berupa tebing dan batu karang. Teluk Prigi mempunyai tiga pantai yaitu Pantai Damas, Ngresep, dan Pantai Karanggongso. Perairan Prigi merupakan perairan teluk yang terlindung, dengan kedalaman rata-rata 9-35 m. Dasar laut lumpur bercampur pasir, sedikit berbatu karang, dengan kedalaman 15-61 m Dislutkan Kabupaten Trenggalek 2004. 2 Kondisi sosial dan ekonomi Kabupaten Trenggalek secara administratif terdiri atas 14 kecamatan. Perkembangan ekonomi Trenggalek relatif lebih lambat dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Jawa Timur. Penduduk tahun 2004 berjumlah 675.994 jiwa, dengan pertumbuhan sekitar 0,7. Penyebaran penduduk di tingkat kabupaten, kecamatan dan desa relatif merata. Mobilitas penduduk rendah, kecuali sebagian angkatan kerja yang mencari pekerjaan keluar daerah. Penduduk Watulimo tahun 2003 berjumlah 61.038 jiwa Dislutkan Kabupaten Trenggalek 2004. Sebagian besar masyarakat Kecamatan Watulimo bermatapencaharian sebagai petani dan nelayan. Sepanjang pantai Teluk Prigi terutama Pantai Ngresep menjadi pusat kegiatan perikanan, dengan keberadaan PPN Prigi, Perum Prasarana Perikanan Samudera, dan Balai Benih Udang Galah.

4.11.2 Kegiatan Perikanan Kabupaten Trenggalek

1 Unit penangkapan ikan Kapalperahu yang beroperasi di Kabupaten Trenggalek yaitu jenis perahu tanpa motor, motor tempel, dan kapal motor. Jumlah perahukapal yang beroperasi selama periode tahun 1994-2006 berfluktuasi, dengan kecenderungan meningkat Lampiran 16a. Perahukapal berjumlah 1.253 unit pada tahun 1994, meningkat dengan peningkatan rata-rata sekitar 10 hingga berjumlah 1.306 pada tahun 1997. Tahun 1998 dan 1999 jumlahnya menurun, namun meningkat kembali pada tahun 2000 hingga mencapai 2.312 unit pada tahun 2006. 99 Armada penangkapan didominasi oleh jenis perahu motor tempel. Perahu tanpa motor secara berangsur-angsur digantikan oleh perahu motor tempel dan kapal motor. Perahu tanpa motor 628 unit tahun 1994, menurun menjadi 190 unit tahun 2006. Perahu motor tempel 537 unit pada tahun 1994, meningkat menjadi 1.212 pada tahun 2006. Seiring dengan peningkatan fasilitas di PPN Prigi, jumlah kapal motor yang beroperasi di Kabupaten Trenggalek semakin meningkat. Jumlah kapal motor meningkat dari 88 unit tahun 1994, menjadi 910 unit pada tahun 2006 atau meningkat sekitar 1.000 dalam waktu 10 tahun. Sebagian besar kapalperahu yang ada di Kabupaten Trenggalek merupakan kapalperahu yang beroperasi di PPN Prigi. Jumlah kapalperahu di PPN Prigi periode 1999-2006 cenderung meningkat, namun dalam jumlah yang relatif kecil. Tahun 1999 berjumlah 690 unit, meningkat menjadi 1.107 unit tahun 2006 atau meningkat sekitar 60 dalam kurun waktu 7 tahun Lampiran 17a. Jenis alat tangkap di Kabupaten Trenggalek meliputi pukat cincin purse seine, gillnet, pukat pantai, bagan apung, jaring klitik, trammel net, pancing, payang dan longline. Jumlah alat tangkap periode 1994-2006 cenderung meningkat Lampiran 16b, yaitu dari 1.182 unit tahun 1994, meningkat menjadi 4.934 pada tahun 2005, namun menurun menjadi 3.783 unit tahun 2006. Alat tangkap dominan adalah pancing dan jaring klitik. Jumlah pancing terus meningkat, yaitu dari 611 unit tahun 1994 menjadi 1.743 unit tahun 2006. Jaring klitik meningkat, dari 256 unit tahun 1994 menjadi 1.461 unit tahun 2006. Purse seine dari 72 unit tahun 1994, meningkat menjadi 120 unit tahun 2003, menurun menjadi 81 unit tahun 2006. Pukat pantai dan trammel net termasuk alat yang banyak digunakan, masing-masing berjumlah 81 dan 122 unit pada tahun 2006. Gillnet meningkat yaitu dari 35 unit pada tahun 1994, menjadi 251 unit tahun 2006. Longline sedikit digunakan, berjumlah 16 unit periode 1994-2001, berkurang menjadi 4 unit tahun 2003 dan tidak digunakan lagi pada tahun 2006. Sebagian besar alat tangkap yang ada di Kabupaten Trenggalek merupakan alat tangkap yang beroperasi di PPN Prigi. Alat tangkap yang beroperasi di PPN Prigi meliputi purse seine, jaring insang, payang, pukat pantai, pancing rawai, pancing ulur, pancing tonda, dan jaring klitik. Jumlah alat tangkap meningkat dari 705 unit tahun 1999, menjadi 1.757 unit tahun 2005 Lampiran 17b. 100 Pancing ulur alat tangkap yang dominan, terus meningkat yaitu dari 450 unit tahun 1999 menjadi 1.298 unit tahun 2005 atau meningkat 188 selama periode 6 tahun. Pukat cincin terus meningkat, yaitu dari 96 unit tahun 1999 menjadi 240 unit tahun 2005. Pancing tonda mulai beroperasi di PPN Prigi pada tahun 2004 dengan jumlah 28 unit, meningkat hampir 50 menjadi 51 unit tahun 2005. Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Trenggalek periode 2002-2006 cenderung meningkat Lampiran 16c. Nelayan berjumlah 5.771 orang pada tahun 2002, meningkat menjadi 8.573 orang pada tahun 2006. Sebagian besar jumlah nelayan yang ada di Trenggalek adalah nelayan yang beroperasi di PPN Prigi. Jumlah nelayan di PPN Prigi periode 1999-2000 cenderung meningkat. Jumlah nelayan pada tahun 2005, bertambah menjadi 6.235 orang atau meningkat sebesar 13 dibandingkan dengan jumlah nelayan tahun 2004 Lampiran 17c. 2 Produksi dan nilai produksi Produksi ikan di Trenggalek meliputi beragam jenis ikan. Produksi utama dari kelompok pelagis yaitu tongkol Euthynnus spp. dan Auxis spp., cakalang Katsuwonus pelamis, tenggiri papan Scomberomorus spp., kembung Rastrelliger sp., teri Stolephorus commersoni, selar Caranx sp., dan layang Decapterus sp.. Kelompok demersal yaitu merah Lutjanus sp., bawal hitam Formio niger, layur Trichiurus spp., dan pepetek Leiognathus sp.. Produksi ikan periode tahun 1994-2006 cenderung meningkat Lampiran 16d. Produksi tahun 1994 berjumlah 5.782 ton, menurun menjadi 1.129 ton tahun 1996. Pada tahun 2002 peningkatan produksi sangat tajam yaitu menjadi 57.472 ton dan terus meningkat menjadi 67.220 ton pada tahun 2003. Tahun 2004 produksi menurun secara signifikan yaitu menjadi 14.506 ton. Produksi ikan sebagian besar adalah dari PPN Prigi. Produksi PPN Prigi selama periode tahun 1999-2006 cenderung meningkat, terjadi penurunan pada tahun 2004 dan 2005 Lampiran 17d. Produksi tahun 1999 berjumlah 13.340 ton, menurun pada tahun 2000. Produksi meningkat kembali tahun 2002 berjumlah 57.293 ton. Penurunan produksi secara tajam terjadi pada tahun 2004 menjadi 17.794 ton atau menurun 62 dari tahun sebelumnya. Produksi ikan meningkat kembali menjadi 121.199 ton pada tahun 2006. 101 Nilai produksi selama periode 1994-2003 terus meningkat, dengan peningkatan tajam terjadi pada tahun 2002 Lampiran 16e. Tahun 1994 sebesar Rp 1.716.083.000,00, terus meningkat mencapai Rp 121.198.950.000,00 pada tahun 2006. Peningkatan nilai produksi cukup tajam terjadi pada tahun 2002 yaitu menjadi Rp 120.692.250.000,00 atau meningkat 270 dari nilai produksi tahun 2001. Peningkatan nilai produksi yang sangat besar tersebut, dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan harga ikan yang sangat tinggi di tahun tersebut. Nilai produksi ikan di Trenggalek sebagian besar adalah dari PPN Prigi. Nilai produksi dari PPN Prigi selama periode tahun 1999-2006 cenderung meningkat, peningkatan tajam terjadi tahun 2002 Lampiran 17e. Tahun 1999 berjumlah Rp 26.094.479.200,00, menurun menjadi Rp 14.353.566,00 pada tahun 2000. Nilai produksi meningkat tajam tahun 2002 menjadi Rp 53.836.786.000,00, atau meningkat 122 dari tahun sebelumnya. Tahun 2004 meningkat menjadi Rp 58.309.700.000,00, terus meningkat menjadi Rp 83.485.900.000,00 tahun 2006.

4.12 Kabupaten Malang

4.12.1 Keadaan Umum Daerah Kabupaten Malang 1 Kondisi geografi dan topografi

Kabupaten Malang secara geografis terletak pada 112 °17’10,90”- 122 °57’00” BT dan 7°44’55,11”- 8°26’35,54” LS. Batas administratif sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, sebelah timur Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Probolinggo, utara Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Jombang, serta sebelah barat dengan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri. Luas wilayah 4.576 km 2 , sebagian besar wilayah berupa pegunungan. Kondisi topografis bagian selatan berupa pegunungan kapur dengan ketinggian 0- 500 m dpl, meliputi Ampelgading, Tirtoyudo, Sumbermanjing Wetan, Pagak, Gedangan, Bantur, Donomulyo dan Kalipare. Dataran tinggi berupa pegunungan berada di Malang Selatan, Malang Timur yaitu Pegunungan Tengger dan Semeru, barat Pegunungan Arjuno, Anjasmoro, Kelud dan Panderman. Daerah dataran tinggi pada ketinggian antara 500–3600 m dpl, terdapat di Malang Selatan, lereng Tengger dan Semeru, serta disekitar Gunung Kawi dan Gunung Arjuno. 102 2 Kondisi sosial dan ekonomi Secara administratif Kabupaten Malang meliputi 33 kecamatan, 377 desa dan 12 kelurahan. Kabupaten Malang adalah kabupaten terluas di Jawa Timur sesudah Banyuwangi. Perkembangan perekonomian relatif lebih cepat dibandingkan kabupaten lainnya di Jawa Timur. Perekonomian ditopang oleh sektor pertanian, khususnya subsektor tanaman sayur dan buah-buahan. Sektor berikutnya adalah perdagangan, pariwisata dan jasa. Perikanan merupakan mata pencaharian pokok penduduk di pesisir selatan, khususnya di PPI Sendangbiru, PPI Licin dan PPI Sipelot. Jumlah penduduk pada tahun 2002 sebanyak 2.245.870 jiwa, terdiri atas 1.110.302 laki-laki, 1.135.568 perempuan. Kepadatan penduduk mencapai 97,78 jiwa per km 2 . Jumlah penduduk di Kecamatan Sumbermanjing wetan 90.038 jiwa, terdiri atas 44.607 laki-laki dan 45.433 perempuan www malang. go.id.

4.12.2 Kegiatan Perikanan Kabupaten Malang

1 Unit penangkapan ikan Kapalperahu di Kabupaten Malang dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu kapal motor, perahu motor tempel, perahu tanpa motor. Jumlah armada periode 1994-2006 didominasi oleh jenis perahu tanpa motor Lampiran 18a. Jumlah kapalperahu meningkat, yaitu pada tahun 1994 berjumlah 332 unit menjadi 937 unit pada tahun 2006. Jumlah perahu motor tempel terus meningkat, dari 57 unit tahun 1994 menjadi 223 unit tahun 2006. Kapal motor mulai meningkat tahun 2000, pada tahun 2006 berjumlah 344 unit. Peningkatan jumlah kapal motor, terutama adalah perkembangan kapal tonda di PPP Pondokdadap, seiring dengan upaya pemerintah Kabupaten Malang untuk mengembangkan sektor perikanan. Alat tangkap meliputi pancing, jaring, gillnet, payang, tonda, rawai dan purse seine. Jumlah alat tangkap periode tahun 1994-2006 meningkat Lampiran 18b. Peningkatan jumlah alat tangkap cukup signifikan yaitu pada tahun 2003 yang berjumlah 2.369 unit dari jumlah 979 unit pada tahun 2002 atau meningkat 142. Jumlah alat tangkap menurun menjadi 1.892 unit pada tahun 2006. Jenis alat tangkap dominan adalah pancing, jaring, gillnet, payang, jaring dan alat lainnya. Pancing tonda mulai dioperasikan di Malang pada tahun 2004, terus 103 meningkat menjadi 1.570 unit pada tahun 2006. Saat ini pancing tonda merupakan alat tangkap yang paling produktif terutama untuk penangkapan tuna dan cakalang dengan rumpon laut dalam di PPP Pondokdadap. Jumlah nelayan pada periode 1996-2006 berfluktuasi, cenderung meningkat Lampiran 18c. Nelayan tahun 1994 berjumlah 1.583 orang, berfluktuasi naik turun sekitar 10-20. Periode 2001-2005 jumlah nelayan meningkat, menjadi 2.009 orang pada tahun 2005 dan menurun menjadi 1.597 pada tahun 2006. 2 Produksi dan nilai produksi Produksi ikan di Kabupaten Malang terutama dari jenis ikan pelagis dan demersal. Produksi utama dari kelompok ikan pelagis diantaranya yaitu ikan tuna Thunnnus spp., cakalang Katsuwonus pelamis, tongkol Euthynnus sp. dan Auxis sp., layang Decapterus sp., selar Caranx sp., teri Stolephorus sp. dan tigawaja Otolithus sp.. Kelompok ikan demersal seperti cucut Charcharinus sp., ikan merah Lutjanus sp., bawal putih Pampus argentus, bawal hitam Formio niger, layur Trichiurus spp., dan ikan pari Dasyatis sp.. Produksi ikan selama periode 1994-2006 berfluktuasi Lampiran 18d. Produksi tahun 1995 menurun 64 dari tahun 1994 yang berjumlah 2.999 ton. Produksi tahun 1996 naik 184, menjadi 3.052 ton. Tahun 1997-2000 produksi cenderung menurun, dengan penurunan tertinggi terjadi pada tahun tahun 1999 sebesar 50 dari tahun sebelumnya. Produksi tahun 2001 meningkat tajam yaitu sekitar 294 dari tahun sebelumnya, menjadi 3.261 ton. Produksi tahun 2002- 2003 terus meningkat. Produksi meningkat cukup tajam tahun 2003 sekitar 100 dari produksi tahun sebelumnya. Produksi pada tahun 2006 berjumlah 7.879 ton. Searah dengan produksi, nilai produksi berfluktuasi, dengan fluktuasi yang rendah pada periode 1994-2000 dan meningkat tajam tahun 2001-2006 Lampiran 18e. Nilai produksi berjumlah Rp 2.079.932.000,00 pada tahun 1994, menurun menjadi Rp 1.859.490.000,00 tahun 1995 atau turun sekitar 11. Nilai produksi naik kembali pada tahun 1996 sebesar 70 menjadi Rp 3.172.180.000,00. Tahun 2001-2006 nilai produksi cenderung meningkat, hingga pada tahun 2006 menjadi Rp 59.848.800.000,00. Peningkatan nilai produksi cukup tinggi terjadi pada tahun 2002 dan 2003 yaitu sekitar 74 per tahun. 5 KONDISI SISTEM PERIKANAN TANGKAP

5.1 Subsistem Usaha Perikanan Tangkap

Kegiatan usaha perikanan tangkap di Perairan Selatan Jawa meliputi berbagai skala usaha, baik skala kecil, menengah maupun besar. Usaha skala kecil merupakan usaha yang dominan dilakukan nelayan. Usaha skala kecil pada umumnya menggunakan perahu motor tempel out board engine, terbuat dari bahan fiberglass ukuran 1-2 GT. Perahu bersifat multipurpose, dilengkapi beberapa alat tangkap yang dapat digunakan sesuai dengan musimnya. Alat tangkap dominan adalah pancing, jaring insang monofilament, dan pukat kantong. Tujuan utama penangkapan adalah ikan pelagis kecil, demersal dan udang, dengan fishing ground terbatas di sepanjang perairan pantai. Perikanan skala menengah, terutama adalah perikanan gillnet multifilament, rawai dan purse seine. Perikanan gillnet multifilament menggunakan kapal motor 5-30 GT, mesin 60-160 PK. Ikan tujuan tangkap adalah ikan pelagis besar, seperti tongkol dan cakalang. Rawai terutama untuk menangkap ikan cucut, banyak dioperasikan di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu. Perikanan purse seine beroperasi di PPN Prigi, tujuan utama penangkapan adalah ikan pelagis kecil. Hasil tangkapan terutama adalah untuk diolah dalam bentuk tepung ikan. Purse seine dalam bentuk mini purse seine digunakan oleh nelayan di PPI Cilautereun. Perikanan skala besar khususnya perikanan tuna longline, menggunakan kapal motor 30 GT, mesin 250-400 PK. Perikanan tuna longline memanfaatkan sumberdaya tuna di Perairan Lepas Pantai dan di Zona Ekonomi Eksklusif ZEE Indonesia. Tujuan utama hasil tangkapan adalah tuna kualitas ekspor.

5.1.1 Perikanan Tuna Longline 1 Deskripsi umum

Tujuan utama penangkapan tuna longline adalah jenis tuna yang berada di perairan samudera atau perairan laut yang dalam, yaitu pada kedalaman sekitar 50 m sampai 300 m. Perikanan tuna longline menggunakan kapal 30 -150 GT, mesin utama berkekuatan 250-400 PK ditambah 1 atau 2 mesin tambahan. Aktivitas usaha perikanan tuna longline berada di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu. 105 Tujuan utama penangkapan adalah sumberdaya tuna yang tercakup dalam kelompok tuna besar, diantaranya yaitu southern bluefin atau tuna sirip biru selatan Thunnus thynnus maccoyii, bigeye atau tuna mata besar Thunnus obesus, yellowfin atau madidihang Thunnus albacares dan albacore Thunnus alalunga. Tertangkap juga beberapa jenis ikan non tuna bernilai ekonomis tinggi seperti swordfish atau ikan pedang Xiphias gladius, marlin atau ikan setuhuk Makaira sp. dan sailfish atau ikan layaran Istiophorus orientalis. Hasil tangkapan terutama untuk tujuan ekspor. Pasar ekspor utama adalah Jepang, dengan produk tuna segar fresh tuna, sebagai bahan sushi dan sashimi. Tuna untuk bahan sushi dan sashimi menetapkan syarat kualitas yang tinggi. 2 Deskripsi unit penangkapan ikan Kapal longline berbentuk panjang dan ramping, dengan tujuan agar kapal dapat lincah atau mudah berolah gerak. Kapal umumnya terbuat dari material kayu, ada juga yang terbuat dari fiberglass. Bentuk dasar kapal berbentuk “V” bottom, kapal memiliki kemampuan yang besar untuk membelah gelombang dan daya perlawanan air terhadap kapal lebih kecil. Kelincahan kapal longline sangat ditentukan oleh ukuran-ukuran utamanya, yaitu panjang L, lebar B, dalam D dan nilai perbandingan LB, LD dan BD Ayodhyoa, 1981. Spesifikasi kapal tuna longline di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Spesifikasi kapal tuna longline di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu No. Spesifikasi Keterangan 1 Dimensi utama - Panjang kapal 21,02 – 26,42 m - Lebar kapal 5,10 – 7,24 m - Dalam kapal 1,30 – 3,27 m - Draft kapal 0,90 – 2,90 m 2 Tonnage GT 33 - 137 GT 3 Material konstruksi Kayu 4 Tahun pembuatan 1996 - 2004 5 Mesin utama 250 – 400 PK 6 Kapasitas palkah 8 - 40 ton Sumber: Hasil survei di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu, 2006 106 Konstruksi alat longline terdiri dari tali utama main line, tali cabang branch line, pancing hook, tali pelampung floating line, pelampung float, lampu-lampu pelampung floating lights, bendera flag dan tiang bamboo pole Tabel 6. Alat tangkap longline tersusun dalam basket, satu basket terdiri atas 4- 13 pancing. Setiap kali operasi menggunakan sekitar 200-400 basket, atau sekitar 1000-2000 pancing. Panjang longline dapat mencapai 100 km. Tabel 6 Spesifikasi alat tangkap tuna longline No. Nama Bagian Bahan DiameterNo. mm, No Panjang m 1 Main line vinylon Ø 5,5 50 - 70 2 Branch line - eye rope Vinylon Ø 4,6 0,2 - branch line vinylon Ø 4,6 17 - 20 - swivel kuningan no. 22 0,06 - kanamaya vinylon Ø 3,6 12 - sekiyama vinylon Ø 3,6 2,5 - wire leader kawat baja Ø 1,5 2,5 - hook baja no. 5 0,065 - snap kawat baja Ø 4 0,13 3 Float line vinylon Ø 5,5 3,5 4 Bouy plastik Ø 600 - Sumber: Hasil survei di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu, 2006 Jumlah ABK pada kapal longline berkisar antara 10 sampai dengan 15 orang. Tugas dan pembagian kerja di kapal longline yaitu 1 orang sebagai nakhoda, 1 orang wakil nakhoda, 1 orang bertanggungjawab dalam operasi penangkapan ikan, 1 orang bertanggungjawab dalam penanganan ikan, 1 orang juru masak dan ABK lainnya bertugas dalam operasi penangkapan ikan. 3 Kegiatan operasi penangkapan ikan Umpan merupakan faktor penting bagi perikanan longline. Jenis umpan yang umum digunakan yaitu ikan layang, kembung, bandeng, lemuru, ikan terbang, belanak dan cumi-cumi. Ikan umpan yang digunakan merupakan ikan mati yang telah dibekukan. Umpan yang digunakan mempunyai persyaratan khusus yaitu dalam keadaan segar, struktur tubuh tahan dalam penangkapan, warna kulit terang dan mengkilat, bau cukup tajam, ukuran sesuai panjang 15-25 cm dan lebar 4-5 cm, penampakan baik, umpan agak lemas dan kelihatan seolah- olah hidup jika berada di dalam air, harga murah dan tersedia sepanjang tahun. 107 Kegiatan operasi penangkapan ikan meliputi tiga tahap yaitu setting, drifting, dan hauling. Sebelum setting, terlebih dahulu dilakukan persiapan- persiapan yang meliputi penyiapan umpan, branch line, radio buoy, pelampung dan light buoy serta penyambungan main line pada line thrower. Setting dimulai pada pagi hari sekitar pukul 04.00 sampai pukul 09.00 WIB. Setting dilakukan di bagian buritan kapal. Biasanya ABK yang bertugas melakukan setting dibagi dalam kelompok, berjumlah 7 orang yang bertugas secara bergantian. Setting dimulai setelah Fishing Master memberi perintah agar setting segera dilaksanakan. Radio buoy pertama dibuang disusul dengan 2 pelampung, line thrower dihidupkan, pancing dilempar dan snap branch line dipasang pada main line setiap kali bel berbunyi. Pada bel ke 14 atau ke 7 sesuai dengan konstruksi longline, dipasang snap tali pelampung dan pelampungnya. Begitu seterusnya sampai pembuangan radio buoy terakhir. Pada bel ke 8 atau 15, diberi lempengan seng berscotlight dan setiap 30 pelampung dipasang 1 light buoy atau disesuaikan dengan konstruksi longline yang digunakan. Penggunaan scotlight dan light buoy adalah agar longline dapat terlihat pada malam hari. Drifting berlangsung sekitar 5 jam, longline dibiarkan hanyut. Pada saat drifting, mesin kapal dimatikan untuk menghemat BBM dan ABK dapat beristirahat. Sekitar pukul 14.00 WIB, kapal mulai mendeteksi radio buoy yang ada di longline. Lokasi radio buoy dapat dideteksi dari kapal dengan Radio Detection Finder RDF. Setelah diketemukan, kapal menuju ke tempat radio buoy terdeteksi. Persiapan hauling dilakukan, setiap ABK mulai mempersiapkan diri dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan untuk melakukan hauling. Hauling dimulai sekitar pukul 14.00 WIB. Penarikan longline saat hauling dibantu dengan line hauler. Saat hauling mulai dilakukan, kapal bergerak mendekati radio buoy dan selanjutnya menaikkan radio buoy ke kapal. Main line dilewatkan line hauler melalui side roller, diteruskan ke belt conveyor, ditarik line arranger dan diatur ke dalam boks. Snap branch line dilepas, digulung dengan bran leel sampai kanayama, disusun 12 atau 13 branch line sesuai konstruksi longline dan 1 tali pelampung diikat dibawa ke gudang di buritan kapal. Jika ada ikan yang tertangkap, snap segera dilepaskan, ikan ditarik dan dibawa ke pintu pagar, lalu ikan diganco ke geladak kapal untuk segera dilakukan penanganan. 108 4 Penanganan dan pengolahan ikan Perikanan tuna adalah perikanan industri, kualitas merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini terkait dengan tujuan utama perikanan tuna adalah pasar ekspor. Pasar ekspor, khususnya Jepang, Amerika Serikat dan Uni Eropa mensyaratkan kualitas tinggi untuk produk yang masuk ke negaranya. Penanganan tuna perlu dilakukan secara hati-hati dan diperlukan fasilitas khusus. Penyimpanan ikan tuna dalam palkah dilakukan dengan menggunakan teknik chilling water. Sebelum dimasukkan ke dalam palkah, ikan dibungkus kantung plastik dan dimasukkan ke dalam boks berisi satu atau dua ekor tuna. Pembongkaran ikan di pelabuhan perlu dilakukan dengan hati-hati, dengan tetap menjaga kualitas ikan. Pembongkaran sedapat mungkin menghindarkan ikan dari terpaan sinar matahari. Kondisi suhu tubuh ikan dijaga agar tidak naik, dengan menyemprotkan air ke tubuhnya. Satu prinsip penanganan yang perlu diperhatikan, ikan harus dijaga tetap dalam kondisi dingin dengan suhu 4,4 o C. Sistem mutu produk perikanan di Indonesia diatur dalam UU 312004 tentang Perikanan. Penerapan sistem mutu telah diatur dalam Kepmen Pertanian 41KptsIK 12101998, yang diubah menjadi Kepmen Kelautan dan Perikanan 01Men2002 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan. Penegasan sistem mutu produk perikanan tertera dalam UU Perikanan 312004 Bab IV tentang Pengelolaan Perikanan yaitu pada Pasal 20. Sistem mutu yang digunakan untuk produk perikanan adalah sistem manajemen mutu HACCP Hazard Analysis Critical Control Points. 5 Distribusi dan pemasaran Produksi tuna Indonesia sebagian besar ditujukan untuk pasar ekspor. Tujuan utama ekpor produk tuna adalah pasar Jepang, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Pasar Jepang khusus untuk produk tuna segar dan tuna beku sashimi. Pasar Uni Eropa dan Amerika Serikat untuk produk-produk olahan tuna, dapat juga untuk tuna segar dengan kualitas di bawah sashimi. Menurut Riyadi 2006, dalam perdagangan ekspor penting untuk diperhatikan adalah resiko-resiko yang mungkin akan dialami, diantaranya mencakup 1 country risk, 2 sovereignity, 3 trading risk, 4 transportation 109 risk, dan 5 foreign exchange risk. Country risk adalah resiko yang berkaitan dengan kondisi negara, seperti kebijakan politik pemerintah, terjadinya perang, kerusuhan dan lain sebagainya. Sovereignity merupakan resiko yang berkaitan dengan aturan yang berlaku di negara tujuan ekspor, seperti penentuan tarif. Trading risk adalah resiko berkaitan dengan transaksi atau pembayaran ekspor. Pembayaran ekspor yang bisa meminimalkan resiko, adalah melalui documentary credit atau letter of credit LC. Transportation risk berkaitan dengan resiko pengiriman barang seperti kapal tenggelam atau gangguan lainnya, untuk itu perlu perlindungan asuransi. Ada tiga cara yang dapat dilakukan yaitu free on board FOB, eksportir hanya mengirim barang sampai di pelabuhan ekspor dan biaya asuransi ditanggung importir. Cost and freight CNF, eksportir mengirim barang sampai pelabuhan tujuan dan biaya asuransi ditanggung eksportir. Cost insurance and freight CIF, semua biaya ditanggung importir. Foreign exchange risk adalah resiko berkaitan deengan pertukaran nilai mata uang asing. Pasar ekspor terbuka, namun demikian untuk memulai kegiatan ekspor, perusahaan harus aktif mencari pasar baik langsung di negara tujuan atau melalui perusahaan eksportir. Dokumen ekspor yang diperlukan diantaranya yaitu 1 kontrak jual beli sales contract, 2 invoice, 3 packing list, 4 pemberitahuan ekspor barang PEB, 5 letter of credit LC, 6 laporan pemeriksaan ekpor LPE, 7 bill of lading BL atau air way bill, 8 surat keterangan asal SKA, 9 surat pernyataan mutu SPM dan 10 sertifikat mutu Retno 2006.

5.1.2 Perikanan Pancing Tonda

1 Deskripsi umum Tujuan utama perikanan pancing tonda troll line adalah ikan tuna Thunnus spp. dan ikan tongkol Auxis sp. dan Euthynus sp.. Jenis tuna yang tertangkap dengan pancing tonda, umumnya masih berukuran kecil baby tuna. Selain itu tertangkap juga ikan cakalang Katsuwonus pelamis, tenggiri Scomberomorus commersoni dan madidihang Thunnus albacares. Pancing tonda mulai dikembangkan untuk menangkap tuna dan cakalang di Perairan Selatan Jawa, pada beberapa tahun terakhir. Pancing tonda dioperasikan nelayan di PPP Pondokdadap, PPI Sadeng, PPN Prigi dan PPN Palabuhanratu. 110 Pada umumnya pancing tonda dioperasikan di sekitar rumpon. Rumpon termasuk salah satu alat pengumpul ikan fish aggregating device yang dipakai secara luas di Indonesia. Keistimewaan alat ini adalah mampu mengumpulkan ikan supaya terkonsentrasi ke suatu daerah penangkapan, sehingga operasi penangkapan dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif. Rumpon terbuat dari daun kelapa. Rumpon dimasukkan kedalam perairan, untuk menarik ikan berteduh, mencari makan, atau bertelur. Berdasarkan lokasi pengoperasiannya, ada dua jenis rumpon yaitu 1 rumpon laut dangkal untuk menangkap ikan pelagis kecil, dan 2 rumpun laut dalam untuk menangkap ikan pelagis besar. 2 Deskripsi unit penangkapan ikan Konstruksi kapal tonda terbuat dari kayu. Ruang kemudi terletak di bagian buritan, ruang mesin berada di bagian tengah, di bagian atas ruang kemudi terdapat ruang ABK, palkah ikan terletak di bagian haluan. Kapal pancing tonda berukuran sekitar 3-10 GT, terbuat dari kayu jati Tectona grandis dan kayu ulin Eusiderrixylon spp. Dimensi kapal adalah panjang LOA 10,75-12 m, lebar B 2,85-3,5 m, dalam D 1-1,5 m. Kapal tonda menggunakan mesin dalam inboard engine, berkekuatan sekitar 20-40 PK. Berbagai merek mesin biasa digunakan nelayan seperti mesin Kubota atau mesin Yanmar. Satu kapal tonda akan menarik 4 tali pancing di sisi kanan kapal, 4 di sisi kiri dan dua di belakang. Tabel 7 Spesifikasi alat penangkapan ikan pancing tonda No. Nama Bagian Bahan Ukuran 1 Gulungan Kayu 22 cm x 12 cm x 1,5 cm 2 Tali utama Benang monofilament PA no.400-800 12 m 3 Kili-kili Swivel Stainless Steel Tipe siku 3,5 m 4 Tali cabang Benang monofilament PA no. 200-500 panjang 4 m 5 Dudukan Plastik Diameter 0,1 cm 6 Umpan Plastik, kayu stainless steel 5-15 m 7 Pancing Baja 10 cm Sumber : Hasil survey di PPP Pondokdadap, PPN Prigi dan PPN Palabuhanratu, 2006 111 Konstruksi alat terdiri atas tali utama, tali anak, pancing hook, pelampung float, pemberat dan umpan buatan. Pancing tonda dioperasikan menggunakan umpan dari plastik berbentuk rumbai-rumbai, dengan satu warna atau kombinasi beberapa warna. Umpan juga dapat berupa bulu ayam. Ukuran umpan tergantung ukuran mata pancing, pancing ukuran 10 menggunakan ukuran umpan 2,5 cm; pancing ukuran 9 umpan 6,5 cm, pancing ukuran 5-7 umpan ukuran 10,5 cm. Spesifikasi alat tangkap pancing tonda seperti pada Tabel 7. Rumpon terbuat dari pelampung dari besi, rope dari nylon multifilament, atraktor dari daun kelapa. Pelampung berbentuk tabung diameter 80-100 cm dan tinggi 200-250 m. Tali terbuat dari nylon multifilament berdiameter 2,5 cm. Pemberat terbuat dari cor semen berjumlah 3-4 buah. Rumpon diletakkan sejauh 50-200 mil dari pantai, pada kedalaman 50-100 m. Jumlah ABK pada kapal tonda berkisar antara 4 sampai 6 orang. Terdiri atas satu orang nakhoda yang merangkap sebagai fishing master, 1 KKM, dan 2-4 orang ABK lainnya bertugas dalam operasi penangkapan ikan. Nakhoda bertanggungjawab penuh atas keberhasilan operasi penangkapan ikan. 3 Kegiatan operasi penangkapan ikan Pengoperasian tonda dimulai dengan pencarian fishing ground. Perjalanan dari fishing base ke fishing ground berlangsung sekitar 12-24 jam tergantung pada jauh dekatnya letak rumpon dipasang. Sebelum pemancingan dimulai, nelayan menebarkan umpan hidup berupa ikan rucah ke perairan agar ikan tuna mengumpul dan naik ke permukaan. Pemancingan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Cara pertama adalah metode handline. Pemancingan dimulai dengan pemasangan umpan pada kail, kemudian tali pancing diturunkan ke perairan. Nelayan menunggu sampai umpan dimakan, setelah itu pancing ditarik perlahan ke permukaan. Metode berikutnya disebut trolling. Pada metode ini, umpan dipasang kuat di kail sebelum pancing diturunkan ke perairan. Pancing ditarik disekitar rumpon. Benang pancing ada yang dipegang nelayan, ada juga yang diikatkan pada kayu-kayu di bagian buritan kapal. Satu kapal dapat mengoperasikan 8 pancing. Metode lain adalah dengan menggunakan alat bantu berupa layang-layang. Pancing yang sudah diberi 112 umpan, diikatkan dibagian ekor layang-layang. Layang-layang diterbangkan di atas kapal. Ketinggian layang-layang diatur sehingga umpan bisa secara tepat di area renang ikan. Layang-layang diatur supaya bergerak naik turun. Gerakan naik turun umpan tersebut sangat menarik perhatian tuna untuk memakannya. 4 Penanganan dan pengolahan ikan Perikanan pancing tonda telah melakukan upaya penanganan ikan di atas kapal dengan baik. Kapal dilengkapi dengan palkah yang terbuat dari fiberglass. Dalam melakukan operasi penangkapan ikan, palkah-palkah yang tersedia di kapal akan diisi dengan es untuk persiapan penyimpanan ikan. Penanganan di atas kapal, diawali dengan melepaskan ikan yang terjerat pada mata jaring. Ikan dibersihkan dari sampah atau kotoran yang melekat dan dicuci dengan air laut. Ikan disortir menurut jenis dan ukuran ikan, kemudian dimasukkan ke dalam palkah, diberi es curah sesuai jumlah ikan yang ditangkap. Proses penanganan secara khusus di PPP Pondokdadap, dilakukan untuk ikan tuna berukuran 20 kg dan berkualitas baik. Penanganan yang dilakukan adalah pemotongan kepala, ekor, insang dan pengeluaran isi perut. Ikan selanjutnya dimasukkan ke dalam boks yang dicampur dengan es curah untuk siap dikirim ke perusahaan ekspor tuna di Bali. Hasil tangkapan lainnya yang berkualitas baik akan dikirim ke perusahaan pengolahan tuna beku dan pengalengan tuna yang ada di Surabaya, Muncar Banyuwangi dan Bali. 5 Distribusi dan pemasaran Hasil tangkapan tonda terutama adalah ikan tuna berukuran kecil baby tuna, tongkol dan cakalang. Baby tuna tidak memenuhi kualitas ekspor dalam bentuk segar. Ikan tuna pada umumnya akan didistribusikan ke industri-industri pengolahan tuna, yang akan diolah dalam bentuk tuna beku dan tuna kaleng. Tuna hasil tangkapan pancing tonda dari PPP Pondokdadap, PPN Prigi dan PPI Sadeng didistribusikan ke industri pengolahan tuna, diantaranya yaitu PT Aneka Tuna di Pandaan Surabaya, Avila Prima dan Maya Muncar, Banyuwangi. Hasil tangkapan tonda dari PPN Palabuhanratu dipasarkan ke Bandung dan dikirim ke industri pengolahan tuna yang ada di Jakarta. 113

5.1.3 Perikanan Gillnet Multifilament 1 Deskripsi umum

Gillnet umum digunakan oleh nelayan di Perairan Pantai Selatan Jawa. Gillnet multifilament berukuran besar, banyak dioperasikan oleh nelayan di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu. Jenis ikan tujuan tangkap dari gillnet nylon multifilament adalah ikan pelagis, diantaranya yaitu tongkol dari genus Auxis maupun Euthynnus, tenggiri Scomberomorus commersonii, cakalang Katsuwonus pelamis, dan lemadang Coryphaena hippurus. Gillnet dapat juga menangkap berbagai jenis ikan tuna. Gillnet terbuat dari bahan jaring empat persegi panjang, mempunyai mata jaring mesh size bervariasi tergantung pada jenis ikan tujuan tangkap. Ukuran mata jaring sama pada seluruh tubuh jaring webbing, dengan tinggi jaring lebih pendek jika dibandingkan dengan panjang jaring. Tinggi jaring disesuaikan dengan jenis atau densitas ikan, sementara jumlah piece jaring yang digunakan disesuaikan dengan kemampuan kapal. Gillnet atau dikenal sebagai jaring insang, hal ini disebabkan prinsip penangkapannnya adalah dengan membelit insang ikan. 2 Deskripsi unit penangkapan ikan Ukuran kapal yang digunakan tergantung pada besar kecilnya skala usaha, umumnya sekitar 5-40 GT, beroperasi pada perairan 4-12 mil dari garis pantai. Kapal berdimensi panjang LOA 12-16 m, lebar B 2,7-3,2 m, dan dalam D 1,8-2,2 m. Kapal umumnya dilengkapi palkah untuk tempat penyimpanan ikan. Ruangan palkah terletak dibawah lantai dek kapal dengan panjang 1,5-2 m, lebar 1 m, dan dalam 1-1,5 m. Kapal terbuat dari kayu, yaitu kayu bungur Lagerstoemia speciosa, dan kayu laban Vitex pubescens. Kapal dilengkapi mesin dalam inboard engine, kekuatan mesin bervariasi anatar 22-160 PK sesuai dengan ukuran kapal yang digunakan. Bahan bakar yang digunakan adalah solar. Konstruksi alat tangkap gillnet secara garis besar terdiri atas badan jaring webbing yang berbentuk empat persegi panjang, pelampung tanda, pemberat, tali ris atas, tali ris bawah dan tali selambar. Badan jaring terbuat dari bahan nylon multifilament. Pada umumnya jaring gillnet yang terbuat dari multifilament adalah dari bahan PA 210 D 15, ukuran mesh size 4,5-5 inchi. Panjang jaring 114 setiap piece 45 m, lebar atau dalam 24 m. Jaring dilengkapi dengan tali ris pada bagian atas untuk mengikatkan pelampung float dan tali ris pada bagian bawah untuk mengikatkan pemberat sinker. Fungsi pelampung dan pemberat adalah agar tubuh jaring dapat terapung dan terentang secara vertikal. Setiap kali operasi menggunakan 40-60 piece, sehinggga panjang jaring mencapai 1800- 2700 m. Nelayan gillnet berjumlah 5-12 orang. Pendapatan nelayan diperoleh melalui bagi hasil, yaitu hasil kotor dikurangi 25 untuk biaya operasi, 19 perbaikan jaring, 6 upah nakhoda. Sisanya 40 untuk buruh dan 60 pemilik. 3 Kegiatan operasi penangkapan ikan Setiap kapal perikanan yang akan melakukan kegiatan usaha perikanan, diharuskan memiliki Surat Izin Kepemilikan Perahu SIKP dan surat Izin Usaha Perikanan SIUP yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan setempat. Pemilik kapal juga diharuskan memiliki surat izin berlayar yang dikeluarkan oleh Syahbandar. Surat Izin harus diperbaharui setiap tahunnya oleh pemilik kapal. Kapal berangkat dari fishing base pukul 16.00 WIB, dengan lama trip berkisar antara 7-15 hari. Waktu yang diperlukan menuju fishing ground sekitar 1-6 jam, bergantung jarak yang ditempuh. Fishing ground nelayan gillnet Palabuhanratu antara lain berada di Ujung Genteng, Cisolok, Jampang dan Deli. Fishing ground nelayan gillnet Cilacap meliputi Perairan Selatan Jawa Tengah, Selatan Gunung Kidul dan Perairan Pangandaran. Metode operasi meliputi setting, drifting, dan hauling. Setting dilakukan sekitar pukul 18.00 WIB berlangsung sekitar 1-2 jam, berakhir sekitar pukul 20.00 WIB. Setting dimulai dengan penurunan pelampung tanda, penurunan badan jaring sampai pada penurunan pelampung tanda yang terakhir. Jaring akan terentang dengan mengikuti arah arus atau angin, dibiarkan hanyut drifting 5-10 jam. Hauling dilakukan pagi hari sekitar pukul 04.00 WIB, berlangsung sekitar 2- 3 jam. Penarikan jaring dilakukan piece demi piece, dari bagian jaring yang terdekat dengan kapal. Jumlah hasil tangkapan per trip, akan tergantung pada musim. Pada saat musim puncak hasil tangkapan bisa mencapai 5 ton, saat musim peralihan berkisar antara 2-3 ton dan pada saat musim panceklik sekitar 5 kwintal-1 ton. 115 4 Penanganan dan pengolahan ikan Penanganan ikan diawali dengan melepaskan ikan yang terjerat pada mata jaring. Ikan dibersihkan dari sampah atau kotoran yang melekat dan dicuci dengan air laut. Ikan disortir menurut jenis dan ukuran ikan, selanjutnya ikan dimasukkan kedalam palkah yang diberi es curah sesuai dengan banyaknya ikan. Hasil tangkapan disimpan dalam palkah, jika hasil tangkapan melimpah dapat disimpan ke dalam blong drum plastik yang diletakkan di geladak kapal. Kualitas hasil tangkapan tergolong baik, hasil tangkapan dibersihkan terlebih dahulu sebelum dimasukkan kedalam palkah. Penyimpanan di dalam palkah atau blong dilakukan menggunakan es curah, sehingga kualitas ikan masih baik. Ikan dipasarkan dalam kondisi segar atau olahan. Ikan yang masih dalam kondisi baik, akan djual dalam bentuk segar. Ikan yang sudah dalam kualitas jelek, akan dilakukan pengolahan dalam bentuk ikan pindang atau ikan asin. 5 Distribusi dan pemasaran Hasil tangkapan gillnet multifilament masih terbatas untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Hasil tangkapan dibatasi oleh mutu ikan yang tidak memenuhi standar ekspor. Tujuan pemasaran dapat berupa pasar lokal yaitu penduduk di sekitar pelabuhan, maupun untuk pemasaran keluar daerah. Peluang ekspor hasil tangkapan terbuka untuk jenis ikan cakalang, namun karena mutunya kurang baik saat ini cakalang dari hasil tangkapan gillnet belum diekspor. Hasil tangkapan gillnet dari PPN Palabuhanratu, dipasarkan untuk konsumsi lokal penduduk Palabuhanratu dan daerah sekitarnya. Pemasaran keluar daerah meliputi Jakarta, Bandung dan Bogor. Pemasaran keluar daerah dalam bentuk segar, khususnya untuk ikan pelagis besar seperti tongkol, tenggiri dan cakalang. Pemasaran dalam bentuk olahan seperti pindang dan asin. Distribusi melalui angkutan darat, diantaranya menggunakan truk, mobil bak terbuka dan mobil box.

5.1.4 Usaha Perikanan Payang 1 Deskripsi umum

Payang termasuk dalam kelas surroundingnet, dengan tujuan utama penangkapan adalah jenis ikan pelagis yang umumnya hidup bergerombol. 116 Prinsip penangkapan ikan dengan payang yaitu dengan cara membatasi gerak renang ikan, sehingga ikan terkurung pada tabir jaring dan selanjutnya masuk ke dalam kantong. Ciri khusus jaring payang adalah bibir bawah yang lebih menonjol di banding bibir atas Nomura and Yamazaki 1977. Payang merupakan alat utama yang digunakan oleh nelayan di PPN Pelabuhanratu. Jenis ikan pelagis tersebut, diantaranya yaitu layang Decapterus ruselli, lemuru Sardinella sp., kembung Rastrelliger spp., tongkol Euthynnus spp. serta cakalang Katsuwonus pelamis. 2 Deskripsi unit penangkapan ikan Perahu terbuat dari kayu, yaitu kayu bungur Lagerstoemia speciosa, bayur Pterospermun javanicum, dan jati Tectona grandis. Kayu untuk lunas kapal adalah kayu ulin Eusiderrixylon spp.. Daya tahan perahu dapat mencapai 10 tahun. Dimensi perahu LOA: 10-12 m, B: 2,5-2,8 m, dan D: 1-1,5 m. Perahu dilengkapi palkah ikan, dengan panjang 2,4 m, lebar 1 m, dan dalam 1 m. Kapal bermesin outboard, dengan kekuatan mesin rata-rata 40 PK, kecepatan 4,0-4,5 knot. Bahan bakar yang digunakan adalah bensin dicampur minyak tanah. Alat tangkap terdiri atas bagian sayap wing, badan body dan kantong cod end. Payang terbuat dari bahan nylon multifilament, panjang keseluruhan mencapai 500 m. Jumlah mata keliling kantong 850 mata, bagian badan 825-625 mata, sayap 300-250 mata, dan bagian wing 40 mata. Mesh size pada bagian kantong 2,6-18,2 cm, terdiri dari 17 macam ukuran mata jaring. Mesh size bagian badan 20,3 sampai 33,1 cm. Mesh size bagian sayap 34-35 cm, dengan 3 macam ukuran. Mesh size wing tip 37,5 cm. Pelampung yang digunakan berupa jirigen plastik dan pelampung bambu. Jirigen plastik berjumlah 7 buah. Enam buah ukuran 20 liter dan 1 buah ukuran 50 liter yang digunakan untuk unjul-unjul. Pelampung diikatkan pada tali ris atas pada bagian mulut jaring. Unjul-unjul diletakkan di tengah-tengah bago-bago. Pelampung bambu 46 buah dengan ukuran panjang 100-150 cm dan diameter 10 cm. Jarak antar pelampung 6 meter terhitung dari ujung sayap. Pemberat berupa timah hitam, berjumlah 39 buah, ukuran 1,5-2 kg. Pemberat diikatkan langsung pada tali ris bawah dan dipasang diantara 2 117 pelampung bambu. Tali pelampung terbuat dari polyethylene PE, diameter 3 mm panjang 400 m. Tali pemberat diameter 5 mm, dengan panjang 325 m. Tali penarik berdiameter 16 mm dengan penarik depan yaitu pada sayap kiri berukuran 15 m, tali penarik belakang atau tali selambar belakang berukuran 150-200 m. Jumlah ABK sekitar 18-20 orang. Satu orang sebagai ‘tekong’, dua orang sebagai anak payang, satu orang sebagai juru mudi, dan lainnya bertugas dalam operasi penangkapan ikan. Nelayan memperoleh pendapatan melalui bagi hasil yaitu dengan cara nilai jual hasil tangkapan dibagi 50 untuk pemilik dan 50 untuk nelayan buruh, setelah terlebih dahulu dikurangi dengan biaya operasi. 3 Kegiatan operasi penangkapan ikan Pengoperasian payang dimulai dari persiapan, perjalanan ke fishing ground, penentuan fishing ground, penurunan jaring setting dan penarikan jaring hauling. Kapal berangkat dari fishing base menuju ke fishing ground sekitar pukul 06.00 WIB. Penentuan fishing ground biasanya dengan cara menduga-duga berdasarkan pengalamanan dan tanda-tanda alam yang ada di perairan. Waktu yang diperlukan dari fishing base menuju fishing ground sekitar 1-1,5 jam. Setting dimulai setelah kapal sampai di fishing ground dan menemukan gerombolan ikan, jaring diturunkan dimulai dengan penurunan pelampung tanda. Penurunan jaring dilakukan sampai semua badan jaring diturunkan. Selanjutnya kedua sayap didekatkan. Anak payang meloncat ke dalam lingkaran jaring untuk menghadang dan menakut-nakuti ikan agar tetap berada dalam lingkaran jaring. Hauling dilakukan dengan cara menarik jaring, mulai dari tali selambar hingga bagian kantong ke atas kapal. Saat bagian kantong sudah berada di atas kapal, hasil tangkapan mulai diangkat dan dimasukkan ke keranjang, blong ataupun palkah ikan. Jaring ditata kembali untuk melakukan kegiatan setting berikutnya. Perikanan payang bersifat musiman. Musim panceklik terjadi pada bulan September sampai Desember, biasanya pada saat tersebut terjadi penurunan hasil tangkapan. Musim puncak terjadi pada bulan Juni-Agustus, pada musim ini hasil tangkapan nelayan melimpah. Nelayan umumnya melakukan upaya penangkapan lebih tinggi pada saat musim banyak ikan atau musim puncak. 118 4 Penanganan dan pengolahan ikan Proses penanganan dan pengendalian hasil tangkapan di kapal yaitu ikan terlebih dahulu disortir atau dipisahkan berdasarkan jenis ikan ataupun nilai ekonomisnya. Ikan hasil tangkapan yang telah disortir disimpan ke dalam blong, palkah ataupun keranjang bambu. Untuk mempertahankan kondisi ikan tetap dalam keadaan baik, ikan dicampur dengan es. Kesadaran nelayan untuk membawa es dalam kegiatan operasi penangkapan ikan sudah mulai meningkat. Hasil tangkapan yang berkualitas baik dijual dalam kondisi segar, sedangkan yang berkualitas jelek akan diolah oleh industri-industri pengolahan. Pengolahan biasanya dalam bentuk ikan pindang, ikan asin dan abon ikan. 5 Distribusi dan pemasaran Hasil tangkapan payang dipasarkan hanya untuk konsumsi lokal dan keluar daerah. Tujuan pemasaran tangkapan payang dari PPN Palabuhanratu antara lain untuk konsumsi lokal daerah Palabuhanratu dan wilayah sekitarnya. Pemasaran keluar daerah meliputi Jakarta, Bandung, Bogor, Tasikmalaya dan Cianjur. Alat transportasi yang digunakan untuk pendistribusian ikan berupa truk, mobil bak terbuka dan mobil box. Ikan segar yang akan didistribusikan disimpan dalam blong atau styrofoam yang sudah diberi es, sedangkan untuk ikan olahan menggunakan keranjang plastik atau keranjang bambu.

5.1.5 Perikanan Purse Seine 1 Diskripsi umum

Alat tangkap purse seine di Indonesia sering disebut juga dengan nama pukat cincin. Salah satu keunikannya adalah kemampuan mengurung kawanan ikan sejenis dalam jumlah besar, dengan cara melingkari dan merapatkan kedua sisi bawah jaring hingga membentuk cawan raksasa yang akan mengurung ikan tersebut dalam jaring. Purse seine dapat dioperasikan dengan menggunakan satu kapal one boat system atau dua kapal sekaligus two boat system. Ayodhyoa 1981 mengemukakan, tujuan penangkapan purse seine adalah ikan-ikan yang merupakan pelagic shoaling spesies membentuk kumpulan padat dan berada dekat permukaan air sea surface atau jenis-jenis ikan yang 119 mempunyai sifat tertarik oleh suatu atraktor, seperti rumpon dan cahaya lampu. Kelompok ikan tersebut, diantaranya yaitu layang Decapterus ruselli, lemuru Sardinella longicep, kembung Rastrelliger spp., tongkol Euthynnus spp. serta cakalang Katsuwonus pelamis. Pada awalnya jenis purse seine mempunyai kantong, lama kelamaan berubah dan ternyata jaring tanpa kantong lebih praktis. 2 Deskripsi unit penangkapan ikan Purse seine di Perairan Selatan Jawa banyak dioperasikan olah nelayan di PPN Prigi. Purse seine yang digunakan berukuran sedang, untuk menangkap ikan pelagis di perairan 4-12 mil. Purse seine juga digunakan oleh nelayan di PPP Cilautereun, dengan ukuran lebih kecil atau biasa disebut dengan mini purse seine. Purse seine yang beroperasi di PPN Prigi menggunakan dua kapal, namun cara pengoperasian alat tangkap termasuk dalam kategori one boat system. Kapal disebut dengan istilah kapal ”ketinting” dan kapal ”johnson”. Kapal ”ketinting” berukuran LOA: 15-16 m, D: 3,5-4 m dan D: 2-2,3 m. Ukuran kapal sekitar 20- 30 GT, inboard engine sekitar 200 PK dan bahan bakar solar. Kapal ”johnson” berukuran 10-15 GT, dengan LOA: 13-16 m, D: 3-3,5 m, d: 1,5-1,7 m. Kapal menggunakan mesin luar outboard engine, berukuran sekitar 80 PK. Kapal mini purse seine di PPP Cilautereun berukuran panjang LOA sekitar 12 m, lebar D 1,8 m dan dalam d 0,7 m. Ukuran GT kapal 2-3 GT, dengan mesin dalam outboard engine ukuran sekitar 40 PK. Kapal dilengkapi dengan dua buah katir yang terbuat dari bambu dengan panjang 5 m, diikatkan dengan 2 kayu berukuran 1,5 m. Katir berfungsi menjaga keseimbangan kapal. Kapal dilengkapi pula dengan dua tiang sebagai penyangga bambu yang dipasang di atas kapal, berfungsi untuk memantau keberadaan ikan. Konstruksi purse seine terdiri atas kantong bag, wing tubuh jaring, corck line floating line, lead line sinker line, purse line, ring cincin, dan bridle ring. Tubuh jaring terbuat dari bahan polyamide PA 210 D6, mesh size 1-1,25 inci. Kantong dapat terbuat dari bahan yang sama polyamide atau menggunakan bahan polyethylene PE, mesh size 0,75-1 inci. Srampad selvedge, dipasang pada bagian pinggiran jaring yang berfungsi untuk memperkuat jaring pada waktu dioperasikan terutama pada waktu penarikan jaring. Srampad selvedge dipasang 120 pada bagian atas, bawah, samping kanan dan kiri. Panjang jaring purse seine sekitar 650-700 m dan lebar jaring 60-75 m. Panjang jaring mini purse seine sekitar 360-400 m, dengan lebar sekitar 40 m. Dilengkapi dengan pelampung dan pemberat, pelampung dari bahan synthetic rubber dan pemberat dari bahan timah. Cincin dari bahan kuningan, digantungkan pada tali pemberat dengan jarak 3 m. Kedalam cincin ini dimasukkan tali pengerut atau tali kolor purse line. Alat bantu gardan winch, digunakan untuk menarik tali kolor. Kapal dilengkapi dengan palkah ikan untuk menyimpan hasil tangkapan, berjumlah 3-4 buah. Pada kapal yang berukuran kecil, tidak dilengkapi palkah ikan. Ikan ditempatkan di blong berkapasitas 100 kg. Nelayan per unit purse seine di PPN Prigi berjumlah 20-25 orang. Jumlah nelayan per unit mini purse seine di PPP Cilautereun berjumlah 8-10 orang. Pembagian tugas yaitu, 1 orang bertugas sebagai juru mudi atau nakhoda yang bertindak juga sebagai fishing master, 1 orang bertugas mengemudikan kapal, 1 orang bertugas sebagai juru mesin, 1 orang sebagai pemantau ikan, 8-10 orang sebagai penarik jaring, 2-4 orang penarik tali pengerut dan 1 orang penguras. Bagi hasil pada perikanan purse seine yaitu pemilik kapal mendapatkan bagi hasil 50 dan ABK 50 dari hasil tangkapan, setelah sebelumnya dikurangi dengan biaya operasi penangkapan. Bagian ABK akan dibagi untuk semua ABK, dengan bagian untuk nakhoda kapal biasanya lebih besar. 3 Kegiatan operasi penangkapan ikan Purse seine yang melakukan penangkapan ikan pada siang hari, mulai melakukan persiapan sekitar pukul 04.00 WIB. Pukul 05.00 kapal berangkat menuju fishing ground, dengan lama perjalanan 1-1,5 jam. Setting dimulai dengan penurunan pelampung tanda, badan dan sayap. Satu orang nelayan bertugas menggiring ikan dengan cara memukulkan tongkat dari bambu. Lama setting sekitar 30 menit. Setelah ikan masuk jaring tali selambar ditarik, sehingga terbentuk seperti mangkuk. Hauling dilakukan dengan menarik jaring secara perlahan, sampai cincin dan bagian kantong terangkat. Ikan dimasukkan ke dalam palkah. Jaring dirapihkan kembali untuk melakukan setting berikutnya. 121 Purse seine yang beroperasi pada malam hari, melakukan persiapan sekitar pukul 14.00 WIB. Kapal berangkat menuju fishing ground sekitar pukul 16.00 WIB, dengan lama perjalanan 1-2 jam. Operasi penangkapan dimulai dengan pemasangan lampu. Penurunan lampu dilakukan oleh 1–2 orang tukang lampu, lampu dibiarkan selama 2–3 jam dengan tujuan ikan berkumpul di sekitar lampu. Setelah ikan berkumpul di sekitar lampu, proses penurunan jaring dilakukan. Jaring dilingkarkan mengelilingi kelompok ikan dan purse line ditarik secepat mungkin, agar kelompok ikan tidak dapat meloloskan diri kearah horizontal maupun vertikal. Penarikan purse line dilakukan dengan menggunakan gardan. Hauling dilakukan dengan mengangkat tali pelampung, tali pemberat dan badan jaring ke atas kapal, bagian kantong tetap berada di atas air. Kegiatan setting dan hauling umumnya dilakukan 3 kali, jika 1 atau 2 kali setting hasil tangkapan sudah banyak dan keranjang ikan terisi penuh, operasi penangkapan dihentikan. Nakhoda memberikan perintah untuk kembali ke fishing base. Alat tangkap ditata seperti semula, lampu petromak disimpan diatas kapal, jangkar ditarik kembali, dan mesin dinyalakan untuk kembali ke fishing base. 4 Penanganan dan pengolahan ikan Penanganan hasil tangkapan dimulai setelah ikan masuk ke dalam jaring purse seine dan diangkat ke atas kapal. ABK mengambil hasil tangkapan dengan menggunakan serok. Pengambilan hasil tangkapan dilakukan secara hati-hati agar ikan tidak rusak. Penyortiran ikan dilakukan di atas kapal, ikan disortir berdasarkan jenis ikan dan ukuran ikan. Ikan yang sudah disortir disimpan dalam palkah atau blong dicampur dengan es curah. Dalam kondisi hasil tangkapan banyak, ikan ditimbun begitu saja di dalam palkah tanpa menggunakan es. Pada operasi purse seine dengan trip harian, penanganan ikan dan penggunaan es hanya dilakukan sekedarnya saja, sebagian besar nelayan tidak membawa es. Umumnya hasil tangkapan purse seine dalam kondisi mutu yang kurang baik. Ikan-ikan hasil tangkapan diolah oleh industri pengolahan menjadi ikan asap, ikan kaleng, ikan pindang maupun ikan asin. Ikan-ikan yang ukurannya tidak memenuhi standar atau kualitasnya rendah dan tidak layak untuk dikonsumsi, diolah menjadi pakan ternak atau tepung ikan. 122 5 Distribusi dan pemasaran Kualitas ikan yang kurang baik dari hasil tangkapan purse seine, menyebabkan jarang hasil tangkapannya dijual dalam kondisi segar. Sebagian besar hasil tangkapan dibeli oleh pengolah ikan untuk diolah menjadi produk olahan. Pengolahan dapat dalam bentuk ikan pindang, ikan asin atau tepung ikan. Dominasi alat tangkap purse seine di PPN Prigi, terlihat dari sebagian besar pemasaran hasil perikanan dari PPN Prigi adalah dalam bentuk ikan olahan. Tahun 2004, produksi yang dipasarkan dalam bentuk ikan asin mencapai 13.599 ton yang terdiri dari 7.885 ton ikan asin, ikan pindang 1.749 ton dan 3.965 ton ikan asap. Sementara pemasaran dalam bentuk ikan segar berjumlah 4.195 ton.

5.1.6 Perikanan Trammel Net 1 Deskripsi umum

Trammel net merupakan alat tangkap yang terdiri atas lembaran jaring berlapis tiga. Dua lapis jaring bagian luar outer net, yang mengapit jaring bagian dalam inner net. Mesh size jaring bagian dalam lebih kecil. Berdasarkan cara pengoperasiannya, trammel net termasuk jenis bottom gillnet. Trammel net dioperasikan didasar perairan, dengan tujuan utama menangkap udang. Trammel net banyak digunakan oleh nelayan di Kabupaten Cilacap. Pasca pelarangan trawl tahun 1980, trammel net digunakan oleh kapal eks trawl di Kabupaten Cilacap, khususnya oleh kapal yang mendaratkan ikannya di PPI Sentolokawat. Pada saat ini keberadaan unit trammel net juga masih dominan dioperasikan oleh nelayan di PPS Cilacap, disamping unit gillnet dan longline. 2 Deskripsi unit penangkapan ikan Kapal yang digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan dengan trammel net dapat berukuran kecil, ataupun kapal berukuran sedang. Perahu berukuran kecil terbuat dari bahan fiberglass, ukuran LOA: 9-10 m, B: 1-1,5 m dan D: 0,8-1 m. Perahu menggunakan motor tempel outboard engine, ukuran sekitar 15 PK berbahan bakar bensin. Kapal ukuran sedang yaitu 7-10 GT, dengan LOA: 10-12 m, B: 3-4 m dan D: 1,5-2 m. Kapal dilengkapi mesin motor dalam inboard engine 30 PK, berbahan bakar solar. 123 Konstruksi trammel net tidak berbeda dengan konstruksi gillnet pada umumnya. Tubuh jaring terdiri atas 3 lapis, yaitu 1 lapis jaring bagian dalam dan 2 lapis jaring bagian luar. Ukuran mata jaring lapisan dalam lebih kecil dari pada ukuran mata jaring lapisan luar. Umumnya jaring lapisan dalam terbuat dari bahan polyamide PA monofilament berukuran 210 D6-210 D4, ukuran mata jaring antara 1,5-1,75 inchi 3,8 cm-4,4 cm . Setiap lembar jaring mempunyai ukuran panjang 65,25 m 1.450 mata dan tingginya 51 mata. Jaring lapisan luar juga terbuat dari polyamide PA, ukuran benang lebih besar yaitu 210 D6 mesh size 5,5-6 inchi. Satu unit trammel net biasanya terdiri atas 7-12 piece. Pinggir jaring sebelah atas dan bawah dilengkapi dengan srampad selvade. Selvade berfungsi untuk memperkuat tubuh jaring pada penggantungnya,. Selvage berupa mata jaring yang dijurai dengan benang rangkap sehingga lebih kuat. Selvage berukuran mata jaring 4,5 cm, terdiri dari 1-2 mata pada pinggiran jatas dan 5-6 mata pada pinggiran bawah. Selvage dari bahan polyethylene PE. Trammel net dilengkapi dengan tali ris atas dan tali ris bawah. Tali ris terbuat dari bahan polyethylene PE dengan garis tengah tali 2-4 mm. Panjang tali ris atas berkisar antara 25,5-30 m, tali ris bawah antara 30-32 m. Dilengkapi pelampung dan pemberat yang berfungsi agar jaring dapat tegak di kolom air, dan mampu menghadang ikan atau udang. Jenis pelampung yang digunakan adalah plastik no. 18 dengan jarak pemasangan antara 40-50 cm. Tali pelampung terbuat dari bahan polyethylene dengan garis tengah 3-4 mm. Pemberat terbuat dari bahan timah, berat antara 10-13 gram. Pemberat dipasang dengan jarak antara 19-25 cm, pada sebuah tali yang terbuat dari bahan polyethylene dengan garis tengah 2 mm. Nelayan yang mengoperasikan trammel net terdiri atas 3-5 orang. Satu orang sebagai juru mudi yang bertindak juga sebagai fishing master. Nelayan lainnya bertugas mengoperasikan jaring dan menangani hasil tangkapan. 3 Kegiatan operasi penangkapan ikan Cara pengoperasian trammel net dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah dengan cara ditarik sweeping dan kebanyakan dioperasikan pada siang hari. Cara kedua dilakukan dengan cara dihanyutkan mengikuti arus seperti cara pengoperasian gillnet, biasanya cara ini dilakukan pada malam hari. 124 Trammel net yang dioperasikan oleh nelayan di Cilacap pada umumnya menggunakan metode ditarik sweeping. Trammel net dipasang di dasar perairan dengan posisi membentuk setengah lingkaran. Posisi jaring seperti demikian dapat tercapai, karena perahu bergerak melingkar membentuk setengah putaran. Setelah terbentuk garis lurus yang menghubungkan posisi umbal dengan posisi perahu, arah haluan diputar sehingga posisinya membelakangi umbal. Perahu bergerak cepat menjauhi umbal guna menarik jaring yang telah dipasang, sehingga jaring menyapu sweeping permukaan dasar perairan. Udang di dasar perairan, akan terkejut dan bergerak meloncat keatas, lalu terjerat pada jaring. 4 Penanganan dan pengolahan ikan Unit trammel net yang berukuran kecil tidak dilengkapi dengan palkah ikan. Udang hasil tangkapan dimasukkan kedalam blong plastik atau kotak styrofoam. Pada unit berukuran besar, kapal dilengkapi dengan palkah ikan. Udang hasil tangkapan dimasukkan kedalam blong, selanjutnya disimpan dalam palkah. Hasil tangkapan utama trammel net adalah udang. Udang merupakan komoditas ekspor. Penanganan di atas kapal dilakukan secara hati-hati. Udang disortir menurut jenis, ukuran dan keutuhannya. Dicuci bersih menggunakan air laut, selanjutnya dimasukkan kedalam blong plastik berisi air laut atau air tawar dan diberi es curah. Blong-blong disimpan di dalam palkah , jika air keruh diganti dengan air baru dan ditambah dengan es. 5 Distribusi dan pemasaran Hasil tangkapan udang khususnya dari PPS Cilacap dijual ke industri- industri pengolahan udang beku di PPS Cilacap, atau ke kota lain seperti Semarang, Surabaya dan Jakarta. Pemasaran dilakukan oleh bakul-bakul besar. Udang segar juga dipasarkan secara langsung ke restoran atau supermarket. Pasar ekspor udang beku dari PPS Cilacap meliputi Jepang, Hongkong, Taiwan, Singapora, Thailand, China, Vietnam, USA, Jerman, Finlandia, Belgia dan Yunani. Ekspor dilakukan langsung melalui pelabuhan Cilacap, maupun pelabuhan di Semarang, Surabaya dan Jakarta. 125

5.1.7 Perikanan Gillnet Monofilament 1 Deskripsi umum

Gillnet monofilament merupakan jaring insang yang umum digunakan untuk menangkap ikan demersal, seperti layur Trichiurus savala, bawal putih Pampus argentius dan lobster Panulirus sp.. Penggunaan alat ini dilakukan secara multipurpose sesuai dengan musim penangkapan Ikan. Gillnet monofilament, biasanya disebut sebagai jaring sirang. Jaring sirang memiliki mesh size berlainan, sesuai dengan ikan tujuan tangkap. Gillnet monofilament banyak digunakan oleh nelayan skala kecil, karena disamping harganya murah juga sesuai dengan kapasitas kapal yang berukuran kecil. 2 Deskripsi unit penangkapan ikan Perahu berukuran 1-2 GT, terbuat dari bahan fiberglass. Perahu dilengkapi katir untuk menjaga keseimbangan kapal. Perahu bermesin outboard, kekuatan mesin 5-15 PK, berbahan bakar bensin. Kapal berdimensi LOA: 8 – 9 m, B: 0,7 - 1,0 m, dan D: 0,7 - 1,0 m. Kapal tidak dilengkapi dengan palkah ikan, hasil tangkapan biasanya ditempatkan dalam blong ataupun kotak styroform. Konstruksi jaring terdiri atas badan jaring webbing berbentuk empat persegi panjang, pelampung tanda, pemberat, tali ris atas, tali ris bawah dan tali selambar. Badan jaring terbuat dari bahan nylon monofilament, ukuran mata jaring yang digunakan berbeda untuk jenis ikan yang berbeda. Pada penangkapan bawal putih, mesh size 4,5-5 inchi, nomor benang 70, panjang jaring 40 m dan lebar 8 m. Pelampung berjumlah 27 buah, jarak antar pelampung 1,5 m. Untuk menangkap layur disebut jaring ciker, mesh size 2-3 inchi, nomor benang 30. Panjang jaring ciker sekitar 60 m dan lebar 8 m. Jumlah pelampung sebanyak 40 buah, jarak antar pelampung 1,5 m, diantara dua pelampung terdapat satu pemberat. Mesh size untuk menangkap lobster 3-5 inchi, tali ris PE diameter 4 mm, lebar 1,5 m. Panjang per piece 75-90 m dan lebar 1m, panjang jaring 5-20 piece per unit. Nelayan berjumlah 2-3 orang. Nelayan memperoleh pendapatan dengan sistem bagi hasil, yaitu 80 nelayan pemilik dan 20 nelayan buruh dari hasil tangkapan kotor. Semua biaya operasi yang meliputi bensin dan perbekalan konsumsi, serta biaya perawatan ditanggung oleh pemilik. 126 3 Kegiatan operasi penangkapan ikan Tahap operasi meliputi setting, drifting dan hauling. Setelah kapal sampai di fishing ground, kecepatan kapal dikurangi dan dua orang pandega mulai menurunkan jaring. Setting dimulai sekitar pukul 7-8 pagi. Setting dilakukan dari lambung kiri kapal dimulai dengan penurunan pelampung tanda dan pemberat pertama, dilanjutkan dengan penurunan pelampung, badan jaring, pemberat, pelampung tanda dan diakhiri pemberat terakhir. Setelah semua badan jaring diturunkan ke laut, tali selambar yang terhubung dengan tali ris atas diikat pada haluan kapal, mesin kapal dimatikan dan melakukan drifting selama 4-6 jam. Saat penarikan jaring hauling, tali yang menghubungkan kapal dengan gillnet dilepas. Haluan kapal diputar, agar posisi alat tangkap ada di sebelah kiri lambung kapal, mesin kapal dimatikan. Hauling dilakukan dengan menarik pemberat dan pelampung tanda, diikuti penarikan pelampung, badan jaring dan pemberat. Ikan dipisahkan menurut jenisnya di atas kapal. Hauling diakhiri dengan penarikan pelampung tanda dan pemberat yang pertama kali diturunkan. Pada penangkapan lobster, operasi penangkapan biasanya dilakukan sekitar pukul 03.00 WIB. Pada saat setting, mesin dihidupkan dan perahu berjalan dengan kecepatan rendah. Hauling dilakukan sekitar 2 jam setelah setting. Nelayan biasanya melakukan setting 2 kali per trip penangkapan, setelah itu kembali ke fishing base dan sampai sekitar pukul 9.00-10.00 WIB. Musim penangkapan lobster berlangsung sepanjang tahun. Musim puncak biasanya bersamaan dengan jatuhnya musim penghujan, yaitu sekitar bulan September-Januari. Musim paceklik terjadi sekitar April-Mei bersamaan dengan musim kemarau dan angin kencang serta ombak besar. Penangkapan biasanya dilakukan di perairan karang. Keadaan ini sangat beresiko, jaring seringkali tersangkut karang dan menyebabkan sobek dan tidak dapat digunakan lagi. 4 Penanganan dan pengolahan ikan Kapal gillnet berukuran kecil dan tidak dilengkapi dengan palkah ikan. Nelayan membawa blong plastik atau kotak styrofoam untuk tempat menyimpan hasil tangkapan. Nelayan biasa juga meletakkan hasil tangkapan di atas dek kapal, kondisi ini sangat mempengaruhi mutu ikan. 127 Lama trip penangkapan bersifat harian one day fishing, menyebabkan nelayan jarang membawa es. Hanya sebagian nelayan saja yang membawa es, biasanya sekitar 3 balok. Harga es per balok yang sekitar Rp 7.000,00, dirasakan cukup mahal oleh nelayan dan menambah beban biaya operasi penangkapan. Pada penangkapan lobster, proses penanganan dilakukan dengan dua cara, yaitu 1 menggunakan pasir kering, dan 2 lobster ditaruh pada jaring dibiarkan terkena air laut. Penanganan menggunakan pasir kering dilakukan dengan cara menaburkan pasir ke seluruh tubuh lobster. Lobster dimasukkan kedalam kotak styrofom atau blong plastik. Pasir berguna untuk tetap menjaga kelembaban tubuh lobster. Pada cara penanganan yang kedua, lobster dimasukkan kedalam jaring dan dibiarkan terkena air laut. Lobster yang berada dalam jaring diikatkan pada bagian samping kapal, sehingga lobster tetap hidup. 5 Distribusi dan pemasaran Khusus untuk hasil tangkapan bawal putih dan layur yang berkualitas ekspor, biasanya ikan dibeli oleh bakul ikan dan pengumpul ikan dari luar kota. Oleh pengumpul bawal putih atau layur akan dibawa ke perusahaan eksportir untuk dilakukan penanganan lebih lanjut. Sistem transportasi lobster hidup ada 2 macam, yaitu sistem basah dan sistem kering. Transportasi sistem basah dilakukan dengan menggunakan wadah berisi air laut. Transportasi dapat dilakukan secara tertutup atau terbuka. Pada sistem tertutup, lobster dimasukkan ke dalam kantung plastik tebal berisi air dan diberi oksigen secukupnya, selanjutnya dimasukkan ke dalam kotak styrofoam. Pada sistem terbuka, lobster dimasukkan kotak fiberglass dan dipertahankan hidup dengan sistem aerasi. Suhu air dipertahankan stabil, dengan memasukkan beberapa kantung plastik berisi es. Sistem kering dilakukan dengan membius lobster sampai pingsan. Media yang digunakan adalah serbuk gergaji atau serutan kayu atau kertas koran yang lembab dan bahan karung goni. Media harus dicuci terlebih dahulu sampai bersih untuk menghilangkan bau, kotoran, atau bahan berbahaya. Media yang digunakan harus dibuat lembab, dengan memasukkannya ke dalam frezeer. Pendinginan media, dapat juga menggunakan es balok yang dibungkus plastik. 128

5.2 Subsistem Pelabuhan Perikanan: Fungsionalitas dan Aksesibilitas

Undang-Undang 312004 tentang Perikanan memberikan fungsi yang strategis bagi keberadaan pelabuhan perikanan. Pembangunan pelabuhan perikanan diperlukan dalam rangka menunjang usaha serta pengembangan ekonomi perikanan secara menyeluruh, terutama dalam menunjang perkembangan industri perikanan baik hulu maupun hilir. Salah satu tujuan dari dibangunnya pelabuhan perikanan di berbagai wilayah di Indonesia, adalah tercapainya pemanfaatan sumberdaya perikanan yang seimbang, merata dan proporsional. Keberadaan pelabuhan perikanan sebagai suatu lingkungan kerja, diharapkan akan mampu menjadi pusat pertumbuhan dan pengembangan kegiatan perikanan di suatu wilayah yang berbasis perikanan tangkap. Pada akhirnya, pembangunan pelabuhan perikanan diharapkan akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perkembangan ekonomi wilayah. Keberadaan pelabuhan perikanan juga mengemban tugas sebagai pusat pengawasan dan pengendalian sumberdaya perikanan. Pembangunan pelabuhan perikanan telah dimulai secara ide dasar dan persiapan konstruksi sejak repelita I yang dibebankan pada APBN. Pada awalnya pemerintah pusat hanya akan membangun pelabuhan perikanan terutama untuk mengakomodasikan atau memodernisasi perikanan terutama di tempat-tempat strategis. Namun atas desakan BAPPENAS dan desakan politik, maka pemerintah pusat didorong juga untuk membangun pangkalan pendaratan ikan. Direktorat Jenderal Perikanan pada Pelita I mulai menganggarkan rehabilitasi PPI yang sudah ada dan membangun yang baru. Hal ini menimbulkan berbagai kesulitan baik konseptual perencanaan yang panjang, persiapan dan pelaksanaan konstruksi mengingat luasnya wilayah Indonesia dan PPI sebenarnya merupakan kewajiban Pemda, kekurangpengetahuan pemerintah pusat menimbulkan banyak kurang berfungsinya dan efektifnya PPI yang dibangun pemerintah Suboko 2005. Pembangunan pelabuhan perikanan pada dasarnya adalah untuk meningkatkan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Nusantara dan ZEE Indonesia, dalam menunjang pengembangan perikanan tangkap baik skala kecil maupun skala industri. Suatu lokasi industri menghendaki akses yang mudah ke suplai bahan baku dan daerah tujuan pasar. Oleh karena itu dalam 129 pemilihan lokasi pelabuhan perikanan, harus diperhatikan keterkaitannya dengan fishing ground forward linkages dan tujuan pasar atau hinterland backward linkages Vigarié 1979 diacu dalam Lubis 1989; Lubis 2006; Ismail 2005. Pembangunan pelabuhan perikanan merupakan kegiatan yang kompleks dan memerlukan biaya yang sangat mahal, karena meliputi pekerjaan darat dan laut serta menyangkut aspek sosial ekonomi nelayan. Pembangunan pelabuhan perikanan memerlukan perencanaan yang matang dan komprehensif. Berbagai pengkajian perlu dilakukan sebelum sebuah pelabuhan perikanan dibangun. Pengkajian dimaksud diantaranya meliputi studi kelayakan, investigasi, studi detail design, konstruksi, operasi dan perawatan maintenance serta kelayakan ekonomi, sosial dan politik Soeboko 2005 Pada kenyataannya, saat ini banyak PPIPP yang terlantar dan tidak termanfaatkan. Hasil observasi lapang ke sejumlah PPPPI, ada beberapa PPPPI yang telah dibangun dengan dana sangat besar, tidak dapat berfungsi dengan baik. Hal ini menekankan bahwa, pembangunan suatu pelabuhan perikanan harus didahului dengan suatu pengkajian dan perencanaan yang matang dari berbagai aspek sesuai dengan kompleksitas yang dimiliki. Operasional pelabuhan harus dikelola oleh pengelola yang mampu menjalankan manajemen pelabuhan dengan baik. Pengendalian dan pengawasan operasional pelabuhan, perlu dilakukan dengan baik dan secara berkelanjutan.

5.2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi

Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN Palabuhanratu berada di sudut timur laut Teluk Pelabuhanratu. Lokasi pelabuhan berada pada 7 o LS dan 106 o 30’ BT. Teluk Pelabuhanratu merupakan teluk terbuka yang menghadap ke barat daya. Teluk dikelilingi oleh pegunungan terjal yang berkelanjutan ke bawah, sehingga perairan memiliki kedalaman lebih dari 200 m PT Perencana Djaya 1994. Kompleks pelabuhan dibangun di atas tanah seluas 10,6 ha, di daerah muara Sungai Cipalabuhan dan Cipangairan. Pembangunan pelabuhan dimulai sejak bulan April 1991 dan selesai pada bulan Desember 1992. Operasional PPN Palabuhanratu dimulai pada 18 Pebruari 1993. Dasar pembangunan pelabuhan 130 adalah studi pendahuluan oleh JICA tahun 1980 dan DARUDEC tahun 1984, pra studi kelayakan oleh PCIATELIER tahun 1985, studi kelayakan oleh RODGE- INCONEB 1986 dan Perencanaan Teknik oleh TRIPATRA ENG tahun 1989. Pelaksanaan konstruksi oleh PT PEMBANGUNAN PERUMAHAN PP. Studi Master Plan untuk Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelabuhan Jangka Pendek dan Jangka Panjang dilakukan oleh PT ASTRI ARENA tahun 1993. Pembangunan pelabuhan dibiayai dari dana APBN, APBD Jawa Barat, Asean Development Bank ADB dan Islamic Development Bank ISDB. Total dana sampai tahun 1993 sekitar Rp 16.800.000.000,00 PT Perencana Djaya 1994. Sejak beroperasi tahun 1993 hingga saat ini, PPN Palabuhanratu telah berkembang dan menambah berbagai fasilitas kepelabuhanan. Pada tahun 2002, PPN Palabuhanratu telah menambah fasilitas kolam pelabuhan dengan luas sekitar 2 ha, dengan biaya SPL-OECF INP-22. Kolam baru tersebut mulai dioperasikan sejak November 2002, dikhususkan untuk pendaratan kapal berukuran besar. 1 Fasilitas dan aktivitas PPN Palabuhanratu Hasil pengamatan terhadap kondisi fisik dari PPN Palabuhanratu menunjukkan, fasilitas yang ada telah termanfaatkan dengan baik. Alur masuk ke kolam pelabuhan, didesain untuk alur masuk kapal berukuran 100 GT. Kolam pelabuhan ada dua, yaitu 1 kolam dikhususkan untuk berlabuh kapal longline dengan kedalaman sekitar -3 m. Kolam lainnya untuk berlabuh kapal berukuran sedang dan kecil, dengan kedalamam sekitar -2 m dan -2,5 m. Panjang dermaga 509 m dan 410 m. Pemecah gelombang breakwater berukuran 125 m, 294 m, 200m dan 50 m PPN Palabuhanratu 2006. Sesuai dengan statusnya sebagai Pelabuhan Perikanan Nusantara, PPN Palabuhanratu telah dilengkapi dengan fasilitas yang cukup lengkap, baik fasilitas pokok, fungsional maupun fasilitas penunjang Lampiran 19. Aktivitas PPN Palabuhanratu cukup ramai. Kapal didominasi oleh kapal berukuran kecil, yaitu perahu motor tempel dengan alat tangkap payang, bagan, pancing dan jaring rampus. Kapal motor berukuran 10 GT meliputi jenis purse seine, gillnet dan rawai. Kapal berukuran 11-30 GT terdiri atas gillnet dan rawai, sedangkan kapal berukuran 30 GT hanya unit longline. Kapal longline mulai beroperasi sejak 131 tahun 2002, yaitu dengan selesai dibangunnya kolam untuk kapal ukuran besar. Jumlah kapal longline di PPN Palabuhanratu sebanyak 34 unit pada tahun 2006. Permasalahan utama PPN Palabuhanratu adalah dominasi kapal kecil yang masuk ke PPN. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan rencana awal pembangunan PPN, yang diharapkan dapat mengakomodir pelayanan kapal ukuran sedang dan besar. Kondisi ini juga berdampak pada tidak optimalnya fungsi pelabuhan. Kebutuhan solar di PPN Palabuhanratu terus meningkat. Peningkatan secara signifikan terjadi pada tahun 2004, yaitu berjumlah 10.380.781 l dari sebelumnya 4.821.870 l pada tahun 2003. Kebutuhan minyak tanah bervariasi, tahun 2003 sebanyak 1.119.078 l, menurun menjadi 889.965 l tahun 2004. Kebutuhan air tawar cenderung meningkat, tahun 2003 berjumlah 1.591.300 l, meningkat tajam tahun 2005 menjadi 6.034.700 l. Peningkatan kebutuhan BBM dan air tawar yang meningkat tajam pada tahun 2004, terjadi karena peningkatan aktivitas unit longline di PPN Palabuhanratu. Kebutuhan es berfluktuasi, terjadi penurunan pada tahun 1999-2001, dengan jumlah lebih kecil dari 100.000 balok per tahun. Kebutuhan es meningkat tahun 2004, yaitu 285.470 balok, tahun 2006 menurun menjadi 196.863 balok. Penurunan kebutuhan es tahun 1999-2001 dan peningkatan kebutuhan tahun 2004, tidak setajam jika dibandingkan dengan peningkatan kebutuhan BBM. Hal ini disebabkan tidak semua kapal longline menggunakan es. Beberapa kapal longline menggunakan palkah berpendingin untuk menjaga kualitas ikan. Kebutuhan umpan di PPN Palabuhanratu baru dicatat sejak tahun 2002, dengan jumlah kebutuhan 39.458 kg. Tahun 2004 meningkat menjadi 92.559 kg dan 2.013.400 ekor tahun 2006 tidak ada data. Kebutuhan umpan tercatat, dengan mulai beroperasinya unit longline di PPN Palabuhanratu tahun 2002. 2 Keterkaitan dengan fishing ground forward linkages Perahu berukuran kecil, dengan alat tangkap payang, bagan, pancing dan jaring rampus yang beroperasi terbatas di perairan sekitar Teluk Palabuhanratu. Kapal gillnet, purse seine, pancing ulur dan rawai berukuran 10 GT, beroperasi di sekitar Teluk Palabuhanratu hingga Perairan Ujung Genteng. Kapal gillnet dan rawai ukuran 10-30 GT beroperasi di luar Teluk Palabuhanratu, hingga mencapai 132 Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa Tengah. Fishing ground kapal longline meliputi Perairan ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa dan barat Sumatera. Lokasi fishing ground perahu berukuran kecil, menggunakan motor tempel ukuran sekitar 40 PK berada di sekitar Teluk Palabuhanratu, sekitar 1-12 mil dari garis pantai atau 1-2 jam perjalanan. Kapal berukuran lebih besar, dengan tenaga penggerak juga lebih besar mampu menjangkau fishing ground yang lebih jauh. Kapal gillnet bermesin inboard sekitar 160 PK, beroperasi 5-7 hari per trip. Jangkuan kapal longline lebih jauh, dengan lama trip 2-4 bulan per trip. 3 Keterkaitan dengan pasar backward linkages Lokasi PPN Palabuhanratu berjarak 1 km dari Kota Palabuhanratu. Akses jalan menuju Kota Palabuhanratu dari kota-kota terdekat, seperti Bogor, Cianjur dan Sukabumi relatif mudah. Akses dari Bogor dapat melalui ruas jalan Bogor- Cibadak-Palabuhanratu, dengan jarak sekitar 100 km dan waktu tempuh sekitar 2- 3 jam. Akses dari Bandung dapat ditempuh melalui jalur Bandung-Sukabumi- Palabuhanratu, berjarak 155 km dan waktu tempuh 3-4 jam. Jalur Cibadak- Palabuhanratu, dapat ditempuh melalui jalur alternatif Palabuhanratu-Cikidang- Cibadak dan Palabuhanratu-Cikembang-Cibadak. Palabuhanratu-Cibadak sekitar 40 km, waktu tempuh sekitar 1 jam. Prasarana jalan hotmix, lebar sekitar 6-7 m. Akses menuju Pelabuhan Udara Cengkareng Jakarta, untuk produk tuna segar fresh tuna berjarak sekitar 145 km, waktu tempuh 4-5 jam dalam kondisi jalan lancar. Hambatan utama menuju pasar adalah jalan yang sempit dan berkelok-kelok pada ruas Palabuhanratu-Cibadak. Kemacetan sering terjadi pada ruas Cibadak-Bogor, khususnya antara Rancamaya menuju Ciawi. Selanjutnya kemacetan sering terjadi di jalan tol Ciawi-Jakarta, terutama pada jam-jam sibuk di hari kerja atau saat hari libur dengan banyaknya kendaraan menuju Puncak.

5.2.2 Pelabuhan Perikanan Pantai PPP Cilautereun, Kabupaten Garut

Kabupaten Garut memiliki 5 PPI dan 1 PPP, yaitu PPI Sancang, PPI Cimarimuara, PPI Tanggeuleuk, PPI Bungbulang, PPI Rancabuaya dan PPP Cilautereun. PPP Cilautereun merupakan pusat kegiatan perikanan paling ramai, karena lokasi yang berdekatan dengan lokasi pariwisata. 133 Secara geografis PPP Cilautereun terletak pada posisi 7 o 40’06” LS dan 107 o 41’06’ BT. PPP Cilautereun berada di Muara Sungai Cilautereun, dengan dasar perairan berlumpur. PPP Cilautereun menempati suatu kawasan dengan luas 2,5 ha. Lokasi PPP yang berada di muara sungai, menyebabkan tingkat sedimentasi yang tinggi dari lumpur yang dibawa oleh aliran sungai. 1 Fasilitas dan aktivitas di PPP Cilautereun PPP Cilautereun dilengkapi darmaga yang terletak memanjang di sisi sungai, dengan panjang 400 m. Kolam pelabuhan ada dua, yaitu untuk kapal kecil yang berada di muara sungai, luas 100 m dan kapasitas tambat 35 kapal per hari. Kolam kedua, luas 300 m 2 dan kapasitas 10 kapal berukuran 25 GT. Kolam kedua terkadang dimanfaatkan juga oleh kapal-kapal kecil, pada saat air laut surut dan kapal tidak dapat masuk ke kolam yang ada di muara sungai. PPP Cilautereun sebagai pelabuhan perikanan tipe B, memiliki fasilitas cukup lengkap Lampiran 20. Beberapa fasilitas saat ini banyak yang mengalami kerusakan, khususnya pada fasilitas tambahan. Aktivitas cukup ramai, karena lokasi PPI selain untuk kegiatan perikanan juga digunakan untuk kegiatan wisata. 2 Keterkaitan dengan fishing ground forward linkages Fishing ground nelayan di PPP Cilautereun beroperasi terbatas di perairan pantai. Kapal atau perahu yang digunakan, masih terbatas pada kapal atau perahu berukuran kecil. Alat tangkap yang utama digunakan adalah mini purse seine, gillnet monofilament dan multifilament, serta pancing rawai. Lokasi fishing ground dari kapal-kapal yang ada, hanya mampu menjangkau perairan di sekitar pantai sampai batas sekitar 8 mil dari pantai. Kapal beroperasi di sekitar selatan Kabupaten Garut, bergerak kearah timur mencapai perairan Pangandaran dan kebarat mencapai perairan selatan Cianjur dan Palabuhanratu. 3 Keterkaitan dengan pasar backward linkages Jarak PPP Cilautereun menuju kota Kecamatan Pamempeuk sekitar 6 km, merupakan jalan desa beraspal hotmix dengan lebar 4-5 m. Jalan relatif datar, kondisi jalan baik dan sedikit kendaraan. Jarak menuju Kota Garut sekitar 85 km, 134 waktu tempuh sekitar 3-4 jam. Kondisi jalan merupakan jalan kabupaten, lebar sekitar 8-9 m, berkelok-kelok naik turun pegunungan dan terjal. Jarak menuju Bandung sekitar 154 km, waktu tempuh sekitar 4-6 jam. Jalan yang dilewati adalah jalan provinsi yang cukup ramai, yaitu jalur Bandung-Tasikmalaya. Akses dari Kota Garut menuju Jakarta melewati jalan tol Cikampek- Padalarang-Cileunyi, berjarak sekitar 330 km dengan waktu tempuh 8-9 jam. Hambatan utama akses pemasaran adalah kondisi prasarana jalan, khususnya pada ruas jalan Garut-PPP Cilautereun. Kondisi jalan pada beberapa ruas rusak, sempit dan berliku-liku. Pada umumnya pedagang dari luar kota, tidak setiap hari datang ke lokasi PPP. Pedagang luar kota datang pada waktu-waktu tertentu, khususnya saat musim ikan. Kondisi ini menyebabkan harga tidak dapat bersaing.

5.2.3 Pelabuhan Perikanan Samudera PPS Cilacap, Kabupaten Cilacap

Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap merupakan pelabuhan perikanan kelas A. Lokasi pelabuhan berada di Teluk Penyu. PPS Cilacap mulai beroperasi bulan April 1996, dengan status PPN, tahun 2001 naik statusnya menjadi PPS berdasarkan SK Menteri Kelautan 2612001. Perencanaan pembangunan pelabuhan telah dimulai sejak 1989. Dana pembangunan dan pengembangan pelabuhan dari berbagai sumber, diantaranya APBN, Pertamina, Dana Pengembangan ZEE Indonesia, SPL-OECF, dan BP4CA PPS Cilacap 2005b. Alat tangkap dominan di PPS Cilacap adalah gillnet, longline dan trammel net, dengan jumlah 130 unit, 68 unit dan 73 unit pada tahun 2004. Kapal trammel net memanfaatkan alur masuk pelabuhan, tetapi hanya sebagian mendaratkan ikannya di PPS Cilacap. Trammel net mendaratkan ikan didepo-depo sepanjang Kaliyasa dan di TPI Tegal Katilayu dengan hasil tangkapan utama udang. Hasil tangkapan utama adalah tuna, cakalang, layaran, setuhuk dan cucut yaitu sekitar 76,75 dari total tangkapan. Jenis ikan tersebut ditangkap menggunakan longline dan gillnet, ukuran 30 GT. Albakor, madidihang dan baby tuna lebih banyak ditangkap oleh unit longline. Cakalang dan lisong oleh gillnet. Setuhuk, layaran dan cucut merupakan hasil tangkap sampingan unit longline dan gillnet. Kendala utama PPS Cilacap adalah kondisi alur masuk yang mengalami pendangkalan, akibat dari aliran Sungai Kaliyasa. Pendangkalan alur masuk 135 mempengaruhi frekuensi kunjungan kapal, yang berdampak pada penurunan hasil tangkapan sekitar 56 tahun 2003-2004. Tahun 2006, produksi telah meningkat kembali lihat Bab 4.5. 1 Fasilitas dan aktivitas PPS Cilacap Kompleks pelabuhan memiliki lahan sekitar 307.826 m 2 . Lahan seluas 180.522 m 2 merupakan hak pakai, yang digunakan untuk area kolam pelabuhan, perkantoran, TPI dan perumahan. Lahan lainnya, sekitar 127.304 m 2 merupakan hak pengelolaan, diperuntukkan untuk area industri dan pengembangan. Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap sebagai pelabuhan perikanan tipe A, telah memiliki fasilitas kepelabuhanan yang sangat lengkap, baik fasilitas pokok, fungsional dan fasilitas penunjang Lampiran 21. Pembangunan fasilitas dan peningkatan kapasitas terus dilakukan. Fasilitas pada umumnya berfungsi dengan baik. Pelabuhan dikelola dengan baik, didukung SDM pengelola yang memadai. Area industri dan pengembangan disewakan, dengan perjanjian sewa 5, 10, 15 dan 20 tahun. Lahan yang telah memiliki surat perjanjian sewa 5 tahun, yaitu SPBU 1 unit luas 5.000 m 2 , gudang dan bengkel 7 unit luas 5.372 m 2 , pengolahan dan cold storage 7 unit luas 9.283 m 2 , toko BAP 2 unit luas 5.000 m 2 . Izin sewa 10 tahun, yaitu pengolahan dan cold storage seluas 360 m 2 . Perjanjian sewa 15 tahun yaitu gudang dan bengkel 1 unit luas 720 m 2 , pengolahan dan cold storage 1 unit luas 5.405 m 2 . Perjanjian 20 tahun, yaitu pabrik es 1 unit luas 2.250 m 2 , pengolahan dan cold storage 1 unit luas 4.500 m 2 . Area industri masih cukup luas, terbuka bagi investor untuk melakukan investasi usaha di PPS Cilacap. Pelayanan kebutuhan es, diantaranya dipasok oleh PT Andalan Mino Saroyo, PT Sumber Asrep, PD Sari Petodjo, PT Rias Samudera, dan CV Cilacap. Pada tahun 2006 jumlah es yang digunakan sebanyak 148.515 balok dengan nilai Rp 1.188.120.000,-. Harga jual per balok sebesar Rp 8.000,00. Jumlah pelayanan es menurun dibandingkan dengan tahun 2002 yang berjumlah 332.842 balok. Pelayanan solar disuplai oleh KUD Mino Saroyo dan PT Wijaya Kusuma. Kebutuhan solar tahun 2006 berjumlah 4.966 l, dengan nilai Rp 21.353.800,00, jumlah tersebut menurun dibandingkan tahun 2005 yang berjumlah 12.428 l dan bernilai Rp 53.440.400,00. 136 Fasilitas air tawar disalurkan oleh KUD Mino Saroyo kerjasama dengan PDAM Kabupaten Cilacap. Air tawar dijual dengan harga Rp 17.500,00 per m 3 . Kebutuhan air tawar tahun 2006 sebesar 5.799 m 3 , nilai Rp 185.581.700,00. Untuk memenuhi kebutuhan air minum saat melakukan operasi penangkapan ikan, nelayan membawa persediaan air sendiri berupa air mineral dalam galon. Mekanisme pasar dilakukan melalui sistem lelang. Ikan tuna tidak dilelang, karena dibawa langsung ke Jakarta untuk diekspor. Pemilik kapal tetap dikenakan retribusi sesuai Perda 132000 tentang Retribusi Pasar Grosir. Penjualan ikan dan udang tahun 2002 mencapai Rp 33,14 milyar, retribusi Rp 1,66 milyar. Sebesar 0,95 dari retribusi disetorkan sebagai PAD Kabupaten Cilacap. Tahun 2003, jumlahnya menurun menjadi 17,51 milyar. Tahun-tahun berikutnya tidak ada data. 2 Keterkaitan dengan fishing ground forward linkages Unit trammel net bermotor outboard, beroperasi di perairan pantai hingga 12 mil. Fishing ground meliputi perairan di sekitar Teluk Penyu, Karangbolong dan Teluk Pananjung di Pangandaran. Kapal gillnet dan kapal trammel net bermesin inboard, ukuran 10-30 GT beroperasi pada fishing ground yang lebih luas. Operasi penangkapan ikan ke barat mencapai Perairan Pamempeuk hingga Palabuhanratu dan kearah timur mencapai Perairan Selatan Kabupaten Pacitan. Kapal longline 30 GT beroperasi di fishing ground perairan ZEE Indonesia Perairan Selatan Jawa, kearah barat beroperasi hingga Perairan Barat Sumatera dan kearah timur mencapai Perairan Selatan Bali dan Laut Flores. Kapal longline beroperasi dalam waktu yang lama, yaitu sekitar 2-4 bulan per trip. 3 Keterkaitan dengan pasar backward linkages Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap berjarak 251 km dari Semarang, 2 km dari kota Kecamatan Cilacap Selatan. Kota Cilacap dapat ditempuh melalui jalur timur dan jalur barat. Jalur timur melalui Kebumen atau Purwokerto, dari jalur barat melalui Ciamis. Akses jalur timur relatif lebih mudah, prasarana jalan lebar dan beraspal. Jalur barat relatif lebih sempit, berbukit dan berkelok. Hasil tangkapan dari PPS Cilacap, sebagian besar merupakan komoditi ekspor, diantaranya tuna, albakor, meka, udang dogol, udang jerbung dan ubur- 137 ubur. Tuna segar diekspor melalui Bandara Soekarno Hatta Jakarta. Akses jalan menuju Jakarta melalui jalur Cilacap-Purwokerto-Cirebon-Jakarta atau Cilacap- Ciamis-Bandung-Jakarta, akses jalan dengan kondisi yang baik. Hambatan utama jika melalui jalur Purwokerto-Cirebon, berupa kemacetan. Saat hari “pasaran”, sejumlah pasar dipenuhi pengunjung hingga ke sisi jalan, menyebabkan kemacetan dan antrian panjang. Pada ruas jalan Cirebon-Jakarta sering terjadi kemacetan, karena ruas jalan ini merupakan akses utama jalan di Pantai Utara Jawa PANTURA. Ruas jalan Cirebon-Jakarta sangat ramai, baik untuk angkutan penumpang maupun angkutan barang. Jika melalui jalur Cilacap- Ciamis-Bandung, jalan relatif sempit dan berkelok-kelok naik turun perbukitan. Jalur ini tidak seramai PANTURA, dan jarang terjadi kemacetan. Sebagian produksi diekspor melalui perusahaan di Jakarta yaitu 1.230 ton pada tahun 2004. Sedangkan sekitar 7.423 ton produk olahan tuna beku, segar, kaleng, udang beku, keong beku, layur beku dan ubur-ubur kering diekspor dari Pelabuhan Cilacap. Negara tujuan ekspor adalah Jepang, USA, Thailand, China, Singapura, Hongkong, Vietnam, Inggris, Jerman, Finlandia, Belgia dan Yunani. Jenis ikan yang diekspor memiliki harga yang tinggi. Harga rata-rata ekspor tuna segar adalah 4,80 US , tuna beku 2,11, udang beku 9,26 , keong beku 0,50 , layur beku 4,80 , ubur-ubur kering asin 0,60 , tuna kaleng 1,77 – 2,82 . Ekspor dari PPS Cilacap telah melalui uji mutu di Laboratorium Pengujian dan Pengawasan Mutu Hasil Perikanan Kabupaten Cilacap.

5.2.4 Pangkalan Pendaratan Ikan PPI Pasir, Kabupaten Kebumen

Kabupaten Kebumen memiliki 3 Pangkalan Pendaratan Ikan PPI yaitu PPI Pasir, PPI Karangduwur dan PPI Argopeni. Searah dengan semangat otonomi daerah, Pemerintah Kabupaten Kebumen telah membangun beberapa PPI yaitu PPI Tanggulangin, PPI Rowo, dan PPI Srati. PPI Pasir merupakan PPI yang terbesar. PPI Pasir mulai beroperasi pada tahun 1978. PPI Pasir telah dibangun dengan menghabiskan biaya sampai dengan tahun 1998, sebesar Rp 3,7 milyar. Anggaran pembangunan PPI Pasir berasal dari Anggaran Pendapatan dan Balanja Negara APBN dan Anggaran Belanja Daerah APBD Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Kebumen. 138 1 Fasilitas dan aktivitas PPI Pasir PPI Pasir memiliki fasilitas memadai untuk sebuah pelabuhan berstatus PPI, baik fasilitas pokok, fungsional maupun fasilitas penunjang Lampiran 22. Fasilitas yang ada diantaranya darmaga, kolam pelabuhan, breakwater, rambu suar, TPI, rumah mesin, pabrik es mini dan sumur gali. Dalam perkembangannya, banyak fasilitas yang sudah dibangun tidak termanfaatkan dengan baik. Sedimentasi yang tinggi dari aliran sungai yang bermuara dekat pelabuhan, mengakibatkan kolam pelabuhan mengalami pendangkalan. Kolam pelabuhan memerlukan pengerukan, namun keterbatasan dana pemerintah daerah menjadi kendala. Tahun 2006, kolam sudah berupa daratan dan tidak dapat difungsikan. Aktivitas nelayan di PPI Pasir sebenarnya cukup tinggi, namun banyaknya fasilitas yang rusak menyebabkan pelayanan terganggu. Pendaratan kapal dilakukan di pantai terbuka, sangat berbahaya, kemungkinan hanyut terbawa gelombang. PPI Pasir merupakan salah satu PPI yang terimbas gelombang tsunami pada Mei 2006, banyak kapal pecah dan tidak dapat diperbaiki lagi. 2 Keterkaitan dengan fishing ground forward linkages Perahu nelayan di PPI Pasir berukuran kecil sekitar 1 GT, terbuat dari bahan fiberglass dan kayu. Jarak jangkau operasi penangkapan ikan hanya terbatas di sekitar perairan Kebumen, sampai sekitar 4 mil dari garis pantai. Fishing ground nelayan berada di sekitar pantai, menyusur ke timur hingga Perairan Selatan Purworejo dan ke barat hingga Perairan Srandil Kabupaten Cilacap. Perairan pantai berkarang di Karangbolong dan sekitar PPI Karangduwur, merupakan fishing ground yang baik bagi unit penangkapan lobster. Pada penangkapan lobster, nelayan melakukan operasi penangkapan ikan di pinggir- pinggir pantai sekitar lokasi PPI, sehingga tidak membutuhkan BBM yang besar. Aktivitas nelayan di PPI Pasir sebenarnya cukup tinggi, namun kurangnya modal dari pemerintah kabupaten menyebabkan fasilitas yang sudah dibangun tidak dapat dioperasionalkan dan pelayanan menjadi terganggu. Pendaratan kapal dilakukan di pantai terbuka. Kondisi ini menimbulkan bahaya besar bagi kapal yang bertambat, diantaranya dapat hanyut terbawa gelombang. 139 3 Keterkaitan dengan pasar backward linkages Lokasi PPI Pasir merupakan lokasi yang terisolir. Lokasi PPI berada di balik perbukitan kapur, dengan dataran yang sempit. Desa di sekitar lokasi PPI masih jarang dihuni penduduk, sehingga pergerakan transportasi relatif jarang. Jarak dari kota kabupaten ke PPI Pasir sekitar 45 km, ditempuh sekitar 1-1,5 jam. Akses jalan dari arah Kebumen-Gombong-Karangbolong-Pasir, atau Kebumen- Gombong-Logending-Pasir. Prasarana jalan pada beberapa kilometer mendekati PPI Pasir, melalui pegunungan kapur yang berkelok-kelok dan terjal. Pemerintah telah merencanakan membangun jalur lintas pantai selatan, yang direncanakan dapat menghubungkan daerah-daerah pantai di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur. Saat ini, sebagian besar ruas jalan di Pantai Selatan Jawa Tengah sudah dibangun. Lokasi PPI Pasir telah dilalui jalan yang menghubungkan daerah di wilayah Cilacap dan Purworejo.

5.2.5 Pangkalan Pendaratan Ikan PPI Sadeng, Kabupaten Gunung Kidul

Kabupaten Gunung Kidul memiliki 10 PPI, yaitu PPI Sadeng, Wediombo, Siung, Sundak, Drini, Krakal, Kukup, Baron, Ngrenehan dan PPI Gesing. PPI Sadeng terletak di sebelah tenggara dari Kota Wonosari. PPI Sundak, Drini, Krakal, Kukup dan PPI Baron, terletak di sebelah barat dari PPI Sadeng. PPI Sadeng terletak di Desa Pucung, Kecamatan Girisubo. PPI Sadeng dibangun pada akhir tahun 80-an, dengan menggunakan biaya APBN dan mulai dioperasikan pada Juli 1991. Lokasi PPI Sadeng berada di perairan terbuka, sedikit menjorok ke darat. Secara alami lokasi tidak terlindung dari ancaman gelombang besar. Kondisi ini terbukti dengan adanya gelombang tsunami pada Mei 2006, beberapa fasilitas hancur terimbas tsunami. PPI Sadeng berpotensi tinggi terjadi pengendapan dari aliran sungai, yang membawa lumpur dari perbukitan di belakang pelabuhan. 1 Fasilitas dan aktivitas PPI Sadeng Fasilitas kepelabuhanan di PPI Sadeng telah dibangun, baik untuk fasilitas pokok, fungsional maupun penunjang. Kolam pelabuhan dibuat dengan mengeruk wilayah daratan, sehingga kolam pelabuhan menjorok ke darat. 140 Breakwater dibangun di muka kolam pelabuhan, tegak lurus menutup daerah yang menjorok ke darat dengan menyisakan pintu masuk untuk alur pelayaran. Fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang juga telah dibangun relatif lengkap Lampiran 23. Hanya saja fasilitas yang ada belum dapat berfungsi secara optimal, dan belum dikelola dengan baik. Kondisi ini disebabkan terbatasnya kualitas dan kuantitas personil pengelola PPI Sadeng. Pengelola PPI Sadeng berjumlah sekitar 10 orang, dengan pendidikan tertinggi diploma. Aktivitas perikanan di PPI Sadeng cukup ramai, dengan aktivitas utama adalah perikanan tonda. Pemerintah DI Yogyakarta sangat membuka pintu bagi nelayan dari daerah lain yang mau mendaratkan ikannya di PPI Sadeng, sebagai nelayan andon atau menetap. Pemerintah DI Yogyakarta mendatangkan nelayan dari daerah lain, khususnya dari Cilacap untuk menetap di PPI Sadeng. Sebagian besar nelayan di PPI Sadeng adalah nelayan andon dari Cilacap dan sebagian kecil dari Jawa Timur. Nelayan diberikan fasilitas perumahan di area pelabuhan. Satu hal yang menarik dari keberadaan PPI Sadeng, adalah minat dari generasi muda untuk terjun di bidang perikanan. Mereka melihat keberadaan PPI Sadeng sebagai peluang lapangan kerja yang lebih menjanjikan, setelah mereka berusaha mencari pekerjaan bahkan sampai bekerja di luar negeri. Penduduk asli yang bekerja sebagai nelayan di PPI Sadeng, sebagian besar masih berusia muda. 2 Keterkaitan dengan fishing ground forward linkages Nelayan di PPI Sadeng yang menggunakan perahu berukuran kecil, beroperasi terbatas pada fishing ground di sekitar perairan pantai. Fishing ground berjarak sekitar 1-4 mil dari garis pantai. Fishing ground lobster berada di perairan karang, dekat tebing-tebing terjal di sepanjang pantai Gunung Kidul. Nelayan tonda beroperasi di sekitar rumpon yang telah dipasang oleh Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta. Pemasangan rumpon berada sekitar 50-100 mil dari garis pantai, di Perairan Selatan Yogyakarta. 3 Keterkaitan dengan pasar backward linkages Jarak PPI Sadeng menuju Kota Wonosari sekitar 46 km, dengan waktu tempuh sekitar 1-1,5 jam. Kondisi jalan dari Wonosari menuju PPI Sadeng cukup 141 baik, berupa jalan hotmix dengan lebar 5-6 m. Hambatan utama perjalanan adalah jalan yang berkelok-kelok, naik turun pegunungan dengan bibir jalan yang terjal. Sarana angkutan relatif jarang, dan sangat sepi. Jumlah penduduk di Kecamatan Girisubo relatif kecil, sehingga pergerakan transportasi sangat jarang. Akses jalan dari Wonosari menuju Kota Yogyakarta sekitar 45 km, dengan waktu tempuh sekitar 1-1,5 jam. Kondisi jalan Wonosari-Yogyakarta cukup baik, yaitu merupakan jalan provinsi dengan lebar sekitar 8-10 m. Jalan menanjak naik pegunungan pada beberapa kilometer mendekati Kota Wonosari. Beberapa ruas jalan sedang dibangun jalan tembus, sehingga ruas jalan lebih pendek dan relatif datar. Jalan tembus dibangun dengan membuat jalan membelah pegunungan.

5.2.6 Pangkalan Pendaratan Ikan PPI Tamperan, Kabupaten Pacitan

Kabupaten Pacitan memiliki beberapa pangkalan pendaratan ikan yang tersebar di sepanjang pantai Pacitan. Sebagian besar dari pangkalan pendaratan ikan yang ada, berupa pangkalan pendaratan alami yang dirintis oleh penduduk setempat. Nelayan memanfaatkan pantai yang sedikit menjorok ke laut, atau muara-muara sungai untuk tempat mendaratkan ikannya. Beberapa PPI yang ada di Pacitan yaitu PPI Watukarung di Kecamatan Pringkuku, PPI Tamperan di Kecamatan Pacitan, PPI Teleng di Kecamatan Pacitan, PPI Pancer Wetan di Kecamatan Pacitan, PPI Wawaran di Kecamatan Kebonagung, dan PPI Tawang di Kecamatan Ngadirojo. Pemerintah Pacitan mulai berupaya melakukan pembangunan di bidang perikanan dengan melengkapi berbagai fasilitas di PPI yang ada. Tamperan merupakan PPI yang diprioritaskan untuk dikembangkan dan menjadi andalan pengembangan perikanan Kabupaten Pacitan. Pangkalan Pendaratan Ikan mulai dibangun pada tahun 2001. Pembangunan didasarkan pada studi detail desain yang dibuat Tahun 2001. Pembangunan PPI Tamperan secara keseluruhan direncanakan akan memerlukan dana sebesar Rp 43.043.446.000,00 empat puluh tiga milyar empat puluh tiga juta empat ratus empat puluh enam ribu rupiah. Pekerjaan pembangunan PPI Tamperan yang sudah terealisasi sampai tahun 2004, telah menghabiskan dana sebesar Rp 14.329.478.000,00. Pembangunan yang sudah dilakukan, meliputi pembangunan 1 breakwater sepanjang 361,2 m 142 dengan biaya Rp 10.903.926.000,00; 2 pembuatan revetment sepanjang 120 m dan reklamasi seluas 6.050 m 2 dengan total dana Rp 2.750.000.000,-; 3 pembangunan gedung TPI luas 160 m 2 , menghabiskan dana Rp 300.000.000,00; dan 4 bangunan drainase sepanjang 120 m, dengan dana Rp 375.552.000,00. 1 Fasilitas dan aktivitas PPI Tamperan Fasilitas yang sudah dibangun di PPI Tamperan, belum dapat difungsikan dengan baik. Darmaga belum berfungsi, jumlah perahu atau kapal ikan di PPI masih sedikit. TPI belum berfungsi, nelayan menjual ikannya langsung ke bakul. Aktivitas perikanan di PPI Tamperan dan secara umum di Kabupaten Pacitan didominasi perahu berukuran kecil, menggunakan alat tangkap yang digunakan secara multipurpose sesuai musim ikan. Alat tangkap yang umum digunakan adalah gillnet monofilament, pancing dan krendet. Aktivitas perikanan di Pacitan tidak jauh berbeda dengan aktivitas perikanan di Gunung Kidul. 2 Keterkaitan dengan fishing ground forward linkages Fishing ground nelayan Pacitan terbatas di sekitar Teluk Pacitan. Nelayan melakukan operasi penangkapan di sekitar perairan pantai yaitu sekitar 1-4 mil dari garis pantai. Terdapat beberapa teluk yang merupakan fishing ground nelayan Pacitan, yaitu Teluk Pacitan, Panggul, Taman, Sidomulyo dan Teluk Sudimoro. Nelayan melakukan penangkapan ikan di perairan Pacitan, ke barat hingga selatan Wonogiri dan Gunung Kidul, dan kearah timur mendekati perairan Prigi. Nelayan terkadang menetap untuk beberapa waktu di pantai terdekat, keluar dari Pacitan. Tidak mengherankan jika kita dapat menemukan nelayan Pacitan, sedang melakukan operasi penangkapan ikan di Pantai Baron Kabupaten Gunung Kidul. 3 Keterkaitan dengan pasar backward linkages Kabupaten Pacitan berjarak sekitar 256 km dari Surabaya, 117 km dari Solo dan 114 km dari kota Yogyakarta. Akses jalan dapat ditempuh melalui tiga jalur utama, kondisi jalan beraspal dan dapat dilalui dengan berbagai jenis kendaraan. Tiga jalur tersebut adalah Solo-Wonogiri-Pacitan dengan waktu tempuh sekitar 4- 5 jam, Ponorogo-Pacitan waktu tempuh 3-4 jam dan Trenggalek-Pacitan dengan 143 waktu tempuh sekitar 3-4 jam. Jalur utama yang menghubungkan Pacitan dengan wilayah lain dalam kondisi baik, namun beberapa diantaranya beresiko terhadap longsor dan beberapa ruas kurang memadai untuk beban berat. Pemerintah Kabupaten Pacitan telah berencana mengembangkan perikanan tuna. PPI Tamperan direncanakan sebagai tempat pendaratan kapal tuna, dengan hasil tangkapan ikan tuna yang ditujukan untuk pasar ekspor. Ekspor akan dilakukan melalui pelabuhan udara Adi Sumarmo Surakarta. Akses jalan menuju Kota Surakarta melalui Kabupaten Wonogiri, dengan kondisi jalan yang baik.

5.2.7 Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN Prigi, Kabupaten Trenggalek

Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi dibangun diatas lahan seluas 27,5 ha dengan luas tanah 11,5 ha dan luas kolam pelabuhan 16 ha. Lokasi PPN Prigi terletak pada 111 ° 43’58” BT dan 08°17’22” LS, di Desa Tasikmadu, Kecamatan Watulimo. Pemukiman penduduk terletak di sebelah utara dan barat PPN Prigi, di sebelah utara juga terdapat rawa-rawa yang telah diolah menjadi lahan pertanian. Pelabuhan Perikanan Prigi mulai dibangun sejak tahun 19781979 sebagai Pelabuhan Perikanan PP, dan mulai beroperasi pada tahun anggaran 19811982. Pada tahun 2001 statusnya meningkat menjadi pelabuhan perikanan tipe B, yaitu Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi. Lokasi pelabuhan berada di teluk yang cukup terlindung dari gelombang yaitu Perairan Teluk Prigi. Kedalaman kolam pelabuhan dipengaruhi pasang surut rata-rata sekitar 2 m, dengan arus sedang. 1 Fasilitas dan aktivitas PPN Prigi PPN Prigi sebagai pelabuhan perikanan tipe B, memiliki fasilitas yang cukup lengkap, baik fasilitas pokok, fungsional dan penunjang Lampiran 24. Kolam pelabuhan ada dua, satu untuk berlabuh kapal-kapal kecil dan kolam lainnya untuk berlabuh kapal besar 30 GT. Fasilitas kepelabuhanan lainnya dalam kapasitas yang memadai, termasuk ketersediaan lahan untuk industri dan pengembangan yang masih luas. Dalam lingkungan pelabuhan terdapat pabrik tepung ikan, namun saat ini belum beroperasi. Keberadaan industri tepung ikan ini diharapkan dapat menampung hasil tangkapan ikan pelagis kecil yang cukup melimpah di PPN Prigi, khususnya hasil tangkapan dari unit purse seine. 144 Lingkungan PPN Prigi cukup ramai, dikarenakan adanya kegiatan pariwisata dan perekonomian lainnya. Aktivitas pariwisata turut mendorong perkembangan perikanan di PPN Prigi, dengan dipasarkannya hasil tangkapan untuk restoran dan pengunjung wisata, baik untuk konsumsi segar maupun produk olahan. Kegiatan perikanan didominasi oleh unit penangkapan yang beroperasi harian one day fishing. Purse seine merupakan unit penangkapan utama. Pancing tonda mulai digiatkan di PPN Prigi, dengan melihat keberhasilan nelayan Sendangbiru. Pelayanan kebutuhan BBM dilakukan oleh Pertamina melalui SPBU, SPDN solar packed dealer nelayan, dan para pengecer lainnya. Kebutuhan BBM per tahun tergantung dari jenis kapal yang digunakan dan frekuensi pemberangkatan kapal. Pada tahun 2005 penjualan solar 2.098 ton, minyak tanah 157 ton dan bensin 527 ton. Kebutuhan rata-rata bulanan solar 100-300 ton, minyak tanah 5- 30 ton, dan bensin 20-40 ton. Total penjualan BBM tahun 2005 sebesar 2.782 ton, terbesar adalah solar yaitu 74,28, diikuti bensin 18,94 dan minyak tanah 6,78. Pada tahun 2005 tersebut, terjadi peningkatan penggunaan BBM sebesar 839 ton atau 38,65, dibandingkan tahun 2004 yang berjumlah 2.171 ton. Penjualan es tahun 2005 sebanyak 5.579 ton, meningkat 1.743 ton atau 45,44 dibandingkan tahun 2004 yang berjumlah 3.836 ton. Penggunaan es yang meningkat tahun tersebut, namun tidak searah dengan jumlah produksi ikan, menunjukkan kesadaran nelayan akan pentingnya mutu ikan semakin meningkat Fasilitas air tawar berupa sumur artesis dengan kedalaman sekitar 90 meter, kapasitas 70 ton per hari. Fasilitas air tawar dimiliki dan dikelola oleh Perum PPS Cabang Prigi. Pelayanan air tawar dilakukan oleh PT. Prima Indobahari Sentosa. Kebutuhan minum selama di laut, nelayan membawa air mineral dalam galon. 2 Keterkaitan dengan fishing ground forward linkages Dominasi unit penangkapan yang melakukan trip operasi harian, menjadikan fishing ground nelayan yang mendaratkan ikannya di PPN Prigi tidak terlalu jauh. Nelayan beroperasi di perairan-perairan teluk atau di pinggir pantai di sekitar perairan pantai Damas, Munjungan maupun Teluk Popoh. Kapal purse seine, gillnet, ataupun pancing rawai dengan ukuran lebih besar, beroperasi selain di perairan Trenggalek, juga keluar daerah diantaranya meliputi 145 perairan Kabupaten Blitar, Tulungagung maupun Pacitan. Nelayan pancing tonda beroperasi di sekitar rumpon, yang dipasang sekitar 50-200 mil dari garis pantai. 3 Keterkaitan dengan pasar backward linkages Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi terletak di Desa Tasikmadu, berjarak sekitar 4 km dari Watulimo. Lokasi dapat dicapai dengan menggunakan angkutan darat berupa mobil angkutan kota dari Kota Trenggalek sejauh 47 km, melalui terminal Punung. Sarana angkutan umum cukup banyak, beroperasi dari pukul 5.00-24.00 WIB. Kondisi jalan sempit berkelok-kelok, naik turun perbukitan. Trenggalek berjarak sekitar 153 km dari Surabaya, dapat dijangkau dari arah timur yaitu Surabaya-Malang-Blitar-Tulungagung-Trenggalek atau Surabaya- Malang-Kediri-Tulungagung-Trenggalek. Jalur barat, dari Surakarta-Ponorogo- Trenggalek. Kondisi jalan umumnya baik, merupakan jalan provinsi, dengan sarana angkutan umum bus atau mini bus dalam frekuensi dan jumlah banyak.

5.2.8 Pelabuhan Perikanan Pantai PPP Pondokdadap, Kabupaten Malang

Pelabuhan Perikanan Pantai Pondokdadap terletak di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Lokasi pelabuhan berhadapan langsung dengan Perairan Samudera Hindia, terlindung Pulau Sempu. Pelabuhan dibangun tahun 1990, menggunakan dana APBN. Luas areal pelabuhan 5 ha, dengan wilayah daratan yang sempit. Belakang pelabuhan berupa daerah perbukitan. Kegiatan perikanan terus berkembang, dengan kegiatan utama perikanan pancing tonda. Penggunaan rumpon telah memberikan keuntungan, karena dapat menghemat BBM dan musim penangkapan dapat dilakukan sepanjang tahun. Permasalahan utama di PPP Pondokdadap adalah jumlah dan kualitas SDM Badan Pengelola PPP yang dirasakan masih kurang memadai. Jumlah SDM Pengelola PPP kurang dari 10 orang, dengan pendidikan sarjana S1 hanya 1 orang, lainnya berpendidikan SMA, SMP dan SD. 1 Fasilitas dan aktivitas PPP Pondokdadap Pelabuhan Perikanan Pondokdadap sebagai pelabuhan tipe C, telah memiliki fasilitas yang memadai Lampiran 25. Kekurangannya adalah fasilitas darmaga 146 yang belum permanen, dan kolam pelabuhan yang sangat dangkal saat air laut surut. Beberapa fasilitas perlu ditambahkan, diantaranya yaitu pabrik es, dan bantuan rumpon untuk nelayan. Fasilitas rumpon yang terbatas, sering menimbulkan konflik antara nelayan tonda dan nelayan payang yang turut beroperasi di sekitar rumpon. Aktivitas pelelangan ikan berjalan baik, dilaksanakan berdasarkan Perda 141998 tentang Retribusi Pasar Grosir dan Penyelenggaraan Pelelangan Ikan di Jawa Timur, serta SK Gubernur 1051999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Provinsi Jawa Timur 141998. Retribusi yang diperoleh dari hasil pelelangan ikan di PPP Pondokdadap tahun 2003 berjumlah Rp 863.497.299,00. 2 Keterkaitan dengan fishing ground forward linkages Daerah penangkapan ikan nelayan PPP Pondokdadap di sekitar perairan Malang yaitu Pantai Ngliyep, Balaikambang, Kondang Merah dan Sendangbiru. Kapal berukuran lebih besar dapat mencapai perairan daerah lain, diantaranya yaitu ke timur mencapai Perairan Kabupaten Jember dan ke barat menuju Perairan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Tulungagung. Nelayan pancing tonda beroperasi disekitar rumpon. Rumpon biasanya dimiliki oleh kelompok-kelompok nelayan, yang melakukan operasi bersama- sama di sekitar rumpon. Rumpon di pasang di Perairan Selatan Kabupaten Malang, yaitu pada jarak sekitar 50-200 mil dari garis pantai. 3 Keterkaitan dengan pasar backward linkages Lokasi PPP Pondokdadap terletak di Desa Tambakrejo, berjarak 29 km dari Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Lokasi dapat ditempuh melalui jalur Malang- Turen-Sendangbiru sekitar 69 km, atau Malang-Kepanjen-Turen-Sendangbiru sekitar 75 km, waktu tempuh 2-3 jam. Jalan berupa jalan hotmix, lebar sekitar 5-8 m, berkelok-kelok dan terjal. Sarana transportasi berupa mini bus, colt dan ojek. Jarak PPP Pondokdadap dari Kota Surabaya sekitar 157 km. Aksesibilitas dari Surabaya menuju Malang sangat baik, yaitu menggunakan jalan tol dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam. Kasus lumpur LAPINDO yang turut menggenangi jalan tol Surabaya-Malang, menjadikan akses Surabaya-Malang terhambat. 147

5.3 Subsistem Kebijakan dan Kelembagaan

Konvensi hukum laut menyatakan bahwa permasalahan ruang samudera merupakan permasalahan yang berkaitan erat satu sama lain dan perlu dianggap sebagai suatu kebulatan. Suatu tertib hukum diberlakukan untuk memudahkan komunikasi internasional dan memajukan penggunaan laut dan samudera secara damai, pendayagunaan sumberdaya alam secara adil dan efisien, melakukan konservasi sumberdaya alam hayati dan pengkajian, perlindungan serta pelestarian lingkungan laut. Code of Conduct for Responsible Fisheries CCRF, telah mengamanatkan kepada negara-negara di dunia untuk melakukan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara bertanggungjawab. Upaya pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia adalah mewujudkan pengelolaan sumberdaya yang memiliki daya saing dan berkelanjutan sustainable competitive advantage. Untuk mencapai tujuan tersebut, upaya pengelolaan yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan sumberdaya resource-based management, pendekatan masyarakat community-based management dan pendekatan pasar market-based management Purwaka 2003. Selanjutnya dinyatakan bahwa, kelembagaan merupakan faktor penting yang menggerakkan kinerja dari pengelolaan sumberdaya perikanan di Indonesia. Kelembagaan menghasilkan peraturan atau kebijakan yang merupakan aturan main rule of the game dalam pengelolaan sumberdaya. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah, hendaknya terdapat keselarasan perundang- undangan yang dibuat. Untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan antara pusat dengan daerah atau antar daerah. Kerjasama, koordinasi dan sinergi diperlukan untuk dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja pengelolaan sumberdaya perikanan. Penegakan hukum diperlukan untuk dapat menjamin kepastian hukum. Peraturan dibuat untuk dapat mengatur pengelolaan sumberdaya, agar dapat berjalan baik dan dipatuhi pengguna sumberdaya, hendaknya pembuatan peraturan haruslah menyerap aspirasi masyarakat.

5.3.1 Kebijakan Perikanan

Keterpaduan sistem perundang-undangan untuk pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia perlu dibangun untuk dapat menjamin terlaksananya 148 pengelolaan sumberdaya secara optimal, efisien dan efektif. Keterpaduan sistem perundangan-undangan mencakup materi hukum, agar tidak terjadi tumpang tindih atau ketidaksesuaian antara satu perundang-undangan dengan perundang- undangan lainnya. Keterpaduan antara peraturan perundang-undangan yang ada di tingkat nasional dengan di daerah dan juga dengan di tingkat internasional. Peraturan atau kebijakan mencakup juga peraturan atau kebijakan tidak tertulis yang sudah mengakar di masyarakat. Peraturan atau kebijakan tersebut merupakan kearifan lokal yang perlu dihargai dan dipertahankan. 1 Kebijakan pemerintah pusat Berbagai peraturan perundang-undangan berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di wilayah Indonesia, sudah dibuat dan sudah diberlakukan. Sebagai salah satu acuan dalam pembuatan peraturan perundang- undangan tentang perikanan adalah Konvensi PBB tentang hukum laut yaitu United Nation Convention on the Law of the Sea, dimana Indonesia telah turut merativikasi dan mensahkannya dalam UU 171985. Ketentuan batas Wilayah Perairan Indonesia, telah diatur diantaranya melalui 1 UU 11973 tentang Landas Kontinen, 2 UU 51983 tentang ZEE Indonesia, 3 UU 61996 tentang Perairan Indonesia, dan 4 PP 382002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Peraturan berkaitan dengan pengelolaan perikanan, diantaranya adalah PP 151984 tentang Pengelolaan Sumberdaya Alam Hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Undang-Undang tentang Perikanan yaitu UU 91985 yang diperbaharui dengan UU 312004. Selanjutnya berbagai peraturan kebijakan diturunkan dari UU tersebut diantaranya yaitu: 1 PP 151990 tentang Usaha Perikanan. 2 PP 461993 tentang Perubahan Atas PP 151990 tentang Usaha Perikanan. 3 Kepmen Pertanian 815KptsIK.120111990 tentang Perizinan Usaha Perikanan. 4 Kepmen Pertanian 805KptsIK.120121995 tentang Ketentuan Penggunaan Kapal Pengangkut Ikan. 149 5 Keputusan bersama Menteri Pertanian dan Menteri Perhubungan Nomor 492KPTSIK.120796 dan SK.1AL.003PHB-96 tentang Penyederhanaan Perijinan Kapal Perikanan. 6 Keputusan bersama Menteri Pertanian dan Menteri Perhubungan Nomor 493KPTSIK.410796, No. SK.2AL.106PHB-96 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Perikanan sebagai Prasarana Perikanan. 7 Kepmen Pertanian 508KPTSPL.810796, tentang Pengadaan Kapal Perikanan dan Penghapusan Sistem Sewa Charter Kapal Perikanan Berbendera Asing. 8 Kepmen Pertanian 646KPTSKP.150796, tentang Pembentukan Tim Pengendali Pengadaan Kapal Perikanan. 9 Keputusan bersama Direktur Jenderal Perikanan dan Direktur Jenderal Perhubungan Laut IK.120DJ.717296 dan PY.68112-96 tentang Pemberian Surat Izin Berlayar Kapal Perikanan dan Kapal Pengangkut Ikan. 10 Kepmen Pertanian 428KptsIK.12041999 tentang Perubahan Surat Kepmen Pertanian 815KptsIK.1201190 tentang Perizinan Usaha Perikanan. 11 Kepmen Kelautan dan Perikanan 60MEN2001 tentang Penataan Penggunaan Kapal Perikanan di ZEE Indonesia. 12 Kepmen Eksplorasi Laut dan Perikanan 452000 tentang Perizinan Usaha Perikanan. 13 PP 1412000 tentang Perubahan Kedua Atas PP 151990 tentang Usaha Perikanan. 14 Kepmen Kelautan dan Perikanan 46MEN2001 tentang Pendaftaran Ulang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. 15 Kepmen Kelautan dan Perikanan 47MEN2001 tentang Format Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. Peraturan mengenai pembagian wewenang pengelolaan perikanan antara pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi dan kabupatenkota tercantum dalam UU 221999 yang diperbaharui dengan UU 322004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang ini diperjelas pelaksanaannya melalui PP 252000 yang diperbaharui dengan PP 382007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah KabupatenKota. 150 Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan terkait juga dengan permasalahan pembiayaan dan nilai manfaat yang akan diperoleh. Untuk itu perlu ada aturan yang jelas, mengenai pembagian urusan keuangan antara pusat dan daerah. UU 342004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, telah mendeskripsikan dengan jelas hal-hal berkaitan dengan pembagian urusan tersebut. Berbagai peraturan berkaitan dengan permasalahan keuangan atau pungutan perikanan juga telah dibuat, diantaranya yaitu: 1 UU 202007 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. 2 PP 1422000 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan. 3 Kepmen Kelautan dan Perikanan 232001 tentang Produktivitas Kapal Penangkap Ikan. 4 Kepmen Keuangan 316KMK.062001 tentang Tatacara Penggunaan dan Pengenaan Pungutan Perikanan. 5 Kepmen Perindustrian dan Perdagangan 213MPPKEP72001 tentang Penetapan Harga Patokan Ikan untuk Perhitungan Pungutan Hasil Perikanan. 6 Kepmen Kelautan dan Perikanan 45MEN2001 tentang Tatacara Pemungutan Perikanan yang Terutang. 7 Kepmen Keuangan 654KMK.062001 tentang Perubahan atas Kepmen 316KMK.062001 tentang Tatacara Pengenaan dan Penyetoran Pungutan Perikanan. 8 PP 622002 Pengganti PP 1422000, tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku di Departemen Kelautan dan Perikanan. 1 Undang-Undang 312004 tentang Perikanan Undang-Undang 312004 tentang Perikanan telah mengatur secara lengkap hal-hal yang berkaitan dengan perikanan, tercakup dalam 17 bab. dan dijabarkan dalam 111 pasal. Cakupan materi perundangan, mulai dari ketentuan umum pada Bab I; ruang lingkup; wilayah pengelolaan perikanan; pengelolaan perikanan pada Bab IV dengan 19 pasal; Bab V usaha perikanan dengan 21 pasal; sistem informasi dan data statistik; pungutan perikanan; penelitian dan pengembangan perikanan; pendidikan, pelatihan dan penyuluhan perikanan; pemberdayaan 151 nelayan dan pembudidaya ikan kecil; penyerahan urusan dan tugas pembantuan; pengawasan perikanan; pengadilan perikanan; penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan perikanan; ketentuan pidana pada Bab XV dengan 22 pasal; ketentuan peralihan dan ketentuan penutup pada Bab XVII. Pada Bab IV mengenai pengelolaan perikanan, dijabarkan secara lengkap hal-hal terkait dengan pengelolaan perikanan. Pasal 7 menyatakan bahwa, untuk mendukung kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan, menteri menetapkan rencana pengelolaan, potensi dan alokasi sumberdaya ikan, jumlah tangkapan yang diperbolehkan, jenis, jumlah dan ukuran alat penangkapan ikan, jenis, jumlah dan penempatan alat bantu penangkapan, daerah, jalur dan ukuran alat tangkap, persyaratan dan standar prosedur operasi penangkapan ikan, sistem pemantauan, pencegahan pencemaran, rehabilitasi dan pengaturan sumberdaya, ukuran dan berat minimum ikan yang boleh ditangkap, suaka perikanan, jenis ikan yang dilarang diperdagangkan dan jenis ikan yang dilindungi. Pada Bab V dijabarkan hal-hal yang berkaitan dengan usaha perikanan, diantaranya meliputi perizinan usaha perikanan, kelaiklautan kapal perikanan, dan peran pelabuhan perikanan. 2 Undang-Undang 322004 tentang Pemerintahan Daerah Pada Bab III mengenai pembagian urusan pemerintahan, menyatakan bahwa pemerintah pusat memberikan otonomi seluas-luasnya kepada pemerintahan daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Selanjutnya sistem pembagian wewenang diatur dalam pasal demi pasal. Pasal 12 Ayat 1 menyatakan urusan pemeritah yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana serta kepegawaian dengan urusan yag didesentralisasikan, Pasal 12 Ayat 2 menyatakan urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan. Menurut Pasal 13 Ayat 1, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi: a perencanaan dan pengendalian pembangunan; b perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; 152 c penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d penyediaan sarana dan prasarana umum; e penanganan bidang kesehatan; f penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; g penanggulangan masalah sosial lintas kabupatenkota; h pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupatenkota; i fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupatenkota; j pengendalian lingkungan hidup; k pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupatenkota; l pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m pelayanan administrasi pemerintahan; n pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupatenkota; o penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupatenkota; dan p urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Pasal 13 Ayat 2 menyatakan, urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Sedangkan pada Pasal 14 Ayat 1 dinyatakan, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupatenkota merupakan urusan yang berskala kabupatenkota. 3 Peraturan Pemerintah 382007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah KabupatenKota. PP 382007 pada Pasal 9 menyatakan, dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, menterilembaga pemerintah non departemen menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria untuk pelaksanaan urusan wajib dan urusan pilihan. Pada Pasal 20, dinyatakan bahwa semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pembagian urusan pemerintahan, wajib mendasarkan dan menyesuaikan dengan PP ini. Pada saat PP ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari PP 25 tahun 153 200 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom Lembaran Negara RI tahun 2000 Nomor 54, Tambahan lembaran Negara RI Nomor 3952 dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan PP ini. Pada PP 252000 dijabarkan pembagian tugas dan wewenang antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah Provinsi dan KabupatenKota dalam bidang perikanan. Tugas dan kewenangan dibedakan kedalam 6 subbidang yaitu kelautan, umum, perikanan tangkap, pengawasan dan pengendalian, pengolahan dan pemasaran, serta penyuluhan dan pendidikan. Tugas dan kewenangan pemerintah adalah pada penetapan kebijakan norma, standar, prosedur dan kriteria pelaksanaan tugas dan wewenang, sementara tugas dan kewenangan pemerintah provinsi dan kabupatenkota lebih pada pelaksanaan kebijakan. Urusan pemerintah dalam subbidang kelautan diantaranya adalah penetapan kebijakan norma, standar, prosedur dan kriteria pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah nasional, ZEEI dan landas kontinen serta sumberdaya alam yang ada dibawahnya meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian dan pengawasan; penataan ruang laut, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; pengawasan dan penegakan hukum; pengelolaan terpadu sumberdaya laut antar daerah; perizinan terpadu; pemberdayaan masyarakat pesisir; penyerasian riset kelautan; pengelolaan dan konservasi, peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM; batas-batas maritim wilayah antar negara; pengesahan pemberlakuan perjanjian internasional; pemetaan potensi; pengharmonisan peraturan; pengelolaan wilayah laut di luar 12 mil; pencegahan pencemaran dan kerusakan SDI dan lingkungan; rehabilitasi SDI dan lingkungan; jenis ikan yang dilarang diperdagangkan; serta jenis ikan yang dilindungi. Urusan dalam subbidang perikanan tangkap diantaranya meliputi estimasi stok dan JTB; pemberian izin kapal di atas 30 GT atau di bawah 30 GT yang menggunakan ABK asing; pelaksanaan pungutan perikanan; usaha perikanan; pemberdayaan nelayan kecil; peningkatan kelembagaan dan ketenagakerjaan; sistem permodalan; promosi dan investasi; penetapan lokasi pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan; operasional dan penempatan syahbandar; pendaftaran kapal di atas 30 GT; pembangunan kapal perikanan; pembuatan alat 154 penangkapan ikan; pembangunan dan pemasukan kapal impor; produktivitas kapal; pemeriksaan fisik kapal di atas 30 GT; kelaikan kapal dan penggunaan alat tangkap; penempatan rumpon serta rekayasa dan teknologi penangkapan ikan. Urusan pemerintahan provinsi dan kabupatenkota pada subbidang kelautan diantaranya meliputi pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah provinsi atau kabupatenkota; penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut di wilayah laut kewenangan provinsi atau kabupatenkota; penegakan hukum dan pemberian informasi apabila terjadi pelanggaran diluar batas wilayah laut kewenangan provinsi atau kabupatenkota; pengelolaan terpadu pemanfaatan sumberdaya laut antar kabupatenkota dalam wilayah kewenangan provinsi sementara urusan kabupatenkota adalah koordinasi pengelolaan terpadu dan pemanfaatan sumberdaya laut di wilayah kewenangan kabupatenkota; perizinan terpadu pengelolaan dan pemanfaatan wilayah laut kewenangan provinsi urusan kabupatenkota adalah pelaksanaan dan koordinasi perizinan; pemberdayaan masyarakat pesisir antar kabupatenkota; koordinasi penyerasian riset kelautan kelautan; penetapan kebijakan dan pengaturan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, pengelolaan kekayaan laut; peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM; reklamasi pantai dan mitigasi bencana; pelaksanaan koordinasi batas-batas wilayah maritim yang berbatasan dengan wilayah antar negara di perairan laut dalam kewenangan provinsi urusan kabupatenkota adalah pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan daerah lain terutama dengan wilayah yang berbatasan dalam rangka pengelolaan laut terpadu; pemetaan potensi sumberdaya kelautan; pelaksanaan penyerasian dan pengharmonisan pengelolaan wilayah dan sumberdaya laut; pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan wilayah laut; pencegahan pencemaran; pelaksanaan kebijakan rehabilitasi dan peningkatan sumberdaya ikan serta lingkungannya urusan kabupatenkota adalah pelaksanaan koordinasi; pelaksanaan dan koordinasi penetapan jenis ikan yang dilarang diperdagangkan, dimasukkan dan dikeluarkan ke dan dari wilayah RI urusan kabupatenkota adalah dalam pelaksanaan; jenis ikan yang dilindungi; mitigasi kerusakan lingkungan pesisir dan laut; pengelolaan jasa kelautan dan kemaritiman; pengelolaan dan konservasi plasma nutfah spesifik lokasi; penyusunan zonasi dan tata ruang perairan; pengelolaan kawasan 155 konservasi dan rehabilitasi perairan; perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian tata ruang laut; pengelolaan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya; rehabilitasi sumberdaya pesisir; pulau-pulau kecil dan laut. Urusan provinsi dan kabupatenkota pada subbidang perikanan tangkap meliputi pengelolaan dan pemanfaatan perikanan; koordinasi dan pelaksanaan estimai stok ikan; fasilitasi kerjasama pengelolaan dan pemanfaatan perikanan antar kabupatenkota; perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah sumberdaya ikan, pembuatan dan penyebarluasan peta pola migrasi dan penyebaran ikan; pemberian izin penangkapan danatau pengangkutan ikan yang menggunakan kapal perikanan di atas 10 sampai dengan 30 GT serta tidak menggunakan tenaga kerja asing untuk kabupatenkota sampai dengan 10 GT; pemberian persetujuan pengadaan, pembangunan dan pemasukan kapal dari luar negeri impor; penetapan kebijakan dan pelaksanaan pungutan perikanan; pelaksanaan kebijakan usaha perikanan tangkap; pemberdayaan nelayan kecil; peningkatan kelembagaan dan ketenagakerjaan perikanan; sistem permodalan, promosi dan investasi; pelaksanaan dan koordinasi penetapan lokasi pembangunan serta pengelolaan pelabuhan perikanan urusan kabupatenkota ditambah dengan pengelolaan dan penyelenggaraan pelelangan di TPI; dukungan pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan; pelaksanaan kebijakan pembangunan kapal perikanan; pendaftaran kapal perikanan di atas 10 GT sampai dengan 30 GT kabupatenkota sampai dengan 10 GT; pembuatan alat penangkap ikan; dukungan dalam penetapan kebijakan produktivitas kapal penangkap ikan; penggunaan peralatan bantu dan penginderaan jauh untuk penangkapan ikan; pemeriksaan fisik kapal 10 sampai dengan 30 GT untuk kabupatenkota sampai dengan 10 GT; standarisasi kelaikan kapal dan penggunaan alat tangkap; pelaksanaan dan koordinasi kebijakan pemanfaatan dan penempatan rumpon; dukungan rekayasa dan pelaksanaan teknologi penangkapan. Berdasarkan PP 252000 dijabarkan dengan jelas pembagian wewenang pemerintah dan pemerintah provinsi serta kabupatenkota, seperti tersebut di atas. Pada subbidang kelautan ada 30 butir kewenangan. Kewenangan pemerintah pusat secara umum dalam hal penetapan kebijakan norma, standar, prosedur dan kriteria. Kewenangan provinsi dan kabupatenkota lebih ditekankan pada 156 pelaksanaan kebijakan serta pelaksanaan dan koordinasi. Kewenangan penuh, diantaranya dalam hal pengawasan pelaksanaan penegakan hukum; penetapan kebijakan reklamasi dan mitigasi bencana; pelaksanaan penyerasian dan pengharmonisan pengelolaan wilayah dan sumberdaya laut; perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian tata ruang laut; serta rehabilitasi sumberdaya pesisir, pulau-pulau kecil dan laut. Pada subbidang perikanan tangkap ada 24 butir kewenangan. Beberapa hal dilaksanakan oleh pemerintah pusat yaitu pengelolaan dan pemanfaatan perikanan di wilayah laut di luar 12 mil; estimasi stok ikan nasional dan jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkanJTB; fasilitasi kerjasama pengelolaan dan pemanfaatan perikanan antar provinsi; pembuatan dan penyebaraluasan pola mitigasi bencana; pemberian izin penangkapan di atas 30 GT; pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan pada wilayah perbatasan dengan negara lain; pelaksanaan pendaftaran kapal perikanan di atas 30 GT; pemberian persetujuan pengadaan, pembangunan dan pemasukan kapal dari luar negeri impor; serta rekayasa dan teknologi penangkapan ikan. Pemerintah provinsi dan kabupatenkota diberi kewenangan, diantaranya dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan perikanan di wilayah yang menjadi kewenangannya; fasilitasi kerjasama pengelolaan dan pemanfaatan perikanan antar kabupatenkota; pemberian izin penangkapan, penetapan kebijakan pungutan perikanan; dukungan pembangunan pelabuhan perikanan; produktivitas kapal penangkap ikan; serta dukungan rekayasa dan pelaksanaan teknologi penangkapan ikan. 2 Kebijakan pemerintah provinsi dan kabupatenkota Secara umum pemerintah provinsi dan kabupatenkota berwenang untuk membuat kebijakan, yang tertuang dalam bentuk Rentra Pembangunan Daerah, Rentra Pembangunan Perikanan, Rencana Aksi Action Plan, Arah Kebijaksanaan Umum AKU, Nota Kesepakatan Anggaran, dan Rencana Pembangunan Perikanan dan Kelautan. Dinas Perikanan dan Kelautan sebagai unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten di bidang perikanan dan kelautan, berwenang menyusun kebijakan perikanan di tingkat provinsi dan kabupatenkota sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan kewenangan yang diembannya. Arah 157 kebijakan pembangunan perikanan dari masing-masing provinsi dan kabupaten daerah penelitian seperti terlihat pada Tabel 8. Tabel 8 Arah kebijakan pembangunan perikanan dan kelautan provinsi dan kabupaten di Selatan Jawa No. Provinsi Kabupaten Kebijakan Pembangunan Perikanan 1 Jawa Barat Akselerasi pembangunan perikanan tangkap di Pantai Selatan Jawa Barat. 2 Sukabumi 3 Garut Penerapan teknologi tepat guna dalam penangkapan ikan, pemberian modal usaha perikanan dan pemberian bantuan alat tangkap. 4 Jawa Tengah 5 Cilacap Peningkatan kemampuan manajemen, peningkatan usaha perikanan, peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan produksi, inventarisasi sumberdaya, pengendalian pemanfaatan sumberdaya, dan pengembangan Segara Anakan dan Nusakambanagn 6 Kebumen Meningkatkan kuantitas dan kualitas pembinaan dan pelatihan bagi bakul ikan dan nelayan dengan metode partisipatif, meningkatkan sosialisasi arti penting sumberdaya hayati perikanan dan kelautan, memfasilitasi kemudahan usaha perikanan melalui koperasi, meningkatkan intensifikasi keberadaan kelembagaan kelompok, serta meningkatkanpenyempurnaan sarana prasarana. 7 DI Yogyakarta Pembangunan sistem bisnis perikanan yang dilaksanakan secara terpadu dan berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya dan lingkungan hidup serta tersedianya prasarana fisik perikanan untuk mendukung kegiatan usaha perikanan 8 Gunung Kidul Peningkatan produksi perikanan laut dan pengembangan usaha. 9 Jawa Timur Pemantapan dan pengembangan kelembagaan perikanan, pegelolaan dan pengendalian sumberdaya ikan berkelanjutan, peningkatan pelayanan dalam rangka pemberdayaan komunitas perikanan dan kelautan, pengembangan IPTEK dan pengembangan jaringan informasi, pemasaran dan prasarana. 10 Pacitan Pemberdayaan masyarakat pesisir, penyediaan sarana dan prasarana perikanan, pembangunan dan pengembangan kawasan pesisir, pengembangan usaha, pemetaan potensi dan peningkatan produksi 11 Trenggalek Peningkatan pertumbuhan ekonomi sektor kelautan dan perikanan sesuai kemampuan lestari sumberdaya ikan dan daya dukung lingkungan, peningkatan kesejahteraan nelayan, pengelolaan lingkungan dan peningkatan peran laut sebagai pemersatu bangsa 12 Malang Mengembangkan pemanfaatan sumberdaya perikanan laut dan kelautan, utamanya penangkapan ikan dari jalur satu ke jalur dua keatas secara bertahap dan berkelanjutan khususnya untuk jenis ikan ekonomis penting penunjang ekspor dengan diikuti pengembangan pusat pendaratan ikan yang strategis Sumber: Laporan Tahunan Dinas Perikanan provinsikabupaten 158 Sesuai dengan wewenang yang telah didesentralisasikan pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi dan kabupatenkota pada PP 252000, terdapat 30 butir wewenang pada subbidang kelautan dan 24 butir pada subbidang perikanan tangkap. Butir-butir kewenangan tersebut sebagian besar belum diakomodasikan dalam peraturan-peraturan pelaksanaan di tingkat provinsi dan kabupatenkota. Beberapa peraturan daerah yang sudah dibuat, diantaranya yaitu : 1 SK Direksi PERUM Prasarana Perikanan Samudera 005PPPSKPTSDIR.AIII2001 tentang Ketentuan Tarip Penggunaan Fasilitas, Barang dan Jasa yang Dikelola PERUM Prasarana Perikanan Samudera. 2 SK Gubernur Jawa Timur 18814SK0142000 tentang Pembentukan Tim Pembina Penyelenggaraan Pelelangan Ikan di Jawa Timur. 3 Peraturan Pemerintah Kabupaten Trenggalek 112004 tentang Retribusi Izin Usaha Perikanan di Kabupaten Trenggalek. 4 Perda Kabupaten Trenggalek 162004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kabupaten Trenggalek. 5 SK Bupati Trenggalek 612003 tentang Penyelenggaraan Pelelangan Ikan di Kabupaten Trenggalek. 6 SK Bupati Kebumen 524.2402KEP2003 tentang Penetapan Biaya Pelaksanaan Pelelangan Ikan di TPI Kabupaten Kebumen. 7 SK Bupati Cilacap 442004 tentang Perizinan Usaha Perikanan di Wilayah Kabupaten Cilacap. 8 Perda Kabupaten Gunung Kidul 32001 tentang Retribusi TPI.

5.3.2 Kelembagaan Perikanan

Kelembagaan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu kelembagaan pemerintah, kelembagaan swasta dan kelembagaan masyarakat. Kelembagaan pemerintah berperan sebagai regulator, fasilitator dan administrator dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya. Kelembagaan swasta berperan sebagai pelaksana kegiatan pemanfaatan sumberdaya. Kelembagaan masyarakat mencakup lembaga swadaya masyarakat, lembaga non pemerintah dan lembaga masyarakat lain yang bersifat independen. Peran aktif lembaga masyarakat adalah 159 sebagai kontrol sosial terhadap pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumberdaya. Kontrol sosial sangat besar peranannya dalam kerangka mengikuti dinamika perubahan teknologi dan transformasi sosial yang terjadi. 1 Kelembagaan pemerintah 1 Departemen Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan DKP sebagai lembaga pemerintah pusat, berperan sebagai regulator, fasilitator dan administrator dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan Indonesia. Lebih lanjut, berbagai hal yang berkaitan dengan perikanan tangkap, dijalankan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DJPT, yang dalam menjalankan tugasnya, akan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal lainnya dalam lingkup DKP. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap 2005 telah merumuskan visi bagi pembangunan perikanan tangkap, yaitu mewujudkan industri perikanan tangkap yang lestari, kokoh dan mandiri tahun 2020. Untuk mewujudkan visinya, misi yang diemban adalah sebagai berikut: 1 Mengelola sumberdaya ikan secara bertanggungjawab. 2 Mendorong dan memfasilitasi tersedianya prasarana dan sarana pelabuhan perikanan, kapal perikanan, alat tangkap serta sarana pendukung lainnya. 3 Mendorong dan memfasilitasi pengembangan industri perikanan tangkap. Tujuan yang ingin dicapai adalah : 1 Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan secara berkelanjutan guna menyediakan ikan konsumsi dalam negeri dan bahan baku industri. 2 Meningkatkan peran perikanan tangkap terhadap pembangunan perekonomian nasional. 3 Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Selanjutnya dinyatakan bahwa, sasaran yang ingin dicapai adalah : 1 Peningkatan produksi perikanan tangkap sebesar 2,2 per tahun sehingga mencapai 5.438.840 juta ton pada tahun 2009. 2 Peningkatan penyerapan tenaga kerja menjadi 6.185.000 orang. 3 Pendapatan nelayan minimal Rp 1.500.000,00 per orang per bulan tahun 2009. 4 Peningkatan kontribusi perikanan tangkap terhadap PDB. 160 5 Peningkatan volume ekspor dan nilai ekspor hingga mencapai 1,26 juta ton dan US 3,8 milyar, atau masing-masing tumbuh rata-rata sebesar 8,8 dan 17,4 per tahun. Dalam menjalankan misinya Departemen Kelautan dan Perikanan harus berkoordinasi dengan lembaga lain seperti Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah, Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, dan Kementerian Negara dan UKM. Terdapat beberapa panitia ad-hoc seperti Dewan Maritim Nasional, Komisi Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan dan Badan Koordinasi Keamanan Laut BAKORKAMLA. 2 Kelembagaan dinas di tingkat provinsi dan kabupaten Kelembagaan Dinas yang ada saat ini mengacu pada PP 32003 tentang Kelembagaan Dinas. Tugas Dinas Perikanan adalah melaksanakan kewenangan otonomi daerah dalam pelaksanaan tugas desentralisasi di bidang kelautan dan perikanan. Kelembagaan Dinas di tingkat provinsi dan di tingkat kabupaten, searah dengan pelaksanaan otonomi daerah dinamakan sesuai dengan kepentingan daerah. Kelembagaan dinas diatur melalui Peraturan Daerah, sedangkan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas diatur melalui Keputusan Bupati. Salah satu contoh kelembagaan dinas yaitu Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang, merupakan penggabungan dari Dinas Peternakan dan Dinas Kelautan dan Perikanan berdasarkan pada Perda 42004 dan SK Bupati Malang 952004 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan. Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten Malang di bidang peternakan, kelautan dan perikanan, dipimpin oleh Kepala Dinas yang melaksanakan tugasnya di bawah dan bertanggugjawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Penamaan kelembagaan dinas, dasar pembentukan kelembagaan dan visi dari kelembagaan dinas, seperti terlihat pada Tabel 9. 161 Tabel 9 Kelembagaan dinas di tingkat provinsi dan kabupaten di Selatan Jawa No. Provinsi Kabupaten Kelembagaan dinas Dasar Pembentukan Visi 1 Jawa Barat Dinas Perikanan PERDA Provinsi Jawa Barat No. 15 tahun 2001 tentang Kelembagaan Dinas. Pengaturan dan pelayanan prima mewujudkan perikanan yang berorientasi agribisnismarine bisnis, berwawasan lingkungan dan berbasis ekonomi rakyat. 2 Sukabumi Dinas Perikanan dan Kelautan 3 Garut Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan PERDA Kabupaten Garut No. 8 tahun 2004 tentang Kelembagaan Dinas. Keputusan Bupati Garut No. 317 dan No. 330 tahun 2004 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja. Bersama masyarakat peternak dan nelayan menuju ketahanan pangan yang berwawasan agribisnis pada tahun 2010. 4 Jawa Tengah Dinas Perikanan dan Kelautan 5 Cilacap Dinas Kelautan dan Perikanan PERDA Kabupaten Cilacap No. 36 tahun 2003 tentang Kelembagaan Dinas. Keputusan Bupati Cilacap No. 18 tahun 2004 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Mewujudkan Kabupaten Cilacap sebagai pusat kegiatan perikanan dan kelautan yang berbasis pembangunan ekonomi dan sosial 6 Kebumen Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan PERDA Kabupaten Kebumen No. 25 tahun 2004 tentang Kelembagaan Dinas. Terwujudnya masyarakat sejahtera melalui pengembangan potensi dan peningkatan produksi peternakan, perikanan dan kelautan yang berwawasan agribisnis dan berbasis sumberdaya yang tersedia 7 DI Yogyakarta Dinas Perikanan dan Kelautan SK Gubernur No.99 tahun 2001 Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Terwujudnya usaha yang profesional dalam mengelola sumberdaya perikanan dan kelautan secara rasional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 162 Tabel 9 Lanjutan No. Provinsi Kabupaten Kelembagaan dinas Dasar Pembentukan Visi 8 Gunung Kidul Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perikanan PERDA Kabupaten Gunung Kidul No. 23 tahun 2000 tentang Kelembagaan Dinas. Terwujudnya instansi pelayanan pembangunan pertanian dan perikanan untuk memantapkan ketahanan pangan dan peningkatan sistem dan usaha agribisnis di Kabupaten Gunung Kidul. 9 Jawa Timur Dinas Perikanan dan Kelautan PERDA Provinsi Jawa Timur No. 36 tahun 2000 tentang Kelembagaan Dinas. Pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan secara berkelanjutan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat serta memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. 10 Pacitan Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan PERDA Kabupaten Pacitan No. .. tahun ..tentang Kelembagaan Dinas. Terwujudnya masyarakat kelautan, perikanan dan peternakan yang produktif melalui optimalisasi sumberdaya yang berwawasan lingkungan. 11 Trenggalek Dinas Kelautan dan Perikanan PERDA Kabupaten Trenggalek No. 8 tahun 2003 tentang Kelembagaan Dinas Keputusan Bupati Trenggalek No. 804 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Terwujudnya masyarakat perikanan yang berdaya, sejahtera dan berwawasan lingkungan 12 Malang Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan PERDA Kabupaten Malang No. 4 tahun 2004 tentang Kelembagaan Dinas. Keputusan Bupati Malang No. 95 tahun 2004 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Terwujudnya masyarakat yang sehat dan sejahtera melalui pembangunan peternakan, kelautan dan perikanan yang berkelanjutan, berdaya saing, berwawasan agribisnis dan berbasis sumberdaya lokal Peran kelembagaan dinas yang memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai unsur pelaksanan pemerintah provinsikabupaten di bidang perikanan dan kelautan, memiliki kewenangan desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang perikanan dan kelautan. Kewenangan dan besarnya porsi pembangunan yang 163 dilakukan oleh dinas, akan dipengaruhi oleh struktur kelembagaan dinas yang ada. Sebagai contoh Struktur Dinas Perikanan Kabupaten Gunung Kidul yang mencakup 5 subdinas, yaitu Subdinas Produksi Tanaman Pangan dan Holtikultura, Perlindungan, Usaha Tani, Penyuluhan dan Subdinas Perikanan. Berdasarkan struktur yang demikian, maka porsi pembangunan perikanan akan kecil. Berbeda dengan struktur dinas di Kabupaten Sukabumi, Cilacap, dan Trenggalek, dimana struktur dinas tidak bergabung dengan sektor lain tetapi berdiri sendiri. Porsi pembangunan perikanan dengan struktur yang demikian, memiliki porsi pembangunan perikanan yang lebih besar. 3 Kelembagaan di pelabuhan perikanan Pelabuhan perikanan sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan bisnis perikanan, sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, danatau bongkar muat ikan Bab I Pasal 1 UU 31 2004. Untuk menunjang peran tersebut, terdapat kelembagaan di pelabuhan perikanan diantaranya yaitu: a UPT Pelabuhan, berwewenang dan bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan, pengembangan, pemeliharaan dan pengelolaan sarana pokok, dan penunjang. Menyelenggarakan pelaksanaan teknis terhadap kapal perikanan, ketertiban, kebersihan. Mengkoordinasikan kegiatan instansi terkait di pelabuhan perikanan. b PERUM Prasara Pelabuhan Perikanan Samudera, berwewenang dan bertanggungjawab melaksanakan pelayanan barang dan atau jasa dan pengusahaan sarana komersial pelabuhan perikanan. c Dinas Perikanan, berwewenang dan bertanggungjawab melaksanakan pembinaan teknis perikanan sesuai kewenangan daerah di bidang perikanan. d Kantor Syahbandar, berwewenang dan bertanggungjawab memberikan perizinan kapal dan melaksanakan pengawasan yang berkaitan dengan keselamatan bagi kapal perikanan. e Pengawas perikanan, mempunyai wewenang dan tanggungjawab memberikan perizinan dan melaksanakan pengawasan dokumen kapal. f Kantor Kesehatan Pelabuhan, mempunyai wewenang dan tanggungjawab melakukan penanganan dan pengawasan kesehatan di pelabuhan perikanan. 164 g Kantor imigrasi, mempunyai wewenang dan tanggungjawab melaksanakan pengawasan terhadap ABK asing yang keluar atau masuk wilayah RI. h Kantor Bea dan Cukai, berwewenang dan bertanggungjawab melaksanakan pengawasan terhadap barang-barang muatan kapal perikanan dari atau ke luar negeri yang berkaitan dengan pabean. i Karantina ikan, mempunyai wewenang dan tanggungjawab melaksanakan karantina ikan baik antar daerah atau antar negara. j POLRIAIRUD, mempunyai wewenang dan tanggungjawab melaksanakan penangkapan, penyelidikan dan penanggulangan kasus-kasus kriminal. 2 Kelembagaan usaha Kelembagaan usaha terdiri dari usaha skala besar, skala menengah dan skala kecil. Kelembagaan usaha berperan sebagai pelaksana kegiatan pemanfaatan sumberdaya baik dalam kegiatan penangkapan, pengolahan, maupun pemasaran. Pada umumnya peran dari kelembagaan usaha lebih menekankan pada keuntungan, serta sedikit kepeduliannya pada kelestarian sumberdaya. Permasalahan kelembagaan usaha perikanan menurut Dirjen Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran DKP 2005, diantaranya adalah : 1 Usaha perikanan sebagian besar merupakan usaha skala kecil dengan tingkat produktivitas dan efisiensi usaha yang rendah. 2 Kemampuan permodalan rendah, selalu kalah dengan tatanan ekonomi lokal. 3 Sistem tata niaga perikanan yang tidak berpihak kepada nelayan. 4 Kesulitan akses terhadap faktor produksi, harga jual hasil tangkapan murah. 5 Lembaga usaha belum sepenuhnya mengakomodasikan kebutuhan nelayan. Kelembagaan usaha yang umum adalah dalam bentuk Koperasi Tabel 10. Kelembagaan usaha lain diantaranya dalam bentuk Kelompok Usaha Bersama KUB, dan Badan Usaha Milik Rakyat BUMR. Fasilitasi dari pemerintah diperlukan untuk memperkuat dan meningkatkan kapasitas kelembagaan usaha. 3 Kelembagaa masyarakat Kelembagaan masyarakat mencakup lembaga swadaya masyarakat, lembaga non pemerintah dan lembaga masyarakat lain yang bersifat independen. Peran 165 aktif lembaga masyarakat adalah sebagai kontrol sosial terhadap pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumberdaya. Kontrol sosial sangat besar peranannya dalam kerangka mengikuti dinamika perubahan teknologi dan transformasi sosial yang terjadi dalam pengelolaan sumberdaya. Tabel 10 Kelembagaan usaha perikanan yang ada di kabupaten di Selatan Jawa No. Provinsi Kabupaten Kelembagaan swasta Keanggotaan Kegiatan 1 Sukabumi 1. KUD Mandiri Mina Sinar Laut 2. Koperasi Karyawan Mina Nusantara Nelayan Pengelola Perikanan - Penyediaan perbekalan melaut - Penyaluran BBM dan alat penangkapan ikan - Penyelenggara pelelangan Ikan - Pemeliharaan fasilitas - Penyelenggaraan pemasaran ikan 2 Garut 1. Forum Komunikasi Usaha Perikanan FKUB KUB Kabupaten garut KUB Laut, KUB Pembudidaya Ikan, KUB Pemasaran - Menumbuhkembangkan usaha di bidang perikanan dan kelautan 3 Cilacap 1. KUD Mino Saroyo 2. BUMR PT Mina Mitra Sejahtera 3. KUB Minowati 4 Kebumen 1. KUD Mino Pawurni Nelayan 5 Gunung Kidul 1. KUD Mina Samodra Nelayan - Penyediaan perbekalan - Pengeringan ikan - Usaha telepon 6 Pacitan 1. KUD Mina 2. Koperasi Nelayan Mina Upadi Nelayan, bakul Nelayan - Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan - Penyediaan kebutuhan operasi penangkapan - Usaha simpan pinjam - Penangkapan Ikan - Usaha kapal fiberglass - Kegiatan perbengkelan 7 Trenggalek 1. KUD Mina Teluk Prigi SINATI 2. Koperasi Bakul Ikan KBI Nelayan Pedagang 8 Malang 1. KUD Mina Jaya Nelayan, pengolah ikan dan pedagang - Penyelenggara pelelangan ikan - Penyedia perbekalan melaut 166 Ostrom 1992 diacu dalam Nikijuluw 2002, menyatakan bahwa ada dua atribut kunci yang merupakan faktor pendorong masyarakat untuk bekerjasama. Faktor tersebut adalah 1 Jika masyarakat memiliki derajat homogenitas yang tinggi dalam hubungan kekerabatan, etnis, agama, kepentingan, kepercayaan, budaya, serta strategi pengembangan mata pencarian; dan 2 Jika ketergantungan masyarakat cukup tinggi atas sumberdaya perikanan serta kesempatan yang kurang bagi masyarakat untuk menggeluti mata pencaharian lain. Kelembagaan masyarakat yang sudah berkembang, diantaranya adalah Rukun Nelayan. Rukun Nelayan umumnya berfungsi sebagai sarana silaturahmi antar nelayan. Pertemuan anggota, biasanya rutin dilakukan setiap bulan sekali untuk membahas hal-hal yang terkait dengan kepentingan mereka. Rukun Nelayan cukup efektif untuk membangun rasa kebersamaan, menyelesaikan permasalahan atau konflik serta berbagai upaya pembangunan perikanan berbasis masyarakat. Sebagai upaya membangun sistem pengawasan pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat SISWASMAS, telah dibentuk kelompok-kelompok pengawas masyarakat POKWASMAS. Contohnya adalak POKWASMAS Jala Bahari di Cilacap dan POKWASMAS Prigi Lestari di Trenggalek. Tujuan dibentuknya POKWASMAS adalah meningkatkan kesadaran dan komitmen masyarakat dalam usaha pelestarian sumberdaya ikan dan habitat serta meningkatkan efektivitas pengawasan terhadap pemanfaatan sumberdaya.

5.3.3 Beberapa Kebijakan dan Program Pembangunan Perikanan

Dalam rangka melakukan kegiatan pengelolaan sumberdaya perikanan khususnya di Perairan Selatan Jawa, berbagai kebijakan dan program telah dilakukan. Kebijakan dan program tersebut diantaranya yaitu: 1 Pembentukan Forum Koordinasi Pengelolaan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan FKPPS Koordinasi dalam melakukan pengelolaan sumberdaya perikanan telah diupayakan oleh pemerintah, dengan dibentuknya Forum Koordinasi Pengelolaan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan FKPPS, melalui Kepmen Pertanian 994KptsKP.150999. Forum terdiri atas FKPPS Nasional dan FKPPS Wilayah. FKPPS Nasional bertugas membantu Menteri Pertanian dalam merumuskan dan menetapkan kebijaksanaan pengelolaan sumberdaya ikan di laut. 167 Pertemuan oleh FKPPS Nasional minimal diselenggarakan sekali dalam dua tahun. Pertemuan digunakan untuk: 1 membahas hasil inventarisasimasukan data dan informasi pemanfaatan sumberdaya ikan serta permasalahan yang timbul; 2 memberi pertimbangan, pendapat maupun saran pemecahan, sebagai upaya menyelesaikan permasalahan; 3 memberi masukan kebijaksanaan pengelolaan sumberdaya ikan di laut, khususnya sumberdaya ikan lintas propinsi. Untuk FKPPS Wilayah, pertemuan diadakan minimal sekali dalam satu tahun. Dimaksudkan untuk membantu FKPPS Nasional dalam: 1 mempercepat arus data dan informsi; 2 identifikasi dan pemecahan masalahkasus; 3 merumuskan konsep kebijaksanaan pengelolaan sumberdaya ikan, termasuk alokasi pengembangannya yang merupakan hasil kesepakatan di dalam upaya pengelolaan bersama sumberdaya ikan di wilayah masing-masing. Cakupan FKPPS Wilayah IX yaitu Perairan Samudera Hindia, Selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Keanggotaannya meliputi Dinas Perikanan Provinsi yaitu NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT. Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menganggarkan dana yang cukup besar untuk kegiatan FKPPS, anggaran tahun 2005 sebesar Rp 82.572.500,00 untuk kegiatan pertemuan FKPPS regional dan nasional Diskan Provinsi Jawa Barat 2005. Kedepan FKPPS ini diharapkan dapat meningkatkan kinerjanya untuk dapat memberikan konstribusi nyata bagi upaya pengelolaan sumberdaya perikanan, baik secara nasional maupun wilayah. 2 Program Mitra Bahari Program Mitra Bahari PMB dibentuk dalam rangka melakukan akselerasi pembangunan masyarakat pesisir, laut dan pulau-pulau kecil. Program ini diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Ditjen KP3K, pada tahun 2002. Program bertujuan memecahkan permasalahan yang ada di pesisir, dalam mengelola sumberdaya yang terdapat di daerah mulai dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi program. Program melibatkan unsur Dinas Perikanan, Perguruan Tinggi, LSM, Tokoh Masyarakat dan stakeholder lainnya. 168 Untuk wilayah Jawa Barat telah dibentuk kelembagaan PMB yang disebut Konsorsium PMB Sub Regional Center Jawa Barat, dengan koordinator Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan FPIK IPB. Dalam pelaksanaannya, kelembagaan PMB belum memberikan kontribusi nyata bagi upaya pengelolaan sumberdaya perikanan di daerah, sesuai dengan tujuan yang diembannya. 3 Proyek Pembangunan Masyarakat Pantai dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan PMP2SP atau Co-Fish Proyek PMP2SP dilaksanakan di Kabupaten Trenggalek mulai tahun 1998 dan berakhir tahun 2005, bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pantai dan upaya pengelolaan sumberdaya perikanan lestari. Kegiatan meliputi: 1 pengelolaan keragaman hayati, 2 pengelolaan kawasan pelestarian alam PKPA, 3 pengembangan usaha ekonomi, dan 4 penguatan kelembagaan. Kegiatan Co-Fish telah berperan besar bagi upaya pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Trenggalek. Berbagai kelembagaan masyarakat terbentuk melalui kegiatan Co-Fish, diantaranya Kelompok Pengelolaan Masyarakat Berbasis Komunitas PSBK Watulimo, Komite Perikanan Lokal KPL Kecamatan Panggul dan Munjungan, serta organisasi Peningkatan Peranan Wanita Tani Nelayan P2WTN Wanita Bahari Kecamatan Watulimo dan di kecamatan lainnya. Secara umum kegiatan Co-Fish telah banyak meningkatkan wawasan, pengetahuan dan memberdayakan ekonomi masyarakat pesisir, namun belum terlihat adanya upaya keberlanjutan program, setelah Co-Fish berakhir. 4 Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir PEMP Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir PEMP merupakan program pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui penyaluran dana untuk kegiatan usaha bagi masyarakat. Program PEMP dibiayai melalui dana Program Jaring Pengaman Sosial yang secara khusus diambilkan dari Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak. Program PEMP telah dilaksanakan sejak tahun anggaran 2001. Bertujuan: 1 meningkatkan partisipasi masyarakat pesisir dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengembangan kegiatan ekonomi; 2 menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha; 3 mengelola dan memanfaatkan sumberdaya 169 pesisir dan laut secara optimal, dan berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan; 4 memperkuat kelembagaan sosial ekonomi masyarakat dan kemitraan; 5 mendorong terwujudnya mekanisme manajemen pembangunan yag partisipatif dan transparan dalam kegiatan masyarakat; 6 serta mengurangi beban masyarakat miskin di pesisir yang diakibatkan oleh kenaikan BBM. Dana PEMP diberikan kepada masyarakat pesisir yang menetap di daerah pantai, yang bekerja atau berusaha sebagai nelayan, pembudidaya ikan, pedagang, pengolah ikan, usaha jasa perikanan, dan pariwisata serta usaha lain yang terkait dengan usaha perikanan dan kelautan. Dana diberikan kepada kelompok- kelompok usaha, yang disebut sebagai Kelompok Masyarakat Pemanfaat KMP. Perguliran dana PEMP dikelola oleh Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina LEPPM3. Dalam pelaksanaannya LEPPM3 sebagai lembaga ekonomi mikro, belum memiliki legalitas dan standar operasional yang jelas. Hal ini menjadikan tujuan program PEMP dalam memberdayakan masyarakat pesisir, memiliki tingkat keberhasilan yang berbeda di tiap daerah. 5 Proyek Manajemen Unit PMU Proyek Manajemen Unit PMU merupakan program dari Pemerintah Daerah Jawa Timur dalam rangka mengembangkan potensi perikanan di Perairan Selatan Jawa Timur. Program ini berupa pinjaman armada kapal kepada nelayan sebagai sarana penangkapan ikan. Tujuan PMU: 1 mengurangi overfishing di Perairan Utara Jawa; 2 optimasi pemanfaatan Perairan Selatan Jawa Timur; 3 serta menekan pencurian ikan oleh nelayan asing di Perairan Selatan Jawa Timur. PMU dipusatkan di kawasan PPP Pondokdadap Sendangbiru Kabupaten Malang. Komponen PMU terdiri atas unsur nelayan serta KUB, Pengusaha, Investor, Perbankan, Intansi Teknis Petugas Lapangan, Dinas, TPI serta komponen masyarakat bisnis yang lain, yang berperan sebagai pembina dan partner dalam rangka pembukaan dan pengembangan wilayah perairan selatan Jawa Timur. Distribusi pengadaan kapal penangkap ikan dialokasikan kepada Kelompok Usaha Bersama KUB, berupa dana bergulir revolving melalui sistem bagi hasil. Dalam pelaksanaannya program ini tidak berhasil dengan baik. 6 IMPLIKASI KONDISI WILAYAH TERHADAP PENGEMBANGAN PERIKANAN Pemahaman karakteristik suatu wilayah untuk pengembangan perikanan menjadi suatu hal yang penting untuk diperhatikan. Perkembangan kegiatan perikanan tidak terlepas dari keberadaan sumberdaya ikan dan lingkungannya, teknologi, sumberdaya manusia, permodalan, kebijakan, kelembagaan, kondisi sosial ekonomi masyarakat dan faktor-faktor lainnya. Masing-masing daerah memiliki potensi sumberdaya perikanan dengan karakteristik yang bersifat spesifik atau khas untuk daerah tersebut. Karakteristik sumberdaya perikanan yang bersifat khas tersebut di atas, berimplikasi terhadap kinerja kegiatan perikanan di suatu wilayah. Sebagai contoh, terkait dengan kondisi geo-topografi wilayah dari pusat pendaratan ikan yang berada pada lokasi yang masih terisolir dengan kondisi topografi pada daerah yang berbukit atau pegunungan, akan berimplikasi terhadap sulitnya aksesibilitas pasar dari produksi ikan yang dihasilkan. Pada Bab ini akan dibahas kaitan antara kondisi aspek geo-topografi, biologi, teknologi, sosial-ekonomi dan politik dari Wilayah Selatan Jawa terhadap implikasinya bagi kinerja perikanan di wilayah ini. Pembahasan didasarkan pada keadaan umum daerah penelitian yang telah dijelaskan pada Bab 4, dan kondisi sistem perikanan tangkap pada Bab 5.

6.1 Implikasi Karakteristik Aspek Geo-Topografi

Geo-topografi dimaksudkan sebagai letak suatu wilayah ditinjau dari bentuk permukaan buminya berdasarkan pada posisi geografis. Kondisi geo-topografi suatu wilayah menjadi penting, hal ini terkait dengan tingkat aksesibilitas dari wilayah tersebut. Secara umum pusat-pusat pendaratan ikan di Selatan Jawa berada di daerah yang masih terisolir. Wilayah Selatan Jawa sebagian besar berupa pegunungan atau perbukitan. Kondisi geo-topografi seperti ini, menjadi salah satu faktor penghambat berkembangnya kegiatan perikanan di Selatan Jawa. Yani et al. 2004 menyatakan, suatu kegiatan industri biasanya berada di suatu wilayah yang strategis. Lokasi yang strategis adalah suatu lokasi yang dapat 171 mendukung berkembangnya kegiatan industri, yaitu terkait dengan ketersediaan bahan baku, modal, tenaga kerja, sumber energi, transportasi dan komunikasi, pasar, teknologi, peraturan, iklim dan ketersediaan sumber air. Tamin 2000 juga menyatakan, daerah pemukiman, industri, pertokoan, fasilitas hiburan, dan fasilitas sosial, mempunyai beberapa persyaratan teknis dan non teknis yang harus dipenuhi dalam menentukan lokasinya. Ciri teknis yang sering dipakai adalah kondisi topografi datar, bukit, pegunungan, kesuburan tanah dan geologi. Pusat-pusat kegiatan perikanan berada di suatu wilayah pantai, yang secara umum berada di suatu lokasi dengan kepadatan penduduk rendah. Produksi ikan yang dihasilkan harus didistribusikan ke daerah-daerah lain, agar produk dapat dipasarkan dengan baik. Disini penting diperhatikan bahwa suatu lokasi pusat kegiatan perikanan harus memiliki tingkat aksesibilitas yang tinggi, sehingga pasar produk terjamin. Aksesibilitas atau kemudahan akses, dimaksudkan bahwa daerah produksi mudah diakses pasar. Aksesibilitas terkait dengan kemudahan suatu lokasi dijangkau dengan berbagai sarana transportasi. Transportasi merupakan faktor penting untuk dapat mendistribusikan ikan ke tempat-empat tujuan pasar. Biaya transportasi yang tinggi, tidak efisien bagi upaya untuk mendistribusikan ikan ke tempat tujuan pemasaran, dan berpotensi meningkatkan biaya faktor-faktor produksi. Adanya transportasi memungkinkan terjadinya hubungan antar daerah, antar-hinterland dan foreland, serta menimbulkan dampak terhadap sosial ekonomi penduduk dan penggunaan lahan. Berdasarkan pada pemahaman tersebut di atas, terlihat bahwa lokasi suatu wilayah secara geo-topografi berpengaruh besar terhadap perkembangan kegiatan perikanan. Perkembangan industri perikanan mensyaratkan suatu kemudahan akses yang terkait dengan ketersediaan prasarana dan sarana transportasi, sehingga memudahkan orang untuk melakukan perjalanan. Aksesibilitas untuk kegiatan perikanan, terkait dengan kemudahan mendapatkan input untuk melakukan proses produksi, serta akses untuk memasarkan hasil produksi. Secara umum, sebagian besar Wilayah Pantai Selatan Jawa secara geo- topografi berada pada lokasi yang tidak strategis untuk kegiatan industri perikanan. Lokasi yang terisolir, dengan bentuk permukaan bumi yang berbukit- bukit dan berlereng terjal, infrastruktur jalan belum dibangun secara memadai, 172 serta sarana transportasi yang tidak memadai merupakan faktor potensial yang menghambat berkembangnya kegiatan industri perikanan di daerah ini. Kondisi geo-topografi Kabupaten Sukabumi sebagian besar adalah daerah pegunungan, kecuali di sebagian pantai selatan yang berupa dataran rendah. Lokasi PPN Palabuhanratu berada di sebelah barat daya Kabupaten Sukabumi. Secara geo-topografi lokasi PPN Palabuhanratu merupakan daerah yang sulit dijangkau. Akses menuju lokasi PPN Palabuhanratu dapat melalui dua pintu masuk, yaitu melalui Bogor atau Sukabumi. Perjalanan dari Bogor menuju Palabuhanratu dapat melalui jalur Bogor-Cikidang-Palabuhanratu atau Bogor- Cibadak-Palabuhanratu. Kedua jalur tersebut akan melewati daerah pegunungan dan perbukitan, dengan prasarana jalan yang berkelok dan berliku. Jalur Sukabumi-Cibadak-Palabuhanratu, juga dalam kondisi yang sama. Kabupaten Garut berada pada ketinggian 7 sampai dengan 1.244 m dpl, memiliki topografi wilayah sangat beragam. Lokasi PPP Cilautereun berada di Kecamatan Pamempeuk, merupakan lokasi yang cukup terisolir. Lokasi PPI Cilaeteureun dapat ditempuh dengan menggunakan sarana angkutan perkotaan atau kendaraan berkapasitas kecil. Jalan menuju PPI Cilautereun melewati daerah perkebunan teh di Pegunungan Cikurai, kondisi jalan sempit, berkelok dan terjal. Secara geo-topografi wilayah Jawa Tengah di bagian selatan merupakan kawasan pantai yang sempit, dengan lebar sekitar 10-25 km. Wilayah perbukitan landai membentang sejajar dengan pantai, dari Cilacap hingga Yogyakarta. Bentuk topografis Kabupaten Cilacap bagian selatan merupakan dataran rendah, terdapat Pulau Nusakambangan dengan cagar alam Nusakambangan dan Segara Anakan. Lokasi PPS Cilacap terletak di Kecamatan Cilacap Selatan tepatnya di Kelurahan Tegal Kamulyan, Kecamatan Cilacap Selatan. Secara geo-topografi, lokasi PPS Cilacap mudah dijangkau. Terdapat dua akses masuk yaitu dari arah timur dan arah barat. Akses masuk dari timur sangat baik, dengan kondisi jalan yang cukup datar dan lebar. Sementara itu, akses masuk dari arah barat yaitu dari arah Jeruk Legi, prasarana jalan tidak cukup baik dan melalui daerah perbukitan. Kabupaten Kebumen memiliki topografi wilayah umumnya meliputi permukaan daratan, daerah aliran sungai serta daerah pantai. Selatan daerah Gombong, terdapat rangkaian pegunungan kapur yang membujur hingga pantai 173 selatan. PPI Pasir terletak di Desa Pasir Kecamatan Ayah, dengan aksesibilitas rendah. Lokasi PPI berada di daerah terisolir, berjarak sekitar 45,5 km dari kota kabupaten. Jalan menuju lokasi melalui daerah pegunungan, berkelok dan terjal. Sarana jalan adalah jalan kabupaten, dengan kondisi sempit dan rusak. Sarana angkutan berupa angkutan pedesaan. Sementara itu keadaan topografi berupa Pegunungan Seribu terletak di Selatan Yogyakarta dengan ketinggian sekitar 130-1.000 m dpl. Wilayah Gunung Kidul sebagian besar berupa perbukitan dan pegunungan kapur, yakni bagian dari Pegunungan Sewu. PPI Sadeng terletak di Kecamatan Girisubo. Kondisi jalan dari Wonosari menuju PPI Sadeng cukup baik. Prasarana jalan berupa jalan hotmix, dengan lebar 5-6 m. Hambatan utama perjalanan adalah jalan yang berkelok-kelok mengikuti kountur pegunungan, naik turun dengan bibir jalan yang terjal. Sarana angkutan relatif jarang, dan sangat sepi. Jumlah penduduk di Kecamatan Girisubo relatif kecil, sehingga pergerakan transportasi sangat jarang. Kondisi topografi Jawa Timur bagian selatan berupa pegunungan kapur selatan. Wilayah pegunungan kapur selatan merupakan wilayah tandus, tidak subur dan belum begitu berkembang. Wilayah Pacitan memiliki topografi berupa pegunungan kapur selatan yang membujur dari Gunung Kidul ke Trenggalek menghadap Samudera Hindia. Terdapat tiga jalur utama dari dan menuju Pacitan, yaitu jalur Solo-Wonogiri-Pacitan, Ponorogo-Pacitan dan Trenggalek-Pacitan. Jalur tersebut dalam kondisi baik, namun beberapa diantaranya beresiko longsor dan beberapa ruas kurang memadai untuk beban berat. Secara topografi, sebagian besar wilayah Trenggalek merupakan dataran tinggi dan sebagian kecil lainnya merupakan daerah dataran rendah. Kecamatan Watulimo tempat PPN Prigi berada, memiliki ketinggian dari 0-450 m dpl. Kemiringan tanah berkisar antara 15 sampai dengan 25. Jalan menuju PPN Prigi berupa jalan hotmix dengan lebar sekitar 3-8 m, melalui daerah pegunungan yang berkelok-kelok, sempit dan terjal. Sarana transportasi berupa colt, sementara itu untuk perdagangan digunakan sarana truk. Kondisi topografis Kabupaten Malang, di bagian selatan merupakan daerah pegunungan kapur dengan ketinggian 0-500 m dpl. PPP Pondokdadap berjarak 29 km dari Kecamatan Sumbermanjing, 75 km dari Kepanjen dan 157 km dari 174 Kota Surabaya. Aksesibilitas menuju PPP Pondokdadap melalui Kota Malang- Turen-Sendangbiru dengan jarak sekitar 69 km. Kondisi jalan berupa jalan hotmix dengan lebar sekitar 3-8 m, berkelok-kelok dan terjal. Sarana transportasi yang dapat digunakan berupa mini bus, colt dan ojek. Jika dilihat dari aspek geo-topografinya, daerah pusat kegiatan perikanan yang telah berkembang dengan baik di Selatan Jawa adalah PPS Cilacap. Lokasi PPS Cilacap berada di suatu lokasi yang secara geo-topografi memiliki nilai positif untuk menunjang pengembangan kegiatan industri perikanan. Daerah Cilacap memiliki kondisi topografinya relatif datar, sarana infrastruktur berupa jalan dan sarana transportasi telah terbangun dengan baik. Hubungan dari Cilacap ke daerah-daerah yang menjadi hinterland-nya yaitu Bandung, Semarang, Jakarta dan kota-kota lainnya untuk memasarkan produksi ikan mudah dilakukan. Kota Cilacap sebagai kota pusat pemerintahan kabupaten, perdagangan, industri dan wisata, menjadikan Cilacap memiliki tingkat aksesibilitas yang tinggi. Pergerakan orang dan barang sangat tinggi, didukung fasilitas transportasi yang sangat baik. Suatu lokasi tidak selamanya akan merupakan daerah yang terisolir. Perkembangan pembangunan dapat membuka isolasi suatu daerah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa lokasi pelabuhan perikanan yang telah berkembang. Seperti misalnya lokasi PPN Palabuhanratu dan PPN Prigi. Perkembangan perikanan di kedua lokasi ini, telah membuka isolasi daerah tersebut. Saat ini Palabuhanratu dan Prigi, sudah cukup ramai. Perkembangan wilayah ini selain dari kegiatan perikanan juga sebagai dampak dari perkembangan kegiatan pariwisata. Aspek geo-topografi terkait juga dengan pemilihan lokasi wilayah daratan yang tepat untuk pembangunan pelabuhan perikanan. Lokasi pelabuhan perikanan mensyaratkan wilayah daratan yang cukup luas, dengan bentuk permukaan yang hampir rata Murdiyanto 2002. Beberapa lokasi PPI memiliki luas wilayah daratan yang tidak begitu lebar. Pusat kegiatan perikanan seperti di PPI Pasir, PPI Sadeng dan PPP Pondokdadap memiliki wilayah dataran yang sempit. Daerah sekitar pelabuhan merupakan areal perbukitan, yang tentunya akan memerlukan biaya mahal untuk menjadikannya pusat kegiatan industri perikanan. Berdasarkan pada pembahasan di atas, terlihat jelas bahwa kondisi geo- topografi suatu wilayah akan menentukan bagi perkembangan perikanan di daerah 175 tersebut. Kondisi geo-topografi suatu wilayah akan berimplikasi: 1 kondisi geo- topografi lokasi basis penangkapan yang melalui daerah perbukitan dan pegunungan yang terjal akan berpengaruh terhadap aksesibilitas pemasaran produk perikanan; 2 luas lahan berupa dataran yang sempit di suatu lokasi pelabuhan, menghambat berkembangnya kegiatan industri di pelabuhan tersebut; dan 3 lokasi basis penangkapan yang terisolir akan berimplikasi pada sulitnya mendapatkan input produksi, tenaga kerja dan akses dengan dunia luar yang berdampak pada terhambatnya perkembangan kegiatan industri perikanan.

6.2 Implikasi Karakteristik Aspek Biologi