Beberapa Kebijakan dan Program Pembangunan Perikanan

166 Ostrom 1992 diacu dalam Nikijuluw 2002, menyatakan bahwa ada dua atribut kunci yang merupakan faktor pendorong masyarakat untuk bekerjasama. Faktor tersebut adalah 1 Jika masyarakat memiliki derajat homogenitas yang tinggi dalam hubungan kekerabatan, etnis, agama, kepentingan, kepercayaan, budaya, serta strategi pengembangan mata pencarian; dan 2 Jika ketergantungan masyarakat cukup tinggi atas sumberdaya perikanan serta kesempatan yang kurang bagi masyarakat untuk menggeluti mata pencaharian lain. Kelembagaan masyarakat yang sudah berkembang, diantaranya adalah Rukun Nelayan. Rukun Nelayan umumnya berfungsi sebagai sarana silaturahmi antar nelayan. Pertemuan anggota, biasanya rutin dilakukan setiap bulan sekali untuk membahas hal-hal yang terkait dengan kepentingan mereka. Rukun Nelayan cukup efektif untuk membangun rasa kebersamaan, menyelesaikan permasalahan atau konflik serta berbagai upaya pembangunan perikanan berbasis masyarakat. Sebagai upaya membangun sistem pengawasan pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat SISWASMAS, telah dibentuk kelompok-kelompok pengawas masyarakat POKWASMAS. Contohnya adalak POKWASMAS Jala Bahari di Cilacap dan POKWASMAS Prigi Lestari di Trenggalek. Tujuan dibentuknya POKWASMAS adalah meningkatkan kesadaran dan komitmen masyarakat dalam usaha pelestarian sumberdaya ikan dan habitat serta meningkatkan efektivitas pengawasan terhadap pemanfaatan sumberdaya.

5.3.3 Beberapa Kebijakan dan Program Pembangunan Perikanan

Dalam rangka melakukan kegiatan pengelolaan sumberdaya perikanan khususnya di Perairan Selatan Jawa, berbagai kebijakan dan program telah dilakukan. Kebijakan dan program tersebut diantaranya yaitu: 1 Pembentukan Forum Koordinasi Pengelolaan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan FKPPS Koordinasi dalam melakukan pengelolaan sumberdaya perikanan telah diupayakan oleh pemerintah, dengan dibentuknya Forum Koordinasi Pengelolaan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan FKPPS, melalui Kepmen Pertanian 994KptsKP.150999. Forum terdiri atas FKPPS Nasional dan FKPPS Wilayah. FKPPS Nasional bertugas membantu Menteri Pertanian dalam merumuskan dan menetapkan kebijaksanaan pengelolaan sumberdaya ikan di laut. 167 Pertemuan oleh FKPPS Nasional minimal diselenggarakan sekali dalam dua tahun. Pertemuan digunakan untuk: 1 membahas hasil inventarisasimasukan data dan informasi pemanfaatan sumberdaya ikan serta permasalahan yang timbul; 2 memberi pertimbangan, pendapat maupun saran pemecahan, sebagai upaya menyelesaikan permasalahan; 3 memberi masukan kebijaksanaan pengelolaan sumberdaya ikan di laut, khususnya sumberdaya ikan lintas propinsi. Untuk FKPPS Wilayah, pertemuan diadakan minimal sekali dalam satu tahun. Dimaksudkan untuk membantu FKPPS Nasional dalam: 1 mempercepat arus data dan informsi; 2 identifikasi dan pemecahan masalahkasus; 3 merumuskan konsep kebijaksanaan pengelolaan sumberdaya ikan, termasuk alokasi pengembangannya yang merupakan hasil kesepakatan di dalam upaya pengelolaan bersama sumberdaya ikan di wilayah masing-masing. Cakupan FKPPS Wilayah IX yaitu Perairan Samudera Hindia, Selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Keanggotaannya meliputi Dinas Perikanan Provinsi yaitu NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT. Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menganggarkan dana yang cukup besar untuk kegiatan FKPPS, anggaran tahun 2005 sebesar Rp 82.572.500,00 untuk kegiatan pertemuan FKPPS regional dan nasional Diskan Provinsi Jawa Barat 2005. Kedepan FKPPS ini diharapkan dapat meningkatkan kinerjanya untuk dapat memberikan konstribusi nyata bagi upaya pengelolaan sumberdaya perikanan, baik secara nasional maupun wilayah. 2 Program Mitra Bahari Program Mitra Bahari PMB dibentuk dalam rangka melakukan akselerasi pembangunan masyarakat pesisir, laut dan pulau-pulau kecil. Program ini diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Ditjen KP3K, pada tahun 2002. Program bertujuan memecahkan permasalahan yang ada di pesisir, dalam mengelola sumberdaya yang terdapat di daerah mulai dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi program. Program melibatkan unsur Dinas Perikanan, Perguruan Tinggi, LSM, Tokoh Masyarakat dan stakeholder lainnya. 168 Untuk wilayah Jawa Barat telah dibentuk kelembagaan PMB yang disebut Konsorsium PMB Sub Regional Center Jawa Barat, dengan koordinator Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan FPIK IPB. Dalam pelaksanaannya, kelembagaan PMB belum memberikan kontribusi nyata bagi upaya pengelolaan sumberdaya perikanan di daerah, sesuai dengan tujuan yang diembannya. 3 Proyek Pembangunan Masyarakat Pantai dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan PMP2SP atau Co-Fish Proyek PMP2SP dilaksanakan di Kabupaten Trenggalek mulai tahun 1998 dan berakhir tahun 2005, bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pantai dan upaya pengelolaan sumberdaya perikanan lestari. Kegiatan meliputi: 1 pengelolaan keragaman hayati, 2 pengelolaan kawasan pelestarian alam PKPA, 3 pengembangan usaha ekonomi, dan 4 penguatan kelembagaan. Kegiatan Co-Fish telah berperan besar bagi upaya pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Trenggalek. Berbagai kelembagaan masyarakat terbentuk melalui kegiatan Co-Fish, diantaranya Kelompok Pengelolaan Masyarakat Berbasis Komunitas PSBK Watulimo, Komite Perikanan Lokal KPL Kecamatan Panggul dan Munjungan, serta organisasi Peningkatan Peranan Wanita Tani Nelayan P2WTN Wanita Bahari Kecamatan Watulimo dan di kecamatan lainnya. Secara umum kegiatan Co-Fish telah banyak meningkatkan wawasan, pengetahuan dan memberdayakan ekonomi masyarakat pesisir, namun belum terlihat adanya upaya keberlanjutan program, setelah Co-Fish berakhir. 4 Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir PEMP Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir PEMP merupakan program pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui penyaluran dana untuk kegiatan usaha bagi masyarakat. Program PEMP dibiayai melalui dana Program Jaring Pengaman Sosial yang secara khusus diambilkan dari Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak. Program PEMP telah dilaksanakan sejak tahun anggaran 2001. Bertujuan: 1 meningkatkan partisipasi masyarakat pesisir dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengembangan kegiatan ekonomi; 2 menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha; 3 mengelola dan memanfaatkan sumberdaya 169 pesisir dan laut secara optimal, dan berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan; 4 memperkuat kelembagaan sosial ekonomi masyarakat dan kemitraan; 5 mendorong terwujudnya mekanisme manajemen pembangunan yag partisipatif dan transparan dalam kegiatan masyarakat; 6 serta mengurangi beban masyarakat miskin di pesisir yang diakibatkan oleh kenaikan BBM. Dana PEMP diberikan kepada masyarakat pesisir yang menetap di daerah pantai, yang bekerja atau berusaha sebagai nelayan, pembudidaya ikan, pedagang, pengolah ikan, usaha jasa perikanan, dan pariwisata serta usaha lain yang terkait dengan usaha perikanan dan kelautan. Dana diberikan kepada kelompok- kelompok usaha, yang disebut sebagai Kelompok Masyarakat Pemanfaat KMP. Perguliran dana PEMP dikelola oleh Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina LEPPM3. Dalam pelaksanaannya LEPPM3 sebagai lembaga ekonomi mikro, belum memiliki legalitas dan standar operasional yang jelas. Hal ini menjadikan tujuan program PEMP dalam memberdayakan masyarakat pesisir, memiliki tingkat keberhasilan yang berbeda di tiap daerah. 5 Proyek Manajemen Unit PMU Proyek Manajemen Unit PMU merupakan program dari Pemerintah Daerah Jawa Timur dalam rangka mengembangkan potensi perikanan di Perairan Selatan Jawa Timur. Program ini berupa pinjaman armada kapal kepada nelayan sebagai sarana penangkapan ikan. Tujuan PMU: 1 mengurangi overfishing di Perairan Utara Jawa; 2 optimasi pemanfaatan Perairan Selatan Jawa Timur; 3 serta menekan pencurian ikan oleh nelayan asing di Perairan Selatan Jawa Timur. PMU dipusatkan di kawasan PPP Pondokdadap Sendangbiru Kabupaten Malang. Komponen PMU terdiri atas unsur nelayan serta KUB, Pengusaha, Investor, Perbankan, Intansi Teknis Petugas Lapangan, Dinas, TPI serta komponen masyarakat bisnis yang lain, yang berperan sebagai pembina dan partner dalam rangka pembukaan dan pengembangan wilayah perairan selatan Jawa Timur. Distribusi pengadaan kapal penangkap ikan dialokasikan kepada Kelompok Usaha Bersama KUB, berupa dana bergulir revolving melalui sistem bagi hasil. Dalam pelaksanaannya program ini tidak berhasil dengan baik. 6 IMPLIKASI KONDISI WILAYAH TERHADAP PENGEMBANGAN PERIKANAN Pemahaman karakteristik suatu wilayah untuk pengembangan perikanan menjadi suatu hal yang penting untuk diperhatikan. Perkembangan kegiatan perikanan tidak terlepas dari keberadaan sumberdaya ikan dan lingkungannya, teknologi, sumberdaya manusia, permodalan, kebijakan, kelembagaan, kondisi sosial ekonomi masyarakat dan faktor-faktor lainnya. Masing-masing daerah memiliki potensi sumberdaya perikanan dengan karakteristik yang bersifat spesifik atau khas untuk daerah tersebut. Karakteristik sumberdaya perikanan yang bersifat khas tersebut di atas, berimplikasi terhadap kinerja kegiatan perikanan di suatu wilayah. Sebagai contoh, terkait dengan kondisi geo-topografi wilayah dari pusat pendaratan ikan yang berada pada lokasi yang masih terisolir dengan kondisi topografi pada daerah yang berbukit atau pegunungan, akan berimplikasi terhadap sulitnya aksesibilitas pasar dari produksi ikan yang dihasilkan. Pada Bab ini akan dibahas kaitan antara kondisi aspek geo-topografi, biologi, teknologi, sosial-ekonomi dan politik dari Wilayah Selatan Jawa terhadap implikasinya bagi kinerja perikanan di wilayah ini. Pembahasan didasarkan pada keadaan umum daerah penelitian yang telah dijelaskan pada Bab 4, dan kondisi sistem perikanan tangkap pada Bab 5.

6.1 Implikasi Karakteristik Aspek Geo-Topografi