Perumusan Strategi Pengembangan Perikanan Lepas Pantai

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN

8.1 Perumusan Kebijakan Strategis Pengembangan Perikanan

Kajian Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik dari Potensi Daerah menghasilkan dua model pengembangan perikanan, yaitu model pengembangan perikanan lepas pantai SIMPELA dan pengembangan perikanan pantai SIMPETAI. Perumusan strategi pengembangan perikanan dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT Rangkuti 1998; David 2002, dan balanced scorecard Kaplan and Norton 1996; Yuwono et al. 2006. Penggunaan balanced scorecard dilakukan untuk dapat mengukur kinerja dari strategi pengembangan yang dirumuskan, dengan menggunakan indikator-indikator pengukuran kinerja yang seimbang diantara subsistem yang ada.

8.1.1 Perumusan Strategi Pengembangan Perikanan Lepas Pantai

Perumusan strategi pengembangan menggunakan analisis SWOT dilakukan dengan membandingkan antara faktor-faktor internal kekuatan dan kelemahan sistem, dengan faktor-faktor eksternal peluang dan ancaman yang dihadapi dalam pengembangan perikanan lepas pantai di Selatan Jawa. Kajian internal dan eksternal dilakukan berdasarkan hasil pada Bab terdahulu, yaitu kondisi sistem perikanan Bab 5 dan model pengembangan perikanan lepas pantai Bab 7.3. Hasil evaluasi faktor internal dan eksternal, serta perumusan strategi pada pengembangan perikanan lepas pantai dapat dilihat pada Lampiran 48. 1 Evaluasi faktor internal pengembangan perikanan lepas pantai Hasil analisis faktor internal, diperoleh faktor-faktor kekuatan dan kelemahan strategis pada pengembangan perikanan lepas pantai sebagai berikut: 1 Faktor-Faktor kekuatan sistem pengembangan perikanan lepas pantai a Ketentuan internasional tentang hak pengelolaan sumberdaya di perairan ZEE yaitu UNCLOS 1982, Indonesia sudah meratifikasi ketentuan tersebut melalui UU 171985 lihat Bab 5.3.1 K1. b Undang-Undang terkait dengan perikanan dan pengelolaan sumberdaya di ZEE Indonesia sudah dibuat lihat Bab 5.3.1 K2. 257 c Kegiatan usaha perikanan lepas pantai telah berkembang di Indonesia, khususnya perikanan tuna longline lihat Bab 5.1.1 K3. d Sumberdaya manusiaahli perikanan telah banyak dihasilkan K4. e Prasarana dan sarana pelabuhan perikanan telah banyak dibangun, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah lihat Bab 5.2 K5. 2 Faktor-Faktor kelemahan sistem pengembangan perikanan lepas pantai f Akses basis penangkapan atau pelabuhan perikanan ke pasar ekspor, dalam hal ini melalui pelabuhan udara internasional Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Bali masih rendah lihat Bab 5.2 L1. g Biaya operasional usaha perikanan lepas pantai sangat tinggi, dengan adanya kenaikan BBM yang hampir 100 pada bulan Oktober 2005 lihat Bab 7.3.1 L2. h Fasilitas perikanan yang dibangun belum memenuhi standar pelabuhan perikanan berstandar internasional, khususnya dalam jaminan hasil tangkapan berkualitas ekspor lihat Bab 7.3.1 L3. i Peran kelembagaan usaha perikanan masih lemah lihat Bab 7.3.1 L4. j Kebijakan pemerintah belum banyak mendukung bagi pengembangan perikanan lepas pantai lihat Bab 7.3.1 L5. k Diplomasi perdagangan luar negeri oleh pemerintah masih lemah L6. 2 Evaluasi faktor eksternal pengembangan perikanan lepas pantai Hasil analisis faktor eksternal diperoleh fator-faktor peluang dan ancaman pada pengembangan perikanan lepas pantai yaitu sebagai berikut: 1 Faktor-Faktor peluang pengembangan perikanan lepas pantai a Potensi sumberdaya tuna di perairan ZEE Indonesia belum dimanfaatkan optimal lihat Tabel 1 Bab 1 P1. b Permintaan pasar ekspor produk tuna cukup tinggi P2. c Peluang mendapatkan devisa dari perdagangan ekspor tuna P3. d Diberlakukannya peraturan internasional berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya ikan secara bertanggungjawab code of conduct for responsible fisheriesCCRF, dan international plan of actionIPOA on illegal, unregulated and Unreported IUU fishing . Berdasarkan hal 258 tersebut, kepentingan Indonesia dalam pengelolaan perikanan akan terlindungi, khususnya dari praktek IUU fishing P4. e Adanya organisasi kerjasama pengelolaan sumberdaya ikan seperti IOTC dan CCSBT, merupakan peluang bagi Indonesia turut bersama negara lain melakukan pengelolaan perikanan secara bertanggungjawab P5. 2 Faktor-Faktor ancaman pengembangan perikanan lepas pantai a Hambatan perdagangan ekspor tuna tinggi, khususnya hambatan teknis technical barrier terkait penerapan standar kualitas produk A1. b Diterapkannya perdagangan bebas, menjadikan persaingan usaha akan semakin tinggi A2. c Menurunnya stok sumberdaya tuna diperairan dunia, dikhawatirkan praktek IUU fishing di perairan Indonesai akan semakin marak A3. d Ancaman embargo produk tuna, akan menjadi suatu kesulitan tersendiri bagi pengusaha tuna Indonesia untuk melakukan ekspor A4. e Dimanfaatkannya stok sumberdaya tuna di ZEE Indonesia oleh negara lain, sebagai konsekwensi Indonesia belum dapat memanfaatkan sumberdaya di perairan ZEE secara optimal A5. f Koordinasi antar sektor dan antar daerah masih lemah, menyebabkan pengelolaan perikanan belum dilakukan secara terintegrasi A6. 3 Strategi pengembangan perikanan lepas pantai Berdasarkan hasil analisis faktor internal dan eksternal, dapat dirumuskan strategi kebijakan pengembangan perikanan lepas pantai sebagai berikut: 1 Peningkatan sistem usaha perikanan dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan dan pemenuhan kebutuhan pasar ekspor tuna dunia K2, K3, K4, K5, P1, P2, P3. 2 Peningkatan sarana dan prasarana produksi berkualitas untuk optimalisasi produksi dan pemenuhan kebutuhan ekspor L1, L2, L3, dan P1, P2, P3. 3 Penerapan standar kualitas sesuai persyaratan negara importir di kapal dan pelabuhan perikanan L2, L3, A1, A2, A3. 4 Peningkatan peran kebijakan dan kelembagaan perikanan untuk mendukung usaha perikanan L4, L5, L6, P1, P2. 259 5 Penegakan hukum dari kebijakan atau peraturan yang ada K2, A1, A2. 6 Meningkatkan kinerja SDM perikanan Indonesia untuk dapat mengatasi hambatan-hambatan dalam perdagangan internasional K4, A1, A2. 7 Peningkatan koordinasi antar sektor, atau antar daerah untuk meningkatkan posisi tawar pemerintah dalam diplomasi luar negeri L6, A3, A4, A5, A6. 8 Meningkatkan kerjasama regionalinternasional dalam rangka meningkatkan posisi Indonesia dalam perdagangan tuna dunia K1, K2, K3, P4, P5. 4 Indikator strategis pengembangan perikanan lepas pantai Balanced scorecard digunakan untuk mengukur keberhasilan kinerja atau indikator keberhasilan kebijakan strategis. Indikator dibedakan menjadi dua, yaitu indikator sebab dan indikator akibat. Indikator sebab adalah ukuran yang menyatakan hasil dari suatu sasaran strategis. Indikator ini akan lebih mudah dipahami dengan menggunakan indikator sebab atau faktor pendorong kinerja, yang menyatakan bagaimana ukuran hasil tersebut dapat dicapai. Hasil analisis SWOT di atas, menyatakan bahwa ada 8 sasaran strategis jangka panjang yang perlu dicapai pada model pengembangan perikanan lepas pantai. Kedelapan sasaran strategis tersebut, merupakan sasaran yang bersifat komprehensif dari tiga submodel yang ada. Untuk dapat melihat kinerja dari sasaran strategis tersebut, dijabarkan dalam 9 indikator akibat atau ukuran hasil yang saling terkait Tabel 33. Indikator akibat bermuara pada satu indikator yaitu usaha perikanan tuna yang dapat berjalan dengan baik, terlihat dari usaha perikanan yang menguntungkan serta dapat memanfaatkan sumberdaya tuna secara optimal berkelanjutan. Indikator akibat diterjemahkan kedalam indikator sebab, yang menyatakan bagaimana kesembilan indikator sebab tersebut dapat dicapai. Indikator sebab merupakan faktor pendorong kinerja jangka pendek, yang secara operasional lebih mudah untuk dilaksanakan. Beberapa faktor pendorong kinerja jangka pendek yang dapat dilakukan untuk pencapaian indikator kinerja jangka panjang dalam pengembangan perikanan lepas pantai, yaitu penurunan biaya input produksi, peningkatan akses pasar ekspor, penerapan standar kualitas GMP dan SSOP di kapal dan pelabuhan perikanan, dan faktor pendorong kinerja lainnya. 260 261 5 Pola sentra industri perikanan lepas pantai Berdasarkan perumusan strategi tersebut, pengembangan perikanan lepas pantai akan membentuk sentra industri dengan pola Satellite Flat Form. Pola industri ini memiliki karakteristik: 1 industri skala besar, 2 investasi dikuasai pengusaha besar dari luar sentra, 3 aktivitas dagang minimal di dalam sentra, serta 4 kerjasama dan keterkaitan yang tinggi dengan perusahaan diluar sentra. Tujuan utama produksi pada pengembangan perikanan lepas pantai adalah produk fresh tuna kualitas ekspor. Usaha yang dikembangkan adalah usaha perikanan tuna skala industri. Usaha skala industri ini akan dikuasai oleh pemilik modal besar yang umumnya sudah memiliki pengalaman yang cukup dalam dunia usaha. Pengusaha tersebut, biasanya memiliki beberapa cabang perusahaan di beberapa pelabuhan perikanan yang dapat mendukung jaringan bisnisnya. Pola sentra Satellite Flat Form memiliki keterkaitan yang tinggi dengan perusahaan di luar sentra, hal ini dalam kaitannya dengan pemasaran produk. Produk yang dihasilkan adalah produk ekspor, bukan untuk konsumsi lokal. Aktifitas penjualan hasil tangkapan di dalam pelabuhan relatif sedikit. Produk akan langsung dibawa keluar pelabuhan untuk diekspor. Aktifitas pelelangan ikan tidak diperlukan, karena akan memerlukan waktu yang dapat menurunkan kualitas ikan. Kemudahan hubungan dengan dunia luar menjadi penting, baik dalam hal kemudahan transportasi maupun informasi pasar. Pengembangan usaha tuna di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu dapat menarik investor dari luar daerah. Investor tersebut, khususnya adalah pengusaha- pengusaha perikanan yang sudah berhasil mengembangkan usahanya di PPS Nizam Zachman Jakarta atau Pelabuhan Benoa Bali. Industri tuna skala besar dengan tujuan produksi pasar ekspor, menghendaki dukungan pelabuhan perikanan berskala internasional, yang dapat menjamin produksi ikan berstandar kualitas ekspor. Pelabuhan perikanan dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas kepelabuhanan berstandar internasional, khususnya dalam penerapan GMP dan SSOP, serta semua kebutuhan kapal tersedia Ismail 2005. Pelabuhan perikanan bersifat khusus untuk pendaratan kapal-kapal tuna longline, dan tidak tergabung dengan pendaratan kapal-kapal kecil. Jaminan kualitas, terkait dengan hieginitas kapal dan sarana prasarana perlu dipenuhi dengan baik. 262

8.1.2 Perumusan Strategi Pengembangan Perikanan Pantai