247
Demikian juga dengan peran kelembagaan perikanan yang lain, seperti KUD dan HNSI, juga belum memberikan peran yang nyata bagi pengembangan perikanan.
Kelembagaan masyarakat nelayan seperti Kelompok Usaha Bersama KUB dan kelompok-kelompok nelayan lainnya, baik yang bersifat ekonomi maupun
sosial perlu dikembangkan untuk dapat memberdayakan nelayan. Kelompok- kelompok nelayan seperti Rukun Nelayan terlihat lebih efektif dalam
menggerakkan potensi masyarakat untuk pembangunan perikanan.
7.4.2 Permodelan Sistem Perikanan Pantai
1 Submodel USAHA
Submodel USAHA dibangun dalam sebuah model sistem dinamis, dengan
struktur model seperti telah dideskripsikan pada Gambar 14, Bab 3.5.2. Model
dinamis pada perikanan pantai, dapat digunakan untuk mensimulasi berapa unit usaha yang boleh diberikan izin melakukan usaha perikanan di wilayah tersebut,
disesuaikan dengan potensi sumberdaya atau target produksi yang ditetapkan oleh pemerintah kabupaten. Dalam penentuan besarnya potensi sumberdaya atau target
produksi, pemerintah kabupaten diharapkan dapat bekerjasama dengan pemerintah kabupaten atau pemerintah provinsi yang berdekatan. Model dinamis
memberikan output berupa simulasi jumlah effort unit penangkapan sesuai dengan target produksi yang diharapkan. Selain itu, dapat untuk mensimulasikan jumlah
kebutuhan melaut, seperti BBM solar, es, tenaga kerja dan lainnya, sesuai dengan kebutuhan dari unit usaha perikanan tersebut.
Model sistem dinamis pada pengembangan perikanan pantai, disimulasikan untuk pengembangan perikanan udang di Cilacap dengan basis penangkapan di
PPS Cilacap. Model digunakan untuk memproyeksikan jumlah unit trammel net yang diizinkan untuk memanfaatkan sumberdaya udang di Cilacap. Batasan target
produksi menjadi faktor pembatas bagi maksimal jumlah effort kapal trammel net yang boleh beroperasi. Simulasi diujicobakan, dengan menggunakan target
produksi sebesar 400 ton. Target produksi ini disesuaikan dengan hasil tangkapan udang saat ini, yang berkisar antara 300-400 ton per tahun. Target produksi
didasarkan pada asumsi tingkat pemanfaatan saat ini sekitar 99,0 PRPT 2001.
248
Pada analisis usaha dalam bagian sebelumnya, diperoleh faktor-faktor teknis yang berperan penting bagi keberhasilan usaha perikanan udang. Faktor-faktor
teknis tersebut, selanjutnya diintegrasikan dengan faktor finansial, dijadikan input bagi model sistem dinamis dari submodel USAHA. Nilai parameter yang
digunakan pada model sistem dinamis seperti terlihat pada Tabel 32. Tabel 32 Input faktor teknis dan finansial untuk program sistem dinamis
pada submodel USAHA perikanan udang
No. Faktor Produksi
Kebutuhan
1 Tenaga Kerja ABK orang
7 2
Solar liter 103
3 Es balok
6 4
Jumlah trip per tahun trip 36
5 Produksi per trip kg
100 6
Produksi kualitas eskpor 55
7 Produksi lokal
45 8
Harga udang ekspor Rp 60.000,00
9 Harga udang lokal Rp
25.000,00 10
Biaya total Rp 1.748.782.000,00
11 Retribusi penerimaan lokal
5,00 12
Inflasi per tahun 0,06
Sumber: olahan data
Output model sistem dinamis akan memberikan gambaran hubungan antara jumlah effort unit kapal yang diizinkan beroperasi, dengan berbagai variabel
lainnya. Variabel yang ada dalam model adalah jumlah produksi, jumlah keuntungan, nilai retribusi, kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan, solar, dan jumlah
kebutuhan es per tahun untuk unit trammel net yang diberikan izin. Hasil simulasi model sistem dinamis dari submodel USAHA pada perikanan
udang, yaitu jumlah effort unit trammel net optimal yang diberikan izin melakukan penangkapan udang di perairan Cilacap, sebesar 111 unit. Kebutuhan
tenaga kerja ABK untuk 111 unit trammel net adalah 777 orang. Kebutuhan solar untuk 111 unit trammel net, diperkirakan sebesar 418.248 liter per tahun.
Sementara itu kebutuhan es berjumlah 23.976 balok per tahun.
2 Model PELABUHAN
Secara umum pelabuhan perikanan yang berstatus PPS dan PPN telah cukup untuk dapat mendukung pengembangan perikanan pantai di wilayahnya. Pada
pelabuhan perikanan yang berstatus PPP dan PPI, untuk dapat mendukung
249
perkembangan perikanan pantai di wilayahnya, masih perlu membangun berbagai fasilitas kepelabuhanan dan peningkatan pelayanan.
Peningkatan fasilitas kepelabuhanan terkait dengan fasilitas pokok, fasilitas penunjang maupun fasilitas tambahan. Fasilitas pokok, utamanya terkait dengan
kedalaman kolam pelabuhan dan darmaga. Tingginya tingkat sedimentasi di sebagian besar PPPPI, menghendaki pengerukan kolam pelabuhan dapat
dilakukan secara reguler. Sebagian besar PPPPI yang dikaji sudah memiliki fasilitas darmaga, hanya PPP Pondokdadap yang memerlukan pembangunan
fasilitas darmaga. Luas lahan darat di PPS Cilacap, PPN Palabuhanratu, PPN Prigi, PPP Cilautereun dan PPI Tamperan cukup tersedia untuk kegiatan industri.
Sementara itu ketersediaan lahan darat untuk kegiatan industri di PPI Pasir, PPI Sadeng dan PPP Pondokdadap sangat terbatas. Perluasan lahan berupa dataran
perlu disediakan di ketiga lokasi tersebut. Ketersediaan kebutuhan input produksi seperti tenaga kerja, kapal, alat
tangkap dan lainnya, perlu direncanakan dengan baik untuk pengembangan perikanan pantai di masing-masing wilayah. Kebutuhan melaut, seperti solar, air
tawar, es dan kebutuhan lainnya merupakan faktor yang sangat mendesak untuk dipenuhi disebagian besar PPPPI. Kebutuhan-kebutuhan input produksi dapat
disimulasikan dengan model sistem dinamis pada submodel USAHA. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM pengelola pelabuhan perikanan di
PPPPPI perlu diupayakan oleh pemerintah. Sudah saatnya sebuah PPPPPI dikelola oleh SDM perikanan yang cukup, baik dari segi jumlah maupun
kualitasnya. Lulusan dari perguruan tinggi bidang perikanan, khususnya dari Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atau Ilmu dan Teknologi
Kelautan dapat dimanfaatkan untuk mengisi kekurangan kualitas dan kuantitas SDM di pelabuhan perikanan berstatus PPPPPI tersebut.
3 Submodel LEMBAGA
Submodel LEMBAGA merekomendasikan untuk dibuat peraturan ataupun kebijakan-kebijakan perikanan oleh daerah. Peraturan atau kebijakan perikanan,
dibuat guna dapat mengakomodasikan kewenangan pengelolaan sumberdaya perikanan yang sudah didesentralisasikan oleh pemerintah pusat kepada
250
pemerintah daerah sesuai PP 382007. Pemerintah daerah diharapkan dapat melakukan pengelolan sumberdaya perikanan pantai dengan lebih bijaksana dan
berkelanjutan, melalui pembuatan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang tepat. Pemerintah daerah dapat bekerjasama dengan pemerintah daerah lain,
yang memiliki wilayah pantai berdekatan. Kerjasama tersebut, akan menciptakan upaya pengelolaan perikanan terintegrasi dan meminimalkan biaya.
Penguatan kelembagaan perikanan perlu dilakukan untuk mendukung pengembangan perikanan pantai. Penguatan kelembagaan dilakukan terhadap
kelembagaan perikanan yang sudah ada, baik kelembagaan pemerintah, kelembagaan usaha maupun kelembagaan masyarakat. Kelembagaan Dinas
Perikanan dan Kelautan diupayakan untuk dapat berdiri sendiri tidak bergabung dengan sektor lain. Kelembagaan Dinas yang mandiri, akan lebih memudahkan
untuk mewujudkan upaya pengelolaan dan pengembangan perikanan. Kelembagaan yang telah tumbuh di masyarakat, seperti KUD Mina,
Kelompok Usaha Bersama KUB, Kelompok Wanita Nelayan, Rukun Nelayan dan Kelompok Pengawas Masyarakat perlu lebih ditingkatkan fungsi dan
perannya. Kelembagaan usaha yang dikembangkan pada perikanan pantai, perlu lebih melibatkan banyak nelayan. Peningkatan akses terhadap permodalan, dapat
dilakukan melalui kelompok-kelompok nelayan KUB dan organisasi usaha lainnya. Hubungan kekerabatan, suku, agama, budaya dan kesamaan mata
pencaharian, akan lebih memudahkan mereka untuk dapat bekerjasama dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan. Pendampingan dan pembinaan terhadap
kelembagaan masyarakat ini perlu dilakukan secara terus menerus.
4 Rekomendaasi Model Pengembangan Perikanan Pantai
Integrasi dari submodel USAHA, submodel PELABUHAN dan submodel LEMBAGA membentuk model pengembangan perikanan pantai di Selatan Jawa
SIMPETAI Gambar 22. Model merekomendasikan: 1 Pengembangan perikanan pantai di Selatan Jawa, dilakukan dengan terlebih
dahulu membangun usaha perikanan, yaitu usaha skala kecil atau skala menengah. Usaha skala kecil dilakukan secara multipurpose, dengan alat
tangkap gillnet multifilament, gillnet monofilament, dan pancing rawai,
251
komoditas unggulan layur, bawal putih dan lobster. Pada skala menengah, adalah usaha perikanan tongkol, cakalang dan udang, menggunakan unit
penangkapan gillnet multifilament, pancing tonda dan purse seine. Perikanan udang menggunakan unit trammel net. Ketersediaan input produksi berupa
kapal, alat tangkap beserta perlengkapannya serta perbekalan operasi perlu diupayakan. Usaha dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas dan
produktivitas, terutama peningkatan kesadaran pentingnya menjaga mutu ikan. 2 Setiap kabupaten yang ada di Selatan Jawa dapat mengembangkan usaha
perikanan pantai, dengan fokus pada komoditas ikan unggulan daerah. Secara umum untuk pengembangan perikanan pantai khususnya pada usaha skala
kecil, perlu ditingkatkan pada skala usaha yang lebih besar sehingga dapat menjangkau fishing ground yang lebih jauh dari pantai 4mil.
3 Secara umum pada pelabuhan perikanan yang telah berstatus PPS dan PPN, fasilitas kepelabuhanan yang ada telah dapat mendukung untuk perkembangan
perikanan pantai di wilayahnya. Pada pelabuhan perikanan yang masih berstatus PPPPPI, masih diperlukan peningkatan pembangunan fasilitas dan
pelayanan kepelabuhanan. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM pengelola pelabuhan perikanan di PPPPPI, perlu segera diupayakan untuk dapat
memfungsionalkan keberadaan PPPPPI yang ada. Pengelolaan pelabuhan yang baik, akan dapat mendukung perkembangan perikanan di daerah.
4 Peraturan perundang-undangan dan kebijakan perikanan untuk pengelolaan dan pengembangan perikanan pantai dibuat oleh pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten. Peraturan dan kebijakan yang dibuat adalah dalam rangka pelaksanaan wewenang yang didensentralisasikan oleh pemerintah
kepada pemerintah daerah sesuai UU 323004 dan PP 382007. 5 Peningkatan fungsi dan peran dari kebijakan dan kelembagaan di tingkat
kabupaten, sangat diperlukan untuk dapat mendukung perkembangan perikanan. Model merekomendasikan perlunya penguatan kelembagaan
perikanan. Kelembagaan Dinas Perikanan diupayakan untuk dapat berdiri sendiri tidak bergabung dengan sektor lain. Penguatan kelembagaan juga perlu
dilakukan di tingkat nelayan, terutama pengembangan usaha mandiri yang dapat meningkatkan akses nelayan terhadap permodalan.
252
253
7.5 Validasi Model