Implikasi Karakteristik Aspek Biologi

175 tersebut. Kondisi geo-topografi suatu wilayah akan berimplikasi: 1 kondisi geo- topografi lokasi basis penangkapan yang melalui daerah perbukitan dan pegunungan yang terjal akan berpengaruh terhadap aksesibilitas pemasaran produk perikanan; 2 luas lahan berupa dataran yang sempit di suatu lokasi pelabuhan, menghambat berkembangnya kegiatan industri di pelabuhan tersebut; dan 3 lokasi basis penangkapan yang terisolir akan berimplikasi pada sulitnya mendapatkan input produksi, tenaga kerja dan akses dengan dunia luar yang berdampak pada terhambatnya perkembangan kegiatan industri perikanan.

6.2 Implikasi Karakteristik Aspek Biologi

Karakteristik biologi terkait dengan keberadaan sumberdaya ikan di suatu perairan. Keberadaan ikan di suatu perairan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu, salinitas, massa air, front, upwelling, termoklin, dan kondisi arus perairan Subani dan Barus 1988. Keberadaan sumberdaya ikan di suatu perairan berasosiasi dengan kondisi-kondisi tertentu seperti sebuah teluk, muara sungai, perairan karang, serta keberadaan hutan mangrove. Indonesia yang tergolong perairan tropis memiliki perairan karang cukup luas karena karang-karang hanya dapat hidup subur pada perairan yang bersuhu diatas 20 o C, sedang suhu rata-rata perairan Indonesia berkisar antara 27 o C-30 o C Subani 1984. Faktor musim dan perubahan suhu tahunan juga akan mempengaruhi penyebaran dan kelimpahan suatu jenis ikan, karena terjadi perubahan kelimpahan makanan Gunarso 1985. Faktor lingkungan perairan di Indonesia dipengaruhi oleh perubahan musim. Secara umum Wilayah Perairan Selatan Jawa dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim barat yang berlangsung pada bulan Desember-Maret dan musim timur pada bulan Juni-Agustus. Kedua musim tersebut berpengaruh terhadap kondisi lingkungan perairan dan keberadaan sumberdaya ikan. Pada musim barat sering terjadi hujan lebat, angin sangat kencang, dan ombak yang besar. Kondisi perairan akan bersalinitas sangat rendah saat musim hujan. Kondisi salinitas yang rendah pada musim hujan ini, juga disebabkan pengaruh aliran sungai besar yang banyak bermuara di Samudera Hindia. Pada musim timur keadaan perairan relatif lebih tenang, jarang terjadi hujan, dan angin yang bertiup tidak terlalu kencang. Kadar garam pada umumnya tinggi di musim timur. 176 Keberadaan kedua musim ini, juga mempengaruhi aktivitas nelayan dalam melakukan operasi penangkapan. Seringnya terjadi hujan lebat, angin sangat kencang, dan ombak yang besar pada musim barat, menyebabkan nelayan tidak banyak melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. Sebaliknya kondisi perairan yang relatif lebih tenang, jarang terjadi hujan, dan angin yang bertiup tidak terlalu kencang, memungkinkan nelayan untuk turun ke laut. Perairan Samudera Hindia secara umum merupakan perairan yang memiliki tingkat produktivitas perairan yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya sungai besar yang bermuara di Samudera Hindia. Beberapa sungai yang bermuara di Samudera Hindia yaitu Sungai Cimandiri dan Cikaso di Perairan Palabuhanratu, Sungai Cilautereun di Perairan Pameungpeuk, Sungai Serayu, Citandui, Yasa dan Sungai Donan di Perairan Cilacap, Sungai Lukulo di Perairan Kebumen, serta Sungai Opak, Sungai Progo, Sungai Glagah, dan Sungai Bogowonto di Wilayah Perairan DI Yogyakarta. Sungai-sungai tersebut membawa unsur hara yang menyuburkan perairan, dan merupakan tempat yang potensial bagi sumberdaya ikan termasuk di dalamnya adalah sumberdaya udang. Adanya pengaruh peristiwa penaikan massa air upwelling yang terjadi di Perairan Samudera Hindia, membawa unsur hara yang ada di lapisan bawah ke lapisan permukaan. Kondisi ini telah menjadikan Perairan Samudera Hindia merupakan perairan yang subur. Berdasarkan kajian PRPT yang dilakukan pada bulan Oktober-Nopember 2001, upwelling di Selatan Pulau Jawa berlangsung pada suhu 26,2 o C, makin ke timur maka upwelling semakin mendekati pantai. Kesuburan perairan juga didukung oleh banyaknya hutan bakau hutan mangrove, khususnya di Perairan Cilacap yaitu di sekitar Segara Anakan. Hutan bakau ini merupakan tempat yang baik bagi post larva udang untuk berlindung dan mencari makan nursery dan feeding ground. Udang hidup di permukaan dasar laut dengan substrat lumpur bercampur pasir. Udang penaeid umumnya hidup di dasar perairan dengan dasar lumpur, berpasir atau lumpur berpasir. Selain keadaan dasar laut dan aliran sungai, beberapa parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan udang penaeid yaitu suhu, salinitas, kadar oksigen, curah hujan, sedimentasi, kekeruhan, arus dan pasang surut air, fase bulan, keadaan siang hari atau malam, unsur hara dan keadaan hutan mangrove. 177 Daerah penangkapan udang penaeid di Selatan Pulau Jawa terdapat di Perairan Penanjung Pangandaran, Teluk Penyu Cilacap sampai Gombong serta Yogyakarta sampai Pacitan. Kebanyakan udang penaeid tertangkap di Penanjung Pangandaran dan Teluk Penyu Cilacap dan yang tertangkap di Perairan Selatan Yogyakarta sampai Pacitan, merupakan sesuatu yang kebetulan dari migrasi sebagian kecil udang penaeid dari Teluk Penyu Cilacap sampai Gombong karena pengaruh perluasan arus pantai Naamin 1984. Banyaknya teluk yang berada di Perairan Samudera Hindia juga merupakan fishing ground yang baik bagi sumberdaya ikan. Perairan teluk merupakan perairan yang relatif dangkal, sehingga produktivitas primer di perairan ini relatif tinggi. Perairan teluk diantaranya yaitu Teluk Palabuhanratu di Kabupaten Sukabumi, Teluk Penyu di Kabupaten Cilacap, Teluk Panggul, Teluk Munjungan dan Teluk Prigi di Kabupaten Trenggalek. Perairan Selatan Jawa banyak memiliki pantai berkarang dan curam. Kondisi ini dipengaruhi oleh topografi wilayah, dimana Wilayah Selatan Jawa banyak daerah berupa perbukitan dan pegunungan kapur. Perairan karang merupakan fishing ground yang baik untuk perikanan udang karang lobster. Suman et al. 1993 menyatakan bahwa daerah penangkapan udang karang pada umumnya terdapat di daerah karang dengan kedalaman 3-20 m dengan jarak dari pantai antara 4-7 mil. Lokasi daerah penangkapan biasanya terdapat di sekitar Pulau Nusakambangan, Pangandaran, Parigi, Batukaras, Legok Jawa, Bagolok dan kadang-kadang sampai ke daerah Perairan Selatan Garut. Perairan Samudera Hindia Selatan Jawa kaya berbagai jenis sumberdaya ikan, baik pelagis besar, pelagis kecil, demersal, dan udang. Potensi sumberdaya pelagis besar sekitar 323,64 ton per tahun, termasuk sumberdaya pelagis besar adalah tuna dan cakalang. Menurut Subani dan Barus 1988, daerah penangkapan tuna berada di Indonesia Bagian Timur dan daerah lain yang berbatasan dengan Samudera Hindia. Keberadaan tuna sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu, salinitas, massa air, front, upwelling, termoklin, dan kondisi arus perairan. Kondisi perairan yang berubah sesuai dengan perubahan musim yang terjadi di Samudera Hindia, menyebabkan keberadaan tuna tidak tetap sepanjang tahun. Tuna terbiasa untuk melakukan migrasi dari satu perairan ke perairan lain. 178 Potensi sumberdaya ikan lainnya yang bernilai ekonomis tinggi dan termasuk komoditi ekspor adalah layur dan bawal putih. Layur dan bawal putih termasuk jenis ikan demersal. Kedua jenis ikan ini ditemukan di hampir seluruh perairan pantai di Indonesia. Burhanuddin et al. 1998 menyatakan, ikan bawal umumnya hidup di perairan pantai yang dalam dengan dasar perairan berlumpur. Hasil kajian PRPT yang dilakukan pada bulan Oktober-Nopember 2001 menyatakan, penyebaran sumberdaya pelagis di Samudera Hindia pada kedalaman 5-100 m tercatat di seluruh Perairan Jawa Timur dan secara sporadis di Perairan DI Yogyakarta serta Cilacap. Keberadaan konsentrasi ikan pelagis bertepatan dengan nilai suhu antara 27-29 o C dan nilai salinitas 33-34 psu. Hasil kajian PRPT 2001 juga menyatakan bahwa, tingkat pemanfaatan sumberdaya pelagis besar, pelagis kecil, dan lobster di Wilayah Perairan Samudera Hindia WPP IX masih ≤50, sehingga masih besar peluang untuk dimanfaatkan. Sementara itu untuk sumberdaya demersal, ikan karang, udang penaeid dan cumi-cumi sudah 95. Berdasarkan pada kondisi biologi Perairan Selatan Jawa seperti tersebut di atas, implikasinya terhadap kinerja kegiatan perikanan adalah: 1 perairan yang subur, khususnya adalah pada daerah-daerah yang berasosiasi dengan perairan teluk, perairan karang, muara sungai, hutan mangrove dan perairan terjadinya upwelling, perairan tersebut merupakan fishing ground yang baik untuk kegiatan penangkapan ikan; 2 beberapa jenis sumberdaya ikan yang potensial dan bernilai ekonomi tinggi yang dapat dimanfaatkan adalah tuna, cakalang, udang, lobster, layur dan bawal putih; 3 peluang pemanfatan yang masih cukup besar adalah untuk sumberdaya pelagis besar, pelagis kecil dan lobster.

6.3 Implikasi Karakteristik Aspek Teknologi