5 KONDISI SISTEM PERIKANAN TANGKAP
5.1 Subsistem Usaha Perikanan Tangkap
Kegiatan usaha perikanan tangkap di Perairan Selatan Jawa meliputi berbagai skala usaha, baik skala kecil, menengah maupun besar. Usaha skala
kecil merupakan usaha yang dominan dilakukan nelayan. Usaha skala kecil pada umumnya menggunakan perahu motor tempel out board engine, terbuat dari
bahan fiberglass ukuran 1-2 GT. Perahu bersifat multipurpose, dilengkapi beberapa alat tangkap yang dapat digunakan sesuai dengan musimnya. Alat
tangkap dominan adalah pancing, jaring insang monofilament, dan pukat kantong. Tujuan utama penangkapan adalah ikan pelagis kecil, demersal dan udang, dengan
fishing ground terbatas di sepanjang perairan pantai. Perikanan skala menengah, terutama adalah perikanan gillnet multifilament,
rawai dan purse seine. Perikanan gillnet multifilament menggunakan kapal motor 5-30 GT, mesin 60-160 PK. Ikan tujuan tangkap adalah ikan pelagis besar, seperti
tongkol dan cakalang. Rawai terutama untuk menangkap ikan cucut, banyak dioperasikan di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu. Perikanan purse seine
beroperasi di PPN Prigi, tujuan utama penangkapan adalah ikan pelagis kecil. Hasil tangkapan terutama adalah untuk diolah dalam bentuk tepung ikan. Purse
seine dalam bentuk mini purse seine digunakan oleh nelayan di PPI Cilautereun. Perikanan skala besar khususnya perikanan tuna longline, menggunakan
kapal motor 30 GT, mesin 250-400 PK. Perikanan tuna longline memanfaatkan sumberdaya tuna di Perairan Lepas Pantai dan di Zona Ekonomi Eksklusif ZEE
Indonesia. Tujuan utama hasil tangkapan adalah tuna kualitas ekspor.
5.1.1 Perikanan Tuna Longline 1 Deskripsi umum
Tujuan utama penangkapan tuna longline adalah jenis tuna yang berada di perairan samudera atau perairan laut yang dalam, yaitu pada kedalaman sekitar 50
m sampai 300 m. Perikanan tuna longline menggunakan kapal 30 -150 GT, mesin utama berkekuatan 250-400 PK ditambah 1 atau 2 mesin tambahan. Aktivitas
usaha perikanan tuna longline berada di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu.
105
Tujuan utama penangkapan adalah sumberdaya tuna yang tercakup dalam kelompok tuna besar, diantaranya yaitu southern bluefin atau tuna sirip biru
selatan Thunnus thynnus maccoyii, bigeye atau tuna mata besar Thunnus obesus, yellowfin atau madidihang Thunnus albacares dan albacore Thunnus
alalunga. Tertangkap juga beberapa jenis ikan non tuna bernilai ekonomis tinggi seperti swordfish atau ikan pedang Xiphias gladius, marlin atau ikan setuhuk
Makaira sp. dan sailfish atau ikan layaran Istiophorus orientalis. Hasil tangkapan terutama untuk tujuan ekspor. Pasar ekspor utama adalah
Jepang, dengan produk tuna segar fresh tuna, sebagai bahan sushi dan sashimi. Tuna untuk bahan sushi dan sashimi menetapkan syarat kualitas yang tinggi.
2 Deskripsi unit penangkapan ikan
Kapal longline berbentuk panjang dan ramping, dengan tujuan agar kapal
dapat lincah atau mudah berolah gerak. Kapal umumnya terbuat dari material kayu, ada juga yang terbuat dari fiberglass. Bentuk dasar kapal berbentuk “V”
bottom, kapal memiliki kemampuan yang besar untuk membelah gelombang dan daya perlawanan air terhadap kapal lebih kecil. Kelincahan kapal longline sangat
ditentukan oleh ukuran-ukuran utamanya, yaitu panjang L, lebar B, dalam D dan nilai perbandingan LB, LD dan BD Ayodhyoa, 1981. Spesifikasi kapal
tuna longline di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Spesifikasi kapal tuna longline di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu
No. Spesifikasi Keterangan
1 Dimensi utama
- Panjang kapal 21,02 – 26,42 m
- Lebar kapal 5,10 – 7,24 m
- Dalam kapal 1,30 – 3,27 m
- Draft kapal 0,90 – 2,90 m
2 Tonnage GT
33 - 137 GT 3 Material
konstruksi Kayu
4 Tahun pembuatan
1996 - 2004 5
Mesin utama 250 – 400 PK
6 Kapasitas palkah
8 - 40 ton Sumber: Hasil survei di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu, 2006
106
Konstruksi alat
longline terdiri dari tali utama main line, tali cabang branch line, pancing hook, tali pelampung floating line, pelampung float,
lampu-lampu pelampung floating lights, bendera flag dan tiang bamboo pole Tabel 6. Alat tangkap longline tersusun dalam basket, satu basket terdiri atas 4-
13 pancing. Setiap kali operasi menggunakan sekitar 200-400 basket, atau sekitar 1000-2000 pancing. Panjang longline dapat mencapai 100 km.
Tabel 6 Spesifikasi alat tangkap tuna longline
No. Nama Bagian
Bahan DiameterNo.
mm, No Panjang m
1 Main line
vinylon Ø 5,5
50 - 70 2
Branch line -
eye rope Vinylon
Ø 4,6 0,2
- branch line
vinylon Ø 4,6
17 - 20 - swivel
kuningan no. 22
0,06 -
kanamaya vinylon Ø 3,6
12 -
sekiyama vinylon
Ø 3,6 2,5
- wire leader
kawat baja Ø 1,5
2,5 -
hook baja
no. 5 0,065
- snap
kawat baja Ø 4
0,13 3
Float line vinylon
Ø 5,5 3,5
4 Bouy
plastik Ø 600
- Sumber: Hasil survei di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu, 2006
Jumlah ABK pada kapal longline berkisar antara 10 sampai dengan 15 orang. Tugas dan pembagian kerja di kapal longline yaitu 1 orang sebagai
nakhoda, 1 orang wakil nakhoda, 1 orang bertanggungjawab dalam operasi penangkapan ikan, 1 orang bertanggungjawab dalam penanganan ikan, 1 orang
juru masak dan ABK lainnya bertugas dalam operasi penangkapan ikan.
3 Kegiatan operasi penangkapan ikan
Umpan merupakan faktor penting bagi perikanan longline. Jenis umpan yang umum digunakan yaitu ikan layang, kembung, bandeng, lemuru, ikan
terbang, belanak dan cumi-cumi. Ikan umpan yang digunakan merupakan ikan mati yang telah dibekukan. Umpan yang digunakan mempunyai persyaratan
khusus yaitu dalam keadaan segar, struktur tubuh tahan dalam penangkapan, warna kulit terang dan mengkilat, bau cukup tajam, ukuran sesuai panjang 15-25
cm dan lebar 4-5 cm, penampakan baik, umpan agak lemas dan kelihatan seolah- olah hidup jika berada di dalam air, harga murah dan tersedia sepanjang tahun.
107
Kegiatan operasi penangkapan ikan meliputi tiga tahap yaitu setting, drifting, dan hauling. Sebelum setting, terlebih dahulu dilakukan persiapan-
persiapan yang meliputi penyiapan umpan, branch line, radio buoy, pelampung dan light buoy serta penyambungan main line pada line thrower. Setting dimulai
pada pagi hari sekitar pukul 04.00 sampai pukul 09.00 WIB. Setting dilakukan di bagian buritan kapal. Biasanya ABK yang bertugas melakukan setting dibagi
dalam kelompok, berjumlah 7 orang yang bertugas secara bergantian. Setting dimulai setelah Fishing Master memberi perintah agar setting segera
dilaksanakan. Radio buoy pertama dibuang disusul dengan 2 pelampung, line thrower dihidupkan, pancing dilempar dan snap branch line dipasang pada main
line setiap kali bel berbunyi. Pada bel ke 14 atau ke 7 sesuai dengan konstruksi longline, dipasang snap tali pelampung dan pelampungnya. Begitu seterusnya
sampai pembuangan radio buoy terakhir. Pada bel ke 8 atau 15, diberi lempengan seng berscotlight dan setiap 30 pelampung dipasang 1 light buoy atau disesuaikan
dengan konstruksi longline yang digunakan. Penggunaan scotlight dan light buoy adalah agar longline dapat terlihat pada malam hari.
Drifting berlangsung sekitar 5 jam, longline dibiarkan hanyut. Pada saat drifting, mesin kapal dimatikan untuk menghemat BBM dan ABK dapat
beristirahat. Sekitar pukul 14.00 WIB, kapal mulai mendeteksi radio buoy yang ada di longline. Lokasi radio buoy dapat dideteksi dari kapal dengan Radio
Detection Finder RDF. Setelah diketemukan, kapal menuju ke tempat radio buoy terdeteksi. Persiapan hauling dilakukan, setiap ABK mulai mempersiapkan
diri dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan untuk melakukan hauling. Hauling dimulai sekitar pukul 14.00 WIB. Penarikan longline saat hauling
dibantu dengan line hauler. Saat hauling mulai dilakukan, kapal bergerak mendekati radio buoy dan selanjutnya menaikkan radio buoy ke kapal. Main line
dilewatkan line hauler melalui side roller, diteruskan ke belt conveyor, ditarik line arranger dan diatur ke dalam boks. Snap branch line dilepas, digulung dengan
bran leel sampai kanayama, disusun 12 atau 13 branch line sesuai konstruksi longline dan 1 tali pelampung diikat dibawa ke gudang di buritan kapal. Jika ada
ikan yang tertangkap, snap segera dilepaskan, ikan ditarik dan dibawa ke pintu pagar, lalu ikan diganco ke geladak kapal untuk segera dilakukan penanganan.
108
4 Penanganan dan pengolahan ikan
Perikanan tuna adalah perikanan industri, kualitas merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini terkait dengan tujuan utama perikanan
tuna adalah pasar ekspor. Pasar ekspor, khususnya Jepang, Amerika Serikat dan Uni Eropa mensyaratkan kualitas tinggi untuk produk yang masuk ke negaranya.
Penanganan tuna perlu dilakukan secara hati-hati dan diperlukan fasilitas khusus. Penyimpanan ikan tuna dalam palkah dilakukan dengan menggunakan
teknik chilling water. Sebelum dimasukkan ke dalam palkah, ikan dibungkus kantung plastik dan dimasukkan ke dalam boks berisi satu atau dua ekor tuna.
Pembongkaran ikan di pelabuhan perlu dilakukan dengan hati-hati, dengan tetap menjaga kualitas ikan. Pembongkaran sedapat mungkin menghindarkan
ikan dari terpaan sinar matahari. Kondisi suhu tubuh ikan dijaga agar tidak naik, dengan menyemprotkan air ke tubuhnya. Satu prinsip penanganan yang perlu
diperhatikan, ikan harus dijaga tetap dalam kondisi dingin dengan suhu 4,4
o
C.
Sistem mutu produk perikanan di Indonesia diatur dalam UU 312004 tentang Perikanan. Penerapan sistem mutu telah diatur dalam Kepmen Pertanian
41KptsIK 12101998, yang diubah menjadi Kepmen Kelautan dan Perikanan 01Men2002 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan.
Penegasan sistem mutu produk perikanan tertera dalam UU Perikanan 312004 Bab IV tentang Pengelolaan Perikanan yaitu pada Pasal 20. Sistem mutu yang
digunakan untuk produk perikanan adalah sistem manajemen mutu HACCP
Hazard Analysis Critical Control Points.
5 Distribusi dan pemasaran
Produksi tuna Indonesia sebagian besar ditujukan untuk pasar ekspor. Tujuan utama ekpor produk tuna adalah pasar Jepang, Uni Eropa dan Amerika
Serikat. Pasar Jepang khusus untuk produk tuna segar dan tuna beku sashimi. Pasar Uni Eropa dan Amerika Serikat untuk produk-produk olahan tuna, dapat
juga untuk tuna segar dengan kualitas di bawah sashimi. Menurut Riyadi 2006, dalam perdagangan ekspor penting untuk
diperhatikan adalah resiko-resiko yang mungkin akan dialami, diantaranya mencakup 1 country risk, 2 sovereignity, 3 trading risk, 4 transportation
109
risk, dan 5 foreign exchange risk. Country risk adalah resiko yang berkaitan dengan kondisi negara, seperti kebijakan politik pemerintah, terjadinya perang,
kerusuhan dan lain sebagainya. Sovereignity merupakan resiko yang berkaitan dengan aturan yang berlaku di negara tujuan ekspor, seperti penentuan tarif.
Trading risk adalah resiko berkaitan dengan transaksi atau pembayaran ekspor. Pembayaran ekspor yang bisa meminimalkan resiko, adalah melalui documentary
credit atau letter of credit LC. Transportation risk berkaitan dengan resiko pengiriman barang seperti kapal tenggelam atau gangguan lainnya, untuk itu perlu
perlindungan asuransi. Ada tiga cara yang dapat dilakukan yaitu free on board FOB, eksportir hanya mengirim barang sampai di pelabuhan ekspor dan biaya
asuransi ditanggung importir. Cost and freight CNF, eksportir mengirim barang sampai pelabuhan tujuan dan biaya asuransi ditanggung eksportir. Cost insurance
and freight CIF, semua biaya ditanggung importir. Foreign exchange risk adalah resiko berkaitan deengan pertukaran nilai mata uang asing.
Pasar ekspor terbuka, namun demikian untuk memulai kegiatan ekspor, perusahaan harus aktif mencari pasar baik langsung di negara tujuan atau melalui
perusahaan eksportir. Dokumen ekspor yang diperlukan diantaranya yaitu 1 kontrak jual beli sales contract, 2 invoice, 3 packing list, 4 pemberitahuan
ekspor barang PEB, 5 letter of credit LC, 6 laporan pemeriksaan ekpor LPE, 7 bill of lading BL atau air way bill, 8 surat keterangan asal SKA,
9 surat pernyataan mutu SPM dan 10 sertifikat mutu Retno 2006.
5.1.2 Perikanan Pancing Tonda