Nilai Sosial

6.3.3 Nilai Sosial

1) Berbakti Di dalam kehidupan masyarakat Jawa, “bekti” atau bakti, berbakti, me- ngandung pengertian ‘tunduk’, ‘hormat’, ‘menghargai’, merupakan hal yang wajib dilakukan oleh setiap orang, baik di dalam lingkungan wong cilik maupun dalam lingkungan priyayi. Dalam hubungan sosial masyarakat Jawa, ‘bekti’ wajib ditujukan kepada 1) raja, 2) orang tua, termasuk mertua, paman, bibi, dan nenek, 3) saudara tua, 4) guru, termasuk guru laki ‘suami’, dan 5) Tuhan (De Jong, 1976:73).

Berbakti kepada raja dan orang tua ditunjukkan dalam “Pesona Seorang Ledek”. Sebagai ungkapan rasa ingin berbakti kepada Raja Senopati yang sekaligus orang tuanya, Putri Pembayun bersedia ditugasi ayahnya menyamar sebagai penari ledek untuk memikat hati Ki Ageng Mangir (KCRY, hlm. 49). Di dalam “Kesederhanaan Mertua Sultan”, Rara Batang —setelah menjadi permaisuri raja Mataran bergelar Kanjeng Ratu Batang— selalu datang me- ngunjungi ayahnya (Kiai Jejer) di Desa Jejeran untuk melepas rindu (KCRY, hlm. 6). Hal itu mencerminkan sikapnya yang tetap ingin berbakti kepada orang tuanya. Di dalam “Asal Mula Nama Krapyak” ditunjukkan sikap prajurit yang setiap saat siap melaksanakan perintah raja, termasuk berburu hewan di hutan (KCRY, hlm. 57) .

2) Rukun Rukun berarti berada dalam keadaan selaras, tanpa perselisihan dan per- tentangan, bersatu dalam maksud untuk saling membantu. Guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan (contohnya: perselisihan), setiap anggota masya- rakat dalam segala kegiatannya selalu didasari musyawarah, gotong royong, tidak melanggar tata tertib, bijaksana (Suseno, 1988:39). (1) Musyawarah

Nilai sosial yang berupa musyawarah ditunjukkan, misalnya dalam “Kesetiaan Pengikut Ki Ageng Mangir”. Untuk mencari mufakat dalam memperluas daerah kekuasaan, Ki Ageng Mangir melakukan musyawa- rah lebih dahulu dengan para pengikutnya, berikut. “Kita harus menggunakan cara lain untuk menguasai daerah itu. Jangan sampai ada peperangan. Ingatlah, kita akan menetap di sana! Seandainya

mereka telah curiga, bagaimana mungkin kita bisa diterima dengan baik?” pesan Ki Ageng Mangir kepada para pengikutnya, sambil menyusun siasat (KCRY, hlm. 42).

(2) Gotong Royong atau Kerja Sama Menurut Mulder (1983:40), sikap hidup orang Jawa tidak memisahkan individualitasnya dengan lingkungan dan golongan. Budaya kerja sama

PROSIDING

bantuan untuk memecahkan masalah pekerjaan maupun rumah tangga dan bahkan ada yang ingin menimba ilmu darinya. Ki Wongsoyudha dengan penuh kebijaksanaan, selalu meberikan saran dan nasihat kepada mereka (KCRY, hlm. 29).

Sikap terpuji yang dilakukan Ki Wongso dengan warga desa tersebut merupakan bentuk kerja sama, tolong menolong, yang patut diteladani.

(3) Tidak Melanggar Tata Tertib Ketertiban, dalam kehidupan bermasyarakat merupakan salah satu syarat demi terciptanya ketenangan dan kedamaian. Orang hidup ber- masyarakat harus pandai menjaga diri, mengendalikan bicara, sebab bicara kadang-kadang dapat membahayakan diri sendiri. Dalam “Amarah Kiai Bregas” ditunjukkan sikap warga Desa Ngino yang tidak menghor- mati tamu yang sedang berkunjung ke rumah Kiai Bregas. Setiap kali tamu datang, selalu ada suara gaduh dan memekakkan telinga, yang muncul dari kerumunan orang menumbuk padi keras atau orang menim-

ba air (KCRY, hlm. 65—66). Kegaduhan warga dengan bunyi suara yang ditimbulkan itu merupakan bentuk pelanggaran tata tertib yang dapat meresahkan dan tidak membuat nyaman setiap tamu yang datang.

(4) Bijaksana Bijaksana merupakan salah satu sikap dan sifat Kiai Jejer dan Ki De- mang Suro Handoko. Di dalam “Kesederhanaan Mertua Sultan”, tokoh Kiai Jejer dikenal sikapnya yang tekun, sabar, dan bijaksana dalam mem- berikan ajaran agama Islam sehingga masyarakat desa setempat menjadi tertarik dengan agama yang disebarkannya (KCRY, hlm. 6).

Di dalam cerita “Kesetiaan Pengikut Ki Ageng Mangir”, Ki Demang Suro Handoko dikenal sebagai orang yang pandai dan bijaksana dalam memimpin daerahnya. Ki Ageng Mangir menyanjung-nyanjung kepe- mimpinan Ki Demang yang mampu memakmurkan daerah kekuasaannya (KCRY, hlm. 42—43).

PROSIDING

Dokumen yang terkait

HASIL PENELITIAN KETERKAITAN ASUPAN KALORI DENGAN PENURUNAN STATUS GIZI PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL PENYAKIT DALAM RSU DR SAIFUL ANWAR MALANG PERIODE NOVEMBER 2010

7 171 21

KADAR TOTAL NITROGEN TERLARUT HASIL HIDROLISIS DAGING UDANG MENGGUNAKAN CRUDE EKSTRAK ENZIM PROTEASE DARI LAMBUNG IKAN TUNA YELLOWFIN (Thunnus albacares)

5 114 11

KAJIAN MUTU FISIK TEPUNG WORTEL (Daucus carota L.) HASIL PENGERINGAN MENGGUNAKAN OVEN

17 218 83

KARAKTERISASI DAN PENENTUAN KOMPOSISI ASAM LEMAK DARI HASIL PEMURNIAN LIMBAH PENGALENGAN IKAN DENGAN VARIASI ALKALI PADA ROSES NETRALISASI

9 139 85

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 1 SINAR MULYA KECAMATAN BANYUMAS KAB. PRINGSEWU

43 182 68

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

PENGARUH PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH DAN MINAT BACA TERHADAP HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 WAY

18 108 89

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62