Hasil dan Pembahasan.
4. Hasil dan Pembahasan.
Dalam penelitian ini penanda negasi dikaji dari aspek sintaksis dan seman- tik. Dari segi sintaksis, negasi dikaji berdasarkan posisi pengingkar dalam suatu kalimat atau klausa. Sementara dari segi semantik, negasi dikaji berda- sarkan makna pengingkar. Makna pengingkar dapat berupa penolakan ter- hadap sesuatu permintaan, penolakan terhadap suatu kegiatan, dan penging- karan terhadap kebenaran suatu ujaran (Soriente, 2004). Negasi juga dipakai untuk menandai suatu kontras atau melarang seseorang melakukan sesuatu.
Lima kata pengingkar yang umum digunakan dalam bahasa Jawa, yaitu emoh ’tidak mau’, ora ‘tidak’, dudu ‘bukan’, ojo ‘jangan’, dan durung ‘belum’. Kata pengingkar emoh ‘tidak mau’ digunakan sebelum kata kerja. Kata emoh ‘tidak mau’ sering diucapkan dengan bentuk pendeknya, yaitu moh ‘tidak mau’. Kata pengingkar ora ‘tidak’ digunakan sebelum kata kerja dan kata sifat. Kata ora ‘tidak’ sering diucapkan dengan bentuk pendeknya ra atau rak. Kata dudu ‘bukan’ adalah pengingkar yang posisinya terletak sebelum kata benda, atau kata ganti dan pengingkar seluruh kalimat. Bentuk negasi dudu ‘bukan’ juga sering digunakan dalam kalimat atau klausa pengukuh yang merupakan klausa yang memerlukan jawaban positif atau negatif. Kata dudu
PROSIDING
‘bukan’ juga sering diucapkan dengan kalimat pendeknya du. Misalnya dalam klausa Iki nggonmu dudu? ‘Ini punya kamu bukan?’ atau Iki nggonmu du?. Kata pengingkar ojo ‘jangan’ digunakan untuk larangan. Kata pengingkar durung ‘belum’ digunakan sebagai jawaban negatif terhadap pertanyaan yang me- ngandung perfektif uwis ‘sudah’.
Sementara dalam bahasa isyarat tuna wicara yang digunakan oleh kedua orang tua subjek, penanda negasi terdiri dari menggelengkan kepala, dan mengibaskan tangan dalam kondisi jari-jari terbuka. Kedua isyarat ini akan digunakan dalam jawaban terhadap suatu pertanyaan yang bermakna tidak. Misalnya, ketika Ibu menyuruh anak untuk segera makan, ia melakukan peno- lakan dengan menggunakan bahasa isyarat, anak menggerakkan tangan dalam keadaan terbuka. Dalam percakapan yang ditujukan kepada anak, isyarat ini juga sering berfungsi untuk melarang. Isyarat di sini memiliki equivalensi dalam bahasa Indonesia dengan ujaran tidak.
Penanda negasi yang diperoleh Yusron secara dominan merupakan pe- nanda-penanda negasi yang terdapat dalam bahasa Jawa. Hal ini disebabkan karena lingkungan luar rumah, seperti kakek maupun nenek dan teman se- permainannya menggunakan bahasa Jawa. Hal ini juga disebabkan bahwa masukan yang diterima anak dalam bahasa Jawa lebih mudah dicerna oleh subjek. Jika dibandingkan dengan bahasa Jawa, bahasa isyarat jauh lebih kuat diperoleh subjek. Namun dalam perkembangan negasi Yusron, tercatat bahwa kemunculan penanda negasi yang pertama kali adalah penanda negasi dalam bahasa Jawa.
Pada usia 2;0 Yusron tercatat belum mampu mengucapkan kata-kata yang dapat dikorelasikan dengan makna yang sempurna. Pengingkar biasanya ditu- jukan dengan bahasa tubuh yang sangat ekspresif atau dengan berteriak. Pada usia 2;3 Yusron terekam mengekspresikan penolakan dengan menjerit sambil menarik mainan yang mau dipindahkan oleh ayahnya. Ekspresi terse- but muncul ketika ayahnya memindahkan mainan dari jalan ke teras rumahnya. Melalui ekspresi tersebut Yusron menginginkan supaya mainan tersebut tidak dipindahkan ke teras. Yusron menginginkan agar tetap bisa bermain di jalan gang yang ada di depan rumahnya. Akhirnya, ayah Yusron kembali menaruh mainan tersebut ke jalan gang tempat Yusron bermain. Dengan ekspresi riang, Yusron kembali bermain di jalan sambil menunjukkan ekspresi gembira. Ekspresi tersebut merupakan ekspresi yang sesuai dengan apa yang sedang dirasakan oleh Yusron.
Ketika Yusron berusia 2;5, terekam sebuah kejadian di lingkungan rumah- nya. Ketika itu, Yusron sedang berada di dalam rumahnya. Teman seper- mainannya Faza dan Ilyas datang untuk mengajaknya bermain. Tetapi ketika itu, Yusron belum mandi. Sehingga Ibunya meminta dengan bahasa isyarat
PROSIDING PROSIDING
Pada usia 2;6 kembali terekam sebuah kejadian di dalam rumahnya. Keja- dian ini muncul ketika Ayahnya meminta Yusron untuk ikut menunaikan iba- dah salat maghrib. Ayahnya mengalungkan sarung kecil untuk dikenakan Yusron. Namun, karena Yusron belum terbiasa, sarung tersebut ditarik-tarik kembali. Yusron berusaha melepaskan sarung tersebut sambil berteriak eh...eh...eh . Dia berusaha melepaskannya dan meminta ayahnya menaruh sarung tersebut. Seketika itu Yusron berusaha berjalan menjauhi ayahnya.
Kata pengingkar pertama muncul ketika Yusron berumur 2;7. Pada umur ini, Yusron mulai membunyikan kata pengingkar secara progresif dalam ba- hasa Jawa. Pada usia 2;7 Yusron terekam sedang bermain dengan teman seper- mainannya. Ketika itu Faza dan Ilyas sedang asyik menikmati makanan yang dibeli dari pedagang keliling. Kemudian Faza menawarkan es krim tersebut kepada Ilyas. Namun, Ilyas menolaknya dengan kata pengingkar emoh. Ke- mudian Faza juga memberikan penawaran kepada Yusron. Yusron terekam sedang melakukan penolakan dengan mengucapkan kata pengingkar pertama kalinya. Kata pengingkar yang pertama kali diucapkan adalah kata moh moh ‘tidak mau-tidak mau’. Sebagai ilustrasi perhatikan peristiwa dialog berikut.
(1) Faza : Nyo Yas, tak kei sitik yo. ‘Ni Yas, Saya kasih sedikit ya’. Ilyas : Emoh. Aku ra etok mimik es kok Za. ‘Tidak mau. Aku tidak boleh minum es kok Za’. Faza : Kowe arep ra Yus? ‘Kamu mau tidak Yus?’ Ilyas : Emoh, ngono o Yus! ‘Tidak, begitu Yus!’ Yusron : Moh- moh. ‘Tidak’.
PROSIDING
Pada data (1) terlihat bahwa ketika Faza memberikan penawaran kepada Yusron untuk mencicipi es yang dimiliki Faza, Yusron melakukan penolakan dengan kata moh sebanyak dua kali. Kata moh sebelumnya juga diucapkan oleh Ilyas dalam peristiwa yang terjadi saat itu. Penolakan direalisasikan dengan bunyi [moh] merupakan representasi dari frasa emoh. Kata penolakan ini merupakan kata pengingkar yang muncul pertama kali pada fase per- kembangan Yusron.
Pada usia 2;8 terlihat bahwa Yusron mampu mengucapkan frasa emoh secara sempurna. (2) Yusron : Moh... emoh.. emoh. ‘Tidak...tidak...tidak.’ (Sambil menyodorkan sisa makanan kecil,dengan bahasa isyarat, sang Ayah bertanya kepada Yusron).
Yusron : Emoh.. emoh. ‘Tidak.. tidak.’
Percakapan yang terjadi pada data (2), Yusron sedang menikmati makanan kecil yang diberikan oleh ayahnya. Karena Yusron sudah tidak mau mengha- biskan makanan pemberian sang ayah, Yusron berusaha mengembalikan sisa
makanan tersebut kepadanya. Ayahnya menerima makanan yang dikembali- kan oleh Yusron dan berusaha menanyakan kepada anaknya dengan menggu- nakan bahasa isyarat. Hal ini membuat Yusron kembali berusaha menyam- paikan penolakan dengan menggunakan frasa emoh..emoh secara sempurna. Setelah itu, Yusron menarik-narik tangan ayahnya sambil menunjukkan air minum yang terletak di meja. Frasa emoh ... emoh ‘tidak-tidak’ di sini berfungsi sebagai pengungkapan terhadap penolakan sesuatu.
Pada usia 2;8 kembali terekam sebuah kata pengingkar emoh. Kejadian ini bermula ketika Ibu menanyakan dengan bahasa isyarat. Ketika itu, Ibunya menanyakan apakah Yusron mau makan jeruk atau tidak.
(3) Ibu : (Dengan bahasa isyarat, Ibu Yusron bertanya, apakah Yusron mau makan jeruk atau tidak) Yusron : Emoh! ‘tidak!’
Data (3) menunjukkan percakapan antara Ibu dengan Yusron. Ibu yang mencoba menawarkan jeruk dengan menggunakan bahasa isyarat, ditolak oleh Yusron dengan menggunakan kata pengingkar emoh ‘tidak’. Kata peng- ingkar ini berfungsi sebagai penolakan sesuatu.
PROSIDING
Tuturan yang berupa frasa baru muncul ketika Yusron berumur 2;9. Tu- turan ini muncul ketika neneknya mengajak Yusron untuk ikut ke masjid. Frasa baru yang muncul pada usia 2;9 adalah kata ora ‘tidak’. Kata ora diucapkan oleh Yusron dengan bunyi [oya]. Ketika itu neneknya berusaha menggendong Yusron yang sedang berkumpul dengan teman sepermainannya. Yusron mela- kukan penolakan dengan mengucapkan kata ora. Kemudian neneknya melepas- kan gendongan tersebut dan Yusron pun berlari-lari kecil untuk kembali ber- kumpul dengan teman-temannya.
(4) Nenek : Ayo, nderek mbahe ora? Nderek ora? ‘Ayo, ikut nenek tidak? Ikut tidak?’ Yusron : Oya. Oya oya. (Ora. Ora ora) ‘Tidak. Tidak tidak’
Pada data (4) merupakan rekaman dari pembicaraan antara nenek dan Yusron. Nenek berusaha menggendong dan mengajak Yusron untuk pergi ke masjid. Namun, Yusron melakukan penolakan dengan kata pengingkar ora ‘tidak’. Kata ora diucapkan dengan bunyi [oya].
Ketika Yusron berumur 2;10, Yusron terekam mengucapkan kata peng- ingkar ojo ’jangan’. Kata ojo diucapkan Yusron dengan bunyi [jo]. Kata ini
terekam ketika Yusron berkumpul dengan teman sepermainannya. Ketika itu Ilyas berusaha merebut dan menarik-narik mainan yang sedang dipegang oleh Yusron. Yusron tampak ekspresif melakukan pencegahan sambil menarik mainan tersebut. Sambil menarik mainan, Yusron mengucapkan kata eh eh eh dan jo jo. Ilyas masih berusaha merebut mainan tersebut sehingga Yusron menangis. Setelah Yusron menangis, Ilyas baru bersedia mengalah dan me- ngembalikan mainan tersebut kepada Yusron. Setelah itu, Yusron kembali duduk sambil memainkan mobil-mobilan tersebut.
(5) Iyas : Aku iki wae Yus. ‘Aku ini aja Yus’ (Sambil merebut mainan yang sedang dipegang Yusron) Yusron : eh eh eh. Jo jo! ‘Eh eh eh. Jangan jangan!’
Data (5) menunjukkan percakapan antara Ilyas dengan Yusron. Ilyas berusaha merebut mainan yang sedang dipegang Yusron. Dengan ekspresi pencegahan, Yusron kembali merebut mainan tersebut sambil mengucapkan kata eh eh eh, jo jo. Dapat dikatakan bahwa Yusron telah mampu menggunakan kata larangan ojo ‘tidak’ sesuai dengan fungsinya, yaitu untuk melarang atau mencegah seseorang melakukan sesuatu.
PROSIDING
Kata pengingkar keempat yang terdapat dalam bahasa Jawa adalah kata dudu . Kata dudu diucapkan oleh Yusron dengan bunyi [uju]. Kata ini muncul ketika Yusron berumur 2;11. Ketika itu Yusron sedang berada di teras rumah- nya. Nenek Yusron menanyakan kepada Yusron, apakah mainan yeng tercecer di jalan itu milik Yusron atau bukan. Kemudian Yusron menjawab dengan kata pengingkar dudu. Kata pengingkar dudu diucapkan oleh Yusron dengan bunyi [uju].
(6) Nenek : Iki dolananmu opo dudu? ‘Ini mainan kamu atau bukan?’ Yusron: uju, ki uju ulon mbah. Dudu, iki dudu nggone Yusron Mbah . ‘Bukan, ini bukan punya Yusron Mbah.’
Data (6) menunjukkan percakapan antara nenek dengan Yusron. Ketika itu Yusron berusaha menjawab pertanyaan neneknya. Yusron mengucapkan kata pengingkar dudu dengan bunyi [uju].
Kata pengingkar terakhir berupa kata Jawa adalah kata durung ‘belum’. Kata durung diucapkan oleh Yusron dengan bunyi [uyung]. Kata ini muncul ketika Yusron berumur 2;11. Ketika itu Yusron sedang ditanya oleh kakeknya.
Untuk itu, perhatikan contoh berikut! (7) Kakek : Kowe wis maem durung? ‘Kamu sudah makan belum?’ Yusron : Uyong maem. Durung maem. ‘Belum makan’.
Pada data (7), sang kakek bertanya kepada Yusron apakah sudah makan apa belum. Kemudian Yusron menjawab dengan kata durung ‘belum’ yang diucapkan dengan bunyi [uyUng]. Kata pengingkar durung ‘belum’ digunakan sebagai jawaban negatif dari pertanyaan yang mengandung perfektif uwis ’sudah’. Semua kata yang menyatakan negasi beserta fungsinya dapat dilihat pada tabel berikut.
PROSIDING
TABEL 1 PENANDA NEGASI DAN FUNGSINYA
PENANDA NEGASI
REALISASI FONETIS AWAL
FUNGSI NON VERBAL
VERBAL
KEMUNCULAN
Menjerit, menarik, Penolakan terhadap suatu berteriak,
kegiatan, menolak untuk diajak melepaskan tangan,