Menang Tanpa Ngasorake

2.2 Menang Tanpa Ngasorake

Dikotomipriyayi-wong cilikdan status menyangkut status orang tua kan- dung Wulandari yang hidup terpisah, membuat Wulandari sadar bahwa diri- nya tidak dapat lagi meraih keinginannya untuk berhubungan dengan Bam- bang Trisula dan Rudi karena keluarga mereka sangat memegang teguh prinsip kepriyayian . Dua terminologi tersebut menjadi pembatas yang tegas bagi tatanan kehidupan yang menganggap Wulandari sebagai representasi wong cilik dan tidak boleh masuk dalam lingkungan kelompok sosial priyayi. Dengan kata lain secara status sosial Wulandari kalah dengan Bambang Trisula, Rudi, dan keluarga keduanya.

Kesadaran Wulandari akan status sosialnya tersebut semakin mengarah pada kesadarannya untuk mengubah konflik dalam hatinya menjadi penye- mangat untuk menemukan jalan lain menentukan arah hidupnya menjadi lebih baik. Akibat konflik dengan Bambang Trisula dan Rudi adalah neurosis atau “sakit syaraf”, seperti dikatakan oleh Eagleton (1996: 138). Lebih lanjut, neurosis tersebut, menurut Eagleton (1996:153), dapat bersumberdari ketiadaan ayah, suatu ambisi, tuntutan ibu yang emosional dan seorang anak yang sensitif yang dipahami baik dalam proses ketaksadaran dan dalam suatu tekanan sosial tertentu dan hubungan-hubungan tertentu. Wulandari mengalami neuro- sis yang bersumber dari ketiadaan orang tua, sehingga dia mengalami dikotomi status sosial yang menyebabkan dirinya menjadi sensitif terhadap lingkungan sosialnya dan laki-laki.

Neurosis yang dialami oleh Wulandari ternyata mampu disadari secara perlahan-lahan hingga mencapai titik balik. Kesadaran ini muncul karena sifat jujur, tidak mau menipu diri sendiri atau penipuan diri bahwa Wulandari ingin memperbaiki diri. Sikap menipu diri dilakukan tidak lain juga untuk menghindari tanggung jawab terhadap diri sendiri yang tujuannya mengurangi kecemasan, kesukaran, dan rasa tidak enak yang menyertai tindakan atau pemenuhan tanggung jawab (Suwondo, 2011: 217). Semangatdan rasa tanggung terhadap statusnya sebagai mahasiswa kedokteran itulah yang memicu pe- nyembuhan keadaan yang dialami Wulandari. Eagleton (1996:138) mencoba menggambarkan bahwa suatu analisis psikologi pada novel muncul sebagai suatu cara untuk mengembalikan atau menyembuhkan suatu keadaan. Pada dasarnya suatu analisis psikologi bukan hanya suatu teori tentang pikiran manusia, tetapi suatu praktik untuk menyembuhkan mereka yang dianggap

PROSIDING PROSIDING

Pada tahap penyembuhan ini digambarkan bahwa pada akhirnya Wu- landari menyadari bahwa dirinya harus bangkit dari keterpurukannya, me- nyesali keadaan dirinya dengan status sosialnya yang dianggap sebagai wong cilik berlabel miskin, tidak berpendidikan, dan tidak mempunyai keteraturan dalam hidupnya. Namun, sebenarnya Wulandari mempunyai berbagai potensi yang bertolakbelakang dengan karakteristik yang disandangnya sebagai “wong cilik ” tersebut. Wulandari mempunyai potensi akademik dan mempunyai ke- teraturan dalam hidupnya. Potensi diri hanya muncul dalam kesadaran indi- vidu atau dalam keadaan keterpaksaan atau tidak sengaja disebabkan oleh tekanan tertentu. Kesadaran Wulandari terhadap potensi dirinya dipicu oleh hadirnya tokoh-tokoh Rudi, Bambang Trisula, serta orang tua kedua orang tersebut.

Kesadaran Wulandari ditunjukkan dengan usahanya untuk melupakan masalah percintaan dengan Bambang Trisula dan Rudi. Kesadaran tersebut secara fungsional mengarahkan Wulandari untuk memikirkan sekolah dan kuliahnya. Kesadaran potensi akademin tersebut oleh Wulandari dimaksi- malkan dengan dorongan sakit hatinya, sehingga membuahkan hasil akademik yang unggul yang ditunjukkan dengan perolehan gelar pelajar teladan se- Jawa Timur.

Ya wiwit kuwi Wulandari jinja banget marang priya lankatresnan. Dheweke banjur mligi mikirake pasinaone nganti kelakon dadi pelajar teladan sa-Jawa Timur lan entuk beasiswa saka pamarentah. (DW, 1987: 11)

Ya sejak itu Wulandari benci dengan laki-laki dan cinta.Dia kemudian hanya melulu memikirkan belajarnya sampai akhirnya menjadi pelajar teladan se-Jawa Timur dan memperoleh beasiswa dari pemerintah.(DW, 1987: 11)

Potensi akademik tersebut menjadi modal kuat ketika untuk kedua kali- nya Wulandari jatuh pada masalah yang sama. Kali ini percintaanya kandas dengan Rudi, seorang teman kuliahnya di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Namun, kegagalan percintaannya secara fungsional kembali meng- arahkan Wulandari untuk menunjukkan potensi akademiknya. Kutipan berikut ini menunjukkan bahwa Wulandari telah menemukan kesadarannya kembali untuk menggunakan kemampuan akademiknya sebagai jalan melupakan kepa-

PROSIDING

Wulan nyoba ngipatake pengalaman pait kang nembe dialami ing dina iku, jalaran pasinaone luwih mbutuhake kawigatene. Dheweke emoh gagal ming perkara katresnan bae. Arep dibuktekake yen dheweke sawijining wanita kang kuwat, ora kalah karo priya. Najan uripe diserik priya, nanging ora bakal nglumpuhake gega- yuhane. Wulandari arep mbuktekake yen ora mung anake wong pangkat lan sugih bae sing bisa dadi dhokter. Najan bocah panti asuhan kang kena diarani trahing pidak padarakan, uga saguh nggayuh kautaman lan bisa dadi wong kang sukses uripe. Sinaune disrempeng tanpa maelu tatuning ati kang perih.Saya krasa laraning ati, saya mempeng sinaune kanggo nglalekake kabeh panandhange kang diindhit dhewe (DW, 1987: 35-36).

Wulan mencoba mangabaikan pengalaman pahit yang baru saja dialami- nya hari itu, karena pelajarannya lebih membutuhkan perhatian. Dia tidak mau gagal hanya karena urusan percintaan.Akan dibuktikan bahwa diri- nya adalah seorang wanita yang kuat, tidak kalah dengan laki-laki. Walau- pun hidupnya dibenci pria, tetapi tidak akan melumpuhkan keinginannya. Wulandari akan membuktikan bahwa tidak hanya anak orang berpangkat dan kaya saja yang bisa menjadi dokter. Walaupun anak panti asuhan yang dapat disebut keturunan hinda dina, juga sanggup meraih keutamaan dan bisa jadi orang yang sukses hidupnya. Belajarnya dikuatkan tanpa mengingat luka hati yang perih.Semakin terasa sakit hatinya, semakin kuat belajarnya untuk melupakan semua penderitaan yang dialaminyasendiri (DW, 1987: 35-36).

Perubahan sikap Wulandari tersebut senada dengan apa yang diungkap- kan oleh Eagleton sesuai dengan tujuan analisis psikologi, yaitu membebaskan diri dari neurosis yang dialami dengan menghancurkan gejala-gejala yang ber- bahaya (1996: 138). Dengan demikian, kutipan “Sinaune disrempeng tanpa maelu tatuning ati kang perih.Saya krasa laraning ati, saya mempeng sinaune kanggo nglalekake kabeh panandhange kang diindhit dhewe” adalah bukti bahwa Wulandari telah mampu menghancurkan gejala-gejala neorusis yang membahayakan dirinya. Semangat Wulandari untuk benar-benar bebas dari masa lalunya yang pahit ditegaskan dalam kutipan berikut

“Aku emoh diina kaya sing uwis. Senajan aku digedhekake ing panti asuhan, nanging aku duwe harga diri lan sanggup dadi wong kang terhormat ing tengahe masyarakat ” (DW, 1987: 88-89)

“Aku tak mau dihina seperti yang sudah-sudah. Walaupun aku dibesarkan di panti asuhan, tetapi aku punya harga diri dan sanggup menjadi orang yang terhormat di tengah masyarakat” (DW, 1987: 88-89)

PROSIDING

Kutipan tersebut sekaligus menunjukkan titik awal munculnya potensi dalam diri Wulandari, yaitu potensi akademik. Namun, di titik awal atau titik balik tersebut memunculkan juga “dendam” dalam diri Wulandari. Ung- kapan “aku emoh diina kaya sing uwis” menegaskan bahwa sudah muncul “gen- derang perang” dari diri Wulandari untuk membuktikan kepada orang-orang yang telah merendahkannya, menghinanya, menyingkirkannya, dan menyakiti hatinya. Namun, Wulandari yang, memang, mempunyai latar belakang intelek- tual yang unggul dari rata-rata mampu mengolah “dendam” kekalahan masa lalunya dengan cara yang terhormat. Walaupun Wulandari telah dianggap sebagai wong cilikoleh orang-orang yang menganggap diri mereka priyayi, Wulandari mencoba untuk melawan tetapi dengan sebuah “strategi” akademik. Dalam hal ini, status yang ingin ditunjukkan Wulan bukan pencapaian status kepriyayian, tetapi kehormatan diri di tengah masyarakat. Akhirnya, Wulan- dari pun mampu memaksimalkan potensi akademiknya. Keberhasilan Wu- landari “menghancurkan”neurosisnya ditandai dengan dua hal, yaitu muncul- nya perasaan bangga, senang, dan terharu atas apa yang selama ini diperjuang- kannya dan perolehan pengakuan sebagai mahasiswa lulusan terbaik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dengan predikat cumlaude dan pengakuan masyarakat yang menyukai Wulandari sebagai seorang dokter yang baik hati.

Rasa mongkok, bungah, lan trenyuh campur dadi siji ing atine Wulandari nalika ana pengumuman yen dheweke lulus klawan cumlaude (DW, 1987:37)

Rasa bangga, senang, dan haru bercampur jadi satu di hati Wulandari ketika ada pengumuman bahwa dirinya lulus dengan predikat cumlaude (DW, 1987:37)

Perkembangan perwatakan Wulandari merupakan hal esensial, hal yang dipunyai oleh setiap manusia. Menurut Imoda, perkembangan berarti perubah- an, karena perubahan berhubungan dengan perkembangan manusia, perubah- an melibatkan manusia (Imoda, 1998:102). Perkembangan watak tokoh dapat dibedakan menjadi perkembangan yang substansial dan perkembangan yang tidak disengaja. Tokoh Wulandari mengalami perubahan watak yang tidak disengaja, karena perkembangan yang terjadi karena terpicu oleh sebuah ma- salah. Perkembangan tersebut dapat juga disebut dengan kedewasaan pikiran. Seorang yang sudah dewasa pada akhir perkembangannya tidak lagi menjadi seorang manusia seperti dirinya sebelumnya. Karena pada awalnya manusia tersebut telah mempunyai potensi yang akan ada dalam alur perkembangan- nya, dan potensi-potensi tersebut mendukung menentukan seorang manusia berdasarkan pada esensinya, manusia tersebut telah menjadi manusia dari permulaan hidupnya (Imoda, 1998:102). Keberhasilan Wulandari mencapai gelar dokter dengan predikat cumlaude tersebut telah membuatnya bangga.

PROSIDING

Dia tidak lagi merasa inferior dan rendah diri. Dokter adalah sebuah profesi yang terhormat di tengah masyarakat dan Dokter Wulandari diterima dan disayangi oleh masyarakat karena kebaikan hatinya dalam menolong orang sakit.

Derajat sosial tinggi atau terhormat dalam masyarakat Jawa yang digambarkan dengan status ke-priyayian, menurut Wulandari tidak perlu dikejar. Wulandari menyadari akan potensi akademiknya, maka dia berusaha mencapai status sosial tinggi dengan meraih gelar dokter. Wulandari berhasil meraih status sosial tersebut tanpa sedikitpun bersinggungan dengan orang- orang yang merendahkan status sosialnya di masa lalu. Secara psikologis, kemenangan Wulandari atas masa lalunya digambarkan dengan bagan relasi oposisi biner inferior menjadi superior atau perjalanan dari konsep wong cilik menjadi priyayi atau tak terhormat menjadi terhormat. Latar belakang sosial, neurosis yang dialami Wulandari, proses usaha Wulandari mencapai derajat

kesetaraan secara status sosial (inferioritas  superioritas) digambarkan dalam bagan berikut ini.

Lingkungan Sosial Inferioritas

Superioritas anak panti asuhan

Dokumen yang terkait

HASIL PENELITIAN KETERKAITAN ASUPAN KALORI DENGAN PENURUNAN STATUS GIZI PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL PENYAKIT DALAM RSU DR SAIFUL ANWAR MALANG PERIODE NOVEMBER 2010

7 171 21

KADAR TOTAL NITROGEN TERLARUT HASIL HIDROLISIS DAGING UDANG MENGGUNAKAN CRUDE EKSTRAK ENZIM PROTEASE DARI LAMBUNG IKAN TUNA YELLOWFIN (Thunnus albacares)

5 114 11

KAJIAN MUTU FISIK TEPUNG WORTEL (Daucus carota L.) HASIL PENGERINGAN MENGGUNAKAN OVEN

17 218 83

KARAKTERISASI DAN PENENTUAN KOMPOSISI ASAM LEMAK DARI HASIL PEMURNIAN LIMBAH PENGALENGAN IKAN DENGAN VARIASI ALKALI PADA ROSES NETRALISASI

9 139 85

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 1 SINAR MULYA KECAMATAN BANYUMAS KAB. PRINGSEWU

43 182 68

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

PENGARUH PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH DAN MINAT BACA TERHADAP HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 WAY

18 108 89

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62