Penyimpangan Maksim Kesantunan Berdasarkan Sosiopragmatik

4.2 Penyimpangan Maksim Kesantunan Berdasarkan Sosiopragmatik

Terdapat enam prinsip atau maksim kesantunan berbahasa yang dike- mukakan oleh Leech, yaitu (1) maksim kebijakan yang mengutamakan kearifan bahasa, (2) maksim penerimaan yang mengutamakan keuntungan untuk orang lain dan kerugian untuk diri sendiri, (3) maksim kemurahan yang mengutama- kan kesalutan/rasa hormat pada orang lain dan rasa kurang hormat pada diri sendiri, (4) maksim kerendahan hati yang mengutamakan pujian pada orang lain dan rasa rendah hati pada diri sendiri, (5) maksim kecocokan yang mengutamakan kecocokan pada orang lain, dan (6) maksim kesimpatisan yang mengutamakan rasa simpati pada orang lain. Berdasarkan hasil analisis data penyimpangan yang terjadi pada tuturan menolak supir taksi jurusan Marta- pura di Kalimantan Selatan ini meliputi maksim kesantunan sebagai berikut.

4.2.1 Maksim Kebijakan atau Kebijaksanaan (Tact maxim)

Leech (dalam Rahardi:2005) menyatakan realisasi maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah para peserta pertuturan hendaknya berpe- gang pada keinginan untuk mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan

PROSIDING

Berdasarkan prinsip kesantunan Leech, tuturan (1) menyimpang dari maksim kebijaksanaan (tact maxim) karena telah melanggar aturan dalam per- tuturan dengan cara tidak meminimalkan kerugian terhadap lawan tutur dan memaksimalkan keuntungan bagi lawan bicara. Supir angkutan umum jurusan Martapura di atas melakukan tindakan yang berlawanan dengan maksim ke- santunan. Dia menolak mengantarkan penumpangnya sampai ke dalam ter- minal dengan alasan malas. Di sini jelas sekali, penumpang merasa sakit hati akan jawaban langsung yang berupa berita (deklaratif) dari supir angkutan yang ditumpanginya. Penumpang merasa dirugikan karena supir telah memak- simalkan keuntungan diri sendiri daripada keuntungan penumpang. Tuturan supir angkutan umum jurusan Martapura yang berujud kalimat berita (de- klaratif) pada data (1) yang menyimpang dari maksim kebijaksanaan ini adalah sebagai berikut.

S : Kulir, saiukungannya pang panumpangnya. ‘ Malas, satu orang saja penumpangnya.’ Pernyataan ini mengimplikasikan penolakan langsung. Hal ini berten- tangan secara konvensional dalam budaya masyarakat Banjar yang memiliki kebiasaan menolak secara tidak langsung (halus) . Tuturan (1) ini akan menjadi santun jika supir mengganti kalimat yang berwujud berita ini dengan meng- hilangkan kata malas menggantinya dengan kata maaf dan mengemukakan alasan yang bisa membuat penumpang maklum dengan menggunakan kata ganti sapaan yang santun, seperti contoh di bawah ini.

Maaf cil lah, ulun kada kawa nah maantarakan, saikungannya pang panum- pangnya, rasa alang-alang, di dalam macet. ‘Maaf bi lah, saya tidak bisa mengantarkan satu orang saja penumpang- nya, di dalam macet sekali.’

Demikian pula pada tuturan (2) telah terjadi penyimpangan dari maksim kebijaksanaan (tact maxim) yaitu aturan dalam pertuturan dengan cara memi- nimalkan kerugian terhadap lawan tutur dan memaksimalkan keuntungan bagi lawan bicara. Data (2) ini memiliki konteks supir taksi yang berada di antrian keberangkatan terminal sedang menunggu penumpang sampai penuh, menolak keras permintaan penumpangnya untuk berangkat, dan supir pun menggunakan kalimat jawaban berbentuk perintah yang kasar sehingga dapat membuat penumpang menjadi tersudutkan melalui jawaban yang menyakitkan hatinya

PROSIDING

S : Mun handak lakas naik mutur saurang, jangan taksi. ‘Kalau ingin cepat gunakan mobil pribadi, jangan agkutan umum.’ Penumpang merasa mengalami kerugian dalam hal rasa tidak nyaman atas informasi yang diberikan supir kepadanya. Supir angkutan ini tidak mem- perhitungkan bagaimana rasa sakit hati yang diderita penumpang saat dia berkata yang tidak pada tempatnya itu. Meskipun secara logika pernyataan sopir ini bisa dimengerti karena faktor psikologisnya yang tampak lelah akibat susahnya mencari penumpang, tetapi berdasarkan budaya Banjar, etika ber- bahasa tetaplah penting dilakukan meskipun bagaimana keadaanya.Tuturan supir angkutan pada tuturan (2) akan menjadi santun jika diganti kalimatnya menjadi Sabar kai lah satumat lagi ‘Sabar kakeklah sebentar saja’.

S : Sabar kai lah satumat lagi ‘Sabar kakek lah sebentar saja’.

4.2.2 Maksim Kedermawanan atau Kemurahan (Generosity maxim)

Maksim kedermawanan atau kemurahan hati mengharapkan adanya keinginan peserta tutur untuk meminimalkan keuntungan bagi diri sendiri dan memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri. Berdasarkan prinsip kesan- tunan Leech, tuturan supir taksi jurusan Martapura yang melanggar maksim yang dimaksud terdapat pada tuturan (1), (2).(3), dan (4).

Tuturan (1) berkonteks tuturan sebuah pembicaraan yang terjadi di de- pan terminal kilo meter 6 telah melanggar maksim kesantunan kedermawanan karena supir taksi menolak permintaan penumpang untuk mengantarkannya sampai ke dalam terminal. Tuturan supir yang berbentuk kalimat berita atau deklaratif yang melanggar maksim kedermawanan tersebut yaitu

S : Kulir, saiukungannya pang panumpangnya . ‘Malas, satu orang saja penumpangnya.’ Tuturan sopir angkutan umum pada data (2) memiliki konteks supir yang berada di antrian keberangkatan terminal sedang menunggu penumpang sam- pai penuh, menolak keras permintaan penumpangnya untuk berangkat. Tu- turan sopir ini membuat kecewa penumpang. Kalimat perintah (imperatif) yang menyimpang dari maksim kedermawanan pada data (2) berikut.

S : Mun handak lakas naik mutur saurang, jangan taksi. ‘Kalau ingin cepat gunakan mobil pribadi, jangan angkutan umum.’ Tuturan (3) memiliki konteks seorang sopir angkutan umum jurusan Mar- tapura menyuruh penumpangnya agar mengulangi permintaannya dengan maksud menolak apa yang diinginkan penumpang karena ada angkutan lain yaitu angkot kuning yang bisa mengantarkan penumpang tersebut sampai terminal berikutnya.Tuturan supir angkutan umum ini membuat penumpang tidak merasakan kemurahan hati dari mitra tuturnya. Kalimat tuturan yang

PROSIDING

S : Napa tih, ulangi pang, siapa tukang antarakan? ‘Apa, ulangi , siapa yang mengantarkan?’ Tuturan (4) memiliki konteks seorang calon penumpang meminta sopir jurusan Martapura di luar terminal induk agar menunggu pemberangkatan sebab masih ada temannya yang ditunggu. Sopir tersebut menolak dengan menggunakan kalimat seru yang tidak santun. Sopir telah membuat calon penumpang tidak merasakan kemurahan hati sopir angkutan umum tersebut. Sopir tidak bersedia menunggu kedatangan temannya. Kalimat seru yang digunakan sopir angkutan umum jurusan Martapura yang melanggar maksim kesantunan kedermawanan terdapat pada data (4) berikut.

S : Umaa, lawasnya lagi, kada nah, aku handak hancap! ‘Aduuh, lamanya , tidak bisa, aku mau cepat!’ Keempat tuturan menyatakan adanya penolakan supir taksi untuk me- menuhi permintaan penumpang atau calon penumpangnya. Seandainya supir ini memegang prinsip kesantunan kemurahan hati dia akan segera mengiyakan apa yang diinginkan mitra tutur dengan jawaban iya. Meskipun dengan begitu dia akan merasakan kerugian pada diri sendiri yaitu uang yang didapatkannya pun menjadi kurang dari biasanya. Namun, justru penumpang memperoleh untung berupa waktu yang diinginkannya akan cepat diperolehnya karena akan cepat sampai di tujuan masing-masing.

Adapun jika sopir menolak permintaan penumpang, sebaiknya gunakan kalimat yang halus. Etika berbahasa dalam budaya Banjar sangat diperhatikan sebagai bagian dari budaya melayu yang terkenal halus.

4.2.3 Maksim Kerendahan Hati atau Kesederhanaan (Modesty Maxim)

Maksim ini memiliki prinsip peserta tutur memaksimalkan ketidakhor- matan terhadap diri sendiri dan meminimalkan rasa hormat terhadap diri sendiri. Berdasarkan prinsip ini tuturan supir angkutan umum pada tuturan (1), (2), (3), dan (4) telah melanggar aturan tersebut. Kalimat-kalimat yang terdapat pada keempat data menggambarkan ketidakhormatan supir angkutan umum kepada penumpang/calon penumpangnya. Seandainya supir melak- sanakan maksim kerendahan hati maka dia tidak akan menggunakan kalimat kasar yang tidak santun tersebut. Dia pasti akan memperhalus intonasi maupun bentuk kalimat yang digunakannnya untuk menyatakan penolakan atas yang diinginkan penumpang/calon penumpang.

Tuturan supir angkutan pada data (1) yang berbentuk kalimat berita atau deklaratif yang melanggar maksim kerendahan hati tersebut akan lebih santun jika didahului dengan permintaan maaf sebelum menolak permintaan

PROSIDING PROSIDING

S : Kulir, saiukungannya pang panumpangnya. ‘Malas, satu orang saja penumpangnya.’ Menjadi S : Maaf cil lah, ulun kada kawa nah maantarakan, saikungannya pang panum-

pangnya, rasa alang-alang, di dalam macet. ‘Maaf bi lah, ulun tidak bisa mengantarkan satu orang saja penum- pangnya, di dalam macet sekali.’

Tuturan supir angkutan umum pada data (2) dengan konteks supir yang berada di antrian keberangkatan terminal sedang menunggu penumpang sampai penuh, menolak keras permintaan penumpangnya untuk berangkat. Tuturan supir ini membuat kecewa penumpang karena menggunakan pilihan kata yang tidak santun. Supir terlihat sekali tidak menunjukkan rasa rendah hati kepada penumpang. Dia tidak menghormati penumpang sebagai “raja”. Kalimat perintah (imperatif) tolakan tidak langsung yang menyimpang dari maksim kerendahan hati pada data (2) akan terdengar santun jika dituturkan sebagai berikut.

S : Mun handak lakas naik mutur saurang, jangan taksi. ‘Kalau ingin cepat gunakan mobil pribadi, jangan angkutan umum.’ Menjadi S : Sabar kai lah satumat lagi

‘Sabar kakeklah sebentar saja’. Tuturan (3) memiliki konteks seorang supir angkutan umum jurusan Mar- tapura menyuruh penumpangnya agar mengulangi permintaannya dengan maksud menolak apa yang diinginkan penumpang karena ada angkutan lain yaitu angkot kuning yang bisa mengantarkan penumpang tersebut sampai terminal berikutnya.Tuturan supir angkutan umum ini membuat penumpang tidak merasakan penghormatan dari mitra tuturnya. Supir angkutan umum ini membuat malu penumpangnya karena memperlakukan si mitra tutur seperti seorang anak-anak. Intonasi dan pilihan kata dalam kalimat tersebut tidak pantas diucapkan kepada orang dewasa yang sama-sama memiliki otak dan perasaan. Kalimat tuturan yang berbentuk pertanyaan (interogatif) yang me- nyimpang dari maksim kerendahan hati ini akan terdengar santun dan bernilai penghormatan dari sopir angkutan kepada mitra tuturnya jika tuturan sopir menjelaskan dasar kebenaran atas penolakannya tersebut dengan mengguna- kan penanda kesantunan berupa kata ganti sapaan dan penggunaan kata kada papa ’tidak apa-apa’ seperti berikut ini.

S : Napa tih, ulangi pang, siapa tukang antarakan? ‘Apa, ulangi , siapa yang mengantarkan?’

PROSIDING

Menjadi S : Ulun tuh handakai maantarakan piyan, tapi kada bisa, sualnya jurusan

taksi ulun nih kawanya sampai di sini haja, jurusan Pasa Hanyar tuh taksinya, taksi kuning, kaina ulun bisa kana sariki bubuhannya. Kada papa kalu Cil ‘Saya ini sebenarnya mau saja mengantarkan Anda, tetapi tidak bisa, sebab jurusan saya ini bisanya hanya sampai di sini saja, jurusan Pasar Hanyar itu sudah ada angkotnya, nanti saya kenaa marah mereka. Tidak apa-apa kan bi.’

Tuturan supir angkutan umum yang terdapat pada data (4) memiliki konteks seorang calon penumpang meminta supir jurusan Martapura di luar terminal induk agar menunggu pemberangkatan sebab masih ada temannya yang ditunggu. Sopir tersebut menolak dengan menggunakan kalimat seru yang tidak santun. Calon penumpang tidak merasakan kerendahan hati supir angkutan umum tersebut. Sopir tidak bersedia menunggu kedatangan te- mannya. Kalimat seru dengan menggunakan kata seru uma’aduh’ ini seolah- olah memposisikan calon penumpang pada kondisi yang salah. Sopir angkutan seakan-akan berada di atas kepentingan penumpang. Sopir angkutan diposi- sikan sebagai orang yang dibutuhkan sehingga dia menunjukkan rasa som- bongnya dengan menolak permintaan calon penumpangnnya melalui kalimat yang tidak hormat tersebut. Kalimat seru yang digunakan sopir angkutan umum jurusan Martapura yang melanggar maksim kesantunan kerendahan hati ini yang terdapat pada data (4) ini akan terdengar santun sesuai maksim kerendahan hati jika menggunakan kalimat yang lebih lembut dengan penanda kesopanan seperti kada papa kan, ‘tidak apa-apa kan’dan maaf ‘maaf’ sebagai- mana yang dimaksudkan Leech, seperti berikut.

S : Umaa, lawasnya lagi, kada nah, aku handak hancap. ‘Aduuh, lamanya, tidak bisa, aku mau cepat!’ Menjadi S : Mun ku tinggalakan kada papa kalu, panumpang lain handak hancap pang,

maaflah. ‘Kalau ku tinggalkan tidak apa-apa kan, penumpang lain ingin cepat, maaflah.’

4.2.4 Maksim Penghargaan, Penerimaan, atau Pujian (Approbation Maxim)

Maksim ini memiliki prinsip meminimalkan penghargaan, penerimaan atau pujian terhadap diri sendiri dengan cara memaksimalkan penghargaan, penerimaan atau pujian terhadap orang lain. Melalui penerapan maksim ini diharapkan peserta tutur tidak saling mengejek dan mencaci. Berdasarkan teori kesantunan Leech ini, telah terjadi penyimpangan maksim penghargaan

PROSIDING PROSIDING

S : Napa tih, ulangi pang, siapa tukang antarakan? ‘Apa, ulangi , siapa yang mengantarkan?’ Menjadi

‘Maaf, tidak bisa sama sekali saya.’

4.2.5 Maksim Kemufakatan (Agreement Maxim)

Maksim kemufakatan disebut pula dengan maksim kecocokan (Wijana, 1996:59). Dalam maksim ini menekankan para peserta tutur dapat membina kecocokan atau kemufakatan dalam kegiatan bertutur. Berdasarkan hasil penelitian menyatakan keempat wujud tuturan supir angkutan umum jurusan Martapura pada data (1), (2), (3), dan (4) telah melanggar maksim ini. Dalam tuturan tersebut tidak satupun yang menghasilkan kemufakatan. Supir ang- kutan umum tersebut menolak semua keinginan penumpang/calon penum- pangnya dengan menggunakan kalimat yang tidak santun.

4.2.6 Maksim Kesimpatisan (Sympathy Maxim)

Maksim ini menuntut peserta tutur untuk memaksimalkan sikap simpati dan menghindari sikap antipasti sehingga tidak melahirkan kalimat tuturan yang sinis. Maksim kesimpatisan biasanya tuturan yang terjalin diiringi dengan anggukan, senyuman, gandengan tangan, dan lambaian tangan. Hasil analisis keempat data menunjukkan bahwa semua kalimat tutur supir angkutan pada tuturan (1), (2), (3), dan (4) telah melanggar maksim ini. Penyimpangan yang terjadi ditandai dengan sikap dan intonasi serta penggunaan kalimat tolakan dari penutur atau supir angkutan umum jurusan Martapura yang terdengar dan terlihat kasar atau sinis, sebagaimana penggalan contoh berikut

PROSIDING

Tuturan 1

S : Kulir, saiukungannya pang panumpangnya. ‘Malas, satu orang saja penumpangnya.’

Tuturan 2

S : Mun handak lakas naik mutur saurang, jangan taksi. ‘Kalau ingin cepat gunakan mobil pribadi, jangan angkutan umum’

Tuturan 3

S : Napa tih, ulangi pang, siapa tukang antarakan? ‘Apa, ulangi , siapa yang mengantarkan?’

Tuturan 4

S : Umaa, lawasnya lagi, kada nah, aku handak hancap. ‘Aduuh, lamanya, tidak bisa, aku mau cepat!’

Berdasarkan maksim ini jelas sopir taksi memang telah melanggar kesan- tunan dalam berkomunikasi dengan penumpang. Sopir menyampaikan pesan secara ketus dengan nada marah (sombong). Parameter kesantunan saat peris- tiwa tutur ini terjadi juga dilanggar. Jika tingkat sosial lebih rendah dari lawan tutur biasanya bahasa yang digunakan lebih tertata. Namun, tidak demikian halnya yang terjadi. Sopir angkutan umum memiliki status yang berada di bawah status penumpang, penumpang adalah raja. Akan tetapi, sopir tidak berpegang dengan parameter ini. Dia dengan semaunya melanggar adat kebiasaan dalam masyarakat Banjar dalam berbahasa santun.

Dokumen yang terkait

HASIL PENELITIAN KETERKAITAN ASUPAN KALORI DENGAN PENURUNAN STATUS GIZI PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL PENYAKIT DALAM RSU DR SAIFUL ANWAR MALANG PERIODE NOVEMBER 2010

7 171 21

KADAR TOTAL NITROGEN TERLARUT HASIL HIDROLISIS DAGING UDANG MENGGUNAKAN CRUDE EKSTRAK ENZIM PROTEASE DARI LAMBUNG IKAN TUNA YELLOWFIN (Thunnus albacares)

5 114 11

KAJIAN MUTU FISIK TEPUNG WORTEL (Daucus carota L.) HASIL PENGERINGAN MENGGUNAKAN OVEN

17 218 83

KARAKTERISASI DAN PENENTUAN KOMPOSISI ASAM LEMAK DARI HASIL PEMURNIAN LIMBAH PENGALENGAN IKAN DENGAN VARIASI ALKALI PADA ROSES NETRALISASI

9 139 85

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 1 SINAR MULYA KECAMATAN BANYUMAS KAB. PRINGSEWU

43 182 68

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

PENGARUH PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH DAN MINAT BACA TERHADAP HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 WAY

18 108 89

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62