Gambar 11. Diagram alir kerangka pendekatan studi
Permasalahan : 1. Pencemaran perairan dan degradasi
2. Produksi perikanan menurun 3. Konflik antar stake holders
4. Tumpang tindih peraturan 5. Koordinasi lemah dan tidak terintegrasi
Ekologi : -
Kondisi ekosistem dan lingkungan pencemaran,
dsb -
Potensi sumberdaya -
dll Ekonomi :
- Tingkat pendapatan
nelayan, kesejahteraan -
Kontribusi PAD -
Modal : alat tangkap armada
- dll
Sosial Teknologi: -
Tingkat tenaga kerja keterampilan
- Kemiskinan nelayan
- Teknologi ramah
lingkungan -
Investasi keuntungan -
Pendidikan nelayan -
dll Kelembagaan :
- Konflik antar
stakeholders pengusaha, nelayan pemerintah
- Organisasi
- Penyuluhan
- Penegakkan hukum
- dll
Analisis Bioekonomi
Solusi Optimal
Analisis Keberlanjutan Rapfish
Informasi status keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap dilihat dari dimensi ekologi,
ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan
Kebijakan ekonomi perikanan tangkap berkelanjutan
Analisis Dinamik Vensim
Perikanan tangkap berkelanjutan
Sumberdaya ikan luar Jakarta yang
didaratkan di Jakarta
Analisis Degradasi Depresiasi
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus. Metode studi kasus adalah penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenaan
dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas Maxfield dalam Nazir 2005. Penelitian ini mengambil kasus di Provinsi DKI Jakarta
Jakarta. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui nilai optimal pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap dan melihat status keberlanjutan dari pengelolaan
dan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di Provinsi DKI Jakarta, dilihat dari dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan sekaligus
strategi pengembangan pada saat sekarang dan sepuluh tahun mendatang sehingga dihasilkan kebijakan pengembangan ekonomi perikanan tangkap yang aplikatif
dan berkelanjutan di Provinsi DKI Jakarta.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah data deskriptif berupa kata-kata lisan atau
tulisan dari manusia atau tentang perilaku manusia yang dapat diamati Taylor dan Bogdan 1984 diacu dalam Sitorus MTF 1998. Data kualitatif terbagi dalam
tiga kategori yaitu hasil pengamatan, hasil pembicaraan dan bahan tertulis. Data kuantitatif adalah data yang nilainya berbentuk numerik atau angka, bersifat
ringkas, sederhana, sistematis, terbakukan dan mudah disajikan Sitorus MTF 1998.
Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini berupa data-data cross section yang
diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden terpilih. Data yang dikumpulkan adalah data aspek ekologi, ekonomi, teknologi, sosial dan
kelembagaan yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan para pelaku nelayan, pemilik kapal, pengumpul, petugas TPI, dan stakeholders lainnya
dengan menggunakan instrumen terstruktur kuesioner dan pengamatan langsung di lokasi terpilih.
Data sekunder yang digunakan meliputi data produksi ikan dalam deret waktu tertentu, data karakteristik wilayah dan data pendukung lainnya dari BPS
Provinsi DKI Jakarta, Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta dan Bappeda Provinsi DKI Jakarta dan penelusuran bahan tertulis literature, hasil
penelitian, jurnal, surat kabar, majalah, bulletin, dan lain sebagainya yang berhubungan dan menunjang kelengkapan data pada penelitian ini.
4.3 Metode Pengambilan Contoh
Pengambilan sampel sampling pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling
atau pemilihan responden dengan sengaja dan dengan pertimbangan status nelayan pemilik, perbedaan jenis alat tangkap dan kendala
waktu, tenaga dan biaya tanpa mengurangi tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Responden pada penelitian ini adalah :
1 Kalangan nelayan dibagi berdasarkan jenis alat tangkapnya, yaitu payang, dogol, pancing, bouke ami, jaring insang, bubu dan jaring rampus. Jumlah
responden tiap alat tangkap ditentukan berdasarkan kemampuan peneliti dalam melakukan identifikasi dan keberadaan serta kesediaan responden.
Pemilihan responden tidak dilakukan secara acak melainkan responden yang diwawancarai ditentukan berdasarkan rekomendasi dari petugas lapangan dan
keberadaan serta kesediaan responden. Nelayan yang menjadi responden adalah nelayan Muara Angke, nelayan Marunda, nelayan Cilincing, nelayan
Kali Baru, nelayan Pulau Pramuka, nelayan Pulau Panggang, nelayan Pulau Pari dan nelayan Pulau Tidung Besar.
Tabel 6. Jumlah responden menurut alat tangkap
No Jenis Alat Tangkap
Jumlah Responden
1 Payang
12 orang 2
Dogol 5 orang
3 Pancing
20 orang 4
Gill net 14 orang
5 Bouke ami tmk bagan tancap dan sero
20 orang 6
Bubu 11 orang
7 Jaring rampus
17 orang
Total 99 orang
Sumber : Data primer, 2013
2 Institusi terkait dengan perikanan tangkap yaitu Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta, Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu, Suku Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Administrasi Jakarta Utara terkait, Seksi Kecamatan
Peternakan, Perikanan dan Kelautan Cilincing, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia HNSI, dan Koperasi Nelayan Pulau Tidung.
3 Pihak swasta yang terkait dengan kegiatan organisasi di wilayah pantai, seperti tengkulak.
4 Tokoh masyarakat setempat, seperti ketua KUB. 5 Key person lainnya yang relevan dengan aktivitas perikanan tangkap di lokasi
penelitian. Untuk kemutahiran data dilakukan pula konsultasi ahli untuk
mengklarifikasi kebenaran informasi. Verifikasi lapang dilakukan melalui berbagai cara diantaranya wawancara dengan pengambil kebijakan lokal dinas
terkait, pengayaan dengan fakta-fakta terbaru dengan perkembangan laporan atau dokumen dinas atau pengalaman lapang pejabat tertentu.
4.4 Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis menggunakan tiga metode, yakni : analisis bioekonomi, analisis degradasi dan depresiasi, analisis
keberlanjutan dan analisis dinamik.
4.4.1 Metode Bioekonomi Sumberdaya Perikanan
Pendugaan potensi sumberdaya ikan diperlukan untuk memberikan gambaran mengenai tingkatan dan batas maksimal dalam pemanfaatan
sumberdaya perikanan berkelanjutan di suatu wilayah sehingga pembangunan perikanan dapat direncanakan sedemikian rupa untuk dimanfaatkan secara
berkelanjutan. Perikanan tangkap DKI Jakarta memiliki karakteristik perikanan yang multigears dan multispecies, yakni alat tangkap yang beroperasi di perairan
Jakarta sangat beragan dan hampir semua jenis alat tangkap tersebut dapat menangkap beberapa jenis ikan dan semuanya mempunyai nilai ekonomis. Untuk
memudahkan dalam melakukan analisis bioekonomi, penelitian ini membagi
sumberdaya ikan menjadi dua kelompok besar, yaitu sumberdaya ikan pelagis dan sumberdaya ikan demersal.
Sumberdaya ikan pelagis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah semua ikan yang termasuk dalam kelompok ikan pelagis besar dan pelagis kecil
menurut Naamin 1987. Adanya keterbatasan data dan kesulitan di daerah penelitian, dimana alat tangkap yang beroperasi tidak hanya menangkap ikan
berdasarkan kelompok sumberdaya maka untuk analisis bioekonomi dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan alat tangkap. Untuk sumberdaya
ikan pelagis maka jumlah produksi ikan yang akan dianalisis adalah jumlah produksi ikan yang ditangkap oleh alat tangkap gill net, pancing dan payang
sedangkan untuk sumberdaya ikan demersal adalah jumlah produksi ikan yang ditangkap oleh bouke ami termasuk bagan tancap dan sero, bubu, rampus dan
dogol. Pemilihan alat tangkap ini didasarkan pada pertimbangan bahwa alat
tangkap ini masih dominan digunakan oleh nelayan Jakarta dan sebagian besar hasil tangkapannya bersumber dari perairan Jakarta. Standarisasi pada alat
tangkap diperlukan untuk menyeragamkan satuan upaya penangkapan dari berbagai jenis alat tangkap dengan mengunakan salah satu alat tangkap yang
dominan dalam menangkap ikan. Pada sumberdaya ikan pelagis, alat tangkap yang dijadikan standar adalah jaring insang sedangkan pada sumberdaya ikan
demersal, alat tangkap yang dijadikan standar adalah alat tangkap bouke ami. Pemilihan alat tangkap standar ini dengan pertimbangan bahwa alat tangkap ini
memiliki jumlah trip terbanyak dibandingkan dengan alat tangkap lain dan dioperasikan sepanjang tahun
Dalam penilaian sumberdaya perikanan, hal terpenting yang perlu diketahui adalah nilai estimasi tangkapan lestari dan stok ikan yang idealnya
dilakukan pada setiap spesies ikan. Untuk mengetahui nilai estimasi tangkapan lestari dapat diketahui dengan lebih dahulu mengetahui produktivitas dari stok
ikan yang biasanya di estimasi dengan model kualitatif. Produktivitas stok ikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor biologi, iklim maupun
aktivitas manusia yang menyebabkan turunnya kualitas perairan pencemaran, perusakan ekosistem pesisir serta pemutusan mata rantai makanan.
Pengkajian bioekonomi dalam penelitian ini dilakukan terhadap seluruh alat tangkap yang digunakan nelayan kemudian melakukan standarisasi alat
tangkap. Langkah ini diperlukan karena ada variasi atau keragaman dari kekuatan alat tangkap. Unit penangkapan yang dijadikan standar adalah jenis unit
penangkapan yang paling dominan menangkap ikan jenis-jenis tertentu di perairan DKI Jakarta dan memiliki faktor daya tangkap fishing power indeks sama
dengan satu. Perhitungan fishing power indeks FPI adalah sebagai berikut :
Upaya standarisasi diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut Gulland 1983, yaitu :
dimana : CPUE
s
CPUE = catch per unit effort atau jumlah hasil tangkapan per satuan upaya unit
penangkapan standar pada tahun ke-i;
i
HT = catch per unit effort atau jumlah hasil tangkapan per satuan upaya jenis
penangkapan yang akan distandarisasi;
s
HT = jumlah hasil tangkapan catch jenis unit penangkapan yang dijadikan
standar pada tahun ke-i;
i
FE = jumlah hasil tangkapan catch jenis unit penangkapan yang akan
distandarisasi pada tahun ke-i;
s
FE = jumlah upaya penangkapan effort jenis unit penangkapan yang dijadikan
standar pada tahun ke-i;
i
FPI = jumlah upaya penangkapan effort jenis unit penangkapan yang akan
distandarisasi pada tahun ke-i;
s
= fishing power indeks atau faktor daya tangkap jenis unit penangkapan standar pada tahun ke-i;
FPI
i
SE = Upaya penangkapan effort hasil standarisasi pada tahun ke-i. = fishing power indeks atau faktor daya tangkap jenis unit penangkapan yang
akan distandarisasi pada tahun ke-i;
Estimasi stok ikan menggunakan model surplus produksi CYP untuk sumberdaya perikanan pelagis dan model surplus produksi Schnute untuk
sumberdaya ikan demersal Pemilihan model tersebut berdasarkan hasil evaluasi model yang sesuai dengan apriori teori kemudian didasarkan pada hasil analisis
statistiknya. Data sekunder sebagai rujukan analisis data diperoleh dari buku statistik
perikanan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012. Data produksi dan jumlah alat tangkap yang diperoleh yakni selama 15 tahun, mulai dari tahun 1997 sampai
dengan tahun 2011. Data effort diperoleh dari hasil perkalian antara jumlah alat tangkap dengan rata-rata jumlah trip nelayan Jakarta per tahun. Data jumlah trip
nelayan diperoleh berdasarkan wawancara langsung dengan nelayan terpilih. Sebelum melakukan analisis optimasi terlebih dahulu dilakukan
perhitungan catch per unit effort CPUE. Perhitungan CPUE sebagai dasar perhitungan fungsi lestari dan analisis maximum economic yield MEY.
Berdasarkan estimasi parameter-parameter biologi yang dihasilkan dari model yang memenuhi kriteria statistik, ekonomi dan ekonometrika dapat diketahui pula
pengelolaan sumberdaya perikanan di Provinsi DKI Jakarta pada kondisi Maximum Sustainable Yield
MSY.
dimana : = hasil tangkapan spesies ke-n maksimum lestari
= biomass spesies ke-n maksimum lestari = effort spesies ke-n maksimum lestari